Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai salah satu kebutuhan untuk jiwa kita, alangkah baiknya memberikan
waktu sejenak untuk berlibur, mengunjungi tempat wisata, atau sekedar menikmati
keindahan alam mampu memberikan ketenangan jiwa sebagai pemenuhan kebutuhan
rekreasi kita. Salah satu yang dapat memberikan ketenangan jiwa adalah memilih
Taman Jepang sebagai destinasi wisata liburan.
Taman Jepang adalah taman yang dibangun dengan gaya tradisional Jepang.
Miniaturisasi dari lanskap serta pemandangannya yang unik mampu menenangkan
jiwa bagi orang yang mengunjunginya. Selain untuk rekreasi, Taman Jepang juga
dibangun di hotel, kuil buddha, bekas kediaman resmi Daimyo, dan rumah besar milik
pejabat atau pengusaha. Taman sempit bergaya Jepang di halaman rumah milik rakyat
biasa disebut tsuboniwa (taman halaman kecil) atau nakaniwa (halaman dalam).

1.2 Tujuan
1. Mengetahui sejarah pembentukan Taman Jepang serta menjelaskan secara rinci
karakter dan elemen-elemen pembentuknya.
2. Mengetahui filosofi, fungsi, pemilik dari beberapa contoh Taman Jepang, serta
faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan taman tersebut.
BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pembentukan Taman Jepang

Negara kepulauan, memanjang dari Utara hingga Selatan. Terletak di


lempeng Pasific yang sering terjadi gempa, tofan. Lahan berbukit (gunung tertinggi
yaitu gunung Fuji), hanya 1/8 yang datar digunakan untuk budidaya. Vegetasi
diantaranya oak, wild prunus, maples, birch, zelkove, pohon berbunga (plum, cherry),
wisteria, azalea, iris, peony, lotus, krisan.

Bangsa Jepang diduga dari Mongol (Cina, Korea), aristokratik, militer,


budaya dari Cina.Kaisar I Jimmu (662AD). Pada saat itu, kekaisaran sampai dengan
abad 18, kemudian diganti Shogun. Agama Budha masuk pada tahun 550 AD lalu
berkembang pesat, terlihat dari pembangunan istana, kuil, bangunan rumah/fasilitas,
taman.

Kyoto sebagai ibukota (784-1868), pernah hancur karena perang (1467) dan
kebakaran (1788), tetapi selalu ada upaya rekonstruksi dan pelestarian terhadap
bangunan dan benda penting serta taman. Tokyo sebagai ibukota sejak 1869-sekarang;
kota modern tetapi tetap melestarikan benda & lanskap/taman bersejarah dan kota
mempunyai identitas, unik dan menarik

Dalam bahasa Jepang, istilah taman (teien) terdiri dari dua aksara kanji, niwa
dan sono. Istilah niwa mengacu kepada lahan berkerikil untuk melakukan kegiatan
sehari-hari dan upacara keagamaan, dan sono mengacu kepada lahan pertanian dan
sawah berpengairan. Orang zaman Jōmon menamakan lahan tempat mereka
melakukan kegiatan, upacara keagamaan, dan mengumpulkan makanan sebagai niwa.
Benda-benda yang ada di lahan tersebut, seperti pohon, batu besar, air terjun, dan
kerikil di pantai sering kali dipercaya sebagai benda sakral yang dihuni oleh arwah
suci. Pasir, kerikil, atau batu dipakai untuk menandai tanah yang dipercaya sebagai
tempat sakral untuk berdoa. Batu-batu di laut dan gunung dipercaya dihuni atau
digunakan kami ketika turun dari langit (iwakura). Susunan batu digunakan untuk
menandai tempat suci (altar) yang disebut iwasaka. Salah satu contoh taman jepang
yaitu, Ninomaru Stroll Garden dan The Sento Gosho Gardens
Ninomaru Stroll Garden didesain oleh Kobori Enshu, dengan luas tapak
hanya ± 11 acres ~ dapat diekspresikan miniatur alam yang kompleks, seolah tanpa
batas ~ dengan pengaturan 1760 batu sebagai jalan setapak, penuh simbolisme antara
lain: pulau berbentuk kura-kura dan danau berbentuk bangau terbang disimbolkan
lambang keabadian; rute yang dilalui memberikan kesan/pengalaman mistis.

