Anda di halaman 1dari 9

PEMERIKSAAN SISTEM GASTROINTESTINAL DAN HEPATOBILIER

Disusun untuk memenuhi tugas kuliah Pengkajian KMB Lanjut

Disusun oleh

SUTRISNO
NPM 1206195735

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2012/2013
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM GASTROINTESTINAL DAN HEPATOBILIER

Teknik Pemeriksaan Abdomen


Keadaan yang penting diperhatikan sewaktu pemeriksaan
1. Cahaya ruangan cukup baik
2. Pasien harus relak
3. Pakaian harus terbuka dari processus xyphoideus sampai sympisis pubis.
Untuk mendapatkan relaksasi dari pasien adalah :
1. Vesica urinaria harus dikosongkan lebih dahulu
2. Pasien dalam posisi tidur dengan bantal dibawah kepala dan lutut pada posisi fleksi
(bila diperlukan)
3. Kedua tangan disamping atau dilipat diatas dada. Bila tangan diatas kepala akan
menarik dan menegangkan otot perut
4. Telapak tangan pemeriksa harus cukup hangat, stetoskop juga cukup hangat, dan
kuku harus pendek. Dengan jalan menggesek gesekan tangan akan membuat
telapak tangan jadi hangat.
5. Suruh pasien menunjukkan tempat/area yang sakit , dan periksa area ini paling
terakhir.
6. Lakukan pemeriksaan perlahan lahan, hindari gerakan yang cepat dan tak
diinginkan
7. Jika perlu ajak pasien berbicara sehingga pasien akan lebih relak
8. Jika pasien sangat sensitif dan penggeli mulailah palpasi dengan tangan pasien
sendiri dibawah tangan pemeriksa kemudian secara perlahan lahan tangan
pemeriksa menggantikan tangan pasien
9. Perhatikan hasil pemeriksaan dengan memperhatikan rawut muka dan emosi pasien

I. INSPEKSI
Inspeksi abdomen dari posisi berdiri disebelah kanan pasien. Bila akan melihat
contour abdomen dan memperhatikan peristaltik, maka sebaiknya duduk atau jongkok
sehingga abdomen terlihat dari samping (tangensial)
Apa yang diinspeksi :
1. Kulit . Lihat apakah ada jaringan parut. Terangkan lokasinya , striae, dilatasi vena
2. Umbilikus : Lihat contour dan lokasinya, tanda tanda peradangan dan hernia
umbilikalis.
3. Kontour dari abdomen. Apakah datar ( flat ), gembung ( protuberant), “rounded”
Scaphoid, (concave atau hollowed). Juga dilihat daerah inguinal dan femoral
4. Simetrisitas dari abdomen
5. Adanya organ yang membesar. Pada saat pasien bernafas perhatikan apakah hepar
membesar atau limpa membesar turun dibawah arcus costarum .
6. Apakah ada massa /tumor
7. Lihat Peristaltik usus. Peristaltik usus akan terlihat dalam keadaan normal pada orang
sangat kurus. Bila ada obstruksi usus perhatikan beberapa menit.
8. Pulsasi. Dalam keadaan normal pulsasi aorta sering terlihat di regio epigastrica.

II. AUSKULTASI
Auskultasi berguna dalam menilai pergerakan usus dan adanya stenosis arteri atau
adanya obstruksi vascular lainnya. Auskultasi paling baik dilakukan sebelum palpasi dan
perkusi karena palpasi dan perkusi akan mempengaruhi frekwensi dari bising usus.
Letakan stetoskop di abdomen secara baik .
Dengarlah bunyi usus dan catatlah frekwensi dan karakternya. Normal bunyi usus
terdiri dari “Clicks” dan “gurgles” dengan frekwensi 5 – 15 kali permenit. kadang-kadang
bisa didengar bunyi “Borborygmi” yaitu bunyi usus gurgles yang memanjang dan lebih
keras karena hyperperistaltik. Bunyi usus dapat berubah dalam keadaan seperti diare,
obstruksi intestinal, ileus paralitik, dan peritonitis.
Pada pasien dengan hypertensi dengarkan di epigastrium dan pada masing kwadran
atas bunyi “bruits vascular“ yang hampir sama dengan bunyi bising jantung (murmur).
Adanya bruits sistolik dan diastolik pada pasien hypertensi akibat dari stenosis arteri
renalis. Bruit sistolik di epigastrium dapat terdengar pada orang normal. Jika kita
mencurigai adanya insufisiensi arteri pada kaki maka dengarkanlah bruits sistolik diatas
aorta, arteri iliaca, dan arteri femoralis ( gambar 7 ) .

