Sharing
Sharing
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Di Indonesia kesehatan gigi dan mulut merupakan hal yang perlu mendapat
perhatian dari pemerintah. Hal ini disebabkan tingginya angka kejadian masalah
gigi dan mulut di Indonesia, yakni sekitar 90% penduduk menderita penyakit gigi
dan mulut. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2013,
prevalensi penduduk Provinsi Sumatera Selatan yang bermasalah gigi dan mulut
adalah sebesar 19,5% dan pada penelitian tersebut 29,3% yang menerima
perawatan dari tenaga medis gigi (dokter gigi spesialis, dokter gigi, perawat
gigi).20
Stomatitis atau yang lebih dikenal masyarakat awam adalah sariawan
merupakan salah satu keadaan yang sering terjadi secara berulang atau rekuren
pada mukosa mulut sesorang, dapat dikatakan bahwa setiap orang pasti pernah
mengalami sariawan baik yang ringan maupun yang berat sampai sariawan
tersebut mengganggu fungsi fisiologis dari jaringan rongga mulut dan dapat
menyebabkan seseorang penderita mengalami gangguan bicara, mengunyah
menelan bahkan kelainan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi tubuh
bila terjadi dalam waktu yang lama dengan frekuensi kejadian yang sering.
Dikalangan masyarakat awam yang hampir secara rutin mengalami sakit
berupa luka-luka didalam mulutnya, mereka menyebutnya dengan nama sariawan
atau panas dalam. Sedangkan dari kalangan medis penyakit ini dikenal dengan
nama stomatitis.
Stomatitis adalah inflamasi lapisan struktur jaringan lunak apapun pada
mulut. Stomatitis biasanya merupakan kondisi yang menyakitkan, yang terkait
dengan kemerahan, pembengkakan, dan kadang-kadang perdarahan dari daerah
yang terkena. Bau mulut (halitosis) juga mungkin menyertai keadaan ini.
Stomatitis terjadi pada semua kelompok umur, dari bayi hingga dewasa tua.
Sariawan merupakan penyakit mulut yang relative sering terjadi di masyarakat.
Penyakit ini relative ringan dan tidak membahayakan keselamatn hidup manusia,
namun dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya, terutama pada penderita
yang mengalami stomatitis secara berulang-ulang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Mukosa Mulut
Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara anatomis
oleh bukal, palatum durum, palatum molle, dan lingua. Bukal membentuk dinding
bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut. Pada bagian eksternal, bukal
dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada bagian internalnya, bukal dilapisi oleh
membran mukosa, yang terdiri dari epitel pipih berlapis yang tidak berkeratin.
Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding bukal dan jaringan ikat tersusun
di antara kulit dan membran mukosa bukali. Bagian anterior dari bukal berakhir
pada labial (Tortora et al., 2009).
Jaringan lunak mulut terdiri dari mukosa bukal, labial, ginggiva, lingua,
palatum, dan dasar mulut. Struktur jaringan lunak mulut terdiri dari lapisan tipis
jaringan mukosa yang licin, halus, fleksibel, dan berkeratin atau tidak
berkeratin. Jaringan lunak mulut berfungsi melindungi jaringan keras di
bawahnya; tempat organ, pembuluh darah, saraf, alat pengecap, dan alat
pengunyah. Secara histologis jaringan mukosa mulut terdiri dari 3 lapisan.21
1. Lapisan epitelium, yang melapisi di bagian permukaan luar, terdiri dari
berlapis–lapis sel mati yang berbentuk pipih atau datar dimana lapisan
sel–sel yang mati ini selalu diganti terus–menerus dari bawah, dan sel–sel
ini disebut dengan stratified squamous epithelium. Struktur stratified
squamous epithelium dari mukosa mulut meliputi kedua permukaan, yaitu
mukosa mulut tidak berkeratin seperti pada mukosa pipi, bibir, palatum
mole, dasar rongga mulut, serta mukosa berkeratin seperti palatum dan
alveolar ridges. Terdiri dari stratum corneum, stratum granulosum,
stratum spinosum dan stratum basale.
2. Membrana basalis, yang merupakan lapisan pemisah antara lapisan
epitelium dengan lamina propria, berupa serabut kolagen dan elastis.
Terdiri dari lamina lucida dan lamina densa.
3. Lamina propria, pada lamina propria ini terdapat ujung–ujung saraf rasa
sakit, raba, dan suhu. Selain ujung–ujung saraf tersebut terdapat juga
pleksus kapiler, jaringan limfa, dan elemen–elemen penghasil sekret dari
kelenjar–kelenjar ludah kecil. Kelenjar ludah yang halus terdapat di
seluruh jaringan mukosa mulut, tetapi tidak terdapat di jaringan mukosa
gusi kecuali di mukosa gusi daerah retromolar. Disamping itu lamina
propria ini sebagian besar terdiri dari serabut kolagen, serabut elastin dan
sel–sel fibroblast & makrofag, sel mast, sel inflamatori serta sel– sel
darah yang penting untuk pertahanan melawan infeksi. Jadi mukosa ini
menghasilkan sekret, bersifat protektif, dan sensitif.22
Mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman–kuman atau
rangsangan–rangsangan yang bersifat merusak. Mukosa mulut dapat
mengalami kelainan yang bukan merupakan suatu penyakit tetapi
merupakan kondisi herediter. Pada keadaan normal di dalam rongga
mulut terdapat bermacam–macam kuman yang merupakan bagian
daripada “flora mulut” dan tidak menimbulkan gangguan apapun dan
disebut apatogen. Jika daya tahan mulut atau tubuh menurun, maka
kuman–kuman yang apatogen itu menjadi patogen dan menimbulkan
gangguan atau menyebabkan berbagai penyakit atau infeksi.22
2.3 Stomatitis
2.3.1 Definisi
Stomatitis merupakan radang yang terjadi pada mukosa mulut yang
biasanya berupa bercak putih kekuningan dengan permukaan yang agak
cekung. Bercak itu dapat berupa bercak tunggal maupun kelompok.
Stomatitis yang terjadi berulang pada rongga mulut disebut Reccurent
Apthous Stomatitis (RAS). RAS merupakan salah satu kelainan mukosa
yang paling sering terjadi dan menyerang kira–kira 15-20% populasi di
Inggris. Penyakit ini umumnya terjadi dan seringkali mengenai wanita
dan laki–laki. Prevalensi yang lebih tinggi juga didapatkan pada golongan
sosial ekonomi atas dan di antara para mahasiswa selama waktu–waktu
ujian.4,5
Manifestasi klinis dari RAS adalah ulser tunggal atau multipel,
dangkal, bulat, lonjong dan sakit. Prevalensi pada populasi secara umum
berkisar 50-66%. Hipotesis dari terjadinya RAS bermacam-macam
tergantung pada faktor pemicunya, antara lain disebabkan karena alergi,
faktor genetik, kekurangan nutrisi, kelainan hematologi, hormonal,
infeksi, trauma dan stres.6
Didalam rongga mulut, RAS merupakan kondisi yang paling
banyak dijumpai pada jaringan lunak mukosa. Diperkirakan sebanyak
15% - 20% populasi penduduk diseluruh dunia terserang penyakit seperti
ini. Penyakit ini nampak lebih banyak di Amerika Utara khususnya pada
kelompok sosial ekonomi rendah, insiden ini nampak hingga mendekati
40%.7
2. Leukimia
Komplikasi oral leukimia sering berupa ulkus mucosa, hipertrofi gingiva,
petechie, ekimosis, dan hemoragik . Ulserasi palatum dan nekrosis dapat
menjadi pertanda adanya mucormycosis cavum nasalis dan sinus
paranasalis. Enam belas persen dan 7% pasien dengan leukimia akut
dilaporkan mengalami mukositis dan gingivitis. Infeksi bakterial rongga
mulut merupakan hal yang sering dan harus segera dideteksi dan diobati
secara agresif. Pengobatan leukimia dengan agen kemoterapi dapat
mengakibatkan reaktivasi Herpes Simplex Virus (HSV) yang dapat
mengakibatkan terjadinya mukositis. Namun mukositis akibat
kemoterapi dapat terjadi tanpa reaktivasi HSV, karena penipisan
permukaan mukosa dan/atau supresi sumsum tulang yang mengakibatkan
invasi organisme oportunistik pada mukosa.