Anda di halaman 1dari 10

SANAD, MATAN, DAN ROWI HADITS

I. PENDAHULUAN
Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia bagi orang-orang yang bertaqwa sifatnya mujmal(global)
atau masih ‘am(umum), maka untuk menerapkannya secara praktis sangatlah membutuhkan
penjelasan-penjelasan yang lebih jelas terutama dari nabi Muhammad SAW yang menerima wahyu.
penjelasan-penjelasan dari nabi tersebut bisa berupa ucapan atau perbuatan maupun pernyataan atau
pengakuan, yang dalam tradisi keilmuan islam disebut hadits. Dengan demikian, hadits nabi merupakan
sumber ajaran islam setelah AL-Qur’an.
Dari sisi periwayatannya hadits memang berbeda dengan Al-Qur’an. Semua periwayatan ayat-ayat Al-
Qur’an dipastikan berlangsung secara mutawatir, sedang hadits ada yang mutawatir dan ada juga yang
ahad. Oleh karena itu, Al-Quran bila dilihat dari segi periwayatannya mempunyai kedudukan sebagai
qot’i al-wurud, sedang hadits nabi dalam hal ini yang berkategori ahad, berkedudukan sebagai dzoni al-
wurud.
Untuk mengetahui otentisitas dan orisinalitas hadits semacam ini diperlukan penelitian matan maupun
sanad. Dari sini dapat dilihat bahwa selain rowi , matan dan sanad merupakan tiga unsur terpenting
dalam hadits nabi.
Untuk itu dalam pembahasan makalah ini kami akan menyajikan bahan diskusi yang berjudul :Sanad,
Matan, dan Rowi Hadits, kami akan mencoba memaparkan apa itu Sanad, Matan, dan Rowi Hadits, Tolak
Ukur Kesahihan Sanad Hadits, Tolak Ukur Kesahihan Matan Hadits, dan Tolak Ukur Kesahihan Rawi
Hadits.
II. RUMUSAN MASALAH
Pengertian Sanad, Matan, dan Rowi Hadits
Tolak Ukur Kesahihan Sanad Hadits
Tolak Ukur Kesahihan Matan Hadits
Tolak Ukur Kesahihan Rawi Hadits
III. PEMBAHASAN
Pengertian Sanad, Matan, dan Rowi Hadits
Contoh hadits nabi dalam periwayatan yang lengkap :
.‫م‬.‫ قال رسول هللا ص‬: ‫ اخبرنا حنظلة بن ابى سفيان عن اكرمة بن خالد عن ابن عمر رضي هللا عنهما قال‬: ‫حدثنا عبيدهللا بن موسى قال‬
‫ “رواه البخارى‬.‫”بني االسالم على خمس شهادة ان الاله االهللا وان محمد رسول هللا واقام الصالة وايتاء الزكاة والحج وصوم رمضان‬
Artinya : “telah menceritakan kepada kami ubaidullah bin musa, ia berkata : telah mengabarkan kepada
kami handhalah bin abi sufyan dari ikrimah bin khalid dari ikrimah bin khalid dati ibnu umar radhiyallahu
‘anhuma berkata : telah bersabda rasulullah saw : didirikan islam itu atas lima perkara : syahadat bahwa
tidak ada tuhan selain allah dan muhammad rasulullah, mendirikan solat, membayar zakat, berhaji dan
puasa dalam bulan ramadhan”. (Riwayat Bukhari)
1) Sanad
Kata sanad menurut bahasa adalah sandaran atau sesuatu yang kita jadikan sandaran. Jika demikian
karena hadits bersandar kepadanya. Menrut istilah terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-badru
bin jama’ah dan al-tiby mengatakan bahwa sanad adalah :
‫االخبار عن طريق المتن‬
Artinya : “berita tentang jalan matan”
Yang lain menyebutkan :
‫سلسلة الرجال الموصلة للمتن‬
Artinya : “silsilah orang-orang yang meriwayatkan hadits yang menyampaikannya kepada hadis”
Ada juga yang menyebutkan :
‫سلسلة الرواة الذين نقلو المتن عن مصدره االول‬
Artinya : “silsilah para perawi yang menukilkan hadits dari sumbernya yang pertama”.[1]
Sanad hadits yang menurut pengertian istilah adalah rangkaian para periwayat yang menyampaikan kita
kerada matan hadits, mengandung dua bagian penting, yaitu :
Nama-nama periwayat yang terlibat dalam periwayatan hadits yang bersangkutan, dan
Lambang-lambang periwayatan hadits yang telah digunakan oleh masing-masing periwayat dalam
meriwayatkan hadits yang bersangkutan, misalnya sami’tu, ’an, dan ’anna.[2]
Yang berkaitan dengan istilah sanad adalah isnad, musnid, dan musnad. Isnad menurut ilmu bahasa
yaitu menyandarkan. Menurut istilah ialah menerangkan sanad hadits (jalan menerima hadits). Maka
arti ”saya isnad-kan hadits” adalah saya sebutkan sanadnya, saya terangkan jalan datangnya, atau jalan
sampainya kepada saya.
