DENGAN CFD
Fachruddin Ali 1) , Irfan Syarif Arief ST, MT 2) , Ir. Toni Bambang M, PGD 2)
1)
Mahasiswa Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan ITS
2)
Dosen Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan ITS
Keywords: Pitch Blade Turbine ( PBT ), Large Eddy Simulation Pola Alir Liquid
( LES ), Mixture Model, Fluid flow, Mixing Time. Impeller Pitch Blade Turbine ( PBT ) adalah tipe impeller
dengan aliran aksial, sirkulasi aliran beroperasi secara pumping
PENDAHULUAN down dan pumping up yang mana seringkali digunakan.
Menurut Nurtono,et,al ( 2009 )[9]. Aliran yang dihasilkan oleh
Industri Minyak merupakan suatu industri yang sangat vital pumping down PBT terdapat tiga pola aliran yang dikenali
untuk menyokong industri-industri yang lain baik secara yaitu:
langsung maupun tidak langsung. Secara umum, proses yang 1. Double Circulation ( DC )
berlangsung dalam pengolahan minyak dapat digolongkan Pada Pola DC terdapat dua circulation loops, yang utama
menjadi 5 bagian, salah satunya adalah proses mixing. Minyak melalui daerah dintara blades dan yang kedua dekat
mentah yang baru dipompa, memiliki karakteristik fluida yang dengan dasar tangki. Pola ini dipertimbangkan sebagai
berbeda-beda ( misalnya : densitas, viskositas, titik didih rata- aliran rata – rata dari impeller PBT. Dua loops dihasilkan
rata, dll ) dari tiap sumur pengeboran. Agar dapat dimanfaatkan dari jet yang diinduksi oleh impeller, mengenai dinding
secara optimal, minyak mentah tersebut harus diproses terlebih yangki dibawah ketinggian impeller sebelum akhirnya
dahulu. Karena minyak mentah merupakan campuran yang terpisah menjadi dua aliran. Satu langsung turun dan
amat kompleks yang tersusun dari berbagai senyawa dipantulkan oleh dasar tangki, menjadi loop kedua. Aliran
hidrokarbon. Di dalam proses mixing terjadi percepatan lain bergerak secara aksial mendekati dinding samping dari
perpindahan panas, baik yang disertai atau tidak disertai reaksi tangki, dan kemudian kembali pada impeller shaft,
kimia yang telah banyak diteliti oleh para peneliti terdahulu , mengalir turun menuju impeller menjadi loop utama.
Zwietering ( 1958 )[12]. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh 2. Full Circulation Discharge ( FC )
pengaduk yang mengubah energi mekanis tersebut menjadi Pada Pola FC menggambarkan dimana impeller
energi kinetik. Selanjutnya, energi kinetik ini menimbulkan menghasilkan pumping down circulation loop yang hampir
sirkulasi aliran fluida dan pusaran aliran di ujung blade yang terjadi diseluruh tangki.
mengakibatkan terjadinya proses pencampuran. 3. Main Circulation Interaction ( IP )
Adapun tujuan dari proses mixing ini adalah untuk Pada Pola IP menggambarkan aliran yang berpotongan
menghasilkan keseragaman statis ataupun dinamis pada sistem melalui sumbu axis dari tangki. Bagian dari loop kedua
multi fase, memfasilitasi perpindahan massa atau energi di yang mengalir diatas dasar tangki berpotongan terhadap
antara bagian – bagian dari sistem yang tidak seragam, boundary diantara loop utama dan kedua pada sisi yang
menunjukkan perubahan fasa pada sistem multi komponen berseberangan.
1
Parameter Hidrodinamika dalam Tangki Berpengaduk membentuk pusaran ( vortex ). Vorteks menunjukkan
Menurut Geankoplis ( 2003 )[8], dalam suatu peningkatan skala keseimbangan antara gaya gravitasi dengan gaya inersia.
pada tangki berpengaduk, jika kesamaan geometrik peralatan Menurut Galletti et al. (2004)[3] hubungan antara Bilangan
skala kecil ke skala besar dipertahankan pada kondisi yang Power ( Np ) dengan Bilangan Reynolds ( N Re ) biasanya
sama , maka bagian – bagian yang relevan dengan perilaku digunakan untuk menggambarkan hubungan antara konsumsi
cairan dalam tangki berpengaduk adalah tenaga yang digunakan energi dengan kecepatan pengadukan. Hubungan ini
untuk agitasi ( P ) dan kecepatan putar pengaduk ( N ). digambarkan dalam bentuk kurva tenaga ( power – curve ).
Konsumsi energi oleh tangki berpengaduk digambarkan dengan Kurva ini diperoleh dengan cara memplotkan nilai – nilai Np
Bilangan Power ( Power Number ). Bilangan Power merupakan dan N Re berdasarkan data hasil percobaan yang meragamkan
bilangan yang tak berdimensi yang diperoleh dengan nilai kecepatan pengaduk ( N ), diameter pengaduk ( D ),
persamaan: densitas (Ρ ), dan viskositas (η ) cairan pada tiap – tiap
Np = P /ρ N3 Dt5 (1) pengaduk yang mempunyai kesamaan geometrik tertentu.
Dimana : Berdasarkan nilai Bilangan Reynolds diperoleh tiga pola aliran,
Np = Bilangan Power (Power Number) yaitu :
P = Tenaga eksternal dari agitator ( J/detik ) 1) Aliran Laminer ( viscous flow ), pada N Re < 10 ( aliran
Ρ = Densitas cairan dalam tangki (kg/m3) didominasi oleh tingginya kekentalan cairan ).
N = Kecepatan agitasi (Rpm) 2) Aliran transisi ( transient ) pada N Re 10 - 104
Dt = Diameter pengaduk (m ) 3) Aliran turbulen ( turbulent flow ) pada N Re > 104 (
pencampuran terjadi lebih cepat )
Pergerakan cairan di dalam tangki berpengaduk dapat
digambarkan dengan bilangan tak berdimensi lain, yaitu Kurva hubungan antara Bilangan Power ( Np ) dan bilangan
bilangan reynolds ( N Re ). Bilangan Reynolds merupakan rasio Reynolds ( N Re ) untuk berbagai jenis pengaduk dapat dilihat
antara inersia dengan kekentalan. Bilangan Reynolds ( N Re ) pada gambar dibawah ini
didefinisikan sebagai berikut :
N Re = ρ N D2 /η (2)
Dimana :
N Re = Bilangan Reynolds
η = Kekentalan ( kg/m.detik)
Ρ = Densitas cairan dalam tangki ( kg/m3)
N = Putaran Pengaduk (Rpm)
Dt = Diameter pengaduk ( m )
Waktu pencampuran dapat diperkirakan dari korelasi mengenai Large Eddy Simulation ( LES )
aliran total yang dihasilkan dari berbagai jenis impeller. Untuk LES merupakan metode komputasi dimana pusaran besar
turbin dihitung dan yang kecil dimodelkan dengan subgrid scale
𝐷𝑡 (SGS). Yang perlu digaris bawahi adalah pusaran besar secara
𝑞 = 0,92 𝑛𝐷𝑎 3 (𝐷𝑎) (5)
langsung dipengaruhi oleh kondisi batas, sebagian besar
mempengaruhi Reynolds stress dan harus diselesaikan.
5𝑉 𝜋 𝐷𝑡 2 𝐻 1
tT≈ 𝑞 = 5 4 0,92 𝑛𝐷𝑎2 𝐷𝑡
(6) Turbulensi skala kecil adalah yang terlemah, kurang
mempunyai kontribusi terhadap Reynold stress. Selain itu lebih
𝐷𝑎 𝐷𝑡 mendekati isotropic dan mempunyai karakteristik universal,
atau 𝑛𝑡𝑇( 𝐷𝑡 )2 � 𝐻 � = konstan = 4,3 (7) sehingga lebih cocok dimodelkan.Karena LES meliputi
permodelan smallest eddy ( pusaran terkecil ), finite – difference
Waktu pencampuran akan jauh lebih besar bila angka Reynolds cell yang terkecil dapat lebih besar dari pada kolmogorov
berkisar antara 10 sampai 1.000 walaupun konsumsi daya tidak length, dan dapat mencapai time step yang jauh lebih besar dari
banyak berbeda daripada keadaan turbulen. Faktor waktu pada yang bisa dicapai Direct Numerical Simulation ( DVS ).
pencampuran dapat disusun kembali untuk menunjukkan Oleh karena itu, untuk biaya komputasional yang diberikan,
bagaimana perbedaannya dari yang diramalkan untuk rejim akan lebih mudah untuk mencapai bilangan Reynolds yang
turbulen lebih tinggi bila digunakan LES dibandingkan dengan DNS,
𝑡𝑇(𝑛𝐷𝑎 2 )2/3 𝑔1/6 𝐷𝑎 𝐷𝑡 𝑔 dengan kata lain untuk bilangan Reynolds yang dapat
𝑓𝑡 = = 𝑛𝑡𝑇( )3/2 ( )1/2 ( 2 )3/2 diselesaikan dengan biaya yang lebih murah.
𝐻1/2 𝐷𝑡 𝐷𝑡 𝐻 𝑛 𝐷𝑎
(8)
Permodelan Pengaduk
Sliding mesh merupakan permodelan yang cocok untuk
permasalahan yang melibatkan interaksi rotor / stator dan
melibatkan 2 daerah mesh yaitu daerah yang berdekatan dengan
rotor sebagai zona bergerak dan daerah yang berdekatan dengan
stator sebagai zona diam, dimana kedua daerah tersebut dibatai
oleh sebuah “ slipping plane “.
Untuk suatu tangki pencampur yang dilengakapi impeller, dapat
didefinisikan suatu kerangka acuan yang berputar ( rotating
reference frame ) yang melibatkan impeller dan aliran di
sekitarnya, dan menggunakan kerangka diam ( stationary frame
) untuk aliran di luar impeller. Contoh dari konfigurasi ini dapat
diilustrasikan pada gambar dibawah ini ( garis putus – putus
Gambar 2. Korelasi waktu untuk zat cair mampu campur menunjukkan interface antara dua kerangka acuan
didalam bejana dengan pengaduk turbin ( Menurut Norwood
dan Metzner ). METODOLOGI
Menurut André Bakker dalam “ Blend Times in Stirred Tanks Sistem yang Dipelajari
( Reacting Flows - Lecture 9 )”. Evaluasi kinerja pencampuran: Pembuatan sistem dalam penelitian ini, menggunakan peranti
1. Metode untuk mengevaluasi kinerja pencampuran: lunak ANSYS 13. Untuk permodelan geometri menggunakan
− Karakterisasi homogenitas. Design Modeler dengan penentuan grid dan jumlah node
− Blending time. menggunakan Meshing dan perhitungan iterasi simulasi CFD
2. Metode umum untuk mengkarakterisasi homogenitas: menggunakan FLUENT.
− Keseragaman Visual.
− Kuantitatif perubahan dalam konsentrasi lokal sebagai
fungsi waktu.
− Kajian statistik seketika tentang distribusi spasial dari
spesies.
• Rata-rata konsentrasi.
• Minimum dan maksimum.
• Standar deviasi dalam konsentrasi.
• Koefisien variasi CoV = standar deviasi /
rata-rata.
