KEPERAWATAN ANAK
EPILEPSY
A. PENGERTIAN
Epilepsi adalah ejang yang menyerang seseorang yang tampaksehat atau sebagai suatu
eksterbasi dalam kondisi sakit kronis sebagai akibat oleh disfungsi otak sesaat
dimanifestasikan sebagai fenomena motorik, sensorik, otonommik, atau psikis yang
abnormal. Epilepsi merupakan akibat dari gangguan otak kronis dengan serangan
kejang spontan yang berulang (Setysnegara, 2010)
Epilepsi adalah gejala komplek dari gangguan fungsi otak berat yang dikarakteristikan
oleh kejang berulang. Sehingga epilepsi bukan penyakit tetapi suatu gejala.
(Bruner&sudarth, 2015)
Epilepsy dapat diklarifikasikan sebagai idiopatik atau simtomatik: (Slyvia.A,price)
1. Pada epilepsi idiopatik atau esensial, tidak dapat dibuktikan adanya lesi sentral
2. Pada epilepsi simtomatik atau sekunder, suatu kelainan otak menyebabkan
timbulnya respon kejang. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan epilepsy
sekunder adalah cedera kepala, gangguan metabolisme dan gizi ( hipoglikemia,
feniketonuria, defisiensi vitamin B), faktor toksik ( uremia, intoksikasi alcohol,
putus obat narkotik), ensefalitis, stroke, hipoksia atau neoplasma otak, dan
gangguan elektrolit, terutama hiponatremia dan hipokalsemia.
B. ETIOLOGI
Masalah dasarnya diperkirakan dari gangguan listrik distrimia, pada sel saraf pada salah
satu bagian otak, yang menyebabkan sel ini mengeluarkan muatan listrik abnormal,
berulang, dan tidak terkontrol (brunner&Sudarth)
Menurut Mansjoer, Arif etiologi dari epilepsy adalah:
1. Idiopatik: sebagian besar epilepsy pada anak adalah epilepsi idiopatik
2. Faktor herediter: ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai
bangkitan kejang seperti sklerosis tuberose, neuofibromatosis, hipoglikemi,
hipopratiroidismee, angiomatosis ensefalotrigeminal, fenilketonuria
3. Faktor genetik: pada kejang demam dan breath holding spell
4. Kelainan congenital otak: atrofi, poresenfali, agenesis korpus kolosum
5. Gangguan metabolic: hipernatremia, hiponatremia, hipokalsemia, hipoglikemia
6. Infeksi: radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selanputnya,
toksoplasmosis
7. Trauma: kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural
8. Neoplasma otak danselaputnya
9. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
10. Keracunan: penyakit darah, gangguan keseimbangan hormone, degenerasi serebral,
dll
C. PATHWAY
Keadaan Kontraksi
lemah dan tidak sadar
tidak sadar yang
mendadak
Isolasi sosial
defisiensi Perubahan
pengetahuan status Aktivitas
kesehatan kejang
Pengobatan,
Defisiensi
keperawatan
pengetahuan Ketidakmamp
keterbatasan
ansietas uan koping
keluarga
Penyakit
kronik
Gangguan Gangguan
neurologis respiratori
Gangguan
Spasme otot Hilang
perkembangan
pernafasan kesadaran
HDR
Obstruksi Ketidakefektif
traheobronkial an jalan nafas
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala kejang yang spesifik akan tergantung pada macam kejangnya. Jenis kejang
dapat bervariasi antara pasien, namun cenderung serupa
2. Kejang koplek parsial dapat termasuk gambaran somatosensori atau motor fokal.
3. Kejang komplek parsial dikaitkan dengan perubahan kesadaran
4. Ketiadaan kejang dapat tampak relative ringan, denan periode perubahan kesadaran
hanya sangat singkat (detik)
Kejang tonik klonik umum merupakan episode konsulvatif utama dan selalu
dikaitkan dengan kehilangan kesadaran
(yuliana elin, 2009)
Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang pada epilepsi dibagi menjadi:
(Ali,Zaidin)
1. Kejang umum (generalized seizure): jika aktivasi terjadi pada kedua hemisfer
otak secara bersama-sama. Kejang umum terbagi atas:
a. Tonic-clonic convulsion (grand mal)
Merupakan bentuk paling banyak terjadi pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas
terengah-engah, keluar air liur, bisa terjadi beberapa menit, kemudian
diikuti lemah, kebingungan, sakit kepala.
b. Abscense attacks/lead (petit mal)
Jenis yang jarang umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal
remaja penderitaan tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan
kepala terkulai kejadiannya Cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak
disadari.
c. Myoclonic seizure
Biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur pasien mengalami
sentakan yang tiba-tiba. Jenis yang sama ( tapi non-epiletik) bisa terjadi
pada pasien normal.
d. Atonic seizure
Jarang terjadi pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot jatuh, tapi bisa
segera recovered
2. Kejang parsial/focal jika dimulai dari daerah tertentu dari otak. Kejang parsial
terbagi menjadi:
a. Simple partial seizures
Pasien tidak kehilangan kesadaran terjadi sentakan-sentakan pada bagian
tertentu dari tubuh.
b. Complex partial seizures
Pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali: gerakan mengunyah,
meringis, dan lain-lain tanpa kesadaran.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Zulies, 2011)
1. Elektroensefalogram (EEG)
2. Magnetic resonance imaging (MRI)
3. Computed tomography (CT Scan)
F. KOMPLIKASI
1. Gangguan psikiatrik, prevalensi gangguan psikiatri meningkat pada pasien epilepsi,
seperti gangguan mood, gangguan kecemasan, atau attention deficit hyperactivity
disorder (ADHD)
2. Gangguan kognitif, pasien epilepsi mengalami abnormalitas kognitif dibanding
orang normal pada umur yang sama. Pasien epilepsi sering ditemukan mengalami
kurang prestasi akademik (tinggal kelas, harus mendapatkan jam pelajaran
tambahan)
3. Gangguan perilaku dan adaptasi sosial, pasien epilepsi dapat mengalami gangguan
dalam bersosialisasi dan membina hubungan antar individu.
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan dari terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup penderitaan yang optimal.
Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut antara lain menghentikan bangkitan,
mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping seminimal mungkin serta
menurunkan angka kesakitan dan kematian. (Arif, Mansjoer).
1. Non Farmakologi
a. Amati faktor pemicu
b. Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya: stress, OR, konsumsi kopi atau
alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dan lain-lain
2. Farmakologi
Dalam famakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk epilepsi
yakni:
a. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah
dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu pasien
dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan
pengobatan dan efek samping dari pengobatan tersebut.
b. Terapi dimulai dengan monoterapi
c. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap sampai
dengan dosis afektif tercapai atau timbul efek samping obat.
d. Apabila dengan penggunaan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol
bangkitan, maka OAE pertama dosisnya diturunkan secara perlahan.
e. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan
tidak terkontrol dengan pemberian OAE pertama dan kedua.