Anda di halaman 1dari 15

Clinic Science Session

* Kepaniteraan Klinik Senior/G1A218102/September2019


** Pembimbing : Dr. dr. H. Mustarim, Sp.A (K), M.Si, Med**

Kelahiran Rendah, Prematuritas, dan Pre-Eklampsia sebagai Faktor


Risiko Asfiksia Neonatal

Oleh:
Yessica Destiana, S.Ked*
G1A218102

Pembimbing:
Dr. dr. H. Mustarim, Sp.A (K), M.Si, Med**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Kelahiran Rendah, Prematuritas, dan Pre-Eklampsia sebagai Faktor Risiko


Asfiksia Neonatal

Oleh:
Yesica Destiana, S.Ked
G1A218102

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019

Jambi, September 2019


Pembimbing:

Dr. dr. H. Mustarim, Sp.A (K), M.Si, Med


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa
sebab karena rahmatnya, tugas baca jurnal atau clinical science session (CSS) yang
berjudul “Kelahiran Rendah, Prematuritas, dan Pre-Eklampsia sebagai Faktor
Risiko Asfiksia Neonatal” ini dapat terselesaikan. Tugas ini dibuat agar penulis dan
teman – teman sesama koass periode ini dapat memahami tentang faktor resiko
terjadinya asfiksia neonatorum. Selain itu juga sebagai tugas dalam menjalankan
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Anak di RSUD Raden Mattaher Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. H. Mustarim, Sp.A (K),
M.Si, Med, selaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik senior ini dan khususnya
pembimbing dalam tugas baca jurnal ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh
dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik
kedepannya. Akhir kata, semoga tugas baca jurnal ini bermanfaat bagi kita semua
dan dapat menambah informasi serta pengetahuan kita.

Jambi, September 2019

Penulis
Kelahiran Rendah, Prematuritas, dan Pre-Eklampsia sebagai Faktor Risiko
Asfiksia Neonatal

Remita Yuli Kusumaningrum1), Bhisma Murti1), Hanung Prasetya2)

1) Masters Program in Public Health, Universitas Sebelas Maret


2)
School of Health Polytechnics Surakarta

Abstrak
Latar Belakang :
Asfiksia neonatorum adalah kondisi bayi yang tidak bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. Kondisi ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia, dan
berakhir dengan asidosis. Asfiksia yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kerusakan otak dan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki faktor
risiko asfiksia di Rumah Sakit Nganjuk, Jawa Timur.

Subjek dan Metode :


Merupakan penelitian observasional analitik dengan desain case control. Penelitian
ini dilakukan di Rumah Sakit Nganjuk, Jawa Timur, pada bulan Juli 2018. Sampel
total 150 neonatus dipilih dengan pengambilan sampel penyakit tetap, yang terdiri
dari 50 neonatus dengan asfiksia dan 1oo neonatus tanpa asfiksia. Variabel
dependen adalah asfiksia. Variabel independen adalah berat lahir rendah, kelahiran
prematur, dan pre eklampsia. Data diperoleh dari rekam medis dan dianalisis
dengan regresi logistik berganda.

Hasil :
Risiko asfiksia meningkat dengan berat lahir rendah (OR = 2.58; 95% CI = 3.80
hingga 46.15; p <0.001), kelahiran prematur (OR = 1.27; 95% CI = 1.23 hingga
10.25; p = 0.019), dan sebelum eklampsia (OR = 3,74; 95% CI = 12,54 hingga
141,05; p <0,001).

Kesimpulan
Risiko asfiksia meningkat dengan berat badan lahir rendah, kelahiran prematur, dan
preeklamsia.

Kata Kunci : asfiksia, neonatus, berat badan lahir rendah, prematur, preeklamsia
LATAR BELAKANG

Asfiksia adalah kegagalan pernapasan spontan dan teratur saat lahir atau
segera setelah lahir (Prambudi, 2013). Transisi dari kehidupan janin intrauterin ke
kehidupan bayi di luar rahim menunjukkan perubahan. Kegagalan untuk
menurunkan resistensi vaskuler paru menyebabkan hipertensi paru persisten pada
bayi baru lahir, aliran darah paru yang tidak adekuat dan hipoksemia relatif.
Ekspansi paru yang tidak memadai menyebabkan gagal napas (Kosim, 2014).
Kematian bayi dapat disebabkan oleh asfiksia. Angka kematian bayi (AKB)
di ASEAN menempati urutan kedua tertinggi di 142 per 1.000 setelah Afrika.
Indonesia adalah negara dengan angka kematian bayi yang lebih tinggi yang berada
di peringkat ke-5 di ASEAN (WHO, 2015).
AKB yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik di Provinsi Jawa Timur
pada 2012 adalah 28,31 per 1.000 kelahiran hidup. 27,38% kematian neonatal
disebabkan oleh asfiksia (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2012). Sepanjang 2014 di
Kabupaten Nganjuk, angka kematian neonatal adalah 131 kasus atau 8 per 1.000
kelahiran hidup dengan 25.146 kelahiran. Penyebab kematian neonatal (0-28 hari)
di Kabupaten Nganjuk sebagian besar disebabkan oleh BBLR, asfiksia, kelainan
bawaan dan infeksi. (Dinas Kesehatan Nganjuk, 2014). Insiden asfiksia di Rumah
Sakit Regional Nganjuk pada 2017 adalah 162 kasus (4,24%) dari 1.011 bayi yang
lahir (Dinas Kesehatan Nganjuk, 2017).
Komplikasi asfiksia karena pembentukan organ vital yang tidak lengkap dan
kurangnya kemampuan organ pernapasan bayi untuk menjalankan fungsinya. Pre-
eklampsia adalah salah satu faktor predisposisi untuk insufisiensi plasenta yang
dapat menyebabkan hipoksia ante dan intrapartum, pertumbuhan janin terhambat
dan per salinan prematur (Muslihatun, 2010).
Komplikasi dapat terjadi karena asfiksia termasuk hipoksia, hiperkapnia
dan asidosis metabolik (Muslihatun, 2010). Asfiksia neonatal menyebabkan
morbiditas dan mortalitas. Insiden kematian adalah 20% dan kecacatan neurologis
diperkirakan sekitar 25% (Antonucci et al, 2014). Selain itu, asfiksia juga dapat
menyebabkan kelainan fisik dan perkembangan mental, seperti cerebral palsy,
retardasi mental, epilepsi, dan ketidakmampuan belajar (Mohan et al, 2013).

Bantuan persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki


pengetahuan dan keterampilan Manajemen Asfiksia pada bayi baru lahir
merupakan upaya untuk mengurangi kejadian asfiksia. Sebagai upaya pencegahan,
petugas kesehatan memberikan motivasi dan pendidikan tentang pentingnya asupan
gizi, mendeteksi dan menghindari risiko asfiksia neonatal bagi wanita hamil untuk
mengurangi kejadian asfiksia neonatal. Khusus untuk wanita hamil yang
mengalami komplikasi kehamilan, perlu mempersiapkan proses persalinan yang
meminimalkan risiko asfiksia neonatal (Rukiyah, 2012). Gerdaristi (Gerakan untuk
Bantuan Risiko Tinggi) pada wanita hamil adalah salah satu upaya Kabupaten
Nganjuk dalam mengurangi insiden asfiksia neonatal (Dinas Kesehatan, 2017).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan efek berat lahir rendah,
prematur, pre-eklampsia, dan asfiksia neonatal di Rumah Sakit Nganjuk, Jawa
Timur.
SUBJEK DAN METODE