Gb.7. Proyeksi arteri di dinding anterior abdomen


III. PALPASI
Palpasi superfisial berguna untuk mengidentifikasi adanya tahanan otot (muscular
resistance), nyeri tekan dinding abdomen, dan beberapa organ dan masa yang superficial.
Dengan tangan dan lengan dalam posisi horizontal, mempergunakan ujung – ujung jari
cobalah gerakan yang enteng dan gentle.
Hindari gerakan yang tiba tiba dan tidak diharapkan. Secara pelan gerakkan dan
rasakan seluruh kwadran. Identifikasi setiap organ atau massa, area yang nyeri tekan, atau
tahanan otot yang meningkat (spasme). Gunakanlah kedua telapak tangan, satu diatas yang
lain pada tempat yang susah dipalpasi. ( contoh, pada orang gemuk).
Palpasi dalam dibutuhkan untuk mencari massa dalam abdomen. Dengan
menggunakan permukaan palmaris dari jari-jari anda, lakukanlah palpasi diseluruh
kwadran untuk mengetahui adanya massa, lokasi, ukuran, bentuk, mobilitas terhadap
jaringan sekitarnya dan nyeri tekan. Massa dalam abdomen dapat diklasifikasikan dalam
beberapa cara: fisiologis seperti uterus yang hamil; inflamasi seperti divertikulitis kolon,
pseudokista pancreas; vascular seperti aneurysma aorta; neoplastik seperti mioma uteri,
kanker kolon atau kanker ovarium atau karena obstruksi seperti pembesaran vesika
urinaria karena retensi urin.
1. Penilaian adanya iritasi peritoneum
Nyeri abdomen dan nyeri tekan abdomen, terutama bila disertai dengan spasme
otot dinding perut akan menyokong adanya inflamasi dari peritoneum parietal. Tentukan
lokasinya secara akurat dan tepat. Sebelum melakukan palpasi, suruh pasien batuk dan
menunjukkan dengan satu jari lokasi nyeri tersebut, kemudian palpasi tempat tersebut
secara jentel. Dan carilah adanya nyeri tekan lepas. Caranya dengan menekankan jari-jari
secara lambat pada dinding perut, kemudian tiba- tiba dilepaskan. Bila waktu jari tangan
dilepaskan menyebabkan nyeri yang tidak hanya nyeri tekan, maka disebut nyeri lepas
positif.
2. Palpasi Hepar / Hati (gambar 1)
Letakkan tangan kiri anda dibawah dan dorong setinggi iga 11 dan 12 pada posisi
pasien tidur telentang. Suruh pasien relak. Dengan cara menekan tangan kiri kearah depan
maka hepar akan mudah diraba dengan tangan kanan dianterior. Letakkan tangan kanan
pada perut sebelah kanan, lateral dari muskulus rektus dengan ujung jari dibawah dari
batas pekak hepar. Posisikan jari-jari ke arah cranial atau obliq, tekanlah ke bawah dan ke
atas.
Suruh pasien mengambil nafas dalam. Usahakan meraba hepar pada ujung jari
karena hepar akan bergerak ke caudal. Jika kamu telah merabanya, lepaskan tekanan
palpasi sehingga hepar dapat bergeser dibawah jari-jari anda dan anda akan dapat meraba
permukaan anterior dari hepar. Pinggir hepar normal teraba lunak, tajam, dan rata.
Hitunglah pembesaran hepar dengan menggunakan jari-jari pemeriksa :
 jarak antara arkus kostarum dengan pinggir hepar terbawah
 antara prosesus xyphoideus dengan pinggir hepar terbawah
Cara lain meraba hepar dengan metode “Teknik hooking”.
Caranya berdiri pada sebelah kanan pasien. Letakkan kedua tangan pada perut
sebelah kanan, dibawah dari pinggir pekak hepar. Tekankan dengan jari-jari mengarah ke
atas dan pinggir costa. Suruh pasien bernafas abdomen dalam, akan teraba hati .
3. Palpasi limpa (gambar 2)
Dalam menentukan pembesaran limpa secara palpasi, teknik pemeriksaannya tidak
banyak berbeda dengan palpasi hati. Pada keadaan normal limpa tidak teraba. Limpa
membesar mulai dari lengkung iga kiri, melewati umbilikus sampai regio iliaka kanan.
Seperti halnya hati, limpa juga bergerak sesuai dengan gerakan pernapasan. Palpasi
dimulai dari regio iliaka kanan, melewati umbilikus di garis tengah abdomen, menuju ke
lengkung iga kiri. Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner
(disingkat dengan ’S’), yaitu garis yang dimulai dari titik lengkung iga kiri menuju ke
umbilikus dan diteruskan sampai ke spina iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Garis
tersebut dibagi menjadi 8 bagian yang sama yaitu S1 sampai dengan S8. Palpasi limpa
dapat dipermudah dengan cara memiringkan penderita 450 ke arah kanan (ke arah
pemeriksa). Setelah tepi bawah limpa teraba, kemudian dilakukan deskripsi
pembesarannya. Untuk meyakinkan bahwa yang teraba tersebut adalah limpa, maka harus
diusahakan meraba insisuranya.
Letakkan tangan kiri anda dibawah dari arkus kostarum kiri pasien, dorong dan
tekan kearah depan. Dengan tangan kanan dibawah pinggir costa, tekan kearah limpa.
Mulailah palpasi pada posisi limpa yang membesar. Suruh pasien nafas dalam kemudian
usahakan meraba puncak atau pinggir dari limpa karena limpa turun mengenai ujung jari.
Catatlah adanya nyeri tekan, nilai contour dari limpa dan ukur jarak antara titik terendah
dari limpa dengan pinggir costa kiri.

Gambar 1. Palpasi hepar teknik


mengait (hooking teknik) Gambar 2. Gambar Palpasi limpa
4. Pemeriksaan Aorta
Tekanlah dengan tepat dan dalam pada abdomen atas sedikit ke kiri dari garis
tengah dan identifikasi posisi aorta. Aorta orang dewasa normal tidak lebih dari 2 cm
lebarnya (tidak termasuk ketebalan dinding abdomen ). Pada orang dewasa tua bila ditemui
masa di abdomen atas dan berdenyut ( pulsasi) maka dicurigai adalah aneurisma aorta.

Gambar 3. Palpasi Aorta

IV. PERKUSI
Perkusi berguna untuk orientasi abdomen, guna mengukur besarnya hepar dan
kadang limpa, mengetahui adanya cairan ascites, massa padat, massa yang berisi cairan,
dan adanya udara dalam gaster dan usus.
1. Orientasi perkusi
Lakukan perkusi yang benar diatas keempat kwadran untuk menilai distribusi dari
tympani dan pekak (dullness). Tympani biasanya menonjol bila adanya gas dalam traktus
digestivus, sedangkan cairan normal dan feces menyebabkan bunyi pekak (dullness). Catat
dimana tympani berubah menjadi pekak pada masing-masing sisi. Cek area suprapubik,
adakah pekak karena vesika urinaria yang penuh atau karena uterus yang membesar .
2. Perkusi hepar
Lakukan perkusi pada linea midklavikularis kanan, mulailah setinggi bawah
umbilikus (area tympani) bergerak kearah atas ke hepar ( area pekak, pinggir bawah
hepar). Selanjutnya lakukan perkusi dari arah paru pada linea midklavikularis kanan
kearah bawah ke hepar ( pekak ) untuk menidentifikasi pinggir atas hepar. Sekarang
ukurlah dalam centimeter “vertical Span” / tingginya dari pekak hepar. Biasanya
ukurannya lebih besar pada laki laki daripada wanita, orang yang tinggi dari orang pendek.
Hepar dinilai membesar, bila pinggir atas hepar diatas dari ruang intercostalis V
dan 1 cm diatas arcus costalis, atau panjang pekak hepar lebih dari 6-12 cm, dan lobus kiri
hepar 2 cm dibawah processus xyphoideus.

Gb.4 a.Perkusi hepar Gambar 4 b. Pekak hepar


3. Perkusi Limpa
Normal limpa terletak pada lengkung diafragma posterior dari linea mid aksilaris
kiri. Perkussi limpa penting bila limpa membesar ( Splenomegali ). Limpa dapat membesar
kearah anterior, ke bawah, dan ke medial yang menutupi daerah gaster dan kolon, yang
biasanya adalah timpani dengan pekak karena organ padat.
Bila kita mencurigai adanya splenomegali maka lakukanlah maneuver ini :
1. Lakukan perkusi pada ruang intercostalis terakhir pada linea aksilaris anterior kiri (gbr
5a). Ruangan ini biasanya timpani. Sekarang suruh pasien menarik nafas dalam dan
perkusi lagi. Bila limpa normal maka suaranya tetap timpani. Perobahan suara perkusi
dari timpani ke pekak pada saat inspirasi menyokong untuk pembesaran limpa. Kadang
kadang mungkin saja terdengar pekak dalam inspirasi tapi limpa masih normal. Hal ini
memberikan tanda positif palsu.
2. Lakukan perkusi dari beberapa arah dari timpani kearah area pekak dari limpa. (gbr.5b).
Cobalah utnuk membayangkan ukuran dari limpa. Jika area pekak besar maka
menyokong untuk splenomegali. Perkusi dari limpa akan dipengaruhi oleh isi gaster dan
kolon, tetapi menyokong suatu splenomegali sebelum organ tersebut teraba.

Gambar 5 a. Perkusi Limpa

Gambar 5 b Palpasi limpa Gambar 6. Palpasi Superficial Abdomen

PEMERIKSAAN KHUSUS
A. PENILAIAN ADANYA ASCITES
Karena cairan ascites secara alamiah sesuai dengan gravitasi, sementara gas atau
usus yang berisi udara terapung keatas, maka perkusi akan menghasilkan bunyi pekak di
abdomen. Peta antara timpani dan pekak dapat dilihat pada gambar.
1. Tes untuk “ Shifting dullness ” (Gambar 8 dan 9)
Setelah menandai batas timpani dan pekak, suruh pasien bergerak ke salah satu sisi
abdomen. Perkusi lagi diatas batas antara timpani dan pekak tadi. Pada pasien yang tidak
ada ascites, batasnya relative tetap.
2. Tes untuk adanya gelombang cairan ( Gambar 10)
Suruh pasien atau asisten menekankan pinggir kedua tangannya kearah dalam perut
digaris tengah abdomen. Ketoklah dinding abdomen dengan ujung jari dan rasakan adanya
impuls yang dirambatkan melalui cairan pada bagian yang berlawanan /berseberangan

Gambar 8. Test Undulasi Gambar 9 Test Shifting dulness Gambar 10. Peta bunyi perkusi dari ascites

B. MENGETAHUI NYERI ABDOMEN


1. Pertama tama tanyakan pasien untuk menentukan dimana nyeri dimulai dan dimana
nyeri sekarang. Suruh pasien batuk. Tentukan apakah ada nyeri dan dimana lokasi
nyeri tersebut. Nyeri perut pada appendicitis yang klasik dimulai sekitar umbilicus
dan kemudian beralih ke kwadran kanan bawah. Bila disuruh batuk, pasien akan
merasakan lebih sakit dikanan bawah.
2. Mencari tempat adanya nyeri tekan lokal. Nyeri tekan kanan bawah menunjukkan
adanya appendicitis akut.
3. Merasakan adanya rigiditas otot (tahanan otot perut).
4. Melakukan pemeriksaan rectum. Pemeriksaan ini hanya untuk membantu
menegakkan diagnosis appendicitis, terutama yang letak appendiknya pada rongga
pelvic. Nyeri pada bagian kanan pelvis juga disebabkan oleh inflamasi adnexa atau
vesikula seminalis.
Daftar Pustaka

Bickley, L.S & Szilagyi, P.G (2009). Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates,
Edisi 8. (terjemah) alih bahasa dr. Andri Hartono, editor dr. linda D, dr. Andita N,
dan dr. Sherli K. Jakarta:EGC
Lynn. S. Bickley; Bates Guide to Physical Examination and History taking, 8 th Edition,
Lippincott 2003.
Simadibrata MK, 2006. Pemeriksaan abdomen, urogenital dan anorektal. Dalam: Sudoyo
A. W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK. S, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, jilid I, edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, Jakarta, hal:51-55.
Black, Joyce M., Hawks, Jane Hokanson. (2005). Medical Surgical Nursing: Clinical
Management for Positive Outcomes. Philadelphia: Elsevier Sounders.
Potter, P.A., dan Perry, A.G. (1999). Fundamental of Nursing: Concepts, Process, and
Practice. 4th Ed. (Terj. Renata Komalasari). Jakarta: EGC.
Linton, A.D. (2012). Introduction to Medical Surgical Nursing. 5th Ed Philadelphia:
Elsevier Sounders.
Mone, PL.,Burke,K.(2008). Medical Surgical Nursing: Critical Thinking In Client Care.
4th Ed. New Jersey: Pearson Education Inc.
Sherwood, L. (1996). Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. (Terj. Brahm. U. Pendit).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, S.C. (2002). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing.
(Terj. Agung Waluyo). Jakarta: EGC.
Willms, J. (2003). Physical Diagnosis: Bedside Evaluation of Diagnosis and Function.
(Terj. Harjanto). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai