Anda di halaman 1dari 5

TINDAKAN INDUKSI

No. Dokumen :
No. Revisi :
SOP
TanggalTerbit :
Halaman :1/5
KLINIK
PRATAMA
IIP WIBAWA PUTRA
RAWAT INAP
MULTAZAM
1. Pengertian Induksi persalinan yaitu tindakan baik secara operatif maupun
medicinal untuk merangsang timbulnya kontraksi uterus sehingga
terjadi persalinan. Akselerasi persalinan yaitu meningkatkan
frekuensi, lama dan kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan.
2. Tujuan Mencapai kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit lamanya 40 detik.
3. Kebijakan Keputusan Pimpinan Klinik Pratama Rawat Inap Multazam Nomor
: Tentang Tindakan Induksi di Klinik Pratama Rawat Inap Multazam
4. Referensi 1. Bernstein, P, Strategies to Reduce the Incidence of Cesarean
Delivery, XVI World Conggress of the International Federation of
Gynecology and Obstetric, 2014
2. Cunningham, MacDonald, Grant: Operative Obstetric, cesarean
Delivery and Postpartum Hysterectomi. William Obstetric 21th ed,
2016, 537-60
5. Prosedur/ A. Prosedur
Langkah- 1. Dilakukan pada pasien :
Langkah a. Post term ( usia kehamilan > 42 minggu )
b. PRM ( premature ruptura membrane ) > 12 jam
c. PRM ( premature rupture membrane ) dengan
infeksi intra uteri.
d. Kemacetan persalinan karena tenaga ibu
2. Syarat dan indikasi terpenuhi serta tidak ada kontra
indikasi
3. Dikerjakan oleh PPDS pathol B & Chief
Langkah-langkah
B. Amniotomi
1. Petugas mengkaji ulang indikasi
2. Petugas memeriksa DJJ (Denyut Jantung Janin).
3. Petugas melakukan pemeriksaan serviks dan mencatat
konsistensi, posisi, penipisan dan pembukaannya
dengan menggunakan sarung tangan DTT.
4. Petugas memasukan setengah kocher yang dipegang
tangan kiri dan dengan bimbingan jari tengah kanan
hingga menyentuh selaput ketuban.
5. Petugas menggerakan kedua ujung jari tangan dalam
untuk memorehkan gigi kocher hingga memorehkan gigi
kocher hingga merobek selaput ketuban.
6. Petugas mengamati air ketuban yang mengalir kemudian
mencatat warnanya, kejernihan, pewarnaan mekoneum
dan jumlahnya. Jika ada pewarnaan mekoneum
tandanya suspek gawat janin.
7. Petugas memperrtahankan jari tangan dalam vagina
agar air ketuban mengalir perlahan dan yakin tidak
teraba bagian kecil janin atau tali pusat yang
menumbung.
8. Petugas memeriksa DJJ setelah melakukan amniotomi
dan pada saat sesudah kontraksi uterus. Apabila ada
kelainan DJJ ( kurang dari 100 atau lebih dari 160/menit )
tandanya suspek gawat janin.
9. Petugas memasang infus yang telah dioplos dengan
oksitosin injeksi Jika proses persalinan tidak terjadi
dalam 1 jam setelah amniotomi , dan jika HIS 2 kali
dalam 10 menit lama 20 detik.
10. Petugas memasang infus dengan oksitosin bersamaan
dengan amniotomi pada persalinan dengan masalah
misalnya sepsis atau eklampsia.

C. Cara Okstisosin
1. Petugas mengkaji ulang indikasi.
2. Petugas mengatur posisi pasien dengan miring ke kiri.
3. Petugas menggunakan oksitosin secara hati-hati karena
gawat janin dapat terjadi diakhiri hiperstimulasi. Walaupun
jarang, ruptura uteri dapat pula terjadi terutama pada multi
para.
4. Petugas memperhatikan dosisi oxytosin 5 IU dalam
dextrose atau garam fisiologis mulai 8 tpm dinaikkan 4 tpm
setiap 15 menit, dipertahankan sampai his adekuat /
maksimal, 40 tpm.
5. Petugas memantau kembali denyut nadi, tekanan darah
dan kontraksi uterus pasien, juga DJJ.
6. Petugas mencatat semua pengamatan pada partograf tiap
30 menit, kecepatan infus, frekuensi dan lamanya
kontraksi uterus, DJJ didengarkan tiap 30 menit atau
langsung setelah kontraksi uterus. Apabila terjadi gawat
janin segera hentikan infus.
7. Petugas memperhatikan jika terhadap hiperstimulasi (lama
kontraksi uterus lebih dari 4 kali dalam 10 menit atau lama
kontraksi uterus lebih dari 60 detik), hentikan infus dan
kurangi hiperstimulasi dengan:
a. Terbutolin 250 mcg pelan-pelan selama 5 menit.
b. Salbutamol 5mg dalam 500cc cairan garam fisiologik
atau Ringer Laktat 10 tetes/ menit.
8. Petugas melakukan sectio ceaserea jika masih tidak
mencapai kontraksi uterus yang adekuat dengan dosis
oksitosin maksimal karena hal tersebut dianggap gagal
induksi.

D. Cara Prostaglandin
1. Petugas memantau denyut nadi, tekanan darah, kontraksi
uterus pasien dan DJJ. Kemudian mencatat semua
pengamatan dengan partograf.
2. Petugas mengkaji ulang indikasi.
3. Petugas menempatkan prostaglandin E2 (PG E2) bentuk
ovula 3mg atau gel 2-3 mg pada forniks posterior vagina,
dapat diulang 6 jam kemudian (jika kontraksi tidak timbul)
4. Petugas menghentikan pemberian prostaglandin dan
mulai memasang infus oxytosin jika :
a. Ketuban pecah
b. Pematangan serviks telah tercapai
c. Proses persalinan telah berlangsung
d. Pemakaian prostaglandin telah berlangsung 24 jam
E. Cara Misoprostol
Penggunaan misoprostol untuk pematangan serviks :
Pada kasus Pre-Eklamsi berat/eklamsia dengan serviks belum
matang, post term dilanjutkan dengan oksitosin drip. Kematian
janin dalam rahim lenih dari 4 minggu belum inpartu dan
terdapat tanda-tanda gangguan pembekuan darah.
Cara :
1. Petugas menempatkan tablet misoprostol 25 mcg pada
forniks posterior vagina, jika konstraksi uterus tidak timbul
dapat diulangi setiap 6 jam selama 24 jam.
2. Petugas harus memperhatikan setiap kali pemberian
misoprostol tidak boleh lebih dari 25 mcg dan jangan lebih
dari 4 dosis atau 200 mcg.
3. Misoprostol mempunyai resiko peningkatan rupture uteri,
oleh karena itu hanya dikerjakan di pelayanan kesehatan
yang lengkap (ada fasilitas operasi ).
6. BaganAlir -
7. Hal-hal yang
perlu
diperhatikan
8. Unit Terkait 1. Pendaftaran
2. Rekam Medis
3. VK
4. Farmasi
9. Dokumen terkait 1. Buku register pasien
2. Buku RM
10. Rekaman
Historis
No. Yang diubah Isi perubahan Tanggal mulai
perubahan
diberlakukan

Anda mungkin juga menyukai