Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Visi Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah memandirikan
masyarakat untuk hidup sehat dengan misi membuat rakyat sehat.Guna
mewujudkan visi dan misi tersebut berbagai program kesehatan telah
dikembangkan termasuk pelayanan kesehatan di rumah. Pelayanan
keperawatan yang berkualitas mempunyai arti bahwa pelayanan yang
diberikan kepada individu, keluarga ataupun masyarakat haruslah baik
(bersifat etis) dan benar (berdasarkan ilmu dan hukum yang berlaku).
Hukum yang mengatur praktik keperawatan telah tersedia dengan lengkap,
baik dalam bentuk undang-undang kesehatan, maupun surat keputusan
Menkes tentang praktik keperawatan. Dengan demikian melakukan praktik
keperawatan bagi perawat di Indonesia adalah merupakan hak sekaligus
kewajiban profesi untuk mencapai visi Indonesia sehat tahun 2010 (Depkes,
2010).
Implementasi praktik keperawatan yang dilakukan oleh perawat
sebenarnya tidak harus dilakukan di rumah sakit, klinik, ataupun di gedung
puskesmas tetapi dapat juga dilaksanakan dimasyarakat maupun dirumah
pasien. Pelayanan keperawatan yang dilkukan dirumah pasien disebut
Home Care. Home care merupakan layanan kesehatan yang dilakukan oleh
profesional di tempat tinggal pasien atau bisa di rumah pasien dengan tujuan
membantu memenuhi kebutuhan pasien dalam mengatasi masalah
kesehatan yang dilaksanakan oleh tim kesehatan profesional dengan
melibatkan anggota keluarga sebagai pendukung di dalam proses perawatan
dan penyembuhan pasien sehingga keluarga bisa mandiri dalam mengatasi
masalah kesehatannya (parellangi, 2015).

1
Kolaborasi menurut Asosiasi Perawat Amerika (ANA, 1992) adalah
hubungan kerja di antara tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada klien. Kegiatan yang dilakukan meliputi diskusi tentang
diagnosa, kerjasama dalam asuhan kesehatan saling berkonsultasi dan
berkomunikasi serta masing-masing bertanggung jawab pada
kepercayaannya (Sumijatun, 2010). Model kolaborasi dalam prakti home
care terdiri dari berbagai macam guna untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan kepada klien. Dalam meningkatkan pelayanan home
care kolaborasi yang efektif, maka perlu adanya Memorandum of
understanding (Moll) yang mengatur perjanjian kerjasama antara pihak
home care dengan tenaga kesehatan.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menulis makalah
tentang model praktik dalam home care guna melengkapi tugas mata kuliah
Nursing Home care.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Kolaborasi ?
2. Apa Pentingnya Memorandum Of Understanding (MOU) Dalam Praktik
Home Care Nursing ?
3. Apa Model Praktik Kolaborasi Perawat Dokter dalam praktik home care?
4. Sebutkan Indikator Praktik Kolaborasi dalam praktik home care?
5. Jelaskan Kompetensi Dasar dalam Praktik Kolaborasi dalam praktik home
care ?
6. Jelaskan Factor-faktor penghambat kolaborasi dalam praktik home care ?
7. Sebutkan Upaya Meningkatkan Kolaborasi dalam praktik home care ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kolaborasi
2. Untuk mengetahui pentingnya Memorandum Of Understanding (MOU)
dalam praktik home care nursing

2
3. Untuk mengetahui model praktik kolaborasi perawat dokter dalam praktik
home care
4. Untuk mengetahui indicator praktik kolaborasi dalam praktik home care
5. Untuk mengetahui kompetensi dasar dalam praktik kolaborasi dalam praktik
home care
6. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat kolaborasi dalam praktik
home care
7. Untuk mengetahui upaya meningkatkan kolaborasi dalam praktik home care

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kolaborasi
Kolaborasi menurut Asosiasi Perawat Amerika (ANA, 1992) adalah
hubungan kerja di antara tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada klien. Kegiatan yang dilakukan meliputi diskusi tentang
diagnosa, kerjasama dalam asuhan kesehatan saling berkonsultasi dan
berkomunikasi serta masing-masing bertanggung jawab pada kepercayaannya
(Sumijatun, 2010).

B. Pentingnya Memorandum Of Understanding (MOU) Dalam Praktik Home Care


Nursing
Dalam praktek home care nursing sangat penting adanya kolaborasi
antartenaga kesehatan yang memberikan pelayanan home care guna
meningkatkan kesehatan pasien. Dalam meningkatkan kolaborasi yang efektif
dalam pelayanan home care, maka perlu adanya Memorandum Of
Understanding (MOU) yang mengatur perjanjian kerja sama antara pihak home
care dengan tim tenaga kesehatan. Adapun fungsi dari MOU tersebut, yaitu :
1. Mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak.
2. Sebagai alat control masing-masing pihak, apakah masing-masing pihak
telah melakukan kewajiban atau prestasinya atau belum ataukah bahkan
telah melakukan wanprestasi.
3. Sebagai alat bukti bagi masing-masing pihak apabila dikemudian hari
terjadi perselisihan di antara para pihak, termasuk juga apabila ada pihak
ketiga yang mungkin keberatan dengan suatu kontrak dan mengharuskan
kedua belah pihak untuk membuktikan hal-hal yang berkaitan dengan
kontak yang dimaksud.
4. Mengamankan transaksi bisnis.
5. Mengatur tentang pola penyelesaian sengketa yang timbul antaa kedua
belah pihak.

4
C. Model Praktik Kolaborasi Perawat Dokter dalam Praktik Home Care
Model praktik kolaborasi antara perawat dan dokter dalam pelayanan
kesehatan yaitu:
1. Model Praktik Kolaborasi Tipe I

Dokter

Registered Pemberi
Nurse Pelayanan lain

Pasien

Dari gambar diatas menunjukkan model praktik kolaborasi tipe Iyang


menekankan komunikasi dua arah, tapi menempatkan dokter pada
posisiutama dan membatasi hubungan anatara dokter dan pasien.
2. Model Praktik Kolaborasi Tipe II

Dokter Registered nurse

Pasien

Pemberi Pelayanan lain

Gambar tersebut menunjukkan model praktik kolaborasi tipe II dimana


model ii lebih berpusat pada pasien, dan pemberi pelayanan harus saling

5
bekerjasama dengan pasien. Model ini tetap melingkar dengan
menekannkan kontinuitas, kondisi timbal balik satu dengan yang lain, dan
tak ada satu pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus-menerus.

D. Indikator Praktik Kolaborasi dalam Praktik Home Care


1. Krontrol – Kekuasaan
Berbagi kekuasaan atau kontrol kekuasaan bersama dapat terbina
apabila dokter maupun perawat mendapat kesempatan bersama untuk
mendiskusikan pasien. Sebelumnya, kedua profesi ini harus tahu apa yang
menjadi kewenangan profesinya masing-masing. Kekuasaan atau
kewenangan dokter adalah dalam hal mendiagnosis, mengobati dan
mencegah penyakit, serta melakukan prosedur pembedahan. Dalam hal ini
dokter juga sering berkonsultasi dengan tim kesehatan lainnya dalam
pemberian pengobatan. Dukungan perawat dalam memberi informasi yang
akurat tentang keadaan pasien sangan membantu dokter dalam menjalankan
kewenangan ini (Siegler dan Whitney, 2000 dalam Parellangi Andi, 2017).
2. Lingkup Praktik
Lingkup praktik merupakan bagian yang menunjukan kegiatan dan
tanggung jawab masing-masing pihak. Dokter memang berbagi lingkungan
praktik dengan perawat, namun dokter tidak dididik untuk menanggapinya
sebagai rekanan. Pada sisi lain, perawat masih sering menempatkan diri
dibawah dokter, sebagai tenaga vokasional yang bertindak dibawah perintah
dokter. Dalam menanggung tanggung jawab bersama, perawat dan dokter
harus dapat merencanakan dan memperaktrikkan bersama sebagai kolega,
bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktrik dengan
berbagai nilai-nilai dan pengetahuan serta menghargai orang lain yang
berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.
3. Kepentingan Bersama
Kepentingan bersama sevcara operasional menggunakan istilah
tingkat ketegasan masing-masing (usaha untuk memuaskan sendiri) dan
faktor kerja sama (usaha untuk memuaskan kepentingan pihak lain).

6
Perawat dan dokter harus menyadari bahwa kolaborasi bisa berhasil bila
mereka punya satu visi dan tujuan. Untuk itu kebutuhan untuk
mengembangkan kembali tujuan awal dan motovasi lebih penting dari
sebelumnya (Lindeke dan Sieckert, 2005 dalam Parellangi Andi, 2017).
4. Tujuan Bersama
Tujuan manajemen penyembuhan sifatnya lebih terorientasi kepada
pasien dan dapat membantu menentukan bidang tanggung jawab yang erat
kaitannya dengan prognosis pasien. Kontinuitas, kolaborasi, dan koordinasi
dalam perawatan berkontribusi untuk keamanan klien dan hubungan antaran
penyedia pelayan kesehatan dan sistem perawatan (Walker dan Elberson,
2005 dalam Parellangi Andi, 2017).

E. Kompetensi Dasar dalam Praktik Kolaborasi dalam Praktik Home Care


Kompetensi dasar praktik kolaborasi dalam memberikan pelayanan
kesehatan, yaitu:
1. Komunikasi
Komunikasi sangat dibutuhkan dalam kolaborasi, karena kolaborasi
membutuhkan pemevahan masalah yang lebih kompleks. Masalah-masalah
yang muncul dalam kolaborasi tersebut dapat dipecahkan dengan
kolaborasi efektif yang dapat dimengerti oleh semua anggota tim
profesional.
2. Respek dan Kepercayaan
Kualitas respek dapat dilihat lebih ke arah harga diri, sedangkan
kepercayaan dapat dilihat dari mutu proses dan hasil. Respek dan
kepercayaan dapat di sampaikan secara verbal dan non verbal, serta dapat
dilihat dan dirasakan dalam penerapan kehidupan sehari-hari.
3. Memberikan dan Menerima Umpan Balik (feed back)
Umpan balik (feed back) di pengaruhi oleh persepsi seseorang, pola
hubungan, harga diri, kepercayaan diri, emosi, lingkungan, serta waktu.
feed back juga dapat bersifat fositif dan negatif.

7
4. Pengambilan Keputusan
Dalam pengambilan keputusan di butuhkan komunikasi untuk
mewujudkan kolaborasi yang efektif. Hal ini untuk menyatukan data
kesehatan pasien secara komprehensif sehingga menjadi sumber informasi
bagi semua anggota tim profesional.
5. Manajemen Konflik
Masing masing anggota profesi harus memahami peran serta
fungsinya untuk menurunkan konflik. Selain itu, setiap anggota profesi
juga harus melakukan klarifikasi persepsi dan harapan, mengidentifikasi
kompetensi, mengidentifikasi tumpang tindih peran, serta melakukan
negosiasi peran dan tanggunga jawab.
Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada beberapa kreteria,
yaitu adanya saling percaya dan menghormati, saling memahami dan
menerima keilmuan masing-masing, memeliki citra diri positif, memiliki
kematangan profesional yang setara, baik dalam hal pendidikan maupun
pengalaman, mengakui sebagai mitra kerja serta memiliki keinginan untuk
bernegoisasi (Siegler dan Whitney, 2000 dalam Parellangi Andi, 2017).

F. Faktor-faktor Penghambat Kolaborasi dalam Praktik Home Care


1. Adanya rasa kurang atau belum percayanya masyarakat atau keluarga
terhadap pelayanan Home Care.
2. Situasi dan keadaan lingkungan atau wilayah serta kurangnya akses
transportasi.
Jarak wilayah yang terlalu jauh sehingga kurang mendapat
pelayanan Home Care dari pihak rumah sakit serta keadaan yang kurang
mendukung, misalnya pada lingkungan rumah susun yang berkaitan
dengan ketenangan, kebersihan, kerapian yang kurang mendukung untk
proses penyembuhan dalam pelayanan home care. Hal ini menyebabkan
persepsi masyarakat kurang baik terhadap keberadaan home care.
3. Tenaga kesehatan yang kurang kompeten dalam melaksanakan pelayanan
home care

8
4. Banyak masyarakat yang belum tahu tentang pelayanan home care.
5. Terbatasnya tenaga kesehatan.
6. Adanya panggilan kunjungan yang tidak diperlukan, hal ini akan
membuang waktu, tenaga dan biaya,
7. Hambatan yang datang dari pasien dan keluarga
8. Ketergantungan penderita dan atau keluarga,
9. Untuk kolaborasi dengan tim profesional lain membutuhkan waktu yang
cukup lama.

G. Upaya Meningkatkan Kolaborasi dalam Praktik Home Care


Upaya-upaya untuk meningkatkan kolaborasi yaitu:
1. Mengenal diri sendiri (Know thyself). Ada banyak realitas yang muncul
secara bersamaan. Realitas setiap orang didasarkan pada pengembangan
persepsi diri. Diperlukan untuk percaya diri dan orang lain untuk
mengetahui model mental diri sendiri (bias, nilai-nilai dan tujuan).
2. Belajar untuk menghargai dan mengelola keragaman (Learn to value and
manage diversity). Perbedaan adalah asset penting untuk proses kolaboratif
yang efektif dan hasil.
3. Mengembangkan keterampilan resolusi konflik yang konstruktif (Develop
constructive conflict resolution skills). Dalam paradigm kolaboratif, konflik
dipandang alami sebagai sebuah kesempatan untuk memperdalam
pemahaman dan kesepakatan.
4. Menggunakan kekuatan untuk menciftakan situasi “menang-menang” (Use
your power to create win-win situations) berbagi kekuasaan dan mengakui
kekuatan dasar seseorang adalah bagian dari kolaborasi efektif.
5. Menguasai keterampilan interpersonal dan proses (Master interpersonal
and process skills). Kompetensi klinis, kerjasama, dan fleksibilitas yang
paling sering diidentifikasi sebagai atribut penting untuk praktik
kolaboratif.
6. Menyadari bahwa kolaborasi adalah sebuah perjalanan (Recognize that
collaboration Is a journey). Keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan

9
untuk kolaborasi efektif membutuhkan waktu dan latihan. Resolusi konflik,
keunggulan klinik, menghargai penyelidikan, dan pengetahuan tentang
proses kelompok adalah keterampilan belajar seumur hidup.
7. Pengaruh semua forum multidisiplin (Leverage all multidisciplinary
forums). Menjadi baik hadir secara fisik dan mental untuk menilai
bagaimana dan kapan menawarkan komunikasi kolaboratif untuk
membangun kemitraan.
8. Menghargai bahwa kolaborasi dapat terjadi secara spontan (Appreciate that
collaboration can occur spontaneously). Kolaborasi adalah suatu kondisi
yang saling mapan yang bisa terjadi secara spontan jika faktor-faktor yang
tepat di tempat.
9. Keseimbangan otonomi dan persatuan dalam hubungan kolaboratif
(Balance autonomy and unity in collaborative relationships). Belajar dari
keberhasilan dan kegagalan kolaborasi. Menjadi bagian dari sebuah tim
yang ekslusif sama buruknya dengan bekerja dalam isolasi. Bersedia
mencari umpan balik dan mengakui kesalahan untuk keseimbangan
dinamis.
10. Mengingat bahwa kolaborasi tidak diperlukan untuk semua keputusan
(Remember that collaborations is not required for all decisions). Kolaborasi
bukanlah obat mujarab, yang diperlukan dalam segala situasi (Gardner,
2005).

10

Anda mungkin juga menyukai