1. Desain Studi
Ini adalah penelitian observasional analitik dengan desain case control.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Nganjuk, Jawa Timur, pada bulan Juli
2018.
2. Studi Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah semua bayi di ruang neonatal, Rumah Sakit
Nganjuk, dari Januari hingga Desember 2017. Sampel total 150 bayi dipilih
dengan pengambilan sampel penyakit tetap, termasuk 50 bayi dengan asfiksia
dan 1oo neonatus tanpa asfiksia.
3. Variabel Studi
Variabel dependen adalah asfiksia neonatal. Variabel independen adalah berat
lahir rendah, prematur, dan pre eklampsia
4. Defenisi Operasional
Asfiksia neonatorum didefinisikan sebagai kondisi bayi yang lahir mengalami
kesulitan bernapas dengan skor APGAR kurang dari 7 dalam 5 menit pertama.
Hasil pengukuran dibagi menjadi dua: a) asfiksia adalah jika nilai APGAR
adalah ≤ 6 dalam 5 menit pertama dengan kode "1" dan b) bukan asfiksia jika
nilainya> 6 dalam 5 menit pertama dengan kode "0". Data diambil dari rekam
medis. Skala pengukuran kontinu.
Berat lahir rendah (BBLR) didefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan berat
lahir kurang dari 2500 gram. Data diambil dari rekam medis. Skala pengukuran
kontinu, tetapi untuk tujuan analisis data, itu diubah menjadi dikotomis, kode
0 untuk berat lahir normal dan 1 untuk BBLR. Dini didefinisikan sebagai bayi
yang lahir <37 minggu kehamilan. Data diambil dari rekam medis. Skala
pengukuran kontinu, tetapi untuk tujuan analisis data, itu diubah menjadi
dikotomis, kode 0 untuk prematur dan 1 untuk normal.
Pre eklampsia didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika bayi lahir dari ibu
dengan preeklampsia atau eklampsia. Data diambil dari rekam medis. Skala
pengukuran adalah kategoris, kode 0 untuk tidak memiliki pre eklampsia dan
1 untuk pre eklampsia.
5. Analisis data
Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis
multivariat dilakukan dengan analisis regresi logistik berganda.
6. Etika Penelitian
Etika penelitian termasuk informed consent, anonimitas, kerahasiaan, dan izin
etis.
HASIL

1. Analisis Univariat
Hasil analisis univariat ditunjukkan pada tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa
bayi dengan berat lahir rendah adalah 70 (46,7%). Jumlah bayi dengan
kelahiran prematur adalah 53 (35,3%). Jumlah pre eklampsia adalah 56
(37,3%).
2. Analisis Bivariat
Data dianalisis dengan Chi-square untuk mengamati hubungan antara BBLR,
preterm, dan pre eklampsia dengan asfiksia neonatal. Hasil analisis bivariat
dapat dilihat pada tabel 2.

Table 1. Hasil Analisis Univariat


Variabel n %
Asphyxia
Yes 50 33,3
No 100 66,7
Low Birth Weight
LBW 70 46,7
Normal birthweight 80 53,3
Prematurity
Premature 53 35,3
Not Premature 97 64,7
Pre-eclampsia
Pre-eclampsia 56 37,3
Not Pre-eclampsia 94 62,7

3. Analisis Multivariat
Hasil analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik ganda dapat
dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara
BBLR, prematur, dan pre eklampsia pada kejadian asfiksia neonatal. Tabel 3
menunjukkan bahwa risiko asfiksia neonatal meningkat dengan BBLR (OR =
2,58; 95% CI = 3,80 hingga 46,15; p <0,001), kelahiran prematur (OR = 1,27;
95% CI = 1,23 hingga 10,25; p = 0,019), pre eklampsia (OR = 3,74; 95% CI =
12,54 hingga 141,05; p <0,001).

Table 2. Hasil analisis bivariat pada faktor risiko asfiksia neonatal

Asfiksia
95 % CI
Variabel Yes No Total
OR p
Independen N = 50 N = 100 Lower Upper
n % n % n % Limit Limit
LBW
No 15 18,8 65 81,2 80 100 <
4,33 2,09 9,00
Yes 35 50 35 50 70 100 0,001
Premature
birth
No 24 24,7 73 75,3 97 100 <
2,93 1,44 5,95
Yes 26 49,1 27 50,9 53 100 0,002
Pre
eclamsia
No 9 9,6 85 90,4 94 100 <
25,82 10,43 63,91
Yes 41 26,8 15 73,2 56 100 0,001

Tabel 3. Hasil analisis regresi logistik ganda pada faktor risiko asfiksia
neonatal
95 % CI
Variabel
OR Lower p
Independen Upper Limit
Limit
LBW 2,58 3,80 46,15 < 0,001
Prematurity 1,27 1,23 10,25 < 0,019
Pre Eclamsia 3,74 12,54 141,05 < 0,001
DISKUSI

1. Pengaruh BBLR pada Asfiksia Neonatal


Hasil analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh BBLR terhadap kejadian
asfiksia neonatal yang bermakna secara statistik. Bayi yang lahir dengan BBLR
akan meningkatkan risiko asfiksia neonatal dibandingkan bayi yang tidak
mengalami BBLR (OR = 2,58; 95% CI = 3,80 hingga 46,15; p <0,001). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Purwaningsih et al. (2018) yang
menyatakan bahwa BBLR meningkatkan risiko asfiksia neonatal sebesar 4,45
kali.
Proverawati dan Atika (2010) menyatakan bahwa bayi yang memiliki berat
badan lahir rendah (BBLR) lebih cenderung memiliki masalah dengan sistem
tubuh, karena kondisi tubuh yang tidak stabil. Salah satu dampak BBLR adalah
asfiksia pada bayi yang dapat menyebabkan dampak jangka pendek dan jangka
panjang pada kesehatan bayi. Sebuah studi yang dilakukan oleh Momeni et al.
(2017) menyatakan bahwa persalinan prematur memiliki risiko BBLR sebesar
22,6 kali. BBLR meningkatkan risiko asfiksia neonatal.
Penelitian ini sejalan dengan Aslam et al. (2014) dan Jebessa et al. (2018) yang
menyatakan bahwa BBLR memiliki risiko asfiksia neonatal. Bayi yang lahir
dengan BBLR memiliki sedikit alveoli dan surfaktan yang termasuk dalam
alveoli. Fungsi surfaktan mengurangi tekanan permukaan paru-paru dan
membantu menstabilkan dinding alveolar sehingga tidak ada keruntuhan pada
akhir pernapasan (Maryunani, 2009).

2. Pengaruh Prematuritas pada Asfiksia Neonatal


Hasil analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh prematuritas terhadap
kejadian asfiksia neonatal yang bermakna secara statistik. Bayi yang lahir
prematur lebih cenderung mengalami asfiksia dibandingkan bayi non
interpreterm (OR = 1,27; 95% CI = 1,23 hingga 10,25; p = 0,019). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aminah dan
Wahyu (2016) yang menyatakan bahwa prematur meningkatkan risiko asfiksia
neonatal sebesar 11,97 kali.
Manuaba (2008) menyatakan bahwa bayi prematur adalah salah satu penyebab
asfiksia. Menurut Indrayani (2013), asfiksia terjadi pada bayi prematur karena
kurangnya kemampuan organ pernapasan bayi dalam melakukan fungsinya.
Penelitian ini sejalan dengan Purwaningsih et al. (2018) yang menyatakan
bahwa prematur meningkatkan risiko asfiksia sebesar 4,83 kali. Hasil
penelitian oleh Utomo (2014) menyatakan bahwa prematur memiliki efek pada
kejadian asfiksia. Bayi prematur memiliki paru-paru yang belum matang
sehingga pernapasannya tidak berjalan dengan baik. Sebuah studi yang
dilakukan oleh Momeni et al. (2017) menyatakan bahwa persalinan prematur
meningkatkan risiko asfiksia neonatal.

3. Pengaruh Pre Eclampsia pada Asfiksia Neonatal


Hasil analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh pre eklampsia terhadap
kejadian asfiksia neonatal yang bermakna secara statistik. Pre eklampsia akan
meningkatkan risiko asfiksia daripada non pre eklampsia (OR = 3,74; 95% CI
= 12,54 hingga 141,05; p <0,001). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Rachmawati dan Ningsih (2015) yang menyatakan bahwa
ada hubungan antara riwayat kebidanan yang buruk dan kejadian asfiksia.
Ibu yang mengalami pre eklampsia cenderung melahirkan bayi asfiksia.
Disfungsi endotel akan menyebabkan gangguan keseimbangan pada level
hormon vasokonstriktor dan vasodilator (Cunningham, 2016).
Vasokonstriksi vaskular mengakibatkan kurangnya suplai darah ke plasenta
yang menyebabkan hipoksia janin. Konsekuensi lebih lanjut dari hipoksia janin
adalah gangguan pertukaran gas antara oksigen dan karbon dioksida sehingga
terjadi asfiksia neonatal (Winkjosastro, 2007).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Indah dan Apriliana (2016)
yang menyatakan bahwa pre eklampsia yang ditandai dengan tekanan darah
tinggi menyebabkan penurunan pengiriman darah ke plasenta. Mengurangi
pasokan oksigen dan makanan untuk bayi dapat menyebabkan asfiksia
neonatal. Sebuah studi oleh Jebessa et al. (2018) menyatakan bahwa riwayat
kebidanan yang buruk memiliki risiko meningkatkan kejadian asfiksia neonatal
sebesar 3,76 kali dibandingkan riwayat kebidanan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aminah, Wahyu MS (2016). Hubungan Bayi Prematur dengan Kejadian


