Anda di halaman 1dari 6

BAB II

Pembahasan

A. Pengertian

Kata mudharabah berasal dari kata dharb (‫ )ضرب‬yang berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul dan berjalan ini maksudnya adalah proses seseorang memukulkan
kakinya dalam menjalankan usaha. Suatu kontrak disebut mudharabah karena pekerja
(‫ )مضرب‬biasanya membutuhkan suatu perjalanan untuk menjalankan bisnis. Sedangkan
perjalan dalam istilah bahasa Arab disebut ‫ ضرب في االرض‬.1 Sebagaimana firman Allah SWT.

‫واخرون يضربون في االرض يبتغون من فضل هللا‬


“dan yang lainnya, bepergian di muka bumi mencari karunia Allah SWT.” (Al-Muzamil: 20)

Dalam bahasa Iraq (penduduk Iraq) menamakannya mudharabah sedangkan


penduduk Hijaz menyebutnya qiradh. Qiradh berasal dari kata al-Qardhu ‫القرض‬, yang berarti
al-Qath’u (potongan) karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan
dan memperoleh sebagian keuntungannya.2

Mudharabah atau qiradh termasuk dalam kategori syirkah3, di dalam Al-Qurˋan kata
mudharabah tidak disebutkan secara jelas dengan istilah mudharabah. Al-Qurˋan hanya
menyebutkannya secara musytaq dari kata dharaba yang terdapat kurang lebih sebanyak 58
kali.

Beberapa ulama memberikan pengertian mudharabah atau qiradh sebagai berikut:

1. Menurut Fuqaha, mudharabah adalah akad antara dua pihak (orang) saling
menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk
diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan.
2. Menurut Imam Hanafi, mudharabah adalah memandang tujuan dua pihak yang
bertekad dan berserikat dalam keuntungan (laba) karena harta diserahkan kepada yang
lain dan yang lain punya jasa mengelola harta itu. Maka mudharabah ialah:

‫عقد على الشركة في الربح بمال من احد الجانبين وعمل مناالخر‬


“Akad syirkah dalam laba satu pihak pemilik harta dan pihak lain pemilik jasa”

3. Imam Malikiy berpendapat bahwa mudharabah ialah:

)‫عقد توكيل صادر من رب المال لغيره على ان يتجر بخصوص النقدين (الذهب والفضة‬

1
Prof. Dr. Hendi Suhendi, M.SI., FIQH MUAMALAH, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
2
https://www.academia.edu/19705324/Mudharabah
3
Syirkah adalah suatu perjanjian kerja sama antara dua orang atau lebih yang menghendaki tetapnya
bersama dalam suatu usaha atau perdagangan, Drs. H. Moh. Rifa’i, Fiqih Islam Lengkap, PT. Karya Toha Putra
Semarang.
“Akad perwakilan, dimana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk
diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (mas dan perak).”

4. Imam Hanabilah berpendapat bahwa mudharabah ialah:

‫عبارة ان يدفع صاحب المال قدرا معينا من ماله الى من يتجر فيه بجزء مشاع معلوم من‬
‫ربحه‬
“Ibarat pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang
berdagang dengan bagian dari keuntungan yang diketahui.”

5. Imam Syafi’iy berpendapat bahwa mudharabah ialah:

‫عقد يقتضى ان يدفع شخص الخرماال ليتجر فيه‬


“Akad yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk
ditijarahkan.”

6. Syaikh Shihab ad-Din al-Qalyubiy dan Umairah berpendapat bahwa mudharabah


ialah:

‫ان يدفع الى شخص ماال ليتجر فيه والربح مشترك‬


“Seseorang menyerahkan harta kepada yang lain untuk ditijarahkan dan keuntungan
bersama-sama.”

7. Al-Bakr Ibn Al-‘Arif Billah As-Sayyid Muhammad Syata berpendapat bahwa


mudharabah ialah:

‫تفويض شخص امره الى اخره فيما يقبل النيابة‬


“Seseorang memberikan masalahnya kepada yang lain dan di dalamnya diterima
penggantian.”

8. Sayyid Syabiq berpendapat, mudharabah ialah akad antara dua belah pihak untuk
salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk diperdagangkan dengan syarat
keuntungan dibagi dua sesuai dengan perjanjian.

Setelah diketahui beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para ulamadi atas, kiranya
dapat dipahami bahwa mudharabah atau qiradh ialah akad antara pemilik modal dengan
pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai
jumlah kesepakatan.

