Anda di halaman 1dari 4

ANTIBODI MONOKLONAL

A. Definisi

Antibodi merupakan campuran protein di dalam darah dan disekresi


mukosa menghasilkan sistem imun bertujuan untuk melawan antigen asing yang
masuk ke dalam sirkulasi darah. Antibodi dibentuk oleh sel darah putih yang
disebut limfosit B. Limfosit B akan 47 mengeluarkan antibodi yang kemudian
diletakkan pada permukaannya. Setiap antibodi yang berbeda akan mengenali dan
mengikat hanya satu antigen spesifik. Antigen merupakan suatu protein yang
terdapat pada permukaan bakteri, virus dan sel kanker. Pengikatan antigen akan
memicu multiplikasi sel B dan penglepasan antibodi. Ikatan antigen antibodi
mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya.
Antibodi memiliki ber-bagai macam bentuk dan ukuran walaupun struktur
dasarnya berbentuk `Y`(gambar 4.1). Antibodi tersebut mempunyai 2 fragmen,
fragmen antigen binding (Fab) dan fragmen cristallizable (Fc). Fragmen antigen
binding digunakan untuk mengenal dan mengikat antigen spesifik, tempat
melekatnya antigen antibodi yang tepat sesuai regio yang bervariasi disebut
complementary determining region (CDR) dan Fc berfungsi sebagai efektor yang
dapat berinteraksi dengan sel imun atau protein serum. (Albert, B., et al., 2002;
Abbas, A.K., 2005; Nelson, P.N., et al., 2000)

B. ANTIBODI MONOKLONAL REKOMBINAN

Pemanfaatan antibodi monoklonal dalam bidang kesehatan, baik untuk


diagnostik atau mengatasi penyakit kanker tertentu, telah banyak dilakukan.
Beberapa antibodi monoklonal yang dilakukan untuk pengobatan berasal
dari sel mencit atau tikus, sering menimbulkan reaksi alergi pada pasien
yang menerima terapi antibodi monoklonal tersebut. Hal ini disebabkan
karena protein mencit dikenal sebagai antigen asing oleh sel tubuh pasien,
sehingga menimbulkan reaksi respon imun antara lain berupa alergi,
inflamasi dan penghancuran atau destruksi antibodi monoklonal itu sendiri.
Untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkanlah antibodi monoklonal
rekombinan manusia, yaitu suatu monoklonal antibodi yang sebagian atau
seluruhnya terdiri dari protein yang berasal dari manusia, untuk mengurangi
efek penolakan oleh sistem imun pasien. (Radji, M., 2011; Tuscano, J.M., et
al; 2005)
Beberapa jenis antibodi monoklonal generasi baru yang telah
dikembangkan antara lain:
1. Antibodi monoklonal murine (fully mouse) Yaitu antibodi murni
yang didapatkan dari tikus. Antibodi ini dapat menyebabkan human
anti mouse antibodies (HAMA). Biasanya antibodi ini memiliki
akhiran dengan nama “momab” (contohnya Ibritumomab®). (Radji,
M., 2011; Tuscano, J.M., et al; 2005)
2. Antibodi monoklonal kimera (chimaric)
Antibodi monoklonal ini dibuat melalui teknik rekayasa genetika
untuk menciptakan galur mencit atau tikus transgenik yang dapat
memproduksi sel hybrid mencit-manusia yang disebut kimera
(chimaric). Bagian variabel molekul antibodi (Fab), termasuk bagian
antigen binding site, berasal dari mencit, sedangkan bagian lainnya,
yaitu bagian yang constant (Fc) berasal dari manusia. Memiliki akhiran
dengan nama “ximab” (Rituximab®). (Radji, M., 2011; Tuscano, J.M., et
al; 2005)
3. Antibodi monoklonal manusiawi (humanized)
Antibodi ini dibuat secara rekayasa genetika dimana bagian protein yang
berasal dari mencit hanya terbatas pada antigen binding site saja,
sedangkan bagian yang lainnya yaitu bagian variable dan bagian konstan
berasal dari manusia. Antibodi ini memiliki akhiran nama “zumab”
(Transtuzumab®). (Radji, M., 2011; Tuscano, J.M., et al; 2005)

4. Antibodi monoklonal manusia (fully human)


Antibodi ini merupakan antibodi yang paling ideal untuk menghindari
terjadinya respon imun karena protein antibodi yang disuntikkan
kedalam tubuh seluruhnya merupakan protein yang berasal dari
manusia. Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk merancang
pembentukan antibodi monoklonal yang seluruhnya mengandung
protein manusia tersebut adalah dengan teknik rekayasa genetika untuk
menciptakan mencit transgenik yang membawa gen yang berasal dari
manusia, sehingga mampu memproduksi antibodi yang diinginkan.
Pendekatan lainnya adalah merekayasa suatu binatang transgenik yang
dapat mensekresikan antibodi manusia dalam air susu yang dikeluarkan
oleh binatang tersebut. Antibodi yang 100% mengandung protein
manusia memiliki akhiran nama “mumab” (Panitumumab®). (Radji, M.,
2011; Tuscano, J.M., et al; 2005)
C. Proses pembuatan antibodi monoklonal melalui 5 tahapan yaitu:

1. Imunisasi tikus dan seleksi tikus donor untuk pengembangan sel


hybridoma Tikus diimunisasi dengan antigen tertentu untuk
menghasilkan antibodi yang diinginkan. Tikus dimatikan jika titer
antibodinya sudah cukup tercapai dalam serum kemudian limpanya
digunakan sebagai sumber sel yang akan digabungkan dengan sel
myeloma.

2. Penyaringan produksi antibodi tikus Serum antibodi pada darah tikus itu
dinilai setelah beberapa minggu imunisasi. Titer serum antibodi
ditentukan dengan berbagai macam teknik seperti enzyme link
immunosorbent assay (ELISA) dan flow cytometry. Fusi sel dapat
dilakukan bila titer antibodi sudah tinggi jika titer masih rendah maka
harus dilakukan booster sampai respons yang adekuat tercapai.
Pembuatan sel hybridoma secara in vitro diambil dari limpa tikus yang
dimatikan.

3. Persiapan sel myeloma Sel myeloma yang didapat dari tumor limfosit
abadi tidak dapat tumbuh jika kekurangan hypoxantine guanine
phosphoribosyl transferase (HGPRT) dan sel limpa normal masa
hidupnya terbatas. Antibodi dari sel limpa yang memiliki masa hidup
terbatas menyediakan HGPRT lalu digabungkan dengan sel myeloma
yang hidupnya abadi sehingga dihasilkan suatu hybridoma yang dapat
tumbuh tidak terbatas. Sel myeloma merupakan sel abadi yang dikultur
dengan 8-azaguanine sensitif terhadap medium seleksi hypoxanthine
aminopterin thymidine (HAT). Satu minggu sebelum fusi sel, sel
myeloma dikultur dalam 8-azaguanine. Sel harus mempunyai
kemampuan hidup tinggi dan dapat tumbuh cepat. Fusi sel meng-
gunakan medium HAT untuk dapat bertahan hidup dalam kultur.

4. Fusi sel myeloma dengan sel imun limpa Satu sel limpa digabungkan
dengan sel myeloma yang telah dipersiapkan. Fusi ini diselesaikan
melalui sentrifugasi sel limpa dan sel myeloma dalam polyethylene glycol
suatu zat yang dapat menggabung-kan membran sel. Sel yang berhasil
mengalami fusi dapat tumbuh pada medium khusus. Sel itu kemudian
didistribusikan ke dalam tempat yang berisi makanan, didapat dari cairan
peritoneal tikus. Sumber makanan sel itu menyediakan growth factor
untuk pertumbuhan sel hybridoma.

5. Pengembangan lebih lanjut kloning sel hybridoma kelompok kecil sel


hybridoma dapat dikembangkan pada kultur jaringan dengan cara seleksi
ikatan antigen atau dikembangkan melalui metode asites tikus. Kloning
secara limiting dilution akan memastikan suatu klon itu berhasil. Kultur
hybridoma dapat dipertahankan secara in vitro dalam tabung kultur (10-
60 ug/ml) dan in vivo pada tikus, hidup tumbuh di dalam suatu asites
tikus. Konsentrasi antibodi dalam serum dan cairan tubuh lain 1-10
ug/ml.

Anda mungkin juga menyukai