Anda di halaman 1dari 11

Tugas Farmakologi dan Toksikologi 1

Antialergi

Oleh:
Fatimah Maulada (6118100
Haris Prasetyo (6118100
Maria Claudya (611810023)
Marsiana Dita (611810025)
Mellynia Ismoyo (611810027)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MA CHUNG
SEMESTER GENAP
2019
PENDAHULUAN

Alergi adalah reaksi abnormal atau reaksi berlebihan sistem kekebalan tubuh terhadap suatu
zat. Alergi timbul bila ada kontak terhadap zat tertentu yang biasanya, pada orang normal tidak
menimbulkan reaksi. Zat penyebab alergi ini disebut allergen. Allergen bisa berasal dari berbagai
jenis dan masuk ke tubuh dengan berbagai cara. Bisa saja melalui saluran pernapasan, berasal dari
makanan, melalui suntikan atau bisa juga timbul akibat adanya kontak dengan kulit seperti;
kosmetik, logam perhiasan, jam tangan, dan lain-lain. Namun, sebagian
besar para pakar lebih suka menggunakan istilah alergi dalam kaitannya dengan respon imun ber
-
lebihan yang menimbulkan penyakit atau yang disebut reaksi hipersensitivitas. Hal ini bergantun
g pada berbagai keadaan, termasuk pemaparan antigen, predisposisi genetik,kecenderungan
untuk membentuk IgE dan faktor-faktor lain, misalnya adanya infeksi saluran nafas bagian atas,
infeksi virus, penurunan jumlah sel T-supresor dan defisensi IgA. Secara umum penyakit alergi
digolongkan dalam beberapa golongan, yaitu:

1. Alergi atopik : reaksi hipersensitivitas I pada individu yang secara genetic menunjukkan
kepekaan terhadap alergen dengan memproduksi IgE secara berlebihan.
2. Alergi obat reaksi imunologi yang berlebihan atau tidak tepat terhadap obat tertentu.
3. Dermatitis kontak : reaksi hipersensitivitas IV yang disebabkan oleh zat kimia, atau
substansi lain misalnya kosmetik, makanan, dan lain-lain.
4. Manifestasi klinik alergi paling sering tampak melalui 3 organ sasaran, yaitu saluran
nafas, gastrointestinal dan kulit.

Etiologi
Ada beberapa jenis penyebab alergi yaitu :
1. Defisiensi limfosit T yang mengakibatkan kelebihan IgE.
2. Kelainan pada mekanisme umpan balik mediator.
3. Faktor genetik.
4. Faktor lingkungan : debu, tepung sari, tungau, bulu binatang, berbagai jenis makanan
dan zat lain.
Patofisiologi

Gejala alergi timbul apabila reagin atau IgE yang melekat pada permukaan mastositatau
basophil bereaksi dengan alergen yang sesuai. Interaksi antara alergen dengan IgE yang
menyebabkan ikat-silang antara 2 reseptor-Fc mengakibatkan degranulasi sel dan penglepasan
substansi-substansi tertentu misalnya histamin, vasoactive amine, prostaglandin, tromboksan,
bradikinin. Degranulasi dapat terjadi kalau terbentuk ikat-silang akibat reaksi antara IgE pada
permukaan sel dengan anti-IgE.
Histamin melebarkan dan meningkatkan permeabilitas vaskular serta merangsang
kontraksi otot polos dan kelenjar eksokrin. Di saluran nafas, histamin merangsang kontraksi otot
polos sehingga menyebabkan penyempitan saluran nafas dan menyebabkan membrane saluran
nafas membengkak serta merangsang ekskresi lendir pekat secara berlebihan. Hal ini
mengakibatkan saluran nafas tersumbat, sehingga terjadi asma, sedangkan pada kulit, histamin
menimbulkan benjolan (urtikaria) yang berwarna merah (eritema) dan gatal
karena peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan pelebaran pembuluh darah. Pada
gastrointestinal, histamine menimbulkan reflek muntah dan diare

Manifestasi Klinik-

 Asma.
 Urtikaria.
 Diare dan kram abdomen
 Muntah-muntah.
 Dermatitis atopik.