B. Dasar Hukum Mudharabah

Melakukan mudharabah atau qiradh adalah boleh (mubah). Sebagaimana firman


Allah SWT.
4
‫ليس عليكم جناح ان تبتغووا فضال من ربكم‬
“Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari tuhan-Mu.” (QS. Al-Baqarah/2: 198)

Dan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Shuhaib RA., bahwasannya
Rasulullah SAW. telah bersabda:

5 ‫ثالث فيهن البركة البيعالى اجل والمقارضة وخلط البر بالشعير للبيت وال للبيع‬
“ada tiga perkara yang diberkati: jual beli yang ditangguhkan, memberi modal dan
mencampur gandum dengan jelai/tepung untuk keluarga bukan untuk dijual.”

C. Rukun dan Syarat Mudharabah

Menurut ulama Syafi’iyah, rukun-rukun qiradh ada enam yaitu:

1. Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya;


2. Orang yang bekerja yaitu mengelola barang yang diterima dari pemilik barang;
3. Aqad mudharabah, dilakukan oleh pemilik dengan pengelola barang;
4. Mal, yaitu harta pokok atau modal;
5. Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan laba;
6. Keuntungan.

Menurut Sayyid Sabiq, rukun mudharabah adalah ijab dan kabul yang keluar dari
orang yang memiliki keahlian.

Syarat-syarat sah mudharabah berhubungan dengan rukun-rukun mudharabah itu


sendiri. Syarat-syarat sah mudharabah adalah sebagai berikut.

1. Modal atau barang yang diserahkan itu berbentuk uang tunai. Apabila barang itu
berbentuk mas atau perak batangan (Tabar), mas hiasan atau barang dagangan
lainnya, mudharabah tersebut batal.
2. Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasharruf, maka
dibatalkan akad anak-anak yang masih kecil, orang gila dan orang-orang yang
berada di bawah pengampuan.
3. Modal yang diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal yang
diperdagangkan dengan laba atau keuntungan dari perdangan tersebut yang akan
dibagikan kepada dua belah pihak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
4. Keuntungan yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik modal harus jelas
persentasenya, umpanya setengah, sepertiga atau seperempat.
5. Melafazhkan ijab dari pemilik modal, misalnya aku serahkan uang ini kepadamu
untuk dagang jika ada keuntungan akan dibagi dua dan kabul dari pengelola.
6. Mudharabah bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat pengelola harta untuk
berdagang di negara tertentu, memperdagangkan barang-barang tertentu, pada

4
Drs. H. Moh. Rifa’i, Fiqih Islam Lengkap, PT. Karya Toha Putra Semarang.
5
Prof. Dr. Hendi Suhendi, M.SI., FIQH MUAMALAH, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
waktu-waktu tertentu, sementatra diwaktu lain tidak karena persyaratan yang
mengikat sering menyimpang dari tujuan akad mudharabah, yaitu keuntungan.
Bila dalam mudharabah ada persyaratan-persyaratan, maka mudharabah tersebut
menjadi rusak (Fasid) menurut pendapat Imam asy-Syafi’iy dan Imam Malik.
Sedangkan menurut Abu Hanifah dan Ahmad Ibn Hanbal mudharabah tersebut
sah.

D. Kedudukan Mudharabah

Hukum mudharabah berbeda-beda karena adanya perbedaan-perbedaan keadaan.


Maka, kedudukan harta yang dijadikan modal dalam mudharabah (qiradh) juga tergantung
pada keadaan.

Karena pengelola modal perdagangan mengelola modal tersebut atas izin pemilik
harta, maka pengelola modal merupakan wakil pemilik barang tersebut dalam
pengelolaannya dan kedudukan modal adalah sebagai wikalah ‘alaih (objek wakalah).

Ketika harta di-tasharruf-kan oleh pengelola, harta tersebut berada di bawah


kekuasaan pengelola, sedangkan harta tersebut bukan miliknya, sehingga harta tersebut
berkedudukan sebagai amanat (titipan). Apabila harta itu rusak bukan karena kelalaian
pengelola, ia wajib menanggungnya.

Ditinjau dari segi akad, mudharabah terdiri atas dua pihak. Bila ada keuntungan
dalam pengelolaan uang, laba itu dibagi dua dengan persentase yang telah disepakati. Karena
bersama-sama dalam keuntungan, maka mudharabah juga sebagai syirkah.

Ditinjau dari segi keuntungan yang diterima oleh pengelola harta, pengelola
mengambil upah sebagai bayaran dari tenaga yang dikeluarkan, sehingga mudharabah
dianggap sebagai ijarah (upah-mengupah atau sewa-menyewa).

