Anda di halaman 1dari 4

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya

sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga

mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi

dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk

maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang

membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jatinangor, September 2019

Penyusun
II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Daging adalah semua jaringan hewan dan semua hasil pengolahan

jaringan - jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan, serta tidak

menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya (Soeparno

1994). Daging adalah urat daging (otot) yang telah dikuliti dengan baik,

berasal dari sapi, babi, domba, kambing, yang telah cukup dewasa dan sehat

pada penyembelihan, terdiri dari otot-otot pada rangka, lidah, diafragma,

jantung, dan esofagus, tetapi tidak termasuk otot-otot pada bibir, hidung

atau moncong, dan telinga (Abustam, 2004).

Sifat fisik daging meliputi nilai PH daging, daya ikat air, susut masak,

dan keempukan :

A. PH Daging

Stres sebelum pemotongan, seperti iklim, tingkah laku agresif diantara

ternak sapi atau gerakan yang berlebihan, juga mempunyai pengaruh yang

besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot dan akan

menghasilkan daging yang gelap dengan pH yang tinggi (lebih besar dari

5,9). Setelah pH menurun pasca pemotongan, kemudian pH akan mencapai

konstan pada beberapa waktu dan waktu ini bertambah meskipun daging

dalam keadaan dingin dan akan naik lagi pH-nya pada kontaminasi dan

kondisi membusuk. Bila pH mencapai 6,7 atau lebih, secara objektif

pembusukan telah terjadi dan akan terbentuk perubahan bau, warna, dan

susunan komposisinya (Lawrie, 1979).

B. Daya ikat air

Daya ikat air menunjukan kemampuan daging untuk mengikat air

bebas. Perubahan yang terjadi pada daya ikat air selama konversi otot
menjadi daging tergantung pda penurunan Ph dan jumlah protein yang

terdenaturasi (Forrest,dkk 1975). Daging memiliki daya ikat air minimal

dan pencapaian pH terendah. Pada fase rigormortis dengan habisnya ATP

akan terjadi ikatan yang kuat antara aktin dan myosin yang menyebabkan

menyempitnya ruangan pengikatan air (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

C. Susut Masak

Susut masak merupakan berat yang hilang selama pemasakan.

Besarnya susut masak dipengaruhi oleh pH, panjang sarkormer serabut otot,

panjang potongan serabut otot, status kontraksi myofibril, ukuran dan berat

sampel daging. Nilai susut masak daging cukup bervariasi yaitu antara 1,5%

sampai 54,5% dengan kisaran 15% sampai 40%. Hal ini menunjukkan

bahwa susut masak yang diperoleh pada berbagai jenis ternak dengan lama

postmortem yang berbeda adalah bervariasi. Susut masak merupakan

indikator nilai nutrisi daging. ( Lawrie, 1979 ).

D. Keempukan

Nilai keempukan daging ditentukan dengan metode shear press

menurut Warner-Blatzer (Bouton et al., 1971). Hasil penelitian menunjukan

bahwa penyimpanan beku dapat menurunkan nilai daya putus atau

meningkatkan keempukan daging secara nyata pada penyimpanan beku

selama 0 sampai 2 bulan, dan tidak berbeda nyata pada penyimpanan beku

selama 3 sampai 6 bulan. Hal ini disebabkan karena selama proses

pembekuan dan penyimpanan beku terjadi kerusakan protein-protein

daging, misalnya protein mofibrilar dan sarkoplasmik (Awad et,all 1968, cit

Soeparno 1998).

Kualitas kimia daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah

pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi


kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin,

umur, pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), serta

keadaan stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas

daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan, lemak intramuskular

(marbling), tingkat keasaman (pH) daging, bahan tambahan (termasuk

enzim pengempuk daging), metode penyimpanan dan pengawetan, macam

otot daging, serta lokasi otot (Astuti, 1995).

Dapus :

Astuti,D.A. 1995. Evaluasi Pemanfaatan Nutrien berdasarkan Curahan Melalui


Sistem Vena Porta dan Organ Terkait Pada Kambing PE Tumbuh dan Laktasi.
Desertasi 1995 IPB Bogor.

Forrest, J.C., E.D. Aberle, H. B. Hedrick, M.D. Judge, dan R. A Merkel. 1992.
Principle of Meat Science. W. H. Freeman and Co. San Fransisco. USA
Lawrie RA. 1979. Meat science. Pergamon Press. Oxford

Judge, M. D., E. D. Aberle, J. C Forrest, H. B. Hedrick, and R. A. Merkel. 1989.


Principles of Meat Science. Kendall/Hunt Publishing Co., Iowa

Muchtad, T.R & Sugiyono. 1992. Ilmu pengethuan bahan pangan. Bogor : Institut
pertanian bogor.

Abustam, E dan H.M. Ali. 2004. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Anda mungkin juga menyukai