Farmakodinamik

Reseptor histamin
Histamin berinteraksi dengan reseptor spesifik pada berbagai jaringan target. Reseptor
histamine dibagi menjadi histamine 1 (H1) dan histamine 2 (H2). Pengruh histamine terhadap sel
dari berbagai jaringan tergantung pada fungsi sel dan rasio reseptor H1:H2. Aktivasi reseptor H1
menyebabkan kontraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, dan sekresi
mukus. Sebagian dari efek tersebut mungkin diperantarai oleh peningkatan cyclic guanosine
monophosphate (cGMP) di dalam sel. Histamine juga berperan sebagai neurotransmiter dalam
susunan saraf pusat.

Aktivasi reseptor H2 terutama menyebabkan sekresi asam lambung. Selain itu juga
berperan dalam menyebabkan vasodilatasi dan flushing. Histamine menstimulasi sekresi asam
lambung, meningkatkan kadar cAMP dan menurunkan kadar cGMP, sedangkan antihistamin H2
meblokade efek tersebut. Pada otot polos bronkus aktivasi reseptor H1 oleh histamine
menyebabkan bronkokonstriksi sedangkan aktivasi reseptor H2 oleh agonis reseptor H2 akan
menyebabkan relaksasi. Selain itu, telah ditemukan pula reseptor H3, berfungsi menghambat saraf
kolinergik dan non kolinergik yang merangsang saluran napas. Blockade terhadap reseptor ini
membatasi terjadinya bronkokontriksi yang diinduksi oleh histamin.

Antialergi

Antialergi adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamine dalam tubuh melalui
mekanisme penghambatan bersaing pada reseptor H1, H2 dan H3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen
antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada
umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan menghambat
secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas.Antihistamin sebagai penghambat dapat
mengurangi degranulasi sel mast yang dihasilkan dari pemicuan imunologis oleh interaksi antigen IgE. Cromolyn
dan Nedocromil diduga mempunyai efek tersebut dan digunakan pada pengobatan asma, walaupun
mekanismemolekuler yang mendasari efek tersebut belum diketahui hingga saat ini. Berdasarkan hambatan pada
reseptor khas antihistamin dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :

 Antagonis H1
Terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejala akibat reaksi alergi. Contohobatnya adalah: difenhidramin,
loratadin, desloratadin, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik
ini), dan prometazina.
 Antagonis H2
Digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada pengobatan penderita pada tukak lambung serta
dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastro esofagus. Contoh
obatnya adalah simetidin, famotidin, ranitidin, nizatidin,roxatidin, dan lafutidin.
 Antagonis H3
Sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan, masih dalam penelitian lebih lanjut dan kemungkinan
berguna dalam pengaturan kardiovaskuler, pengobatan alergi dan kelainan mental. Contoh obatnya adalah
ciproxifan, dan clobenpropit. Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat
antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun
kini digunakan sebagai antihistamin. Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu
mencegah pelepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.

ANTIHISTAMIN PENGHAMBAT RESEPTOR H1 (AH1)


Antagonisme terhadap histamin → AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus
dan bermacam-macam otot polos; selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi
hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen berlebihan. AH1 dapat merangsang
maupun menghambat SSP. Efek perangsangan yang kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 biasanya ialah
insomnia, gelisah dan eksitasi. Efek perangsangan ini juga dapat terjadi pada keracunan AH1. Selain itu
AH1 berguna untuk mengobati alergi tipe eksudatif akut misalnya pada polinosis dan urtikaria. Efeknya
bersifat paliatif, membatasi dan menghambat efek histamin yang dilepaskan sewaktu reaksi antigen-antibodi terjadi.
AH1 dapat menghilangkan bersin, rinore dan gatal pada mata, hidung dan tenggorokan. AH1 efektif terhadap alergi
yang disebabkan debu, tetapi kurang efektif bila jumlah debu banyak dan kontaknya lama.
FARMAKOKINETIK. Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorbsi secara baik . efeknya timbul 15-
30 menit setelah pemberian oral dan maksimal 1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal kira-kira
4-6 jam, diphenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam darah setelah kira-kira 2
jam dan menetap pada kadar tersebut untuk 2 jam berikutnya, kemudian dieliminasi dengan masa paruh kira-kira 4
jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada
paru-paru dan ginjal. AH1 diekskresikan melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