Orang yang menerangkan hadits dengan menyebut sanadnya, disebut musnid. Hadits yang disebut
dengan diterangkan sanadnya yang sampai kepada nabi saw. Dinamai musnad.[3]
Suatu hadits sampai kepada kita, tertulis dalam bentuk hadits, melalui sanad-sanad. Setiap sanad
bertemu dengan rawi yang dijsdikan sandaran menyampaikan berita (sanad yang setingkat lebih atas),
sehingga seluruh sanad itu merupakan suatu rangkaian. Rangkaian sanad itu ada yang berderajat tinggi,
sedang, dan lemah., mengingat perbedaan kedhabitan (kesetiaan ingatan) dan keadilan rawi yang
dijadikan sanadnya.rangkaian sanad yang berderajat tinggi menjadikan suatu hadits lebih tinggi
derajatnya dari pada hadits yang rangkaian sanadnya sedang atau lemah. Para muhadditsin membagi
tingkatan sanad kepada :
Ashahhul asanid (sanad-sanad yang lebih sahih).
Ahsanul asanid (sanad-sanad yang lebih hasan), dan
Adh’aful asanid (sanad-sanad yang lebih lemah).[4]
Deretan kata-kata mulai dari : ‫ حدثنا عبيدهللا بن موسى‬sampai kepada ‫م‬.‫قال رسول هللا ص‬. itulah yang dinamakan
sanad. Dengan demikian, maka urutan-urutan sanad dari hadis diatas adalah sebagai berikut :
Ubaidullah bin musa sebagai sanad pertama atau awal sanad.
Handhalah bin abi sufyan sebagai sanad kedua.
Ikrimah bin khalid sebagai sanad ketiga.
Ibnu umar ra. Sebagai sanad keempat atau akhir sanad.
Karena ada istilah “awal sanad” dan “akhir sanad”, maka ada juga yang disebut “ausatus sanad”, atau
pertengahan sanad. Dan dalam ausatus sanad diatas adalah seluruh sanad yang berada antara awal
sanad dengan akhir sanad , yakni : handhalah bin abu sufyan dan ikrimah bin khalid.
2) Matan
Kata Matan atau almatn menurut bahasa ma irtafa’a min al-ardhi (tanah yang meninggi). Sedang
menurut istilah adalah :
‫ما ينتهى اليه السند من الكالم‬
Artinya : “suatu kalimat tempat berakhirnya sanad”.
Atau dengan redaksi lain ialah :
‫الفاظ الحديث التى تتقوم بها معا نيه‬
Artinya : “lafal-lafal hadits yang didalamnya mengandung makna-makna tertentu”.
Ada juga redaksi yang lebih simpel lagi, yang menyebutkan bahwa matan adalah ujung sanad ( gayah as-
sanad). Dari semua pengertian diatas menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan matan adalah materi
atau lafal hadits itu sendiri.
Deretan kata-kata mulai dari : ‫ بني االسالم‬sampai kepada ‫ وصوم رمضان‬itulah yang dinamakan matan.
Sebab-sebab terjadinya Perbedaan Kandungan Matan suatu hadits, antara lain :
Karena Periwayatan Hadis Secara Makna.
Karena Meringkas dan Menyederhanakan Matan Hadis.
3) Rawi
Yang dimaksud dengan rawi ialah orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab apa
yang pernah didengar atau diterimanya dari dari seorang (gurunya).[5] Bentuk jamaknya yaitu ruwat,
perbuatan menyampaikan hadits tersebut dinamakan me-rawi (riwayat) kan hadits.
Hadits tersebut diatas , kita temukan pada kitab hadits yang disusun oleh imam bukhari yang bernama :
‫( الجامع الصحيح‬aljami’u as-shahih) atau lebih dikenal dengan ‫( صحيح البخارى‬shahih bukhari). Hadits
tersebut telah diriwayatkan oleh beberapa orang rawi, yakni :
Ibnu umar ra. ………………………sebagai rawi pertama.
Ikrimah bin khalid ……………….sebagai rawi kedua.
Handhalah bin abi sufyan ……..sebagai rawi ketiga.
Ubaidullah bin musa ……………sebagai rawi keempat.
Imam bukhari ……………………..sebagai rawi kelima atau rawi terakhir.
Imam bukhari di sini, selain disebut sebagai rawi kelima atau terakhir, juga disebut sebagai “mukharrij”,
yakni orang yang telah menukil atau mencatat hadits tersebut pada kitabnya yang bernama “al-jami’us
shahih”. Dengan kata lain imam bukharilah sebagai pentakhrij dari hadits tersebut.
Sebenarnya antara sanad dan rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Jika yang
dimaksud rawi adalah orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadits, akan tetapi yang
membedakan antara rawi da sanad ialah terletak pada pembukuan dan pentadwinan hadits. Orang yang
menerima hadits dan kemudian menghimpunnya dalam suatu kitab tadwin , disebut dengan perawi.
Dengan demikian maka perawi dapat disebut mudawwin (orang yang membukukan dan menghimpun
hadits).
Tolak Ukur Kesahihan Sanad Hadits
Setelah menyusun keseluruhan sanad yang telah ditakhrij dalam sebuah skema sanad (guna
memudahkan pembacaan jaringan sanad hadits yang sedang diteliti), maka untuk selanjutnya dilakukan
telaah kritis terhadap sanad hadits tersebut, namun sebelum menetapkan suatu hadits itu sahih atau
tidak, diperlukan tolak ukur yang baku (setidak-tidaknya telah dibakukan oleh ulama’ hadits), yaitu yaitu
sebagaimana dikemukakan al-nawawi bahwa yang disebut hadits sahih adalah :
‫ما اتصل سنده بالعدول الضابطين من غير شذوذ وال علة‬
“Yaitu hadits yang bersambung oleh rawi-rawi yang adil dan dhabit serta terhindar dari syudhut dan
illat”.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kaedah kesahihan hadits adalah
1) Sanadnya bersambung
Pengertian sanad bersambung adalah tiap-tiap rawi dalam sanad hadits menerima riwayat dari rawi
terdekat sebelumnya dan keadaan itu berlangsung sampai akhir sanad.
Sehingga kaedah sanad hadits yang bersambung adalah :
a. Seluruh rawi dalam sanad benar-benar tsiqah.
Antara masing-masing rawi dengan rawi terdekat sebelumnya dalam sanad benar-benar terjadi
hubungan periwayatan secara sah berdasarkan kaedah tahammul wa ada’ al-hadits.
c. Disamping muttasil juga harus marfu’.[6]
2) Seluruh rawi dalam sanad tersebut adil
Pengertian rawi yang adil adalah :
‫من استقام دينه وحسن خلقه وسلم من الفسق وجوارم المروءة‬
“Yaitu rawi yang menegakkan agamanya (islam), serta dihiasi akhlak yang baik, selamat dari kefasikan
juga hal-hal yang merusak muru’ah” .
Jadi kaedah rawi hadits yang adil adalah :
a. Beragama islam dan menjalankan agamanya dengan baik
b.Berakhlak mulia
c. Terhindar dari kefasikan
Terpelihara muru’ahnya.[7]
3) Seluruh rawi dalam sanad tersebut dhabit
Pengertian rawi yang dhabit adalah :
‫ان يكون حافظا عالما بما يرويه ان حدث من حفظه فاهما ان حدث على المعنى وحافظا لكتابه من دخول التحريف والتبديل اوالنقص‬
‫عليه ان حدث من كتابه‬
“Rawi tersebut hafal betul dengan apa yang ia riwayatkan dan mampu menyampaikannya dengan baik
hafalannya, ia juga memahami betul bila diriwayatkan senara ma’na, ia memelihara hafalan dengan
catatan dari masuknya unsur perubahan huruf dan penggantian serta pengurangan didalamnya bila ia
menyampaikan dari catatannya”.
Jadi kaedah rawi yang dhabit adalah :
a. Rawi memahami dengan baik riwayat yang telah didengarnya .
b.Rawi tersebut hafal dengan baik riwayat yang telah diterimanya.
Rawi tersebut mampu menyampaikan riwayat yang telah dihafalnya dengan baik, kapan saja dia
kehendaki dan sampai saat dia menyampaikan kembali riwayat tersebut kepada orang lain.[8]
4) Haditsnya terhindar dari syudhud.
Pengertian hadits syadz adalah :
‫هو مخالفة الثقة من هو ارجخ منه‬
“Yaitu riwayat seorang yang tsiqah yang menyalahi riwayat orang yang lebih tsiqah darinya”.
Jadi kaedah hadits yang syadz adalah :
a. Haditsnya diriwayatkan oleh orang yang tsiqah.
b.Haditsnya tidak fard
c. Haditsnya bertentangan dengan riwayat orang yang lebih tsiqah.[9]
5) Haditsnya terhindar dari illat.
Pengertian illat adalah sebab tersembunyi yang merusak kualitas hadits.
Jadi kaedah hadits yang berillat adalah :
a. Tampak secara lahiriah sahih.
b.Sebenarnya dalam hadits itu ada kecacatan.[10]
Tolak Ukur Kesahihan Matan Hadits
Kritik matan telah dilakukan sejak masa sahabat, dan cara-cara mereka ini pulalah yang tetap
dipertahankan hingga kini, namun sebelum menguraikan tolak ukur matan hadits ini terdapat langkah
sistematis yang perlu dilalui yaitu :
a)Pada langkah pertama ini menunjukkan bahwa telaah matan hadits ini tidak terlepas dari telaah sanad
hadits yang sebagai satu kesatuan hadits, sehingga matan yang sahih tetari tidak didukung sanad yang
sahih tiak serta merta dapat dinyatakan sebagai hadits yang shahih atau benar-benar bersumber dari
nabi saw. demikian pula sebaliknya.
b) Sedangkan langkah kedua dilakukan telaah lafal, karena hadits yang sampai kepada beberapa
mukharrij memiliki keragaman, sehingga perlu dilakukan telaah terhadap berbagai lafal yang ada pada
beberapa hadits semakna tersebut, hal ini juga dipengaruhi oleh adanya hadits nabi yang yang sampai
kepada mukharrij lebih banyak bersifat riwayat bil ma’na dari pada riwayat bil lafdhi.
c)Adapun langkah ketiga sebagai tindak lanjut dari langkah sebelumnya yaitu setelah peneliti mampu
mengembara dengan bekal beberapa hasil rekaman berita yang semakna tersebut dilanjutkan dengan
rekonstruksi makna bahwa hadits ini diyakini berasal dari nabi saw.
Untuk membantu kearah yang benar dalam menyimpulkan bahwa hadits-hadits tersebut benar-benar
datangnya dari nabi saw., maka untuk mengukur hadits tersebut shahih dilakukan langkah teknis lain
yaitu :
a)Memperhadapkan hadits tersebut dengan al-qur’an, sebab alqur’anlah yang menjadi dasar hidup nabi
saw., sementara hadits adalah rekaman terhadap aktualisasi nabi saw. atas nilai-nilai alqur’an tersebut.
b) Memperhadapkan hadits tersebut dengan hadits-hadits yang lain atau sunnah nabi saw.
c)Memperhadapkan hadits itu dengan realitas sejarah, sebab aktualisasi nabi saw. terikat oleh ruang
dan waktu, oleh karenanya untuk menguji suatu suatu rekaman yang disandarkan kepada nabi saw.
Salah satunya tidak bertentangan dengan sosio historis yang ada pada saat berita itu direkam.[11]
Tolak Ukur Kesahihan Rawi Hadits
Syarat-syarat yang diperlukan pada perawi hadits
Diisyaratkan untuk menerima riwayat para perawi hadits atau khbar yang tidak mutawatir supaya sah
kita berhujjah dengannya, ada dua syarat :
1.perawi itu seorang yang adil.
2.perawi itu seorang perawi yang dhabit bagi riwayatmya.[12]
Diperlukan dua syarat ini adalah supaya kita bias mempercayainya terhadap agamanya dan supaya yang
diriwayatkan itu dapat dipercayai karena kuat hafalannya, sedikit salahnya dan kelupaannya.
Jika perawi itu banyak salah dan lupa, ditolaklah riwayatnya, terkecuali riwayatnya yang dapat diketahui
bahwa dia tidak khilaf dan lupa padanya. Dan jika dia seorang yang tidak banyak, diterimalah
riwayatnya, terkecuali riwayat diketahui bahwa perawi itu salah padanya.
Pendapat lain mengatakan bahwa syarat-syarat rawi yaitu :
a) Bulugh artinya ia sudah baligh menurut ketentuan agama.Artinya bahwa ia sudah baligh ketika
meriwayatkan hadits yang bersangkutan,sekalipun waktu menerimanya masih kecil atau belum
mencapai baligh.
b) Islam.artinya saat ia menyampaikan hadits ia dalam keadaan islam,walaupun waktu menerimanya
masih beragama lain.
c) ‘Adalah.Yakni orang islam, aqil baligh (berakal) dan tidak terjangkit penyakit gila, juga tidak pernah
melakukan dosa besar dan tidak membiasakan melakukan dosa kecil.
d) Dhobath.yaitu dapat menangkap apa yang diterima dan didengar,kuat hafalannya dan bukan
pelupa,sehingga dimana dan kapan saatnyapun jika diperlukan maka ia dapat mengulang kembali dan
menyebutkan hadits yang diterima olehnya itu dengan baik.
e) Ittishol.yakni bersambung.artinya rowi yang menerima hadits itu bertemu langsung dengan rowi
yang diatasnya,jadi seperti rawi G bertemu dengan F,rowi F bertemu dengan rowi E,E bertemu D
demikian seterusnya hingga rowi A bertemu sendiri dengan rosulullah saw.
f) Ghoiru syadz.yakni tidak ganjil.Maksudnya hadits yang diriwayatkan tidak berlawanan dengan
hadits lain yang lebih kuat dan juga tidak berlawanan dengan Al qur’an.
Jalan atau cara untuk mengetahui keadilan dan kedhabitan perawi.
Diketahui bahwa seseorang perawi itu adil, dengan cara berikut ini :
Dengan karena telah terkenal dalam masyarakat bahwa perawi tersebut seorang yang adil, yaitu seperti
imam malik, syu’bah, al-auza’i, sufyan ats-tsauri, dan lain-lain.
dengan disaksikan oleh seorang ahli yang diterima perkataannya, bahwa perawi tersebut seorang yang
ahli. Ibnush shalah menetapkan, bahwa perlu dua orang ulama’ untuk untuk mentazkiyahkan seseorang
perawi, yakni untuk menerangkan bahwa perawi itu oeang yag adil.
Para ulama’ sependapat bahwa tazkiyah (mengaku keadilan seorang perawi) dari dua orang mengukupi.
Mereka berselisih tentang menerima tazkiyah dari seseorang saja. Kebanyakan fuqaha’ ahli madinah,
menurut hikayat alqadli abu baker, bahwa adil dan tidaknya (‘adalah dan jarah) tidak dapat ditetapkan
dengan tazkiyah (ta’dil) atau tajrih seorang saja. Mereka mengkiaskan dengan syahadah (persaksian).
Diketahui seseorang perawi itu dhabit adalah dengan mengi’tibarkan riwayat-riwayatnya dengan
riwayat – riwayat orang kepercayan yang terkenal kuat ingatan dan bagus hafalan. Jika kita dapati
riwayatnya sesuai dalam kebanyakannya, sedang kesalahannya sedikit, walaupun dari jurusan makna,
yakinlah kita bahwa perawi hadits itu seorang yang dhabit.
IV. KESIMPULAN
Contoh hadits nabi dalam periwayatan yang lengkap :
.‫م‬.‫ قال رسول هللا ص‬: ‫ اخبرنا حنظلة بن ابى سفيان عن اكرمة بن خالد عن ابن عمر رضي هللا عنهما قال‬: ‫حدثنا عبيدهللا بن موسى قال‬
‫ “رواه البخارى‬.‫”بني االسالم على خمس شهادة ان الاله االهللا وان محمد رسول هللا واقام الصالة وايتاء الزكاة والحج وصوم رمضان‬
Artinya : “telah menceritakan kepada kami ubaidullah bin musa, ia berkata : telah mengabarkan kepada
kami handhalah bin abi sufyan dari ikrimah bin khalid dari ikrimah bin khalid dati ibnu umar radhiyallahu
‘anhuma berkata : telah bersabda rasulullah saw : didirikan islam itu atas lima perkara : syahadat bahwa
tidak ada tuhan selain allah dan muhammad rasulullah, mendirikan solat, membayar zakat, berhaji dan
puasa dalam bulan ramadhan”.(Riwayat Bukhari)
Deretan kata-kata mulai dari : ‫ حدثنا عبيدهللا بن موسى‬sampai kepada ‫م‬.‫قال رسول هللا ص‬. itulah yang dinamakan
sanad. Dengan demikian, maka urutan-urutan sanad dari hadis diatas adalah sebagai berikut :
Ubaidullah bin musa sebagai sanad pertama atau awal sanad.
Handhalah bin abi sufyan sebagai sanad kedua.
Ikrimah bin khalid sebagai sanad ketiga.
Ibnu umar ra. Sebagai sanad keempat atau akhir sanad.
Deretan kata-kata mulai dari : ‫ بني االسالم‬sampai kepada ‫ وصوم رمضان‬itulah yang dinamakan matan.
Hadits tersebut diatas , kita temukan pada kitab hadits yang disusun oleh imam bukhari yang bernama :
‫( الجامع الصحيح‬aljami’u as-shahih) atau lebih dikenal dengan ‫( صحيح البخارى‬shahih bukhari). Hadits
tersebut telah diriwayatkan oleh beberapa orang rawi, yakni :
a. Ibnu umar ra. ………………………sebagai rawi pertama.
b. Ikrimah bin khalid ……………….sebagai rawi kedua.
c. Handhalah bin abi sufyan ……..sebagai rawi ketiga.
Ubaidullah bin musa ……………sebagai rawi keempat.
e. Imam bukhari ……………………..sebagai rawi kelima atau rawi terakhir.
V. PENUTUP
Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayat, serta
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini, semoga uraian-uraian yang kami
sampaikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi kami sendiri dan para pembaca.
Kami menyadari makalah ini masih kurang sempurna, maka dari itukritik dan saran yang konstruktif
sangat membantu dalam kesempurnaan makalah ini. Kami berdo’a kepada Allah semoga Allah meridhoi
makalah ini. Amin . . . . . .
DAFTAR PUSTAKA
As-siddiqi, Teungku M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009
, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1994
Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, Jakarta : Bulan Bintang, 1992
, Pengantar Ilmu Hadits, Bandung :Penerbit Angkasa, 1991
Suparta, Munzier, Ilmu Hadits, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003
Rahman, Fatchur, Ikhtisar Mushthalahatul Hadits, Bandung : PT. Alma’arif, 1995
Ulama’I, A. Hasan Asy’ari, Melacak Hadits Nabi saw : Cara Cepat Mencari Hadits Dari Manual Hingga
Digital, Semarang : Rasail, 2006

[1] Munzier Suparta, Ilmu Hadits, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. 4, hlm. 45-46
[2] M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, (Jakarta : Bulan Bintang, 1992), cet. 1, hlm. 25
[3] Teungku M. Hasbi As-siddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang : Pustaka Rizki Putra,
2009), cet. 2, hlm. 147
[4] Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahatul Hadits, (Bandung : PT. Alma’arif, 1995), cet. 8, hlm. 26
[5] M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung :Penerbit Angkasa, 1991), cet. 2, hlm. 17
[6] A. Hasan Asy’ari Ulama’i, Melacak Hadits Nabi saw : Cara Cepat Mencari Hadits Dari Manual Hingga
Digital, (Semarang : Rasail, 2006), cet. 1, hlm. 26
[7] Ibid, hlm. 29
[8] Ibid, hlm. 29-30
[9] Ibid, hlm. 30
[10] ibid
[11] Ibid, hlm. 70

Anda mungkin juga menyukai