Istana Kekaisaran Sento diselesaikan pada tahun 1630 untuk pensiunnya


Kaisar Go-Mizunoo, bersama dengan Istana Ōmiya yang sesuai untuk Janda
Permaisuri Nyoin. Kedua istana berulang kali dihancurkan oleh api dan dibangun
kembali sampai terjadi kebakaran pada tahun 1854, setelah itu istana Sento tidak
pernah dibangun kembali. Saat ini hanya dua struktur Sento, kedai teh Seika-tei dan
Yushin-tei, yang tersisa. Kebun-kebun yang luar biasa, ditata tahun 1630 oleh seniman
terkenal Kobori Masakazu (Kobori Enshu), sekarang menjadi daya tarik utamanya.

2.2 Karakter Taman Jepang


a) Pola/tata ruang
Dalam taman Jepang tidak dikenal garis-garis lurus atau simetris.
taman Jepang sengaja dirancang asimetris agar tidak ada satu pun elemen yang
menjadi dominan. Bila ada titik fokus, maka titik fokus digeser agar tidak tepat
berada di tengah. Taman Jepang berukuran besar dilengkapi dengan bangunan
kecil seperti rumah teh, gazebo, dan bangunan pemujaan (kuil). Di antara
gedung dan taman kadang-kadang dibangun ruang transisi berupa beranda
sebagai tempat orang duduk-duduk.dari beranda, pengunjung dapat menikmati
keindahan taman dari kejauhan.
b) Gaya/arsitektur
Taman ini bersifat abstrak, dan terutama berkembang di kuil-kuil Zen
pada zaman Muromachi sehingga juga dikenal sebagai taman Zen. Meskipun
demikian, taman batu sudah merupakan salah satu bagian dari beberapa gaya
taman Jepang dari zaman-zaman sebelumnya, misalnya di taman gaya kaiyū
dan taman gaya shinden-zukuri yang dibangun di rumah kediaman resmi
daimyo. Setelah meningkatnya kepopuleran taman batu pada zaman
Muromachi, taman batu Jepang diterima sebagai salah satu gaya taman
Jepang. Berbeda dari gaya dan model taman Jepang lainnya, taman batu
Jepang sama sekali tidak memerlukan air. Oleh karena itu, taman batu
memungkinkan orang membuat taman Jepang di tempat sulit air.
c) Elemen
Elemen dasar pada taman yang ada di Jepang adalah:
1. Air merupakan elemen dasar dalam taman Jepang. Selain sebagai sumber
kehidupan, air digunakan untuk menyucikan benda dari dunia profan
sebelum memasuki kawasan sakral. Air dialirkan dari sungai untuk
membuat kolam dan air terjun, terutama danau pada The Sento Gosho
Gardens.
2. Tanaman (pohon, perdu, bambu, rumpun bambu, lumut, dan rumput)
adalah benda hidup yang tumbuh seiring dengan musim sebelum menjadi
tua dan mati. Bertolak belakang dengan taman gaya Eropa yang berfokus
pada warna-warni semak dan bunga, taman di kuil Zen hanya berupa
hamparan pasir. Taman rumah teh hanya menggunakan tanaman berdaun
hijau dan pohon maple yang daunnya menjadi merah di musim gugur.
Perbedaan antara lereng gunung, padang rumput, dan lembah dinyatakan
dalam pemakaian berbagai macam spesies pohon dan perdu yang dipotong
dan dipangkas hingga menyerupai berbagai bentuk. Pohon dan perdu juga
dipakai sebagai penghubung antardua lokasi pemandangan di dalam
taman. Bukit-bukit buatan dibangun dari gundukan tanah.
3. Batu-batu disusun untuk menyerupai bentuk-bentuk alam seperti
pegunungan, air terjun, dan pemandangan laut, dan dipilih berdasarkan
bentuk, ukuran, warna, dan tekstur. Batu adalah elemen terpenting dalam
taman karena dapat dipakai untuk melambangkan pegunungan, garis
pantai, dan air terjun. Batu untuk taman berasal dari pegunungan, pinggir
laut, atau pinggir sungai, dan digolongkan menjadi tiga jenis: batuan
sedimen, batuan beku, dan batuan malihan. Batuan sedimen biasanya
memiliki permukaan yang halus dan bulat karena terkikis air. Batuan
seperti ini dipasang di pinggir kolam dan sebagai batu pijakan di jalan
setapak. Batuan beku berasal dari gunung berapi dan biasanya memiliki
bentuk dan tekstur yang kasar. Batu seperti ini dipakai sebagai batu pijakan
atau sebagai elemen yang menonjol, misalnya diletakkan untuk
melambangkan puncak gunung. Batuan malihan adalah batu keras yang
biasanya dipasang di sekeliling air terjun atau aliran air. Batu potong dari
batuan sedimen juga populer untuk membangun jembatan, wadah batu
berisi air, dan lentera batu.
4. Pagar dan bangunan gerbang merupakan elemen penting dalam lanskap.
Pagar secara garis besar terdiri dari pagar hidup (ikigaki) dari tanaman
perdu yang dipangkas dan pagar buatan dari kayu atau bambu. Pagar hidup
berfungsi sebagai pembatas, penghalang pandangan, pelindung dari angin,
api, dan debu, serta penghambat suara. Pagar bambu tembus cahaya
(sukashigaki) disusun dari batang-batang bambu yang lebar-lebar jaraknya
hingga pemandangan di balik pagar masih terlihat. Sebaliknya, pagar
pembatas (shaheigaki) dibangun dari susunan bambu yang rapat dan
membatasi pemandangan di baliknya.Di dalam taman tidak digunakan
dinding dari tanah yang dikeraskan, kayu, atau batu. Dinding hanya
dipakai sebagai dinding luar pembatas taman.
5. Lentera (tōrō) berasal dari tradisi Cina untuk menyumbangkan lentera ke
kuil Buddha. Sejak zaman Heian, lentera juga disumbangkan ke kuil
Shinto untuk penerangan di malam hari dan sebagai hiasan. Lentera batu
mulai dijadikan dekorasi standar di taman rumah teh sejak zaman
Muromachi. Setelah menjadi mode di taman-taman rumah teh, lentera batu
akhirnya dipasang di berbagai taman Jepang karena keindahan dan
kegunaannya.
6. Wadah batu berisi air (tsukubai) adalah perlengkapan standar taman rumah
teh. Air dari tsukubai dipakai untuk mencuci tangan tamu sebelum
mengikuti upacara minum teh. Tradisi menyediakan wadah batu berisi air
di taman rumah teh berasal dari tradisi menyediakan wadah batu berisi air
dalam agama Buddha dan Shinto. Sebelum berdoa di kuil, orang berkumur
dan membersihkan diri dengan air dari wadah batu yang disebut
chōzubachi. Wadah batu yang diletakkan di tanah disebut tsukubai
chōzubachi karena orang yang mengambil air harus berjongkok
(tsukubau). Setelah banyak dipasang di taman-taman, tsukubai akhirnya
dijadikan perlengkapan standar di taman-taman rumah teh.
d) Ragam hias

2.3 Filosofi
Shinto merupakan agama asli (menyembah hampir semua elemen alam);
kedatangan Budha berpadu dengan Shinto mempengaruhi kehidupan dan lanskapnya.
Contohnya upacara minum teh pada awalnya bagian dari keagamaan, kemudian
berkembang menjadi sebuah tradisi. Taman Jepang disimbolkan sebagai media
meditasi dan kontemplasi.
Filosofi dari konsep Taman Jepang yaitu alam semesta serupa dengan alam
pikiran yang diekspresikan pada taman (ruang dengan batu-batu sebagai simbol
benda-benda alam), dengan ukuran mini.
Dataran Cina yang luas menunjukkan ekspresi yang extrovert, simbolisme
elemen alami, simetri dan perencanaan kota. Sedangkan Jepang yang sempit
menunjukkan ekspresi yang introvert.
a) Kamakura (1185-1332)
The Buddhist Paradise Garden difilosofikan sebagai mandala, yaitu
tempat mencari ketenangan dalam suasana religious.
b) Muromachi (1333-1573); Momoyama (1573-1615)
Berkembang taman sekuler sebagai akibat pengaruh dinasti Sung. Zen
Buddhism dengan diterapkan pondok minum teh terpisah dari bangunan
utama; membentuk static garden untuk kontemplasi (bagian dari
lanskap/taman kuil), ukuran relatif kecil.
c) Edo (1615-1868)
Stroll Garden – a garden of movement, luas. Pengunaan toro (lampu
batu) dan tsukubai (tempat mencuci tangan). Konsep Shinto mengacu pada
kondisi Kepulauan Jepang (alam dan lautnya) lanskap-lanskap alami yang
dikagumi: Seto Inland Sea, Gunung Fuji, Pantai Amanohashidate, Danau Biwa
sering direfleksikan dalam taman melalui elemen-elemen: pasir kuarsa, batu,
pohon (jenis pinus yang dipangkas), azalea (dipangkas), sakura, fuji, peony,
lotus, iris, dan lain-lain.
2.4 Fungsi
Saat ini taman Jepang dibuka untuk umum, namun tidak semua taman Jepang
dirancang untuk dimasuki atau diinjak orang. Sejumlah taman dimaksudkan untuk
dipandang dari kejauhan seperti dari dalam Gedung atau beranda. Di taman yang
dibangun untuk dipandang dari jauh, orang dapat melihat secara sekaligus semua
elemen yang ada di dalam taman.

2.5 Arsitek
Menurut sejarah taman batu Jepang yang ditulis oleh Matsu Yoshikawa
dokumen tertua mengenai taman Jepang yang pertama adalah "pulau" yang
dibangun Soga no Umako di tepi Sungai Asuka pada masa pemerintahan Maharani
Suiko (sekitar 620). Berdasarkan ide tersebut, di rumah kediamannya, Pangeran
Kusakabe membangun taman untuk menggambarkan lanskap alam yang terdiri dari
pulau berukuran sedang, jembatan, kolam, dan pantai berbatu-batu.
Taman Shinden-Zukuri berasal dari Dinasti Tang yang kemudian
diperkenalkan di Jepang pada masa Heian. Taman dibangun dihalaman tengah
kediaman bangsawan yang dibangun dengan gaya arsitektural Shinden-Zukuri.
Adapun taman yang mewakili Shinden-Zukuri ini ialah Shinesn-en dan taman
Daikkaui-ji di Kyoto.

2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi


Aliran Buddha Zen yang juga turut membawa kesenian-kesenian khas Zen
yang telah lebih dahulu berkembang di Cina. Zen kemudian mempengaruhi seni
susastra, seni music, arsitektur, dan juga seni pertamanan Jepang. Zen membawa
perubahan besar dalam hal pembuatan taman, yaitu dihilangkan unsur utama, yaitu air
dari taman dan hanya meninggalkan batu, pasir putih dan sedikit tanaman. Hal ini
merupakan kontribusi terbesar Zen dalam seni pertamanan Jepang.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai