Anda di halaman 1dari 11

POSTULAT KOCH

Oleh:
Nama : Hastya Tri Andini
NIM : B1A017081
Rombongan : II
Kelompok :2
Asisten : Azma Nurizqi Isnasari

LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Postulat Koch adalah metode yang digunakan untuk mengetahui ada


tidaknya virus yang menginfeksi suatu tumbuhan. Postulat Koch berkembang
pada abad ke-19 sebagai panduan umum untuk mengidentifikasi patogen yang
dapat diisolasikan dengan teknik tertentu. Waktu dalam masa Koch, dikenal
beberapa penyebab infektif yang memang bertanggung jawab pada suatu penyakit
dan tidak memenuhi semua postulatnya. Usaha untuk menjalankan postulat Koch
semakin kuat saat mendiagnosis penyakit yang disebabkan virus pada akhir abad
ke-19. Masa itu virus belum dapat dilihat atau diisolasi dalam kultur. Hal ini
merintangi perkembangan awal dari virologi (Rivers, 1989).
Menurut Bollard & Braille (1993), pada tahun 1880, isi dari Postulat Koch
yaitu:
1. Mikroorganisme tertentu selalu ditemukan berasosiasi dengan penyakit yang
ditimbulkan.
2. Mikroorganisme dapat diisolasi dan ditumbuhkan sebagai biakan murni di
laboratorium.
3. Biakan murni tersebut bila diinjeksikan pada tanaman yang sesuai dapat
menimbulkan penyakit.
4. Mikroorganisme tersebut dapat diisolasi kembali dari tanaman yang telah
terinfeksi tersebut.
Virus tumbuhan tidak mengandung suatu enzim, toksin atau zat lain yang
pada patogen lain dapat terlibat dalam patogenisitas dan menyebabkan berbagai
macam gejala pada tanaman inangnya. Asam nukleat virus (RNA) merupakan
satu-satunya penentu penyakit, tetapi adanya RNA atau virion di dalam tanaman
meskipun dalam jumlah banyak tidaklah cukup sebagai alasan penyebab gejala
penyakit. Hal ini disebabkan karena beberapa tumbuhan yang mengandung
konsentrasi virus lebih tinggi menunjukkan gejala yang kurang berat
dibandingkan dengan tumbuhan lainnya yang kandungan virusnya lebih sedikit,
atau kadang-kadang mereka itu hanya sebagai tanaman pembawa virus yang tidak
menunjukkan gejala (Suseno, 1990).
Virus tumbuhan dalam beberapa hal berbeda dengan virus yang
menyerang hewan atau bakteri. Perbedaan tersebut, salah satunya adalah
mekanisme penetrasi virus ke dalam sel inang. Virus tumbuhan hanya dapat
masuk ke dalam sel tumbuhan melalui luka yang terjadi secara mekanis atau yang
disebabkan oleh serangga vektor. Hal ini disebabkan karena virus tumbuhan tidak
mempunyai alat penetrasi untuk menembus dinding sel tumbuhan. Virus yang
menyerang hewan dan bakteri dapat melakukan penetrasi langsung melalui
selaput sel, seperti bakteriofag (virus yang menyerang bakteri) mempunyai alat
penetrasi yang dapat menembus selaput sel bakteri (Bos, 1983).
Mekanisme umum penyebaran virus tanaman ada dua yaitu transmisi
horizontal dan transmisi vertikal. Transmisi horizontal yaitu virus tanaman
ditularkan sebagai hasil dari sumber eksternal. Virus menembus lapisan luar
pelindung tanaman. Tanaman yang telah rusak oleh cuaca, pemangkasan, atau
vektor seperti bakteri, jamur dan serangga biasanya lebih rentan terhadap virus.
Transmisi horizontal juga terjadi dengan metode buatan tertentu reproduksi
vegetatif biasanya dipekerjakan oleh hortikulturis dan petani. Tanaman
pemotongan dan penyambungan adalah mode umum yang digunakan virus
tanaman dapat ditularkan. Transmisi vertikal yaitu virus ini diwariskan dari induk.
Jenis penularan terjadi dalam reproduksi aseksual dan seksual. Metode reproduksi
aseksual seperti perbanyakan vegetatif, keturunannya berkembang dari dan secara
genetik identik dengan tanaman tunggal. Ketika tanaman baru berkembang dari
batang, akar, umbi, dan lain-lain dari tanaman induk, virus ini diteruskan kepada
tanaman berkembang. Pada reproduksi seksual, penularan virus terjadi sebagai
akibat dari infeksi benih (Pracaya, 2007).
Gejala secara umum yang ditimbulkan virus tanaman adalah gejala
eksternal dan gejala internal. Gejala eksternal merupakan gejala penyakit yang
kasat mata, dapat dilihat langsung tanpa bantuan mikroskop. Gejala eksternal
diakibatkan oleh infeksi primer pada sel yang diinokulasikan oleh infeksi
sekunder akibat penyebaran virus dari situs infeksi primer ke bagian lain dari
tanaman inang. Gejala infeksi primer pada daun yang diinokulasi disebut gejala
lokal. Gejala tersebut dapat dibedakan dengan jaringan di sekitarnya yang
berbentuk bercak. Gejala internal yaitu perubahan histologi pada bagian tanaman
yang terinfeksi virus khususnya daun, daun lembaga, dan cabang tanaman, dapat
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu nekrosis atau kematian sel, hiperplasia atau
pertumbuhan sel yang berlebihan, serta hipoplasia atau penurunan pertumbuhan
sel (Akin, 2006).
Virus tumbuhan sangat bermacam-macam, namun ada beberapa
karakteristik atau sifat virus yang dapat digunakan untuk mengelompokkan virus
tumbuhan. beberapa virus penyebab penyakit pada tumbuhan, yaitu: Tobacco
Mosaic Virus (TMV); Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV); Tomato Spotted
Wilt Virus (TSWV); Tomato Yellow Leaf Curl Virus (TYLCV); Cucumber Mosaic
Virus (CMV) (Akin, 2006). Virus mosaik tembakau (TMV), virus tanaman
pertama yang ditemukan, adalah virus RNA untai tunggal. Ini hadir di seluruh
dunia dan dikenal menginfeksi lebih dari 150 tanaman yang berbeda, termasuk
tembakau, tomat, paprika, dan mentimun (Liu et al., 2013). Rice Tungro
Bacilliform Virus (RTBV) adalah virus yang penyebab penyakit tungro pada
tumbuhan padi. RTBV termasuk dalam kelompok dsDNA-RT (pararetrovirus),
family Caulimoviridae, genus Tungrovirus. Tungro adalah penyakit yang paling
serius pada padi dan mayoritas constrain tanaman produksi padi di Asia Selatan
dan Asia Tenggara. RTBV ditularkan oleh wereng hijau, Nephotettix virescens
dan beberapa jenis wereng lain. Tomato spotted wilt virus (TSWV) adalah virus
penyebab penyakit layu berbintik atau spotted wilt pada tumbuhan tomat dan
berbagai tanaman lain. TSWV termasuk dalam kelompok (-)ssRNA, family
Bunyaviridae, genus Tospovirus. Tomato Yellow Leaf Curl Virus (TYLCV)
adalah virus penyebab penyakit kuning keriting pada tumbuhan tomat. TYLCV
termasuk dalam kelompok ssDNA, family Geminiviridae, genus Begomovirus.
TYLCV menyebabkan penyakit yang paling merusak pada tanaman tomat, dapat
ditemukan di daerah tropis dan subtropis, dan menyebabkan kerugian ekonomi
yang parah. Virus ini ditularkan oleh vector serangga. Cucumber Mosaic
Virus (CMV) adalah virus penyebab penyakit mosaik pada tumbuhan ketimun dan
berbagai jenis tumbuhan lain. CMV termasuk dalam kelompok (+)ssRNA, family
Bromoviridae, genus Cucumovirus. Virus ini memiliki distribusi di seluruh dunia
dan variasi inang yang beraneka ragam. Virus ini juga dapat ditularkan dalam biji
dan oleh gulma parasit, tali putri (Cuscuta sp.) (Pracaya, 2007).
Tujuan dari praktikum Postulat Koch adalah dapat memahami praktik
postulat kochdalam penularan penyakit tanaman yang disebabkan oleh virus
tumbuhan khususnya bagaimana penularan virus dari tanaman yang satu ke
tanaman yang lain menggunakan metode sap.
II. MATERI DAN CARA KERJA
A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah mortar dan pestle,
plastik transparan, kertas label, penggaris, benang, milipore 0,22μm, solatip dan
gunting.

Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah tanaman kacang
panjang, tanah untuk media penanaman, polybag, 5 lembar daun kacang-kacangan yang
terinfeksi penyakit karat daun, akuades steril, arang, cotton bud, stent dan alkohol 70%.

B. Cara Kerja

Cara kerja yang dilakukan dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
a. Penanaman Kacang
Langkah pertama adalah menyiapakn 6 bji kacang panjang, kemudian
di tanam dalam 2 polybag masing-masing 3 biji, kemudian dirawat selama 2
minggu.
b. Pembuatan Sap Tanaman
Sap tanaman dibuat dari dau tanaman yang sakit, ditumbuk hingga
halus kemudian diencerkan dalam 100 mL akuades steril secara aseptis, dan
kemudian disaring menggunakan milipore 0,22μm.
c. Inokulasi Virus Tanaman
Tanaman kacang yang telah dipelihara selama 2 minggu diukur
tingginya. Polybag yang satu sebagai uji dan polybag yang lain sebagai
kontrol. Setelah diukur tanaman dilukai dengan arang. Kemudian tanaman
diinokulasikan sap dengan cotton bud steril pada bagian yang telah dilukai.
Daun yang telah dilukai dibungkus dengan plastik bening dan diikat dengan
solatip. Lalu diinkubasi dan dirawat selama 7 hari di green house, setelah 7
hari diukur tinggi tanaman dan diamati gejala yang timbul, seperti klorosis,
nekrosis dan kekerdilan tanaman.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 3.1 Pengamatan Postulat Koch Rombongan I dan II


Kelompok / Pengamatan
Rombongan Klorosis Nekrosis Tanaman kerdil
1/I ++ ++ √
2/I ++ ++ √
3/I ++ + -
1/II + - -
2/II - - -
3/II + ++ -
4/II + - -
5/II - - -
KET:
(++) banyak terdapat klorosis/nekrosis
(+) sedikit terdapat klorosis/nekrosis
(-) tidak terdapat klorosis/nekrosis
Tanaman kercil diisi (√) tanaman mengalami kekerdilan
(-) tanaman tidak mengalami kekerdilan

Berdasarkan hasil pengamatan bahwa pada kelompok 1 dan 2 pada


rombongan 1 mengalami banyak klorosis dan nekrosis serta mengalami kekerdilan
sedangkan pada kelompok 3 menunjukkan banyak terjadi klorosis, sedikit terjadi
nekrosis dan tidak mengalami kekerdilan. Hasil yang didapat rombongan 2 sedikit
berbeda yaitu semua kelompok tanaman ujinya tidak mengalami kekerdilan,
sedangkan yang mengalami banyak nekrosis adalah kelompok 3 selebihnya tidak
mengalami nekrosis. Sedikit klorosis terjadi pada kelompok 1, 3 dan 4, sedangkan
kelompok 2 dan 5 tidak mengalaminya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bos (1983)
bahwa tanaman dengan perlakuan diberi sap menunjukkan gejala sama seperti pada
tanaman terserang virus yang diambil sapnya, berarti memenuhi keempat kriteria
pada Postulat Koch. Keempat kriteria tersebut harus dipenuhi untuk menentukan
hubungan sebab akibat antara virus dan penyakit yang ditimbulkan.
Gambar 3.1 Tanaman Kontrol Gambar 3.2 Tanaman Yang
Diinfeksi Virus

Gambar 3.3 Tanaman Kontrol Gambar 3.4 Tanaman Yang


Hari ke 7 Diinfeksi Virus hari ke 7

Berdasarkan hasil yang didapat oleh kelompok kami, dapat dilihat bahwa
pada tanaman uji yang diinfeksi virus pada hari ketujuh tidak mengalami gelaja
penyakit seperti nekrosis, klorosis dan tidak mengalami kekerdilan. Tinggi tanaman
yang diinfeksi virus pada awalnya adalah 78 cm, kemudian 7 hari setelah diberi
perlakuan tingginya menjadi 126,5 cm. Jika dibandingkan dengan tanaman kontrol
yang tinggi awalnya adalah 31 cm dan pada hari ketujuh menjadi 74 cm, tanaman
yang diinfeksi virus mengalami pertumbuhan tinggi yang relatif sama yaitu sekitar
40 cm. Oleh sebab itu, kelompok kami menyimpulkan bahwa tanaman yang diinfeksi
virus tidak mengalami kekerdilan. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan postulat
koch, menurut pernyataan Foster et al. (2008), keberhasilan inokulasi secara mekanis
tergantung pada konsentrasi virus dalam sap, sumber inokulum, metode penyiapan
inokulum, ketahanan virus terhadap sap, dan tanaman inang. Kondisi lingkungan
sebelum dan sesudah inokulasi, seperti cahaya dan suhu juga mempengaruhi
keberhasilan. inokulasi. Daun yang terinfeksi virus umumnya memiliki kenampakan
daun yang permukaannya halus, berbercak dan tidak berlubang.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang telah dilakukan dapat


diambil kesimpulan bahwa:
1. Postulat Koch adalah metode yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
virus yang menginfeksi suatu tumbuhan.
2. Penularan penyakit yang disebabkan oleh virus tumbuhan dilakukan dengan cara
membuat sap dari tanaman yang berpenyakit selanjutnya dioleskan pada daun
tanaman sehat yang sebelumnya telah diberi pelukaan. Daun tanaman yang telah
diolesi dengan sap, kemudian dibungkus dengan plastik transparan agar tanaman
kontrol tidak ikut terinfeksi serta untuk menjaga kondisi tetap lembab sehingga
virus dapat berkembang pada tanaman inang.

B. Saran

Sebaiknya perawatan terhadap tanaman kacang panjang baik pada tanaman


kontrol atau tanaman uji harus dilakukan dengan baik agar hasil pengamatan yang
diperoleh sesuai dengan yang diharapkan, serta tidak hanya satu daun yang
diinokulasi virus, agar ketika daun tanaman yang terinfeksi virus mati, masih ada
daun yang lain.
DAFTAR REFERENSI

Akin, H. M., 2006. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta: Kanisius.

Bollard, T. & Braille, A., 1993. A simple greenhouse climate control model
incorporating effects on ventilation and evaporative cooling. Agricultural and
Forest Meteorology, 65, pp. 145-157.

Bos, L., 1983. Pengenalan Virologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Foster, G., Annan, J. D., Schmidt, G.A., & Mann, M.E., 2008. Comment on "Heat
Capacity, Time Constant, and Sensitivity of Earth's Climate System" by S.E.
Schwartz. J. Geophys, 113(1), pp. 1-8.

Liu, R., Vaishnav, R. A., Roberts, A. M. & Friedland, R. P., 2013. Humans Have
Antibodies Against A Plant Virus: Evidence From Tobacco Mosaic
Virus. PloS one, 8(4), pp. 1-7.
Pracaya., 2007. Hama & Penyakit Tumbuhan Edisi Revisi. Salatiga: Agriwawasan.

Rivers, T., 1989. Viruses and Koch’s Postulate. Journal of Bacteriology, 33(1). New
York : The Rockefeller Institute for Medical Research.

Suseno, R., 1990. Diktat Virologi Tumbuhan. Bogor: IPB.


Portofolio

1. Sebut dan jelaskan 5 jenis virus yang menginfeksi tumbuhan !


Jawab
 Tobacco mosaic virus (TMV) virus ini tidak bisa masuk lewat vektor
serangga, penularannya lewat cara mekanis dan ditandai oleh nekrosis dan
klorosis serta kekerdilan tanaman.
 Cowpea mild motle virus (CMMV) virus ini menyerang kedelai, disebabkan
oleh penurunan produksi vegetatif dan generatif. ditandai oleh nekrosis dan
malformasi.
 Bean common mosaic virus (BCMV) virus ini menyerang kacang-kacangan
cirinya nekrosis dan klorosis, penularannya lewat semua cara.
 Rice tungro bacilliform virus (RTBV) atau rice tungro spericle virus (RTSV)
virus ini melalui vektor vereng hijau RTBV bentuk basil RTSV bentuk bulat.
 Cucumber mosaic virus (CMV), virus ini memiliki gejala mosaic ringan
ditandai oleh nekrosis dan klorosis.

Anda mungkin juga menyukai