Asfiksia Neonatorum. Jurnal Obstetrika Scientia. 4 (2)
2. Antonucci R, Porcella A, Pilloni MD (2014). Perinatal Asphyxia In The Term
Newborn, Journal of Pediatric and Neonatal Individualized Medicine. 3(2):
e030269. https://doi:10.7363/ 030- 269.
3. Aslam HM, Saleem S, Afzal R, Iqbal U, Saleem SM, Shaikh MWK, Shahid
N (2014). Risk Factors of Birth As-phyxia, Italian. Journal of Pediatrics.
https://bdoi.org/10.1186/s13052-01- 4-0094-2 Cunningham FG (2016).
Obstetri Williams. Jakarta: EGC
4. Dinkes (2012) Provinsi Jawa Timur (2012). Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Timur Tahun 2012.
5. Dinas Kesehatan Jawa Timur Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk (2014).
Profil Dinas Kesehatan Daerah Kab Nganjuk Tahun 2016
6. Ekwochi U, Asinobi NI, Osuorah CDI, Ndu IK, Ifediora C, Amadi OF, Iheji
CC, Orjioke CJG, Okenwa WO and Okeke BI. (2017). Incidence and
Predictors of Mortality Among Newborns With Perinatal Asphyxia: A 4-Year
Prospective Study of Newborns Delivered in Health Care Facilities in Enugu,
South-East Nigeria. Clinical Medicine Insights: Pediatrics, Gynecol. 118(3):
561–8. Doi: 10.1177/11795565177466- 46.
7. Ilah BG, Aminu MS, Musa A, Adelakun MB, Adeniji AO, Kolawole T
(2015). Prevalence and Risk Factors for Perinatal Asphyxia as Seen at a
Specialist Hospital in Gusau, Nigeria. Sub-Saharan Afr J Med. 2:64-9. Doi:
10.4103/238- 4-5147.157421
8. Indah SN, Apriliana E (2016). Hubungan antara Preeklamsia dalam
Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir. Jurnal Majority.
5(5).
9. Jebessa Wayessa Z, Belachew T, Joseph J (2018). Birth asphyxia and
associated factors among newborns delivered in Jimma zone public hospitals,
Southwest Ethiopia: A cross – sectional study. Journal of Midwifery and
Reproductive. Health. 6(2): 12891295. doi:10.22038/JMRH.2018.10483.
10. Kosim MS (2014). Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: IDAI
Manuaba IBG (2008). Gawat Darurat Obstetri Ginekologi & Obstetri
Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC
11. Maryunani A (2009). Asuhan Kegawatan Dan Penyulit Pada Neonatus.
Jakarta: Trans Info Medika Mohan K, Mishra PC, Singh DK. (2013). Cli-
nical Profile of Birth Asphyxia In Newborn, International Journal of Science
& Technology. 3(1). ISSN (online): 250-141X
12. Momeni M, Danaei M, Kermani AJ, Bakhshandeh M, Foroodnia S,
Mahmoudabadi Z, Amirzadeh R, Safizadeh H. (2017). Prevalence and Risk
Factors of Low Birth Weight in the Southeast of Iran. International Journal of
Preventive Medicine. doi:10.4103/ijpvm.- IJPVM_112_16.
13. Muslihatun. (2010). Asuhan Neonatus, Bayi Dan Balita. Yogyakarta:
Fitramaya
14. Prambudi R (2013). Neonatologi Praktis: Prosedur Tindakan Neonatus.
Bandar. Lampung: Anugrah Utama Raharja
15. Rachmawati L, Ningsih MP (2015). FaktorFaktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir Di Ruang Medical Record RSUD
Pariaman. Jurnal Ilmiah Kebidanan. 7 (1): 29-40 Proverawati A (2010). Berat
Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika
16. Purwaningsih Y, Dewi YLR, Indarto D, Murti B (2018). Factors Associated
with Newborn Asphyxia at Dr. Harjono Hospital, Ponorogo, East Java.
Journal of Maternal and Child Health. 3(4): 287-293. https://doi.org/10.26-
911/thejmch.2018.03.04.06
17. Rukiyah. (2010). Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta : Trans
Info Medika Wiknjosastro H (2007). Ilmu Kebidanan. Edisi Ke-4 Cetakan
Ke-2. Jakarta: Yayasan Bina. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai