Abstrak
Indonesia adalah wilayah dengan banyak suku, setiap suku memiliki adat-istiadat yang berbeda-
beda. Walaupun demikian mereka memiliki ikatan dalam bentuk semboyan negara yaitu Bhineka
Tunggal Ika. Semboyan ini didasarkan pada filosofi yang dianut oleh setiap suku bangsa dalam
bentuk ajaran-ajaran nenek moyang berupa pantun, sajak, guguritan, sejarah dan mitos. Mitos adalah
cerita tentang hal-hal yang terjadi pada masa lalu dalam bentuk sejarah asal-usul manusia dan alam,
atau asal-usul suatu suku bangsa. Mitos sebagai local wisdom diyakini kebenarannya oleh setiap
anggota suku kemudian teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk ketika mitos itu
menyajikan tentang keanekaragaman budaya manusia (pluralitas), maka masyarakat akan
melaksanakan isi dari mitos tersebut. Bagaimana dengan masyarakat Baduy di Banten, apakah
mereka memiliki mitos dan mengaplikasikan mitos tentang pluralisme tersebut?
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi untuk menggambarkan mitos pada
masyarakat Baduy yang teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tekhnik pengumpulan data
adalah observasi langsung (direct observation) ke wilayah Baduy di Desa Kanekes Kecamatan
Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten Indonesia. Selain itu dilakukan wawancara
mendalam (deep interview) dengan Jaro (kepala suku) kampung Cibeo dan Cikeusik Baduy Dalam
serta beberapa tokoh adat Baduy. Penelusuran data kepustakaan yang relevan untuk memperkuat
argumentas.
Suku Baduy adalah salah satu suku bangsa di Indonesia yang memiliki mitos mengenai penciptaan
alam raya, asal-usul manusia, hingga mitos tentang kejadian-kejadian yang akan terjadi. Mitos
tentang asal-usul manusia pada suku Baduy dimulai dengan penciptaan Adam sebagai manusia
pertama, kemudian ia beranak-pinak dan memiliki keturunan yang melahirkan seluruh suku bangsa
di dunia. Karena setiap manusia di dunia adalah anak cucu Adam maka suku Baduy meyakini bahwa
seluruh umat manusia adalah dulur (saudara) walaupun berbeda adat-istiadat dan agama. Realitas
kehidupan sosial masyarakat Baduy, baik Baduy Dalam atau Baduy Luar mereka sangat
menghormati seluruh manusia walaupun berbeda budaya dan agama. Larangan untuk memasuki
Kampung Adat Baduy Dalam bagi orang bule adalah karena faktor sejarah yaitu perjanjian yang
dilakukan oleh nenek moyang mereka dengan pihak Belanda. Simpulan dari penelitian ini adalah
bahwa masyarakat Baduy adalah masyarakat yang memahami pluralitas budaya, hal ini didasarkan
pada mitos yang mereka yakini dan aplikasi toleransi mereka terhadap agama lain.
1
Petunjuk Leluhur yang mereka peroleh dari nenek moyang dalam bentuk aturan-aturan yang berkaitan dengan
masalah-masalah pribadi dan sosial.
sturktur budaya memang mereka sangat ketat melaksanakannya, namun dalam hal yang berkaitan
dengan budaya orang lain maka mereka bersikap terbuka, menghormati dan tidak jarang mereka
bersimpati dan mengadopsi budaya orang lain tersebut, tentunya dengan syarat jika tidak
bertentangan dengan budaya mereka. Kemudian, muncul pertanyaan, bagaimana paham pluralisme
menurut Baduy? Apakah mereka memiliki pemahaman yang ekslusif atau inklusif dalam adat-
istiadatnya? Mitos apa yang mendasari penghormatan mereka kepada budaya lainnya? Serta
bagaimana sikap sehari-hari mereka terhadap budaya di luar adat-istiadat mereka? Pertanyaan-
pertanyaan ini sangat menarik untuk dicari jawabannya.
Fokus penelitian ini adalah akan mengkaji mengenai Pluralisme Baduy, studi ini dimulai
dengan kajian mitos yang berkembang khususnya mengenai asal-usul manusia pada budaya Baduy
serta budaya di luar mereka. Kemudian dilanjutkan dengan studi persepsi dan perilaku sikap
pluralisme yang mereka aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk sikap hidup yang
memberikan ruang kepada suku bangsa lain untuk bisa hidup berdampingan, saling menghargai dan
menghormati. Dengan penelitian ini diharapkan akan tergambarkan secara rinci mengenai pluralisme
menurut masyarakat Baduy dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu diharapkan akan
dapat memberikan informasi yang lebih utuh mengenai budaya Baduy yang sejak awal telah siap
untuk berdialog dan saling bertoleransi dengan budaya lainnya.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, pendekatan ini
digunakan untuk memberikan gambaran secara apa adanya mengenai mitos dan sikap hidup
masyarakat Baduy. Sumber data diperoleh dengan observasi langsung (direct observation) ke lokasi
penelitian yaitu suku Baduy di Desa Kenekes, Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi
Banten Indonesia. Selain itu dilakukan pula wawancara mendalam (deep interview) dengan Jaro
(kepala Suku) di kampung Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo sebagai pusat pemerintahan Baduy
Dalam. Untuk melengkapi data dilakukan pula kajian pustaka yang relevan dengan penelitian ini.
Tekhnik analisis data menggunakan deskriptif analisis yaitu mendeskripsikan mitos yang ada pada
masyarakat Baduy dan perilaku mereka yang berbasis mitos tersebut. Selanjutnya data yang telah
dideskripsikan dianalisis dengan pendekatan tafsir kebudayaan (Clifford Geertz: 1993)
E. Simpulan
Suku Baduy sebagai salah satu dari suku yang sengaja menutup diri dari kebudayaan modern
bukanlah suku yang tidak mengenal budaya di luar budaya mereka. Mitos yang ada dalam budaya
mereka diantaranya adalah mitos tentang penciptaan manusia pertama yang disebut dengan Adam
Tunggal. Dari sini kemudian lahirlah berbagai suku bangsa yang di dunia ini seperti Dayak, China,
India, Eropa dan lain sebagainya. Mitos ini sangat diyakini oleh masyarakat Baduy sebagai sebuah
fakta yang mereka dapatkan secara turun-temurun dari mereka. Selanjutnya mitos tersebut
teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk penghormatan mereka terhadap suku
bangsa lain beserta agama dan kepercayaannya. Mereka tidak pernah memaksanakan keyakinannya
kepada orang lain, demikian juga mereka meyakini bahwa agama dan kepercayaan lain adalah jalan
yang sudah ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa Nu Ngersakeun.
Maka pemahaman masyarakat Baduy mengenai agama dan budaya orang lain adalah salah satu
bentuk dari paham Pluralisme yang memberikan ruang toleransi bagi seluruh umat manusia yang
memiliki budaya dan keyakinan agama yang berbeda-beda untuk bersama-sama hidup berdampingan
dengan damai tanpa harus menyalahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Mereka meyakini
bahwa seluruh agama dan adat-istadat memrintahkan umatnya untuk berbuat baik dan beribadah
kepada Tuhan, yang membedakan hanya tugas yang dibebankan pada masing-masing suku bangsa.
Baduy adalah sekelompok masyarakat Adat yang memiliki tugas dan kewajiban untuk menjaga
kesimbangan alam dengan bertapa serta melaksanakan seluruh pikukuh karuhun dalam bentuk adat-
istiadat semisal kawalu, seba, muja dan ritual untuk menghormati dewa-dewa khususnya dewi Shri
sebagai dewi padi atau Nyi Pohaci. Inilah ciri dari masyarakat Baduy yang terbuka bagi kebudayaan
dan agama lain namun tertutup untuk mengadopsi agama dan budaya orang lain. Walaupun dalam
prakteknya walaupun secara perlahan mereka juga menerima konsep dari agama lain yang tidak
bertentangan dengan nilai-nilai keyakinan mereka yaitu agama Slam Sunda Wiwitan.
Daftar Pustaka
Campbell, Joseph., 1988. The Power of Myth. New York: Doubleday
Danasasmita, Saleh, Djatisunda, Anis., 1986). Kehidupan Masyarakat Kanekes. Jakarta: Bagian
Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi), Direkrorat Jenderal
Kebudayan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ekadjati, Edi S. 2010. Kebudayaan Sunda (Suatu Tinjauan Sejarah). Jakarta: Pustaka Jaya
Eliade, Mircea., 1963. Myth and Reality. New York: Harper & Row
Garna, Judhistira K. 1988. Perubahan Sosial Budaya Baduy dalam Nurhadi Rangkuti (Peny.). Orang
Baduy dari Inti Jagat. Bentara Budaya, KOMPAS, Yogyakarta: Etnodata Prosindo
--------------- 1988. Tangtu Telu Jaro Tujuh Kajian Struktutal Masyarakat Baduy di Banten Selatan
Jawa Barat Indonesia. Tesis Ph.D. Universiti Kebangsaan Malaysia
Honko, Lauri., 1984. The Problem of Defining Myth dalam Alan Dundes, Sacred Narrative:
Readings in the Theory of Myth, Berkeley: University of California Press.
Kartawinata, Ade Makmur. 1993. Baduy Bubuara Menatap Tanah Harapan. Pusat Penelitian
Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran
Koentjaraningrat, dkk. 1993. Masyarakat Terasing di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Kurnia, Asep dan Ahmad Syihabudin. 2010. Saatnya Badui Bicara. Jakarta: Bumi Aksara dan
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Maria Susai Dhavamony., 1995. Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Kanisius.
Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 2009. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Peter Connolly (edit). 2011. Aneka Pendekatan Studi Agama. Yogyakarta: LKiS.