ANTIHISTAMIN PENGHAMBAT RESEPTOR H2 (AH2)


Reseptor histamin H2 berperan dalam efek histamin terhadap sekresi cairan
lambung, perangsangan jantung serta relaksasi uterus tikus dan bronkus domba.
Beberapa jaringan seperti otot polos pembuluh darah mempunyai kedua reseptor yaitu H1 dan H2.
SIMETIDIN DAN RANITIDIN
FARMAKODINAMIK. Simetidin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektiv dan reversibel.
Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung, sehingga pada pemberian simetidin atau
ranitidin sekresi cairan lambung dihambat. Simetidin dan ranitidin dapat menghambat sekresi cairan lambung akibat
perangsangan obat muskarinik atau gastrin. Simetidin dan ranitidine mengurangi volume dan kadar ion
hidrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin
juga menurun.
FARMAKOKINETIK. Simetidin dan Ranitidin diindikasikan untuk tukak peptik. Penghambatan 50% sekresi
asamlambung dicapai bila kadar simetidin plasma 800 mg/ml atau kadar ranitidin plasma 100mg/ml. Tetapi yang
lebih penting adalah efek penghambatannya 24 jam. Simetidin 1000mg/hari menyebabkan penurunan kira-kira
50% dan ranitidin 300 mg/hari menyebabkan penurunan 70% sekresi asam lambung. AH2 juga
bermanfaat untuk hipersekresi asam lambung pada sindrom Zollinger-Ellison. Dalam hal ini
mungkin lebih baik digunakan ranitidin untuk mengurangi kemungkinan timbulnya efek samping akibat
besarnya dosis yang diperlukan.

Antihistamin H1 yang lebih spesifik memperbaiki modalitas terapi.


Antihistamin H1 merupakan salah satu obat terbanyak dan terluas digunakan di seluruhdunia. Fakta ini membuat
perkembangan sekecil apapun yang berkenaan dengan obat inimenjadi suatu hal yang sangat penting. Semisal
perubahan dalam penggolongan antihistamin H1.Dulu, antihistamin-H1dikenal sebagai antagonis reseptor
histamin H1. Namun baru-baru ini,seiring perkembangan ilmu farmakologi molekular, antihistamin H1lebih
digolongkan sebagai inverse agonist ketimbang antagonis reseptor histamin H1.Suatu obat disebut sebagai
inverse agonist bila terikat dengan sisi reseptor yang samadengan agonis, namun memberikan efek berlawanan.
Jadi, obat ini memiliki aktivitas intrinsik (efikasi negatif) tanpa bertindak sebagai suatu ligan. Sedangkan suatu
antagonis bekerja dengan bertindak sebagai ligan yang mengikat reseptor atau menghentikan kaskade
pada sisi yangditempati agonis. Beda dengan inverse agonist , suatu antagonis sama sekali tidak berefek atautidak
mempunyai aktivitas intrinsik.Penemuan modus operandi antihistamin H1 yang lebih spesifik tersebut, bisa
menjadi pertimbangan untuk pemberian obat secara tepat. Demikian juga dengan
perkembanganidentifikasi serta pengelompokkan antihistamin. Sebelumnya antihistamin
dikelompokkanmenjadi 6 grup berdasarkan struktur kimia, yakni etanolamin, etilendiamin, alkilamin, piperazin,
piperidin, dan fenotiazin. Penemuan antihistamin baru yang ternyata kurang bersifatsedatif, akhirnya
menggeser popularitas penggolongan ini. Antihistamin kemudian lebihdikenal dengan penggolongan baru atas
dasar efek sedatif yang ditimbulkan, yakni generasi pertama, kedua, dan ketiga.Generasi pertama dan kedua
berbeda dalam dua hal yang signifikan. Generasi pertamalebih menyebabkan sedasi dan menimbulkan efek
antikolinergik yang lebih nyata. Hal inidikarenakan generasi pertama kurang selektif dan mampu berpenetrasi pada
sistem saraf pusat(SSP) lebih besar dibanding generasi kedua. Sementara itu, generasi kedua lebih banyak danlebih
kuat terikat dengan protein plasma, sehingga mengurangi kemampuannya melintasi otak.Sedangkan generasi ketiga
merupakan derivat dari generasi kedua, berupa metabolit(desloratadine dan fexofenadine) dan enansiomer
(levocetirizine). Pencarian generasi ketiga inidimaksudkan untuk memperoleh profil antihistamin yang lebih baik
dengan efikasi tinggi sertaefek samping lebih minimal. Faktanya, fexofenadine memang memiliki risiko aritmia
jantungyang lebih rendah dibandingkan obat induknya, terfenadine. Demikian juga denganlevocetirizine atau
desloratadine, tampak juga lebih baik dibandingkan dengan cetrizine atauloratadine.
Anti alergi Plus
Anti inflamasi
Sebagai inverse agonist , antihistamin H1 beraksi dengan bergabung bersama danmenstabilkan reseptor H1 yang
belum aktif, sehingga berada pada status yang tidak aktif. Penghambatan reseptor histamine H1ini bisa mengurangi
permiabilitas vaskular, pengurangan pruritus, dan relaksasi otot polos saluran cerna serta napas. Tak
ayal secara klinis, antihistaminH1 generasi pertama ditemukan sangat efektif berbagai gejala rhinitis alergi
reaksi fase awal,seperti rhinorrhea,pruritus, dan sneezing . Tapi, obat ini kurang efektif untuk mengontrol
nasal congestion yang terkait dengan reaksi fase akhir.Sementara itu antihistamin generasi kedua dan ketiga
memiliki profil farmakologi yanglebih baik. Keduanya lebih selektif pada reseptor perifer dan juga
bisa menurunkanlipofilisitas, sehingga efek samping pada SSP lebih minimal. Di samping itu, obat ini jugamemiliki
kemampuan antilergi tambahan, yakni sebagai antagonis histamin. Antihistamingenerasi baru ini mempengaruhi
pelepasan mediator dari sel mast dengan menghambat influksion kalsium melintasi sel mast/membaran basofil
plasma, atau menghambat pelepasan ionkalsium intraseluler dalam sel. Obat ini menghambat reaksi alergi dengan
bekerja padaleukotriene dan prostaglandin, atau dengan menghasilkan efek anti-platelet activating
factor .Selain berefek sebagai anti alergi, antihistamin H1 diduga juga memiliki efek antiinflamasi. Hal ini terlihat
dari studi in vitro desloratadine, suatu antihistamin H1 generasiketiga. Studi menunjukkan, desloratadine memiliki
efek langsung pada mediator inflamatori,seperti menghambat pelepasan intracellular adhesion molecule-
1 (ICAM-1) oleh sel epitelnasal, sehingga memperlihatkan aktivitas anti-inflamatori dan imunomodulatori.
Kemampuantambahan inilah yang mungkin menjelaskan kenapa desloratadine secara signifikan bisamemperbaiki
nasal congestion pada beberapa double-blind, placebo-controlled studies. Efek ini tak ditemukan pada
generasi sebelumnya, generasi pertama dan kedua. Sehingga perludilakukan studi lebih lanjut untuk menguak
misteri dari efek tambahan ini.
Nasib Antihistamin H1 dalam Tubuh
Pemberian antihistamin H1 secara oral bisa diabsorpsi dengan baik dan mencapaikonsentrasi puncak plasma rata-
rata dalam 2 jam. Ikatan dengan protein plasma berkisar antara78-99%. Sebagian besar antihistamin H1
dimetabolisme melalui hepatic microsomal mixed- function oxygenase system. Konsentrasi plasma yang
relatif rendah setelah pemberian dosistunggal menunjukkan kemungkinan terjadi efek lintas pertama oleh
hati.Waktu paruh antihistamin H1 sangat bervariasi. Klorfeniramin memiliki waktu paruhcukup panjang sekitar 24
jam, sedang akrivastin hanya 2 jam. Waktu paruh metabolit aktif jugasangat berbeda jauh dengan obat induknya,
seperti astemizole1,1 hari sementara metabolitaktifnya, N-desmethylastemizole , memiliki waktu paruh 9,5 hari.
Hal inilah yang mungkin menjelaskan kenapa efek antihistamin H1 rata-rata masih eksis meski kadarnya dalam
darahsudah tidak terdeteksi lagi. Waktu paruh beberapa antihistamin H1 menjadi lebih pendek padaanak dan jadi
lebih panjang pada orang tua, pasien disfungsi hati, danm pasien yang menerimaketokonazol, eritromisin, atau
penghambat microsomal oxygenase lainnya.
Indikasi
Antihistamin generasi pertama di-approve untuk mengatasi hipersensitifitas, reaksi tipe I yangmencakup rhinitis
alergi musiman atau tahunan, rhinitis vasomotor , alergi konjunktivitas, danurtikaria. Agen ini juga bisa digunakan
sebagai terapi anafilaksis adjuvan. Difenhidramin,hidroksizin, dan prometazin memiliki indikasi lain disamping
untuk reaksi alergi.Difenhidramin digunakan sebagai antitusif, sleep aid , anti-parkinsonism atau motion sickness.
Hidroksizin bisa digunakan sebagai pre-medikasi atau sesudah anestesi umum, analgesik adjuvan pada pre-operasi
atau prepartum, dan sebagai anti-emetik. Prometazin digunakan untuk motion sickness, pre- dan postoperative atau
obstetric sedation.

Antagonis Reseptos H-1


Antagonis reseptor H-1 adalah senyawa yang secara kompetitif menghambat histamin padareseptor H-1 dan telah
digunakan secara klinis dalam beberapa tahun. Beberapa tersedia untuk dijual bebas, baik sebagai tunggal maupun
di dalam formulasi kombinasi seperti pil flu dan piluntuk membantu tidur.Antagonis H-1 sering disebut
antihistamin klasik atau antihistamin H-1. antagonis H-1menghambat efek histamine dengan cara antagonisme
kompetitif yang reversibel pada reseptor H-1. Mereka mempunyai kemampuan yang diabaikan pada reseptor H-2
dan kecil padareseptor H-3, contohnya : induksi kontraksi yang disebabkan histamine pada otot
polos bronkioler ataupun saluran cerna dapat dihambat secara lengkap oleh agen-agen tersebut,
tetapiefek pada sekresi asam lambung dan jantung tidak termodifikasi. Antagonis H-1 dibagi menjadiagen generasi
pertama dan generasi kedua.Antagonis H-1 generasi pertama mempunyai efek sedatif yang relatif kuat, karena
agengenerasi pertama lebih mempunyai sifat menghambat reseptor autonom. Sedangkan antagonisH-1 generasi
kedua kurang bersifat sedatif disebabkan distribusinya yang tidak lengkap dalamsistem saraf pusat.Antagonis H-1
generasi pertama mempunyai banyak efek yang tidak berhubungan dengan penghambatan terhadap efek
histamin. Sejumlah besar efek tersebut diduga dihasilkan darikesamaan struktur umumnya dengan
struktur obat yang mempunyai efek pada kolinoseptor muskarinik, adrenoreseptor-α, serotonin dan situs reseptor
anestetika lokal. Beberapa dari efek tersebut mempunyai nilai terapeutik dan beberapa lainnya tidak
dikehendaki.Efek yang tidak disebabkan oleh penghambatan reseptor histamin :1 . E f e k s e d a s i Efek
umum dari antagonis H-1 generasi pertama adalah efek sedasi. Tetapi intensitas efek tersebut bervariasi. Efeknya
cukup besar pada beberapa agen membuatnya sebagai bantuantidur dan tidak cocok digunakan di siang hari. Efek
tersebut menyerupai beberapa obatantimuskarinik.1 . E f e k a n t i m u a l d a n a n t i m u n t a h Beberapa
antagonis H-1 generasi pertama mempunyai aktivitas mampu mencegah terjadinya motion sickness. Contoh
obatnya : Doxylamine.1 . K e r j a a n t i k o l i n o r e s e p t o r Banyak agen dari generasi pertama mempunyai
efek seperti atropin yang bermakna padamuskarinik perifer.1.Kerja penghambatan adrenoreseptor
Efek penghambatan reseptor alfa dapat dibuktikan pada beberapa antagonis H-1,
namun penghambatan terhadap reseptor beta tidak terjadi. Penghambatan terhadap reseptor
alfatersebut dapat menyebabkan hipotensi ortostatik. Contoh obatnya adalah Promethazine.1 . K e r j a
p e n g h a m b a t a n s e r o t o n i n Efek penghambatan terhadap reseptor serotonin dapat dibuktikan pada agen
antagonis H-1generasi pertama. Contoh obat : Cyproheptadine.1 . E f e k p a r k i n s o n i s m e Hal ini karena
kemampuan agen antagonis H-1 generasi pertama mempunyai efek antikolinergik.Contoh obat antagonis H-1
generasi pertama dan mekanismenya adalah :1 . D o x y l a m i n e Doxylamine berkompetisi dengan
histamin untuk menempati reseptor histamin 1, mengeblok kemoreseptor, mengurangi stimulasi vestibular dan
menekan fungsi labyrinthine melaluiaktivitas kolinergik pusatnya.1 . C l e m a s t i n e Clemastine
berkompetisi dengan histamin untuk menempati reseptor histamin 1 pada efektor disaluran pencernaan, pembuluh
darah, dan saluran pernapasan.
Antagonis histamin 1 generasi 2
Pada reaksi alergi, alergen (semacam antigen) berinteraksi dan membentuk ikatan silangdengan permukaan dari
antibodi IgE pada sel mast dan basofil. Ketika terjadi kompleks selmast antibodi-antigen, akan memacu terjadinya
degranulasi dan pelepasan histamin (danmediator lainnya) dari dalam sel mast maupun basofil. Setelah
dilepaskan,histamin dapat bereaksi (menimbulkan efek) pada jaringan yang terdapat reseptor
histamin.Proses release histamin tidak terjadi secara langsung, melainkan diawali dengan transduksisignal. Proses
transduksi signal adalah proses masuknya signal ke dalam sel sehingga membuat sel bereaksi dan menimbulkan
efek. Ketika alergen masuk pertama kali ke dalam tubuh, TH-2limfosit akan mengeluarkan IL-4, IL-4
menghasilkan signal yang merangsang B-sel (suatu sellimfosit) untuk menghasilkan antibodi IgE. Ketika alergen
menyerang untuk yang keduakalinya, IgE berikatan dengan alergen dan dibawa menuju sel mast. Pada sel mast
kompleksIgE-alergen akan terikat pada reseptor Fcε (Epsilon-C reseptor). Ikatan ini akan menghasilkansignal ke
dalam sel yang akan mengaktifkan enzim fosfolipase. Fosfolipase akan mengubah phosphatidylinositol 4,5-
bisphosphate (PIP2) menjadi inositol 1,4,5-triphosphate (IP3) yangakan memobilisasi Ca2+dari organel
penyimpan dalam sel mast. Ca2+merupakan second messenger bagi terjadinya kontraksi otot atau sel.
Second messenger inilah yang memacu proses degranulasi sel mast sehingga histamin akan
terlepas.Histamin bereaksi pada reseptor H-1, dapat menyebabkan pruritus (gatal-gatal), vasodilatasi,hipotensi,
wajah memerah, pusing, takikardia, bronkokonstriksi, menaikkan permeabilitasvaskular, rasa sakit dan lain-lain.
Histamin merupakan produk dekarboksilasi dari asan aminohistidin. Histamin terdapat dalam sel mast dan leukosit
basofil dalam bentuk tidak aktif secara biologik dan disimpan terikat dalam heparin dan protein basa.
Histamin akan dibebaskan padareaksi hipersensitivitas pada rusaknya sel dan akibat senyawa kimia.
Antihistamin adalah obatyang mampu mengusir histamin secara kompetitif dari reseptornya sehingga
mampumeniadakan histamin.Reseptor H-1 disebut juga metabotropik G-protein coupled reseptor. G-protein yang
terdapatdalam reseptor H-1 menghasilkan fosfolipase dan fosfatidylinositol. Kedua senyawa inilahyang bertindak
sebagai penunjuk jalan histamine sampai ke reseptor H-1. Pelepasan histamindapat diinduksi oleh produksi enzim
prostaglandin sintase. Sebagai akibatnya terjadi pelepasanhistamine yang berlebihan sehingga menyebabkan
vasodilatasi karena histamine menginduksiendotel vaskuler yang menghasilkan cGMP di otot polos. cGMP inilah
yang menyebabkanvasodilatasi. Efek ini dapat dihilangkan dengan adanya antagonis histamin H-1
dimanamekanisme kerjanya bersifat inhibitor kompetitif terhadap reseptor-reseptor histamin.Antagonis histamin H-
1 terdiri dari 3 generasi : generasi 1,generasi 2 dan generasi 3. Perbedaanantara generasi 1 dan generasi 2 terletak
pada efek samping yang ditimbulkan, generasi 1menimbulkan efek sedatif sedangkan generasi 2 pada umumnya
non sedatif karena generasi 2 pada umumnya tidak dapat menembus blood brain barrier (bersifat
lipofobik dan bulky), sehingga tidak mempengaruhi sistem saraf pusat. Selain itu, antihistamin H-1 generasi
2 bersifat spesifik karena hanya terikat pada reseptor H-1. Beberapa obat generasi 2
dapatmenghambat pelepasan mediator histamin oleh sel mast.Obat antihistamin H-1 generasi 2 tidak bisa
digolongkan berdasarkan struktur kimianya karenameskipun memiliki struktur kimia dasar yang sama, obat tersebut
masih memiliki gugusfungsional tambahan yang berbeda. Contoh : sterfenadine, aztemizole, nuratadine,
ketotifen,levokaloastin, mempunyai cincin piperidin tetapi tidak dapat dimasukkan dalam satu golongankarena
mempunyai gugus fungsional tambahan yang berbeda.Efek samping antagonis histamin H-1 G2
:- Allergic – photosensitivity, anaphylactic shock, drug rash, dermatitis- Central nervous system* – somnolence / d
rowsiness, headache fatigue, sedation- Respiratory** – dry mouth, nose and throat (cetirizine, loratadine)- Gastroin
testinal** – nausea, vomiting, abdominal distress (cetirizine, fexofenadineObat-obat antagonis histamin H-1 G2 :

 Cetirizine (Zyrtex)
Cetirizine HCl merupakan antagonis reseptor H-1. Nama kimianya adalah (±) – [2-[4-[(4-
chlorophenyl)phenylmethyl]-1-piperazinyl]ethoxy]acetic acid. Rumus empirisnya adalah
C12H25C4 N2O3.2HCl dan Bmnya 461,82.Cetirizine dapat menurunkan jumlah histamin dengan mengurangi
jumlah produksi prostaglandin dan menghambat migrasi basofil yang diinduksi oleh antigen.
Indikasi : seasonalallergic rhinitis (karena pollen, rumput). Perennial allergic rhinitis (karena debu, bulu
binatang,dan jamur). Chronic urticaria. Efek samping : anoreksia, tachycardia, migraine, konstipasi,dehidrasi.
 Fexofenadine
Fexofenadine HCl (paten: Allegra dan Telfast) adalah suatu obat antihistamin yang digunakanuntuk pengobatan
demam dan gejala alergi yang mirip lainnya. Obat ini merupakan obat alternatif dari terfenadine yang memiliki
kontra indikasi yang serius. Fexofenadine sepertiantagonis H1 generasi 2 dan 3 lainnya, tidak dapat melewati blood
brain barrier dan kurangmenyebabkan efek sedative dibandingkan dengan obat generasi 1. kerja dari obat ini
adalahsebagai antagonis dari reseptor H1.Indikasi : seasonal allergic rhinitis, chronic idiopathic urticaria.Efek
samping : dizziness, back pain, cough, stomach discomfort, pain in extremity.Kontraindikasi : pada pasien dengan
hipersensitifitas dengan fexofenadine dan beberapa aksuslainnya yang jarang terjadi menyebabkan angiodema,
sesak nafas, kemerahan pada kulit dananafilaksis.Terdapat obat-obat generasi dua yang dapat mengakibatkan
cardiotoxic seperti astemizole.Obat astemizole dapat berikatan dengan potassium (K) channel, yang merupakan
reglator potensial membrane sel. Ikatan ini dapat menyebabkan terganggunya fungsi
potassium channelmenyebabkan Long QT Syndrome. Long DT Syndrome merupakan perpanjangan dari
QTinterval. Apabila QT interval panjang, secara otomatis ritme jantung akan menurun, disebut juga dengan
bradycardia. Bradycardia akan menyebabkan kurngnya supply oksigen dalamtubuh dan juga
penyumbatan aliran darah (heart block)

Anda mungkin juga menyukai