Apabila pengelola modal mengingkari ketentuan-ketentuan mudharabah yang telah


disepakati dua belah pihak, maka telah terjadi kecacatan dalam mudharabah. Kecacatan yang
terjadi menyebabkan pengelolaan dan penguasaan harta tersebut dianggap ghasab. Ghasab
adalah min al-Kabair.

D. Biaya Pengelolaan Mudharabah

Biaya dari mudharib diambil dari hartanya sendiri selama ia tinggal di lingkungan
(daerahnya) sendiri, demikian juga bila ia mengadakan perjalanan untuk kepentingan
mudharabah. Bila biaya mudharabah diambil dari keuntungan, kemungkinan pemilik harta
(modal) tidak akan memperoleh bagian dari keuntungan karena mungkin saja biaya tersebut
sama besar atau bahkan lebih besar daripada keuntungan.

Namun, jika pemilik modal mengizinkan pengelola untuk membelanjakan modal


mudharabah guna keperluan dirinya di tengah perjalanan atau karena penggunaan tersebut
sudah menjadi kebiasaan, maka ia boleh menggunakan modal mudharabah. Imam Malik
berpendapat bahwa biaya-biaya baru boleh dibebankan kepada modal, apabila modalnya
cukup besar sehingga masih memungkinkan mendatangkan keuntungan-keuntungan.

Kiranya dapat dipahami bahwa biaya pengelola mudharabah pada dasarnya


dibebankan kepada pengelola modal, namun tidak masalah biaya diambil dari keuntungan
apabila pemilik modal mengizinkannya atau berlaku menurut kebiasaan. Menurut Imam
Malik; menggunakan modalpun boleh apabila modalnya besar sehingga memungkinkan
memperoleh keuntungan berikutnya.

E. Tindakan setelah Matinya Pemilik Modal

Jika pemilik modal meninggal dunia, mudharabah menjadi fasakh. Bila mudharabah
telah fasakh pengelola modal tidak berhak mengelola modal mudharabah lagi. Jika pengelola
bertindak menggunakan modal tersebut, sedangkan ia mengetahui bahwa pemilik modal telah
meninggal dan tanpa izin para ahli warisnya, maka perbuatan seperti ini dianggap sebagai
ghasab. Ia wajib menjamin (mengembalikannya), kemudian jika modal itu menguntungkan,
keuntungannya dibagi dua.

Jika mudharabah telah fasakh (batal), sedangkan modal berbentuk ‘urud (barang
dagangan), pemilik modal dan pengelola modal menjual atau membaginya karena yang
demikian itu adalah hak berdua. Jika pelaksana (pengelola modal) setuju dengan penjualan,
sedangkan pemilik modal tidak setuju, pemilik modal dipaksa menjualnya, karena pengelola
mempunyai hak dalam keuntungan dan tidak dapat diperoleh kecuali dengan menjualnya,
demikian pendapat mazhab Imam asy-Syafi’iy dan Hanbali.

F. pembatalan Mudharabah

Mudharabah menjadi batal apabila ada perkara-perkara sebagai berikut.

1. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah. Jika salah satu
syarat mudharabah tidak terpenuhi, sedangkan modal sudah dipegang oleh
pengelola dan sudah diperdagangkan, maka pengelola mendapatkan sebagian
keuntungannya sebagai upah, karena tindakannya atas izin pemilik modal dan ia
melakukan tugas berhak menerima upah. Jika terdapat keuntungan, maka
keuntungan tersebut untuk pemilik modal. Jika ada kerugian, kerugian tersebut
menjadi tanggungjawab pemilik modal karena pengelola adalah sebagai buruh
yang hanya berhak menerima upah dan tidak bertanggungjawab sesuatu apapun,
kecuali atas kelalaiannya.
2. Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau
pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Dalam
keadaan seperti ini pengelola modal bertanggungjawab jika terjadi kerugian
karena dialah penyebab kerugian.
3. Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia atau salah seorang
pemilik modal meninggal dunia, mudharabah menjadi batal.
BAB III
Penutup

A. Kesimpulan
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak
pertama adalah pemilik modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola modal
dengan syarat bahwa hasil keuntungan yang diperoleh akan dibagi untuk kedua belah
pihak sesuai dengan kesepakatan bersama (nisbah yang telah disepakati), namun bila
terjadi kerugian akan ditanggung shahib al-Mal
B. Saran

Anda mungkin juga menyukai