3
6. Pergerakan pengaduk dimodelkan dengan sliding mesh.
Tabel 1. Rincian Dimensi Tangki 7. Fluida dibagi menjadi dua bagian yaitu zona diam (
Variabel Tetap stationary zone ) dan zona bergerak ( moving zone )
1 Tangki
Diameter ( Dt ) 10 m
Tinggi Fluida ( H ) 10 m
Lebar Baffle ( J ) 0.83 m
Jarak Propeller dari dasar
3m
tangki ( C ) Shaft sebagai
2 Pengaduk Impermeable
moving wall
Berjenis Pitch Blade Turbine
Jumlah Blade 4 daun
Tebal Blade 5 cm
Lebar Balde ( W ) 0.75 m Dinding dan Interface
Diameter Blade ( D ) 3m Dasar tangki
Posisi Blade Center Vertikal dianggap
Diameter Shaft ( B ) 0.3 m sebagai Wall
( No slip
Variabel berubah
Condition )
1 Sudut Blade (α ) 30ᴼ, 45ᴼ dan 60ᴼ Gambar 4.Penentuan Kondisi Batas pada tangki
Kecepatan Putar
2 150,200 dan 250 Rpm Bidang Pengamatan
Pengaduk ( N )
3 Baffle 0, 2 dan 4
Bidang yang diamati pada Tugas Akhir ini adalah 2 posisi
Tabel 2. Karakteristik Fluida kemiringan
Material Density Spesific Thermal Viscosity Bidang Pengamatan
Heat Conductivity 1
kg/m³ j/Kg.K w/m.K Kg/m.s
Fluid
CO 1.1233 0.025 1.75E-05
C3H8 1.91 0.0177 7.95E-06
C3H6 1.7 0.0168 8.70E-06
O2 1.2999 0.0246 1.92E-05 Bidang Pengamatan
2
CH4 0.6679 0.0332 1.09E-05
H2S 1.46 0.0134 1.20E-05
C2H4 1.137 0.0214 1.03E-05
C2H6 1.263 0.0207 9.29E-06
N2 1.138 0.0242 1.66E-05 Gambar 5. Bidang Pengamatan Tangki ( Tampak Atas )
Material Density Spesific Thermal Electrical
Heat Conductivity Conductivity ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
kg/m³ j/Kg.K w/m.K 1/Ohm.m
Identifikasi Aliran Fluida
Solid
Steel 8030 502.48 16.27 8330000
Kondisi Batas
Kondisi batas yang digunakan untuk sistem yang dipelajari
antara lain :
1. Dinding Tangki dan dasar tangki dianggap sebagai wall
dimana Interfacenya dengan liquid didekati dengan no slip (a) (b)
condition.
2. Shear stress pada dinding didekati dengan model standart
wall function.
3. Poros pengaduk ( Shaft ) dianggap sebagai impermeable
moving wall.
4. Pengaduk digambarkan seperti bentuk aslinya, dianggap
sebagai moving wall dimana interfacenya dengan liquid
didekati dengan no slip condition.
5. Interface antara permukaan liquid dengan udara luar (c) (d)
didekati dengan kondisi no shear dan dianggap datar.
4
Pada Baffle 4
(e) (f)
Gambar 6. Pola Aliran Fluida pada bidang pengamatan 1
(Baffle 2, Sudut Impeller 30ᴼ dan kecepatan Putar 150 Rpm)
(a) Pada Detik 10, (b) Pada Detik 20, (c) Pada Detik 30,
(d) Pada Detik 40, (e) Pada Detik 50, (f) Pada Detik 60.
Dari gambar diatas dapat terlihat pola aliran pada Baffle 4 ialah
Pola aliran berjenis Full Circulation ( FC ). Hal ini disebabkan
karena aliran fluida hampir merata diseluruh tangki. Aliran
fluida bergerak dari bawah ke atas secara teratur di celah sekat.
Sehingga dalam hal pencampuran, zat didalamnya tercampur
dengan baik.
Dari gambar diatas dapat terlihat pola aliran pada Baffle 0 ialah
Pola aliran berjenis Lain. Hal ini disebabkan karena aliran
fluida tidak merata diseluruh tangki dan banyak terjadi di
sekitar shaft dan impeller. Sehingga pada Baffle 0 dapat (a) (b)
menimbulkan pusaran ( vortex ) yang menghambat laju
homogenisasi.
Pada Baffle 2
(c) (d)
5
Pada Baffle 0 Pada Baffle 2
Gambar 11. Iso Surface Densitas pada Baffle 0 Gambar 14. Iso Surface Densitas pada Baffle 2
6
Pada Baffle 4
Dilhat dari Pressure
(a) (b)
Gambar 20. (a ) Iso Surface Pressure pada Baffle 0
( b ) Pressure pada Bidang Pengamatan 1 pada Baffle 0
Gambar 17. Iso Surface Densitas pada Baffle 4
(a) (b)
Gambar 21. (a ) Iso Surface Pressure pada Baffle 2
( b ) Pressure pada Bidang Pengamatan 1 pada Baffle 2
Gambar 18. Grafik Perbandingan Time dengan Densitas
( Statiz Zone pada Baffle 4 )
(a) (b)
Gambar 22. (a ) Iso Surface Pressure pada Baffle 4
( b ) Pressure pada Bidang Pengamatan 1 pada Baffle 4
7
(a) (b)
Gambar 27 (a ) Iso Surface Reaksi pada Baffle 4
( b ) Reaksi pada Bidang Pengamatan 1 pada Baffle 4
(a) (b)
Gambar 25. (a ) Iso Surface Reaksi pada Baffle 0
( b ) Reaksi pada Bidang Pengamatan 1 pada Baffle 0
Gambar 29. Grafik Perbandingan Rpm dengan Reaksi
(Moving Zone pada detik ke - 60 )
Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai phase 1 pada static
zone lebih besar dibandingkan dengan moving zone. Static zone
pada Rpm 150 lebih merata dibandingkan dengan putaran
lainnya. Sedangkan pada moving zone tidak merata. Terlihat
pada detik 60, pada baffle 4 fase lebih merapat dibandingkan
dengan Baffle 0 serta memiliki kesamaan nilai didaerah static
dan moving zone berkisar 9.40E+14 kgmol/m3-s.
(a) (b)
8
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil simulasi dan pembahasan yang telah
dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
• Kompleksitas aliran dari pola alir satu ke tipe yang lain
secara bergantian dalam skala yang besar, dapat
memberikan efek yang signifikan pada kinerja
pengadukan. Hal ini terlihat pada pemakaian Baffle 0 :
Pola FC=19%, Pola IP=28%, Pola DC=9%, dan Pola
Lain=44% , Baffle 2 : Pola FC=31%, Pola IP=32%, Pola
(c) DC=11% dan Pola Lain=25% sedangkan pada pemakaian
Gambar 30. Iso Surface Volume Fraction (a ) Pada Baffle 0 Baffle 4: Pola FC=69%, Pola IP=1%, Pola DC=5% dan
( b ) Pada Baffle 2 ( b ) Pada Baffle 4 Pola Lain=26%.
• Dari variasi – variasi yang telah dilakukan, untuk
Dari Gambar diatas dapat disimpulkan bahwa pada Gambar (a ) mendapatkan nilai homogenitas dengan mixing time yang
Masih belum terjadi pencampuran. Hal ini dapat dilihat pada iso cepat, maka digunakan Baffle 4 dengan sudut Impeller
surface pada Baffle 0 detik ke 60, contur yang dihasilkan masih 60ᴼ dan Kecepatan Putar 150 Rpm. Dikarenakan pada
sama. Pada Gambar ( b ) terjadi pencampuran atau dikatakan aliran fluida cenderung hampir terjadi diseluruh tangki
mengalami disperse dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada iso dengan pola FC. Sehingga mempengaruhi tekanan dalam
surface pada Baffle 2 detik ke 60, muncul gumpalan – tangki berpengaduk yang menyebabkan tekanan yang
gumpalan fraksi yang saling menyerap antar molekul. dhasilkan lebih merata dan tidak terlalu besar dari pada
Sedangkan Pada Gambar ( c ) terjadi pencampuran atau pada Baffle 0 dan 2. Pada reaksi fase 1 dan fase 2 di static
dikatakan mengalami disperse dengan baik dibandingkan yang dan moving zone memiliki nilai kesamaan pada detik ke-
tanpa menggunakan Baffle dan dengan Baffle 0 . Hal ini dapat 60 berkisar 9.40E+14 kgmol/m3-s, serta lebih banyak
dilihat pada iso surface pada Baffle 4 detik ke 60, lebih banyak muncul gumpalan – gumpalan fraksi yang saling menyerap
muncul gumpalan – gumpalan fraksi yang saling menyerap antar molekul. Karena dengan demikian, merupakan salah
antar molekul. Karena dengan demikian, merupakan salah satu satu faktor yang perlu diamati dalam mencapai
faktor yang perlu diamati dalam mencapai homogenitas. homogenitas.
DAFTAR PUSTAKA
1.Bakker, A,Fasano, J.B,Myers, K.J, Effects of flow Pattern on
the Solids Distribution in a Stirred Tanks, The Online
CFM Book at http://www.bakker.org/cfm,1998.
2.Derkesen, J. J., Doelman, M. S., and Van den Akker, H. E.A.,
1999, “ Three - Dimensional LDA Measurements in
the Impeller Region of a Turbulently Stirred Tank,”
(c) Exp. Fluids, 27, pp. 522–532.
Gambar 31. Iso Surface Molecular Viscocity (a ) Pada Baffle 0 3.Galletti, C., Paglianti, A. Lee, K.C. Yianneskis, M., 2004, “
( b ) Pada Baffle 2 ( b ) Pada Baffle 4 Reynolds Number and Impeller Diameter Effect on
Instabilities in Stirred Vessles, AlChe Journal, 50,
Dari Gambar diatas dapat disimpulkan bahwa pada Gambar (a)
Nilai Viscocity yang dihasilkan masih besar yaitu berkisar pp.2050 – 2063.
0.00001268 kg.m/s. Pada Gambar ( b ) Nilai Viscocity yang 4.Ika Putri W., Cahyanto Mufti, 2008, “ Makroinstabilitas (MI)
dihasilkan 0.00001247 kg.m/s. Sedangkan Pada Gambar (c) dalam Tangki Berpengaduk Single Fan Turbine
Nilai Viscocity yang dihasilkan 0.00001233 kg.m/s. Hal ini Multifasa ( Solid – Liquid )”, Teknik Kimia - ITS,
diakibatkan dalam proses mixing terjadi percepatan Surabaya.
perpindahan panas, yang disertai reaksi kimia Hal ini dapat
5.Inra Sumahamijaya, Achmad Dzakil Fikri, 2010,
terjadi karena pengaruh pengaduk yang mengubah energi
mekanis tersebut menjadi energi kinetik. Sehingga dalam hal ini “Makroinstabilitas (MI) dalam Tangki Berpengaduk
perpindahan panas pada Baffle 4 lebih besar dibandingkan dengan 6 Blade 45ᴼ Pitch Blade Turbine untuk
dengan yang tanpa Baffle dan yang menggunakan Baffle 2.
9
suspense ( Solid - Liquid ) ”, Teknik Kimia - ITS,
Surabaya.
6.Kresta, S.M., Wood, P.E., 1993, “ The Flow Field Produced
by Pitched Blade Turbine : Characterization of The
Dissipation Rate, Chem. Eng. Sci 48, p 1761 – 1774.
7.Marshall, E.M.Bakker, A. Computational Fluid Mixing,
Fluent Inc. Lebanon, New Hampshire, USA
Reprinted, with changes, from the Handbook of
Industrial Mixing, sponsored by the North American
Mixing Forum, edited by Edward L.Paul, Victor
Atiemo-Obeng, and Suzanne m. Kresta, to be
published by Joh Wiley and Sons in Spring of 2003,
copyright © 2003 john Wiley and Sons, Inc.
8.McCabe L. Warren, Smith C Julian, dan Harriot Peter, 1991,“
Operasi Teknik Kimia ”, Erlangga, Jakarta.
9.Nurtono. T, H. Setyawan, A. Altway, S. Winardi, 2009,
“Macroinstability Characteristic in Agitated Tank
Based On Flow Visualization Eksperiment and Large
Eddy Simulations “, Chemichal Engineering Research
and Design, Accepted for Publication.
10.Pilpala, R.S., Mukhlas A.N., 2007, “Analisa MI dalam
Tangki Berpengaduk untuk Suspensi Padat – Cair “,
Teknik Kimia – ITS, Surabaya.
11.Rizhkov D. Annisa, Renita Permata Sari, 2008,
“Makroinstabilitas (MI) dalam Tangki Berpengaduk
Double Impeller Fan Turbine Multifasa ( Solid –
Liquid ) ”, Teknik Kimia - ITS, Surabaya.
12.Zwietering, Th.N., 1958. “ Suspending of Solids Particles in
Liquid by Agitators “, Chemical Engineering
Science.,8, pp. 244-253.
10