Anda di halaman 1dari 106

ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT EKONOMI KONVERSI

KAWASAN HUTAN MENJADI PERTAMBANGAN


BATUBARA
(Studi Kasus: WIUP PTBA Bukit Munggu,
Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim,
Provinsi Sumatera Selatan)

ESYA SHADRINA RAHMAPUTRI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Biaya dan Manfaat
Ekonomi Konversi Lahan Kawasan Hutan Menjadi Pertambangan Batubara (Studi
Kasus: WIUP PTBA Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara
Enim, Sumatera Selatan) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya
melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Esya Shadrina Rahmaputri


NIM H44100103
ABSTRAK
ESYA SHADRINA RAHMAPUTRI. Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi
Konversi Lahan Kawasan Hutan Menjadi Pertambangan Batubara (Studi Kasus:
WIUP PTBA Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim,
Provinsi Sumatera Selatan). Dibimbing oleh ADI HADIANTO.

Batubara adalah salah satu sumberdaya alam yang masih sangat dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Konsumsi batubara Indonesia setiap
tahun mengalami peningkatan sekitar 13.4 persen per tahun (BPPT, 2013). Hal
tersebut berdampak pada produksi batubara nasional yang terus meningkat,
sehingga menuntut adanya perluasan areal pertambangan batubara. Salah satu
wilayah yang akan menjadi perluasan areal pertambangan batubara adalah
kawasan hutan Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Provinsi Sumatera
Selatan. Namun, perluasan areal pertambangan batubara harus mengorbankan
beberapa nilai lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi manfaat
dan biaya pertambangan batubara, mengestimasi nilai ekonomi sumberdaya
kawasan hutan Bukit Munggu, dan menganalisis biaya dan manfaat ekonomi
rencana kegiatan konversi kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan
batubara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah valuasi nilai
ekonomi kawasan hutan menggunakan Contingen Valuation Method (CVM) dan
analisis market value serta metode analisis market value untuk pertambangan
batubara, sedangkan untuk analisis biaya dan manfaat ekonomi kegiatan konversi
menggunakan B/C rasio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manfaat yang
dapat dihasilkan dari produksi batubara di kawasan hutan Bukit Munggu adalah
sekitar empat triliun rupiah per tahun, biaya untuk pertambangan batubara adalah
sekitar satu triliun rupiah per tahun, dan Total Economic Value (TEV) sebagai
opportunity cost adalah sekitar seratus tujuh puluh ribu triliun rupiah per tahun.
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan B/C rasio dari kegiatan konversi adalah
< 1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa konversi lahan kawasan hutan Bukit
Munggu menjadi pertambangan batubara perlu dipertimbangkan kembali.

Kata kunci: Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi, Kawasan Hutan, Pertambangan
Batubara, Nilai Total Ekonomi.
ABSTRACT

ESYA SHADRINA RAHMAPUTRI. Economic Cost and Benefit Analysis of


Forest Land Conversion to Coal Mining. (Case Study: WIUP PTBA Bukit
Munggu, Tanjung Enim District, Muara Enim Regency, South Sumatra Province).
Supervised by ADI HADIANTO

Coal is one of natural resources that is still needed to meet the need of
national energy. The consumption of Indonesian coal increases about 13.4 persen
every year (BPPT, 2013). This influeces the production of national coal which
keeps increasing so that this requires the extension of coal mining area. One of
the areas that will be become the coal mining area extension are Bukit Munggu
forest area, Tanjung Enim District, South Sumatra Province. However, this
extension must sacrifice some environmental value. This research aimed to
estimate the cost and benefit of coal mining, to estimate the economic value of
Bukit Munggu forest resources, and to analyze the economic cost and benefit of
plan to change the function of Bukit Munggu forest to coal mining. The method
used in this research was valuation of economic value of forest area using
Contingen Valuation Method (CVM) and market value analysis and the method of
market value analysis for coal mining. Whereas the analysis of economic cost and
benefit of conversion activity used B/C ratio. The results showed that the benefit
yielded from the coal production in Bukit Munggu forest area was about four
trillion rupiah per year, cost for coal mining was about one trillion rupiah per
year, and total economic value (TEV) as the opportunity cost was about one
hundred seventy thusand trillion rupiah per year. Based on the calculation result,
B/C ratio obtained from conversion activity was < 1. The result showed that the
land conversion of Bukit Munggu forest area to coal mining should be
reconsidered.

Keywords : Economic Cost and Benefit Analysis, Forest Area, Coal Mining,
Total Economic Value.
ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT EKONOMI KONVERSI
KAWASAN HUTAN MENJADI PERTAMBANGAN
BATUBARA
(Studi Kasus: WIUP PTBA Bukit Munggu,
Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Provinsi
Sumatera Selatan)

ESYA SHADRINA RAHMAPUTRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul
skripsi ini adalah Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi Konversi Lahan Kawasan
Hutan Menjadi Pertambangan Batubara (Studi Kasus: WIUP PTBA Bukit
Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera
Selatan). Penelitian dilakukan sejak bulan Februari 2014.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Adi Hadianto, SP, M.Si selaku
pembimbing. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada Bapak Novindra, SP,
M.Si selaku dosen penguji utama dan Bapak Benny Osta Nababan SPi, M.Si
selaku dosen penguji Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Wali Al Hasuna
beserta staf satuan kerja perencanaan jangka panjang dari PTBA yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, danadik-adik tersayang, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada teman-teman satu bimbingan Atika
Dewi, Ayu Amalia, Dwi Saputra, Entin Febriana, Fikri Nuriyatul, Niki Nurul,
Rita Pajarwati, Nurul Puspita, dan Shiraz Fayeza. Terakhir penulis sampaikan
terima kasih atas segala dukungan dari sahabat-sahabat terdekat Yunus
Djamaluddin, Syarifah Dwi, Melinda, Dian Sidhikah, Yani Luvitasari, Dewi
Kuraesin, Tiffany, Asnidar Reni, Rina serta rekan-rekan ESL 47 dan CENTURY
2010-2013. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Esya Shadrina Rahmaputri


DAFTAR ISI

Halaman
PRAKATA ....................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 10
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 10
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 11
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 12
2.1 Definisi dan Kebijakan ....................................................................... 12
2.1.1 Pertambangan Batubara ........................................................... 12
2.1.2 Kawasan Hutan ........................................................................ 14
2.2 Teori Valuasi ...................................................................................... 16
2.2.1 Valuasi Ekonomi Sumber Daya ............................................... 16
2.2.2 Contingen Valuation Method (CVM) ...................................... 20
2.2.3 Model Regresi Linier Berganda ............................................... 22
2.2.4 Analisis Market Value .............................................................. 23
2.3 Konsep Biaya dan Manfaat Ekonomi ................................................ 23
2.4 Penelitian Terdahulu .......................................................................... 26
III. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................... 28
IV. METODE PENELITIAN ........................................................................ 31
4.1 Lokasi dan Waktu .............................................................................. 31
4.2 Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 31
4.3 Metode Pengambilan Sampel ............................................................. 32
4.4 Metode Analisis Data ......................................................................... 32
4.4.1 Contingen Valuation Method (CVM) ...................................... 33
4.4.2 Analisis Regresi dalam CVM .................................................. 35

ii
4.4.2.1 Hipotesa ...................................................................... 36
4.4.2.1 Pengujian Parameter ................................................... 36
4.4.3 Analisis Market Value .............................................................. 37
4.4.4 Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi ..................................... 39
V. GAMBARAN UMUM .............................................................................. 41
5.1 Wilayah Penelitian ................................................................................ 41
5.2 Karakteristik Responden ....................................................................... 45
5.2.1 Jenis Kelamin ............................................................................. 45
5.2.2 Status Pernikahan ....................................................................... 45
5.2.3 Usia ............................................................................................ 46
5.2.4 Pendidikan .................................................................................. 46
5.2.5 Pekerjaan .................................................................................... 47
5.2.6 Pendapatan ................................................................................. 48
5.2.7 Jumlah Tanggungan ................................................................... 48
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 49
6.1 Analisis Biaya dan Manfaat Pertambangan Batubara .......................... 49
6.1.1 Manfaat Pertambangan Batubara .............................................. 49
6.1.2 Biaya Pertambangan Batubara .................................................. 52
6.2 Analisis Nilai Penggunaan Kawasan Hutan ........................................ 54
6.2.1 Nilai Air ................................................................................... 55
6.2.2 Nilai Karbon .............................................................................. 55
6.2.3 Nilai Oksigen ............................................................................ 56
6.2.4 Nilai Rumput ............................................................................. 57
6.2.6 Analisis Willingness To Pay (WTP) ................................. 58
6.2.6.1 Analisis WTP Existence Value ............................. 58
6.2.6.2 Analisis WTP Bequest Value ............................... 61
6.2.6.3 Analisis WTP Option Value ................................. 64
6.2.7 Nilai Total Ekonomi Kawasan Hutan ............................... 66
6.3 Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi Konversi .................................. 67
VII. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 71
7.1 Simpulan ............................................................................................ 71
7.2 Saran ................................................................................................... 72

iii
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 73
LAMPIRAN ...................................................................................................... 77
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 88

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1 PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2008-2012 ......................................................................................... 2
2 Matriks Metode Valuasi ............................................................................... 19
3 Penelitian Terdahulu .................................................................................... 26
4 Metode Analisis Data ................................................................................... 32
5 Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kecamatan Lawang Kidul
Tahun 2013 .................................................................................................. 43
6 Luas Wilayah Kelurahan Tanjung Enim Berdasarkan Penggunaan
Tahun 2013 .................................................................................................. 44
7 Biaya Pertambangan Batubara ..................................................................... 53
8 Nilai Air ....................................................................................................... 55
9 Nilai Karbon ................................................................................................. 56
10 Nilai Oksigen ............................................................................................... 57
11 Peternak Sapi di Kawasan Hutan ................................................................. 57
12 Nilai Rumput ................................................................................................ 58
13 WTP Existence Value Responden ................................................................ 59
14 Analisis Linier Berganda WTP Existance Value ......................................... 60
15 WTP Bequest Value Responden ................................................................... 62
16 Analisis Linier Berganda WTP Bequest Value ............................................ 63
17 WTP Option Value Responden .................................................................... 64
18 Analisis Linier Berganda WTP Option Value .............................................. 65
19 Nilai Total Ekonomi Kawasan Hutan .......................................................... 67
20 Manfaat dan Biaya Ekonomi Kegiatan Konversi Kawasan Hutan .............. 68

iv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1 Potensi Batubara Indonesia ......................................................................... 3
2 Pasokan Batubara Indonesia Tahun 2007-2011 .......................................... 5
3 Diagram Nilai Sumber Daya Alam dan Lingkungan .................................. 18
4 Kerangka Pemikiran .................................................................................... 30
5 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ................................ 45
6 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan .......................... 46
7 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ................................................ 46
8 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ..................................... 47
9 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ....................................... 47
10 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan ..................................... 48
11 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan ....................... 48
12 Produksi Batubara PT. A Unit Tanjung Enim Tahun 2008-2012 ........ 50
13 Penjualan Batubara PT. A Unit Tanjung Enim Tahun 2008-2012 ...... 51

v
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1 Kurva Penawaran WTP Existence Value .................................................... 78
2 Kurva Penawaran WTP Bequest Value ........................................................ 78
3 Kurva Penawaran WTP Option Value ......................................................... 78
4 Hasil Estimasi Regresi Berganda WTP Existence Value ............................ 79
5 Hasil Uji Kolgomornov-Smirnov WTP Existence Value ............................ 80
6 Hasil Uji Scatter plot WTP Existence Value................................................ 80
7 Hasil Uji Gletser WTP Existence Value ...................................................... 81
8 Hasil Estimasi Regresi Berganda WTP Bequest Value................................ 82
9 Hasil Uji Kolgomornov-Smirnov WTP Bequest Value ............................... 83
10 Hasil Uji Scatter plot WTP Bequest Value .................................................. 83
11 Hasil Uji Gletser WTP Bequest Value ......................................................... 84
12 Hasil Estimasi Regresi Berganda WTP Option Value ................................. 85
13 Hasil Uji Kolgomornov-Smirnov WTP Option Value ................................. 86
14 Hasil Uji Scatter plot WTP Option Value .................................................... 86
15 Hasil Uji Gletser WTP Option Value ........................................................... 87

vi
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan


sumberdaya alam yang melimpah, baik sumberdaya alam pulih maupun tidak
pulih. Sumberdaya alam tersebut harus dimanfaatkan secara bijak dan optimal
agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Fauzi (2010), secara
umum sumberdaya alam dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok. Pertama
adalah kelompok yang kita sebut sebagai kelompok stok. Sumberdaya ini
dianggap memiliki cadangan yang terbatas sehingga eksploitasi terhadap
sumberdaya tersebut akan menghabiskan cadangan sumberdaya. Apa yang kita
manfaatkan sekarang mungkin tidak lagi tersedia di masa mendatang. Dengan
demikian, sumberdaya stok dikatakan tidak dapat diperbarui (non-renewable) atau
terhabiskan (exhaustible). Kelompok kedua adalah sumberdaya alam yang kita
sebut “flows” (alur). Pada jenis sumberdaya ini jumlah kuantitas fisik dari
sumberdaya berubah sepanjang waktu. Berapa jumlah yang kita manfaatkan
sekarang, bisa mempengaruhi atau bisa juga tidak mempengaruhi ketersediaan
sumberdaya di masa mendatang. Dengan kata lain, sumberdaya jenis ini dikatakan
dapat diperbarui (renewable).
Salah satu kekayaan sumberdaya alam melimpah yang dimiliki oleh
Indonesia adalah sumberdaya tambang. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup
(2011), kekayaan sumber daya tambang ini telah berperan penting dalam
mendukung pembiayaan pembangunan nasional. Meninjau dari struktur Produk
Domestik Bruto (PDB) selama tahun 2006-2010 terungkap bahwa sektor
pertambangan dan penggalian berkontribusi sekitar 11 persen. Kontribusi ini
sepertinya akan tetap bertahan, bahkan cenderung meningkat pada beberapa tahun
ke depan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), berdasarkan harga berlaku tahun
2009-2013 PDB Indonesia tiap tahun semakin meningkat. Peningkatan PDB
Indonesia dipengaruhi oleh beberapa sektor lapangan usaha. Lapangan usaha yang
paling berpengaruh pada peningkatan PDB Indonesia adalah lapangan usaha
pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan serta lapangan usaha
2

pertambangan dan penggalian. Pada Tabel 1 dapat dilihat data statistik PDB atas
dasar harga berlaku menurut lapangan usaha:

Tabel 1 PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan
Usaha (Milyar Rupiah) Tahun 2008-2012
Tahun
Lapangan Usaha
2008 2009 2010 2011 2012(*)
1. Pertanian, 284 619.10 295 883.80 304 777.10 315 036.80 328 279.70
peternakan,
kehutanan,
perikanan
2. Pertambangan 172 496.30 180 200.50 187 152.50 189 761.40 193 115.70
dan
penggalian
3. Industri 557 764.40 570 102.50 597 134.90 633 781.90 670 190.60
Pengolahan
4. Listrik, gas, 14 994.40 17 136.80 18 050.20 18 921.00 20 080.70
dan air bersih
5. Konstruksi 131 009.60 140 267.80 150 022.40 159 993.40 170 884.80
6. Perdagangan, 363 818.20 368 463.00 400 474.90 437 199.70 473 110.60
hotel, dan
restoran
7. Pengangkutan 165 905.50 192 198.80 217 980.40 241 298.00 265 383.70
dan
komunikasi
8. Keuangan, 198 799.60 209 163.00 221 024.20 236 146.60 253 022.70
real estate, dan
jasa
perusahaan
9. Jasa-jasa 193 049.00 205 434.20 217 842.20 232 537.70 244 869.90
Total PDB 2 082 456.10 2 178 850.40 2 314 458.80 2 464 566.10 2 618 938.40

Keterangan: (*) Angka Sementara


Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)

Pada tabel terlihat bahwa sektor yang memberikan konstribusi PDB


terbesar selama periode 2008 – 2012 adalah industri pengolahan, diikuti oleh
sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Sektor pertanian,
peternakan, kehutanan dan perikanan rata-rata memberikan kontribusi sebesar 14
persen dari total PDB nasional. Sektor pertambangan adalah sektor terbesar
keempat yang memberikan kontribusi terhadap PDB nasional, yaitu rata-rata
sekitar 11 persen pada tahun 2008-2012. Sektor pertambangan baik migas maupun
non migas merupakan subsektor strategis yang selama ini menjadi tumpuan dalam
percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.
3

Subsektor pertambangan non migas salah satunya adalah batubara.


Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai kekayaan sumberdaya alam
batubara yang melimpah. Batubara adalah kekayaan sumberdaya alam yang tidak
banyak dimiliki oleh negara lain, oleh karena itu sumberdaya alam batubara yang
ada di Indonesia harus dimanfaatkan secara bijak dan optimal untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia, endapan batubara yang
bernilai ekonomis terdapat di cekungan tersier, yang terletak di bagian barat
Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya
endapan batubara tersebut tergolong usia muda, yang dapat dikelompokkan
sebagai batubara berumur tersier bawah dan tersier atas (Kementrian Energi dan
Sumberdaya Mineral, 2005).
Potensi batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau
Sumatera dan Pulau Kalimantan, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai
batubara walaupun dalam jumlah kecil, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua,
dan Sulawesi. Pada Gambar 1 dapat diketahui potensi batubara yang berada di
Indonesia. Potensi batubara terbesar di Indonesia terdapat pada Pulau Sumatera
yaitu sebesar 52 483.20 juta ton dan potensi batubara terbesar kedua berada pada
Pulau Kalimantan yaitu sebesar 52 326.23 juta ton.

Sumber: Direktorat Jendral Energi dan Batubara (2012)

Gambar 1 Potensi Batubara Indonesia


4

Dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan,


tujuan pengelolaan mineral dan batubara menurut UU No. 4 tahun 2009 Pasal 3
diantaranya:
a. Menjamin efektifitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha
pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing;
b. Menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan hidup;
c. Menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/atau
sebagai sumber 4rgani untuk kebutuhan dalam negeri;
d. Mendukung dan menumbuh kembangkan kemampuan nasional agar lebih
mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;
e. Meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta
menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat; dan
f. Menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara.
Berdasarkan Undang Undang No. 4 tahun 2009, definisi usaha
pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara
yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Sedangkan definisi batubara adalah
endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa
tumbuh-tumbuhan.
Pemerintah memperkirakan kebutuhan batubara domestik untuk tahun
2014 sebesar 95.5 juta ton dengan alokasi terbesar untuk PLN (Persero) sebesar
57.4 ton disusul kemudian untuk IPP (Independent Power Producer) sebesar 19.9
juta ton dan kebutuhan industri semen sebesar 9.8 juta ton. Dimana pada tahun
2013 pemanfaatan batubara dalam negeri adalah sebesar 72 juta ton. Kebutuhan
akan batubara tiap tahun memang cenderung meningkat, kebutuhan batubara yang
meningkat menyebabkan produksi batubara meningkat. Lebih jelas pasokan
batubara Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.
5

40000000
35000000
Pasokan Batu8bara (ton)
30000000
25000000
Produksi Batubara (ton)
20000000
Dalam Negeri (ton)
15000000
Ekspor (ton)
10000000 Impor (ton)
50000000
0
2007 2008 2009 2010 2011
Tahun

Sumber: Direktorat Jendral Energi dan Batubara (2012)

Gambar 2 Pasokan Batubara Indonesia Tahun 2007-2011

Produksi batubara Indonesia setiap tahun selalu mengalami peningkatan,


dimana pada tahun 2007 produksi batubara sebanyak 217 juta ton hingga pada
tahun 2011 produksi batubara mencapai 795 juta ton. Peningkatan produksi
batubara ini disebabkan oleh kebutuhan batubara yang juga terus meningkat
terutama kebutuhan batubara dalam negeri. Penggunaan batubara di Indonesia
paling panyak dimanfaatkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) serta
diikuti dengan pemanfaatan batubara untuk keperluan industri (Direktorat Jendral
Energi dan Batubara, 2012). Dimana kebutuhan batubara dalam negeri pada tahun
2007 adalah sebesar 61 juta ton hingga pada tahun 2011 kebutuhan batubara
dalam negeri mencapai 79 juta ton.
Untuk memenuhi kebutuhan energi nasional terhadap sumberdaya
batubara, maka diperlukan perluasan lahan pertambangan batubara untuk
meningkatkan jumlah produksi. Kegiatan perluasan lahan untuk pertambangan
batubara umunya dijalankan dengan mengalihfungsikan suatu lahan misalnya
lahan kawasan hutan yang dialih fungsikan atau mengkonversi menjadi lahan
pertambangan batubara. Sihaloho (2004) menjelaskan bahwa konversi lahan
adalah alih fungsi lahan khususnya dari lahan pertanian ke penggunaan non
pertanian atau dari lahan non pertanian ke lahan pertanian.
6

Tidak semua lahan yang dikonversi menjadi pertambangan batubara


adalah lahan yang sebelumnya dimanfaatkan, baik oleh masyarakat maupun oleh
pemilik lahan itu sendiri. Salah satunya adalah lahan yang direncanakan sebagai
perluasan pertambangan batubara yang akan dilakukan di wilayah Bukit Munggu,
Kelurahan Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Wilayah ini adalah wilayah yang
kaya akan sumberdaya batubara, untuk melakukan kegiatan pertambangan
batubara lahan sebelumnya akan dikonversi atau beralih fungsi dari kawasan
hutan menjadi pertambangan batubara.
Kegiatan konversi lahan untuk pertambangan dan kegiatan pertambangan
diizinkan untuk dilakukan selama kegiatan tersebut memenuhi syarat dan aturan
yang sudah ditetapkan dalam undang-undang yang berlaku. Dalam UU 4/2009
Pasal 95 telah ditetapkan peraturan tentang kewajiban pemegang IUP (Izin Usaha
Pertambangan) dan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) diantaranya:
a. Menerapkan kaidah penambangan yang baik;
b. Mengelola keuangan sesuai sistem akuntansi Indonesia;
c. Meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral/batubara;
d. Melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat; dan
e. Mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan.
Sejak kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan IUP PTBA, perusahaan yang
mengelola kawasan hutan Bukit Munggu. Kawasan ini sebelumnya adalah hutan
belantara yang tidak menghasilkan manfaat secara langsung untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat dalam hal materil, manfaat yang dapat dihasilkan adalah
hanya manfaat tidak langsung dari ekologi yang dihasilkan hutan. Namun setelah
dikelola, kawasan hutan ini berubah menjadi kawasan yang lebih bermanfaat bagi
masyarakat disekitarnya. PTBA bekerja sama dengan pemerintah daerah
membangun banyak fasilitas di kawasan ini, diantaranya adalah jalan umum,
rumah sakit, taman kota, sarana olahraga, perumahan, dan lain-lain. Sehingga
masyarakat disekitarnya dapat merasakan peningkatan kesejahteraan hidup yang
lebih baik.
Perubahan kawasan hutan juga berdampak pada perekonomian masyarakat
disekitarnya. Masyarakat menjadi lebih kreatif untuk meningkatkan kesejahteraan
hidupnya, banyak masyarakat yang mencoba untuk membuka peluang usaha.
7

PTBA sebagai perusahaan pertambangan batubara besar juga ikut andil dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satunya adalah dengan membantu
mengembangkan usaha yang dilakukan oleh masyarakat seperti memberdayakan
masyarakat sekitar untuk memenuhi keperluan konsumsi perusahaan dan
pelatihan pembuatan pupuk sekaligus pemberian modal usaha yang nantinya
pupuk tersebut akan dibeli oleh PTBA untuk digunakan pada kegiatan reklamasi
lingkungan.
Kawasan hutan yang ada di Kelurahan Tanjung Enim tidak seluruhnya
diubah untuk digunakan sebagai fasilitas umum, lahan hutan asli masih sangat
luas. Status kawasan lahan hutan ini dimiliki oleh pemerintah, dalam hal ini
adalah Kementrian Kehutanan yang bertanggung jawab atas penggunaan lahan
hutan tersebut. PTBA sebagai pemegang IUP harus membayar biaya sewa lahan
kawasan hutan setiap tahunnya. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga
bermanfaat secara tidak langsung bagi peningkatan kesejahteraan negara maupun
masyarakat Indonesia.
Lahan yang berada di Bukit Munggu, Tanjung Enim adalah lahan yang
diatasnya terdapat kawasan hutan dimana di dalam kawasan hutan tersebut
terdapat hutan yang bermanfaat secara ekologi dan di bawahnya terdapat sumber
dayaalam batubara yang dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi. Bahkan tidak hanya masyarakat Tanjung Enim yang dapat
merasakan manfaat atas sumber daya alam tersebut, tapi secara tidak langsung
bermanfaat bagi masyarakat nasional untuk memenuhi kebutuhan energi maupun
untuk meningkatkan pendapatan negara.
Upaya untuk mengetahui manfaat sumber daya alam yang terdapat pada
kawasan hutan di Kelurahan Tanjung Enim dan penggunaan terbaik atas kekayaan
sumber daya alam tersebut menjadi sangat penting untuk dilakukan. Menurut
Fauzi (2014), valuasi ekonomi sumber daya alam dan lingkungan mampu
menyediakan informasi untuk membantu proses pengambilan keputusan terkait
dengan kebijakan publik, dalam hal ini PTBA untuk mengubah kawasan hutan
menjadi areal pertambangan batubara. Valuasi dapat menjembatani untuk menilai
manfaat dari penggunaan suatu sumber daya alam untuk kegiatan ekonomi
tertentu dibanding dengan pemanfaatan lainnya. Champs et al. (2001) dalam
8

Fauzi (2014) menyatakan bahwa kebijakan publik harus mencerminkan


pemahaman terkait dengan nilai barang publik, apalagi hal yang menyangkut
dengan sumber daya alam dan lingkungan karena nilai publik dari Sumberdaya
Alam sering tidak tercermin dalam nilai pasar. Lebih jauh dinyatakan bahwa
valuasi ekonomi harus menjadi bagian penting dalam kebijakan publik karena
valuasi ekonomi akan menjadi sumber informasi yang sangat vital dalam
melakukan analisis biaya dan manfaat yang lebih komprehensif.
Menurut Prasetya (2012), dalam menentukan manfaat dan biaya suatu
program atau proyek harus dilihat secara luas pada manfaat dan biaya sosial dan
tidak hanya pada individu saja. Berdasarkan uraian diatas, maka penting
dilakukan penelitian mengenai analisis biaya dan manfaat untuk membandingkan
penggunaan terbaik atas pemanfaatan lahan yang ada di areal kawasan hutan
Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim tersebut.

1.2 Perumusan Masalah


Sebagai wilayah yang memiliki kekayaan sumberdaya alam batubara yang
melimpah maka kekayaan sumber daya alam tersebut harus dimanfaatkan secara
optimal untuk kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan UU 4/2009 yang
menyatakan bahwa mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum
pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam yang tak terbarukan sebagai
karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam
memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai
oleh Negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian
nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara
berkeadilan.
Kawasan hutan yang berada di Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim
adalah kawasan hutan yang sudah menjadi wilayah IUP (Izin Usaha
Pertambangan) PTBA. Pada beberapa tahun mendatang PTBA merencanakan
untuk mengubah penggunaan kawasan hutan tersebut menjadi areal tambang
batubara. Untuk melakukan pertambangan batubara maka akan terjadi konversi
lahan dari kawasan hutan menjadi pertambangan batubara. Sebelum kegiatan alih
fungsi lahan (konversi) dilakukan, dibutuhkan analisis atau perbandingan biaya
9

dan manfaat dari pelaksanaan kegiatan tersebut agar penggunaan terbaik lahan
dapat diketahui sehingga menjadi pertimbangan pelaksanaan kegiatan konversi
areal kawasan hutan tersebut.
Menurut Suparmoko (2009), setiap kegiatan atau kebijakan selalu timbul
adanya biaya dan manfaat sebagai akibat dari kegiatan atau kebijakan tersebut.
Sebagai dasar untuk menyatakan bahwa suatu kegiatan atau kebijakan itu layak
atau tidak layak diperlukan indikasi yang menunjukkan suatu nilai atau suatu rasio.
Untuk itu diperlukan suatu penilaian atau valuasi ekonomi terhadap dampak suatu
rencana kegiatan (kebijakan) terhadap lingkungan.
Pada penelitian ini analisis biaya dan manfaat yang akan diestimasi adalah
analisis biaya dan manfaat ekonomi kegiatan konversi lahan kawasan hutan
menjadi pertambangan batubara. Kawasan hutan memiliki banyak manfaat, baik
manfaat langsung, manfaat tidak langsung, manfaat dari nilai keberadaan, manfaat
dari nilai warisan, dan manfaat dari nilai pilihan yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat yang berada disekitarnya. Manfaat yang dapat dihasilkan dari
kawasan hutan diantaranya adalah manfaat ekologis seperti penghasil karbon,
penghasil oksigen, penangkap air, pencegah bencana alam, dan sebagainya.
Adapun manfaat yang secara langsung dapat dirasakan oleh masyarakat dari
sumber daya hutan diantaranya adalah hasil dari sumber daya hutan seperti kayu,
madu, rumput, buah-buahan, dan sebagainya, namun pada kawasan hutan ini yang
dimanfaatkan hanya sumber daya rumput saja yang digunakan untuk pakan ternak.
Perhitungan analisis biaya dan manfaat diperlukan untuk mengetahui penggunaan
terbaik pada kawasan hutan, sehingga pemanfaatan kawasan hutan dapat
digunakan secara optimal dan memberikan dampak positif atau manfaat baik
secara langsung maupun tidak langsung bagi seluruh masyarakat.
Untuk melakukan kegiatan konversi atau perubahan pemanfaatan lahan
dari kawasan hutan menjadi area perluasan tambang batubara dibutuhkan
perhitungan analisis biaya dan manfaat ekonomi. Analisis biaya dan manfaat
ekonomi dibutuhkan agar pemanfaatan kawasan hutan yang akan dijadikan areal
pertambangan batubara dapat diketahui manfaat dan biaya ekonomi yang akan
diperoleh dan dikeluarkan, sehingga rencana pembukaan areal tambang batubara
tersebut dilakukan secara bijak dengan mempertimbangkan manfaat ekonomi dan
10

ekologi yang dihasilkan dari kawasan hutan. Berdasarkan uraian diatas, maka
rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Berapa besar manfaat dan biaya yang dapat diperoleh dari kegiatan
pertambangan batubara di kawasan hutan Bukit Munggu yang akan di
konversi menjadi pertambangan batubara?
2. Berapa nilai total ekonomi kawasan hutan Bukit Munggu yang akan di
konversi menjadi pertambangan batubara?
3. Bagaimana analisis biaya dan manfaat ekonomi dari rencana kegiatan
konversi kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengestimasi manfaat dan biaya yang dapat diperoleh dari kegiatan
pertambangan batubara di kawasan hutan Bukit Munggu yang akan di
konversi menjadi pertambangan batubara.
2. Mengestimasi nilai ekonomi total kawasan hutan Bukit Munggu yang akan
di konversi menjadi pertambangan batubara.
3. Menganalisis biaya dan manfaat ekonomi dari rencana kegiatan konversi
kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan tersebut maka penelitian ini memiliki manfaat bagi


pihak yang terkait, diantaranya:
1. Mahasiswa
Penelitian ini dilakukan untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang sudah di
dapatkan pada masa perkuliahan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan. Menambah dan memberikan pengetahuan bagi mahasiswa tentang
analisis biaya dan manfaat serta valuasi ekonomi pertambangan batubara.
2. Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan tambahan
informasi kepada pihak perusahaan untuk mempertimbangkan perluasan areal
11

pertambangan batubara. Apakah areal pertambangan batubara layak untuk


diperluas dengan mengkonversi lahan kawasan hutan, dengan membandingkan
manfaat yang didapat dan biaya yang dikeluarkan.
3. Pemerintah
Penelitian ini memberikan informasi tambahan kepada pemerintah dalam
mengambil keputusan untuk perluasan areal pertambangan batubara di wilayah
Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terbatas pada analisis biaya dan manfaat wilayah IUP PTBA
di kawasan hutan Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim. Pendekatan yang
digunakan adalah valuasi ekonomi menggunakan metode Contingen Valuation
Method (CVM) dan market value. Responden pada penelitian ini adalah
masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan Bukit Munggu yaitu masyarakat
Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan
yang merasakan manfaat langsung maupun tidak langsung dari kawasan hutan
Bukit Munggu. Penelitian ini hanya membandingkan total benefit dan total cost
per tahun bukan per proyek karena keterbatasan data. Perbandingan perhitungan
B/C yaitu hanya pada periode ekonomis pemanfaatan batubara.
12

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Kebijakan


2.1.1 Pertambangan Batubara
Menurut Undang-undang No. 4 Tahun 2009 definisi pertambangan adalah
sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan
pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi pendidikan umum, eksplorasi,
studi kelayakan konstruksi, penambangan, pengelolaan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2011), penyelenggaraan kegiatan
pertambangan didasarkan pada tiga hak berikut:
a. Hak milik (Mineral Right), tercantum pada Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945,
dimana kekayaan alam berupa mineral dan batubara yang terkandung dalam
bumi dan air di wilayah hokum pertambangan Indonesia adalah hak milik
Bangsa Indonesia.
b. Hak penguasaan (Mining Right), tercantum pada Pasal 2 Ayat (2) UU No. 5
tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Hak ini
merupakan azas horizontal, dimana Negara diberikan “Hak Penguasaan” atas
kekayaan alam milik Bangsa Indonesia agar dapat dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
c. Hak pengusahaan (Economic Right) sebagaimana tercantum dalam UU No. 4
tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dimana badan
usaha/perorangan sebagai pelaksana “pengusahaan” pertambangan mineral
dan batubara (minerba).
Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1980 tentang
penggolongan bahan-bahan galian terbagi atas tiga golongan, diantaranya:
a. Golongan bahan galian yang strategis adalah minyak bumi, butimen cair, lilin
bumi, gas alam, butimen padat, aspal, antrasit, batubara, batubara muda,
uranium, radium, thorium dan bahan-bahan radioaktif lainnya, nikel, kobalt,
dan timah.
b. Golongan bahan galian yang vital adalah besi, mangan, molibiden, khrom,
wolfram, vanadium, titan, bauksit, tembaga, timbal, seng, emas, platina, perak,
13

air raksa, intan, arsin, antimon, bismut, yttrium, rhutenium, cerium dan logam-
logam langka lainnya, berillium, korundum, zirkon, kristal kwarsa, kriolit,
fluorpar, barit, yodium, brom, khlor, dan belerang.
c. Golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan a atau b adalah nitrat-
nitrat, pospat-pospat, gatam batu (halite), asbes, talk, mika, grafit, magnesit,
yarosit, leusit, tawas (alum), oker, batu permata, batu setengah permata,
pasirkwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonit, batu apung, tras, obsidian, perlit,
tanah diatome, tanah serap (fullers earth), marmer, batu tulis, batu kapur,
dolomit, kalsit, granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, dan pasir sepanjang
tidak mengandung unsur-unsur mineral golongan a maupun golongan b dalam
jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.
Adapun menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2011) faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kelangsungan kegiatan pertambangan salah satunya adalah
faktor ekonomis. Kajian dimaksudkan untuk mengetahui sebuah proyek
penambangan menghasilkan keuntungan atau tidak. Dalam perhitungan aliran
uang diperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh dalam situasi ekonomi,
meliputi:
1. Nilai (value) dari endapan mineral per unit berat, biasanya dinyatakan dalam
($/ton) atau (Rp/ton).
2. Ongkos produksi, yaitu ongkos yang diperlukan sampai mendapatkan produk
(tidak termasuk ongkos stripping).
3. Ongkos stripping of overburden.
4. Cut off grade, yaitu menentukan batas-batas cadangan sehingga akan
menentukan bentuk akhir penambangan. Tambang terbuka hanya memiliki
nilai ekonomis apabila lapisan batubara berada dekat dengan permukaan tanah.
Menurut UU No. 4 tahun 2009, batubara adalah endapan senyawa organik
karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.
Pertambangan batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di
dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal. Pertambangan
mineral dan/atau batubara dikelola berdasarkan:
a. Manfaat, keadilan, dan keseimbangan;
b. Keberpihakan kepada kepentingan bangsa;
14

c. Partisipasif, transparansi, dan akuntabilitas;


d. Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

2.1.2 Kawasan Hutan


Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.44/Menhut-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, hutan adalah suatu
kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dan
lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan kawasan hutan adalah wilayah tertentu
yang ditetapkan pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan
tetap. Menurut Rahmawati (2004) dari definisi dan penjelasan tentang kawasan
hutan, terdapat unsur-unsur meliputi:
a. suatu wilayah tertentu
b. terdapat hutan atau tidak terdapat hutan
c. ditetapkan pemerintah (menteri) sebagai kawasan hutan
d. didasarkan pada kebutuhan serta kepentingan masyarakat.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2010
tentang Penggunaan Kawasan Hutan dalam pasal 2 menyebutkan bahwa
penggunaan kawasan hutan bertujuan untuk mengatur penggunaan sebagian
kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan. Pada
pasal 4 ayat (1) menjelaskan penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dilakukan untuk kegiatan yang
mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan. Lebih lanjut dijelaskan
dalam pasal 4 ayat (2) bahwa kepentingan pembangunan di luar kegiatan
kehutanan meliputi:
a. religi;
b. pertambangan;
c. instansi pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik, serta teknologi energi baru
dan terbarukan;
d. pembangunan jaringan telekomusikasi, stasiun pemancar radio, dan stasiun
relay televisi;
e. jalan umum, jalan tol, dan jalur kereta api;
15

f. sarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai sarana transportasi umum


untuk keperluan pengangkutan hasil produksi;
g. sarana dan prasarana sumber daya air, pembangunan jaringan instalasi air, dan
saluran air bersih dan/atau air limbah;
h. fasilitas umum;
i. industri terkait kehutanan
j. pertahanan dan keamanan;
k. prasarana penunjang keselamatan umum; atau
l. penampungan sementara korban bencana alam.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2010
pasal 5 ayat (1), penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) huruf b dilakukan dengan
ketentuan:
a. Dalam kawasan hutan produksi dapat dilakukan:
1. penambangan dengan pola pertambangan terbuka; dan
2. penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah.
b. Dalam kawasan hutan lindung hanya dapat dilakukan penambangan dengan
pola penambangan bawah tanah dengan ketentuan dilarang mengakibatkan:
1. turunnya permukaan tanah;
2. berubahnya fungsi pokok kawasan hutan secara permanen; dan
3. terjadinya kerusakan akuiver air tanah.
Kewajiban pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan dijelaskan dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2010 pasal 15,
kewajiban tersebut diantaranya adalah:
a. Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan;
b. Melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi aliran sungai;
c. Melaksanakan reboisasi pada lahan kompensasi;
d. Menyelenggarakan perlindungan hutan;
e. Melaksanakan reklamasi dan/atau reboisasi pada kawasan hutan yang
dipinjam pakai yang sudah tidak digunakan; dan
f. Melaksanakan kewajiban lain yang ditetapkan oleh Menteri.
16

Berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan, dalam pasal 16 disebutkan


pemegang izin dapat melakukan penebangan pohon dalam rangka pembukaan
lahan dengan membayar penggantian nilai tegakan, provisi sumber daya hutan,
dan/atau dana reboisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.2 Teori Valuasi


2.2.1 Valuasi Ekonomi Sumberdaya
Menurut Fauzi (2010) ilmu ekonomi secara konvensional sering
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana manusia mengalokasikan
sumber daya yang langka. Oleh karena itu ilmu ekonomi sumber daya alam dapat
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari pengalokasian sumber daya alam
seperti air, lahan, ikan, dan, hutan. Secara eksplisit ilmu ini mencari jawaban
seberapa besar sumber daya harus diekstraksi sehingga menghasilkan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Valuasi ekonomi adalah suatu upaya untuk memperkirakan nilai
kuantitatif dari barang dan jasa yang diberikan oleh sumber daya alam, tanpa
melihat apakah terdapat harga pasar untuk barang dan jasa tersebut (Barbier et al,
1997) dalam (Kementrian Lingkungan Hidup, 2010).
Menurut Suparmoko (2009) sumber daya dapat dinilai atas dasar
penggunaan (instrumental value) dan nilai yang terkandung didalamnya (intrinsic
value). Penilaian sumber daya hutan dibedakan antara nilai atas dasar penggunaan
(instrumental value = use value) dan nilai tanpa penggunaan (intrinsic value = non
use value). Atas dasar penggunannnya nilai itu dibedakan lagi menjadi nilai atas
dasar penggunaan langsung (direct use value) dan nilai penggunaan tidak
langsung (indirect use value). Dari berbagai macam penggunaan dan keberadaan
itu ekonom berusaha memberikan nilai dalam rupiah sehingga semua aset alam
dan dampak perubahannya akan dapat dievaluasi secara lebih jelas. Jadi dalam
menentukan nilai lingkungan secara keseluruhan atau nilai secara total, kita dapat
menjumlahkan nilai penggunaan langsung, nilai penggunaan tidak langsung, nilai
pilihan, nilai warisan, dan nilai keberadaannya.
Sumber daya bisa menghasilkan utilitas tanpa melalui proses produksi.
Lahan yang menghasilkan panorama indah, misalnya, bisa saja tidak dijadikan
17

faktor produksi, namun memberikan utilitas (kepuasan) berupa pemandangan


(scenery) yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Dengan demikian pengertian
sumber daya tidak hanya menyangkut nilai yang dikonsumsi, namun juga
menyangkut nilai yang tidak dikonsumsi secara langsung (Fauzi, 2010).
Persamaan nilai total ekonomi (total economic value) menurut Pearce
(1993), Randall and Stoll (1983) adalah sebagai berikut:

Total Economic Value = Direct use value + Indirect use value + Existence value
+ Option value

Menurut Nurfatriani (2008), nilai guna langsung (directuse value)


merupakan nilai dari manfaat yang langsung dapat diambil dari sumber daya.
Berbeda dengan nilai guna tidak langsung (indirect use value), yaitu nilai dari
manfaat yang secara tidak langsung dirasakan manfaatnya, dan dapat hal yang
berupa mendukung nilai guna langsung. Sedangkan nilai bukan guna yaitu semua
manfaat yang dihasilkan bukan dari hasil interaksi secara fisik antara hutan dan
konsumen (pengguna). Nilai pilihan mengacu kepada nilai bukan guna meliputi
manfaat yang tidak dapat diukur yang diturunkan dari keberadaan hutan di luar
nilai guna langsung dan tidak langsung. Nilai bukan guna terdiri atas nilai
keberadaan (existence value) dan nilai warisan (bequest value).
Nilai keberadaan (existence value) adalah nilai kepedulian seseorang akan
keberadaan suatu sumber daya berupa nilai yang diberikan oleh masyarakat
kepada kawasan hutan atas manfaat spiritual, estetika, dan kultural. Sementara
nilai warisan (bequest value) adalah nilai yang diberikan masyarakat kepada
generasi akan datang. Nilai-nilai ini tidak terefleksi dalam harga pasar (Bishop,
1999) dalam Nurfatriani (2006). Berikut adalah diagram total economic value
beserta metode analisisnya:
18

Total Economic Value

Nilai penggunaan Nilai tanpa penggunaan


(Use value) (Non use value)

Nilai penggunaan Nilai penggunaan Nilai penggunaan Nilai keberadaan,


langsung tidak langsung alternatif warisan
(Direct Use Value) (Indirect Use Value) (Option Value) (Existence, Bequest
Value)

Hasil penjualan Rekreasi, asimilasi,


sumberdaya hayati: karbon, pencegah CVM CVM
kayu, rotan, madu, air, tata air
hewan liar

Analisis Pasar, Damage Cost


TCM, Hedonic Avoided, Value of
Prices Change of
Productivitty

Sumber: diadaptasi dari Barbier (1989) dalam Barbier, Acreman, Knowler (1997)
Gambar 3 Diagram Nilai Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Menurut Fauzi (2010), secara umum nilai ekonomi didefinisikan sebagai


pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa
untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut
keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa
yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan
pengukuran ini, nilai ekologis ekosistem bisa “diterjemahkan” ke dalam bahasa
ekonomi dengan mengukur nilai moneter barang dan jasa. Keinginan membayar
juga dapat diukur dalam bentuk kenaikan pendapatan yang menyebabkan
seseorang berada dalam posisi indifferent terhadap perubahan eksogenous.
Perubahan eksogenous ini bisa terjadi karena perubahan harga (misalnya akibat
sumber daya makin langka) atau karena perubahan kualitas sumber daya.
Secara umum, teknik valuasi ekonomi sumberdaya yang tidak dapat
dipasarkan (non-market valuation) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok.
Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit
19

dimana Willingness To Pay terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik


ini sering disebut teknik revealed WTP (keinginan membayar yang terungkap).
Beberapa teknik yang termasuk dalam kelompok pertama ini adalah travel cost,
hedonic pricing, dan teknik yang relatif baru disebut random utility model.
Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan pada survei dimana
keinginan membayar atau WTP diperoleh langsung dari responden, yang langsung
diungkapkannya secara lisan maupun tertulis. Salah satu teknik yang cukup
popoler dalam kelompok ini adalah yang disebut Contingen Valuation Method
(CVM), dan Discrete Choice Method (Fauzi, 2010). Beberapa metode valuasi
akan disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Matriks Metode Valuasi


Metode Valuasi Penjelasan
1. Travel Cost Method a. Metode ini kebanyakan digunakan untuk
(TCM) menganalisis permintaan terhadap rekreasi di alam
terbuka (outdoor recreation), seperti memancing,
berburu, hiking, dan sebagainya.
b. Tujuan TCM adalah ingin mengetahui nilai
kegunaan (use value) dari sumberdaya alam melalui
pendekatan proxy.
c. Teknik ekonomi yang digunakan untuk menentukan
nilai ekonomi berdasarkan TCM, diantaranya:
1) Pendekatan sederhana melalui zonasi.
2) Pendekatan individual TCM dengan
menggunakan sebagian besar dari survey.

2. Hedonic Pricing a. Metode ini digunakan untuk mengestimasi nilai


(HP) implisit karakteristik dan atribut yang melekat pada
suatu produk dan mengkaji hubungan antara
karakteristik yang dihasilkan tersebut dengan
permintaan barang dan jasa.
b. Analisis HP terdiri dari dua tahap, yaitu:
1) Penentuan variabel kualitas lingkungan yang akan
dijadikan studi (fungsi HP) dan pengkajiannya
memerlukan ketersediaan data spasial dan data
harga objek yang akan dinilai.
2) Penentuan fungsi permintaan.

3.Contingen Valuation a. Pendekatan CVM sering digunakan untuk mengukur


Method (CVM) nilai pasif (nilai non-pemanfaatan) sumberdaya alam
atau sering juga dikenal dengan nilai keberadaan.
b. Tujuan CVM diantaranya adalah:
1) Untuk mengetahui keinginan membayar
(Willingness To Pay atau WTP) dari masyarakat,
20

misalnya terhadap perbaikan kualitas lingkungan.


2) Untuk mengetahui keinginan menerima
(Willingness To Accept atau WTA), misalnya
terhadap kerusakan suatu lingkungan perairan.
Jika individu yang ditanya tidak memiliki hak atas
barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya
alam, pengukuran yang relevan adalah WTP
maksimum untuk memperoleh barang tersebut.
Sebaliknya, jika individu memiliki hak atas
sumberdaya, pengukuran yang relevan adalah WTA
minimum.
c. Tahapan penerapan CVM diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Membuat hipotesis pasar.
2) Mendapatkan nilai lelang (Bids).
3) Menghitung rataan WTP dan WTA.
4) Memperkirakan kurva lelang (Bid Curve).
5) Mengagregatkan data.

4. Benefit Transfer a. Salah satu metode yang digunakan bagi penelitian


yang memiliki ketersediaan data yang sedikit dan
biaya penelitian yang sedikit. Penelitian dilakukan
dengan menilai perkiraan benefit dari tempat lain
(dimana sumberdaya tersedia) kemudian benefit
tersebut ditransfer untuk memperoleh perkiraan
kasar mengenai lingkungan.
b. Menurut Krupnick (1993) dalam Fauzi (2010)
1) Benefit transfer sulit dilakukan untuk sumberdaya
alam wetland (seperti mangrove dan sejenisnya)
karena nilai yang diperoleh akan sangat
tergantung pada tempat dan karakteristik populasi.
2) Benefit transfer bisa saja dilakukan jika
sumberdaya alam tersebut memiliki ekosistem
yang sama baik dari segi tempat maupun
karakteristik pasar (market characteristic).
Sumber: Fauzi (2010)

2.2.2 Contingen Valuation Method (CVM)


Pendekatan ini disebut contingen (tergantung) karena pada praktiknya
informasi yang diperoleh sangat tergantung pada hipotesis yang dibangun.
Misalnya, seberapa besar biaya yang ditanggung, bagaimana pembayarannya, dan
sebagainya. Pendekatan CVM ini secara teknis dapat dilakukan dengan dua cara.
Pertama, dengan teknik eksperimental melalui simulasi dan permainan. Kedua,
dengan teknik survei. Pendekatan CVM sering digunakan untuk mengukur nilai
pasif (nilai non-pemanfaatan) sumberdaya alam atau sering juga dikenal dengan
nilai keberadaan. Di dalam tahap operasional penerapan pendekatan CVM
21

terdapat lima tahap kegiatan atau proses. Tahapan tersebut dapat dikategorikan
sebagai berikut (Fauzi, 2010):
1. Membuat Hipotesis Pasar
Pada awal proses kegiatan CVM, seorang peneliti biasanya harus terlebih
dahulu membuat hipotesis pasar terhadap sumberdaya yang akan dievaluasi.
2. Mendapatkan Nilai Lelang (Bids)
Tahap ini dilakukan dengan melakukan survei, baik melalui survei
langsung dengan kuesioner, wawancara melalui telepon, maupun lewat surat.
Tujuan survei ini adalah untuk memperoleh nilai maksimum keinginan membayar
(WTP) dari responden terhadap suatu proyek, misalnya perbaikan lingkungan.
Nilai lelang ini bisa dilakukan dengan teknik:
a. Permintaan lelang (Bidding Game). Responden diberi pertanyaan secara
berulang-ulang tentang apakah mereka ingin membayar sejumlah tertentu. Nilai
ini kemudian bisa dinaikkan atau diturunkan tergantung respons atas pertanyaan
sebelumnya. Pertanyaan dihentikan sampai nilai yang tetap diperoleh.
b. Pertanyaan terbuka. Responden diberikan kebebasan untuk menyatakan
nilai moneter (rupiah yang ingin dibayar) untuk suatu proyek perbaikan
lingkungan.
c. Payment Card. Nilai lelang dengan teknik ini diperoleh dengan cara
menanyakan apakah responden mau membayar pada kisaran nilai tertentu dari
nilai yang sudah ditentukan sebelumnya. Nilai ini ditunjukkan kepada responden
melalui kartu.
d. Model referendum atau descrete choice (dichotomous choice). Responden
diberi suatu nilai rupiah, kemudian diberi pertanyaan setuju atau tidak.
3. Menghitung Rataan WTP dan WTA
Setelah survei dilaksanakan, tahap berikutnya adalah menghitung nilai
rataan WTP setiap individu. Nilai yang dihitung berdasarkan nilai lelang (bid)
yang diperoleh pada tahap dua. Perhitungan ini biasanya didasarkan pada nilai
mean (rataan) dan nilai median (tengah).
22

4. Memperkirakan Kurva Lelang (Bid Curve)


Kurva lelang atau bid curve diperoleh dengan, misalnya meregresikan
WTP/WTA sebagai variabel tidak bebas.
Wi = f ( I, E, A, Q )
Keterangan:
Wi = Nilai WTP
I = Pendapatan
E = Jenis Pekerjaan
A = Usia
Q = Pengeluaran

5. Mengagregatkan Data
Proses ini melibatkan konversi data rataan sampel ke rataan populasi secara
keseluruhan. Salah satu cara untuk mengkonversi ini adalah mengalikan rataan
sampel dengan jumlah rumah tangga dalam populasi (N).

2.2.3 Model Regresi Linear Berganda


Analisis linear berganda digunakan untuk mengukur pengaruh antara satu
peubah tak bebas (independent variable) dengan banyak peubah bebas (dependen
variable). Menurut Juanda (2009), membahas model regresi berganda (multiple
regression model) dengan asumsi bahwa peubah tak bebas (respons) Y
merupakan fungsi linier dari beberapa peubah bebas X1, X2, ..., Xk, dan komponen
sisaan ε (error). Persamaan model regresi linear berganda secara umum (model
populasi) adalah sebagai berikut:
Yi = β0+β1X1i + β2X2i + β3X3i + ... + βkXki + εi ....................................... (1)
Keterangan:
Yi = Fungsi linier dari beberapa peubah bebas X1, X2, ..., Xk, dan
komponen sisaan ε (error)
i = Nomor pengamatan dari 1 sampai N untuk data populasi, atau
sampai nuntuk data contoh (sample)
Xki = Pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk
β0 = Intersep
β1, β2, ..., βki = Koefisien regresi
X1i, X2i, ..., Xki = Peubah bebas (dependen variable)
23

2.2.4 Analisis Market Value


Menurut Iskandar (2009), harga adalah sejumlah uang yang diminta,
ditawarkan atau dibayarkan untuk suatu barang atau jasa. Biaya adalah sejumlah
uang yang dikeluarkan atas barang atau jasa atau jumlah yang dibutuhkan untuk
menciptakan atau memproduksi barang atau jasa tersebut. Market value adalah
perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian, yang dapat diperoleh dari transaksi
jual beli atau hasil penukaran aset antara pembeli dengan penjual dalam suatu
transaksi yang bebas ikatan, yang penawarannya dilakukan secara layak dan
kedua pihak masing-masing mengetahui dan tanpa paksaan. Sedangkan menurut
Koi (2011), nilai pasar (market value) adalah nilai atau harga jual suatu barang
yang jika barang tersebut dijual, besarnya harga jual tergantung dengan nilai pasar
yang berlaku untuk barang tersebut. Nilai pasar tidak tergantung dengan
penyusutan barang tersebut, nilai pasar hanya dipengaruhi kondisi pasar.

2.3 Konsep Biaya dan Manfaat Ekonomi


Menurut Dunn (2003), Cost Benefit Analysis atau Analisis Biaya Manfaat
adalah pendekatan untuk rekomendasi kebijakan yang memungkinkan dan
menganjurkan suatu kebijakan dengan cara menghitung total biaya dalam bentuk
uang. Menurut Yesha (2013), analisis biaya dan manfaat sering kali digunakan
untuk menganalisis kelayakan proyek pemerintah. Pada proyek pemerintah,
keuntungan (manfaat) sering kali tidak dapat diukur dengan jelas karena tidak
berorientasi kepada keuntungan. Dengan kata lain, keuntungan didasarkan kepada
manfaat umum yang diperoleh oleh masyarakat.
Menurut Noor (2007), biaya adalah pengeluaran yang tidak dapat
direlakan (unavoidable exspenses) dalam melakukan suatu kegiatan. Dengan
demikian, secara konsep, maka pengertian biaya adalah sebagai berikut.
a. Biaya (cost) tidak sama dengan pengeluaran (expense).
b. Biaya (cost) harus menggambarkan kegiatan.
c. Biaya (cost) harus relevan dengan kegiatan yang dilakukan.
Biaya total produksi atau lebih dikenal total cost (TC) merupakan
keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan oleh produsen kaitannya dengan proses
produksi yang sebagai aktivitas utama untuk menghasilkan suatu produk. Dalam
24

jangka pendek total cost sangat ditentukan oleh input berbagai produksi secara
kuantitas maupun kualitas. Di mana input-input produksi tersebut dapat
memberikan konsekuensi pembiayaan bersifat tetap dan bersifat variabel.
Menurut Gray, et al. (1993) opportunity cost adalah benefit yang
dikorbankan karena sejumlah sumber yang ada telah digunakan untuk kegiatan X,
dan bukan kegiatan Y. Dengan kata lain, kegiatan Y tidak dilaksanakan karena
sumber yang seyogiyanya dapat dipergunakan untuk kegiatan Y tidak jadi
dilaksanakan karena sumber yang seyogiyanya dapat dipergunakan untuk kegiatan
Y telah dipergunakan untuk kegiatan X. Jadi dalam hal ini, benefit yang
seyogiyanya dapat dihasilkan oleh kegiatan Y, menjadi opportunity cost kegiatan
X, yang perlu dibandingkan dengan benefit netto kegiatan X sendiri.
Menurut Kadariah (1999), manfaat dibagi menjadi tiga yaitu manfaat
langsung, manfaat tidak langsung, dan manfaat terkait. Pertama, manfaat langsung
adalah berupa peningkatan output secara kualitatif dan kuantitatif. Kedua, manfaat
tidak langsung adalah manfaat yang muncul akibat adanya suatu kegiatan tertentu.
Manfaat ini dapat berupa meningkatnya pendapatan masyarakat sekitar. Ketiga,
manfaat terkait adalah keuntungan-keuntungan yang sulit dinyatakan dengan
sejumlah uang, namun benar-benar dapat dirasakan.
Manfaat yang dihasilkan dari kegiatan konversi kawasan hutan menjadi
petambangan batubara adalah manfaat dari pertambangan batubara. Untuk
mengidentifikasi manfaat yang dihasilkan dari kawasan hutan digunakan valuasi
sedangkan untuk mengidentifikasi manfaat yang dihasilkan batubara digunakan
market value, dimana penerimaan adalah cerminan dari manfaat yang dihasilkan
dari tambang batubara. Penerimaan dapat diartikan sebagai nilai produk total
dalam jangka waktu tertentu baik yang dipasarkan maupun tidak (Soekartawi,
2002). Penerimaan menurut Sunyoto (2013) adalah penerimaan perusahaan dari
hasil penjualan output-nya kepada konsumen. Penerimaan total (total revenue =
TR) adalah keseluruhan penerimaan yang diterima perusahaan dari penjualan
outputnya kepada konsumen. Penerimaan total atau total manfaat dirumuskan:
TR = P x Q .......................................................................................... (2)
25

Keterangan:
TR = Total manfaat (Rp)
Q = Kuantitas yang dijual perusahaan kepada konsumen (unit)
P = Harga output yang dijual per unit (Rp/unit)

Menurut Devkota (2006) analisis biaya dan manfaat dapat dianalisis


menggunakan benefit cost ratio. Sedangkan kriteria kelayakan suatu kegiatan
dapat dijalankan jika B/C ≥ 1. Benefit cost ratio dirumuskan sebagai berikut:

TR B1+B2+ ,… + Bi
B/C = = ................................................... (3)
TC C1+C2+ ,…+ Ci

Keterangan:
B/C = Benefit-cost ratio
TR = Total manfaat (Rp)
TC = Total biaya (Rp)
B1+B2+,...+Bi = Penjumlahan manfaat (Rp)
C1+C2+,...+Ci = Penjumlahan biaya (Rp)

Untuk penentuan kriteria pengambilan keputusan yaitu:


a. Jika nilai B/C rasio ≥ 1, maka kegiatan atau usaha tersebut layak (feasible)
untuk dijalankan.
b. Jika nilai B/C rasio < 1, maka kegiatan atau usaha tersebut tidak layak (not
feasible) untuk dijalankan.

2.4 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini terkait dengan


identifikasi analisis biaya dan manfaat ekonomi konversi lahan kawasan hutan
menjadi pertambangan batubara yang pernah dilakukan sebelumnya dan dapat
dijadikan sebagai rujukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
26

Tabel 3 Penelitian Terdahulu


Peneliti Judul Penelitian Analisis Hasil Penelitian
Iriani Analisis Nilai Analisis deskriptif Total manfaat dari
(2013) Ekonomi Manfaat dan analisis kegiatan penambangan
dan Dampak Negatif pendapatan. meliputi segala manfaat
Penambangan Pasir yang diterima oleh pihak-
Illegal di Sungai pihak yang terlibat dalam
Brantas Kelurahan aktivitas penambangan
Semampir Kota yaitu sebesar Rp 61 703
Kediri. 085 000.33. Terdiri dari
pendapatan/keuntungan
pengusaha tambang pasir
sebesar Rp 17 198 085
000.33, pendapatan buruh
tambang pasir sebesar Rp
17 820 000 000,
pendapatan kuli angkut
pasir sebesar Rp 10 674
000 000, pendapatan sopir
truk sebesar Rp 7 116 000
000, dan pendapatan
preman/keamanan sebesar
Rp 8 895 000.

Albarqoni Valuasi Ekonomi Lahan Analisis WTP Total manfaat dari


(2013) Hutan yang Berpotensi (Willingness To kegiatan penambangan
untuk Konversi menjadi Pay) dan analisis meliputi segala manfaat
Kawasan Industri, resgresi linier yang diterima oleh pihak-
Kariangau Balikpapan, berganda. pihak yang terlibat dalam
Kalimantan Timur. aktivitas penambangan
yaitu sebesar Rp 61 703
085 000.33. Terdiri dari
pendapatan/keuntungan
pengusaha tambang pasir
sebesar Rp 17 198 085
000.33, pendapatan buruh
tambang pasir sebesar Rp
17 820 000 000,
pendapatan kuli angkut
pasir sebesar Rp 10 674
000 000, pendapatan sopir
truk sebesar Rp 7 116 000
000, dan pendapatan
preman/keamanan sebesar
Rp 8 895 000.

Sayyidah Kerugian Ekonomi Analisis deskriptif, Dampak aspek sosial-


(2013) Akibat Konversi teknik loss of ekonomi dari penelitian
Lahan Perkebunan earning, contingen ini adalah terbukanya
Kelapa Sawit menjadi valuation method lapangan pekerjaan,
Pertambangan Emas (CVM), dan regresi meningkatkan pendapatan,
(Studi Kasus: Desa linier berganda. terjadinya kecelakaan
27

Daya Murni, pertambangan, terjadinya


Kecamatan Pelepat penyempitan lahan
Ilir, Kabupaten perkebunan. Nilai
Bungo, Provinsi kerugian ekonomi dari
Jambi). produksi kelapa sawit
akibat kegiatan konversi
lahan pertambangan emas
dan pasir adalah sebesar
Rp 2 066 333.3/orang
/bulan. Selain itu,
responden mendapatkan
penerimaan dari sewa
lahan sebesar Rp 1 166
666.67 /orang/bulan. Nilai
rataan WTP responden
adalah sebesar Rp 10 150
dan total WTP responden
untuk reboisasi pasca
tambang adalah sebesar
Rp 315 000.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah membahas


mengenai manfaat ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan, valuasi
ekonomi nilai guna hutan (langsung dan tidak langsung), dan analisis ekonomi
kegiatan konversi lahan pertambangan. Adapun beberapa kesamaan metode yang
digunakan dalam penelitian adalah mengkaji Willingness To Pay (WTP) dengan
Contingen Valuation Method (CVM) dan menganalisis faktor yang
mempengaruhi WTP menggunakan analisis linier berganda. Perbedaan penelitian
ini dengan penelitian terdahulu adalah lokasi penelitian, dan tujuan penelitian.
Penelitian ini akan menghitung nilai ekonomi total kawasan hutan, tidak sebatas
nilai ekologinya saja tetapi akan dihitung juga nilai bangunan yang terdapat pada
kawasan hutan tersebut dengan menggunakan analisis nilai pasar (market value).
Pada penelitian ini akan dilakukan perhitungan analisis biaya dan manfaat dari
kegiatan konversi lahan kawasan hutan menjadi pertambangan, sedangkan
penelitian sebelumnya hanya menganalisis nilai manfaatnya saja.
28

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Batubara adalah sumbedaya alam yang tidak dapat diperbarui yang tidak
terdapat di seluruh lahan yang ada di Indonesia. Hanya beberapa wilayah di
Indonesia yang dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa sumberdaya alam
batubara, salah satunya adalah di wilayah Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten
Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Sumberdaya alam batubara mempunyai
banyak manfaat yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat maupun sektor
perindustrian, seperti pabrik kertas. Salah satu manfaat yang sangat dibutuhkan
oleh masyarakat adalah kebutuhan batubara untuk memenuhi energi nasional.
Hasil dari pertambangan batubara yang ada di Kelurahan Tanjung Enim sebagian
besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di wilayah Pulau
Sumatera, Jawa, dan Bali.
Pertambangan batubara yang berada di Kelurahan Tanjung Enim
merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat, pertambangan
batubara diharapkan dapat menopang perekonomian masyarakat. Pemerintah
sudah memberikan izin untuk melakukan pertambangan batubara yang ada di
wilayah Kelurahan Tanjung Enim, karena wilayah ini adalah salah satu penghasil
batubara terbesar di Indonesia yang dapat memenuhi kebutuhan energi nasional.
Pertambangan batubara yang sudah dilakukan di Kelurahan Tanjung Enim adalah
pertambangan batubara yang peduli akan kelestarian lingkungan, terbukti dengan
pelaksanaan reklamasi lahan pasca tambang yang dilakukan oleh PTBA setelah
kegiatan pertambangan batubara sudah selesai dilakukan. Hal ini juga yang
mendukung pemerintah untuk tetap memberikan izin penambangan batubara
kepada PTBA.
Peningkatan kebutuhan batubara mengakibatkan produksi batubara harus
ditingkatkan. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi batubara adalah
dengan memperluas lahan pertambangan batubara. Maka dari itu Bukit Munggu
yang merupakan salah satu wilayah yang memiliki cukup banyak cadangan
batubara dengan kalor tinggi direncanakan untuk di konversi menjadi lahan
pertambangan batubara. Bukit munggu adalah kawasan hutan yang perizinan
penggunaan lahannya dipegang oleh pemerintah Kehutanan, sehingga untuk
29

penggunaan lahan tersebut dibutuhkan perizinan dan biaya sewa lahan hutan yang
diserahkan kepada pemerintah Kehutanan.
Penelitian ini akan menganalisis biaya dan manfaat ekonomi kawasan
hutan dengan menggunakan metode valuasi kawasan hutan. Valuasi hutan yang
akan dihitung adalah nilai use value (nilai penggunaan) dan non use value (nilai
bukan penggunaan) yang dihasilkan kawasan hutan. Metode untuk mendapatkan
nilai hutan adalah dengan menggunakan Willingness To Pay (WTP) masyarakat
Kelurahan Tanjung Enim tentang keberadaan hutan, nilai warisan hutan, dan
manfaat pilihan hutan. Faktor yang mempengaruhi Willingness To Pay (WTP)
masyarakat juga akan dianalisis menggunakan Minitab 14. Sedangkan untuk
menganalisis direct value (nilai langsung) kawasan hutan adalah dengan
mengidentifikasi manfaat atau hasil hutan yang digunakan secara langsung oleh
masyarakat kelurahan Tanjung Enim, misalnya air. Salah satu indirect value (nilai
tidak langsung) kawasan hutan yang akan dihitung adalah nilai karbon yang
dihasilkan kawasan hutan.
Analisis biaya dan manfaat juga akan digunakan pada pertambangan
batubara yang direncanakan akan dilakukan di kawasan hutan tersebut. Analisis
biaya dan manfaat akan dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan dan manfaat
yang dapat dihasilkan dari pertambangan batubara, dimana manfaat batubara
dihitung dari cerminan penerimaan yang didapatkan dari produksi batubara di
wilayah tersebut. Setelah itu akan digunakan analisis deskriptif untuk
membandingkan manfaat dan biaya dari kawasan hutan dengan pertambangan
batubara. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada kerangka alur
pemikiran Gambar 4.
30

Peningkatan Kebutuhan Batubara


Menuntut
Peningkatan Produksi Batubara

WIUP PTBA memiliki potensi


Sumberdaya Batubara

Rencana Konversi Lahan Kawasan Hutan (WIUP PTBA)


menjadi Pertambangan Batubara

Identifikasi Manfaat dan Biaya


Kawasan Hutan dan Pertambangan Batubara

Kawasan Hutan Pertambangan Batubara

Valuasi Ekonomi
(CVM) Market Value

Perbandingan Biaya dan Manfaat Kawasan Hutan


dengan Pertambangan Batubara

Rekomendasi

Gambar 4 Kerangka Pemikiran


31

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tanjung Enim, Kecamatan Lawang


Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi
dipilih secara sengaja dengan mempertimbangkan bahwa wilayah ini adalah salah
satu wilayah penghasil batubara terbesar di Indonesia dan direncanakan akan
dieksplorasi dengan cara mengkonversi kawasan hutan menjadi pertambangan
batubara. Pengambilan data primer pada penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Januari-Februari 2014.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan di
lapangan secara langsung terhadap responden menggunakan kuesioner. Data
primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain adalah identifikasi
manfaat kawasan hutan bagi masyarakat, identitas responden (nama, jenis kelamin,
usia, status pernikahan, pekerjaan, pendapatan, jumlah tanggungan), persepsi
masyarakat tentang manfaat hutan, besarnya willingness to pay (WTP) masyarakat
terhadap keberadaan hutan, nilai warisan hutan, dan manfaat pilihan hutan.
Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini diantaranya adalah
harga batubara (Rp/ton), luas lahan kawasan hutan yang akan dikonversi menjadi
pertambangan batubara dan jumlah cadangan batubara yang ada di kawasan
tersebut yang termasuk dalam lahan yang akan di konversi menjadi pertambangan
batubara. Data ini didapatkan dari PTBA sebagai perusahaan batubara yang akan
melakukan kegiatan penambangan batubara. Sedangkan data sekunder lainnya
diperoleh dari Kementrian Pertambangan Mineral dan Batubara, pemerintah
daerah setempat, buku, internet, dan literatur-literatur lain yang mendukung.
32

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel untuk penelitian ini digunakan dengan


metode purposive random sampling dimana responden dipilih secara sengaja dan
diberikan kesempatan yang sama bagi seluruh elemen populasi. Responden dalam
penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Tanjung Enim, Kecamatan Lawang
Kidul, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Penentuan jumlah sampel
dalam penelitian ini berdasarkan Gujarati (2007) yang menetapkan pengambilan
jumlah sampel sekurang-kurangnya berjumlah 30 orang. Pada penelitian ini
sampel yang digunakan sebanyak 40 orang. Pengambilan data dari responden
bertujuan memperoleh gambaran seberapa besar nilai ekonomi hutan dengan
menggunakan analisis nilai ekonomi manfaat hutan dari secara langsung (use
value) dan nilai ekonomi manfaat hutan secara tidak langsung (non use value).

4.4 Metode Analisis Data

Hasil data penelitian akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.


Analisis data akan dilakukan dengan bantuan Microsoft Office Excel 2007 dan
Minitab 14. Data mengenai Willingness To Pay (WTP) masyarakat diperoleh
melalui wawancara yang akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif serta akan
disajikan secara deskriptif, sedangkan untuk data lainnya akan dianalisis secara
kuantitatif dan akan disajikan secara deskriptif. Metode analisis data digunakan
untuk menjawab tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Metode Analisis Data


No. Tujuan Penelitian Metode Analisis Output Analisis Data
Data
1. Mengestimasi nilai Valuasi non- Untuk mendapatkan
ekonomi total kawasan pasar nilai ekonomi hutan non
hutan yang akan di menggunakan guna. Nilai yang
konversi menjadi areal metode CVM didapatkan diantaranya:
pertambangan batubara. dengan WTP, a. Nilai keberadaan
regresi linier hutan.
berganda. b. Nilai warisan hutan.
c. Nilai pilihan hutan.
d. Nilai total hutan
baik guna maupun
non guna.
33

Market Value Untuk mendapatkan


nilai ekonomi manfaat
langsung maupun tidak
langsung dari hutan.
a. Manfaat langsung
yaitu nilai rumput.
b. Manfaat tidak
langsung
diantaranya:
 Nilai air
 Nilai karbon
 Nilai oksigen

2. Mengestimasi pendapatan Market Value Untuk mendapatkan


dari kegiatan dan analisis nilai ekonomi yaitu
pertambangan batubara di pendapatan. pendapatan dari
wilayah yang di konversi. batubara.

3. Menganalisis Analisis Untuk mendapatkan


perbandingan biaya dan kuantitatif hasil dari perbandingan
manfaat dari penggunaan deskriptif. manfaat dan biaya,
lahan sebagai kawasan dengan membandingkan
hutan dengan hasil kuantitatif dari
pertambangan batubara. tujuan pertama dan
kedua. Kemudian akan
disajikan secara
deskriptif.
Sumber: Data Primer, diolah (2014)

4.4.1 Contingen Valuation Method (CVM)


Untuk mendapatkan nilai willingness to pay masyarakat Tanjung Enim
dapat digunakan tahapan CVM (Fauzi, 2010) sebagai berikut:
1. Membuat Hipotesis Pasar
Pasar hipotesis dibentuk berdasarkan pemberian gambaran kepada
responden terhadap keberadaan hutan yang memiliki banyak manfaat, baik
manfaat guna (use value) maupun manfaat non guna (non use value). Manfaat use
value diantaranya manfaat dari nilai pilihan (option value), serta manfaat langsung
dan tidak langsung lain dari kawasan hutan Bukit Munggu. Manfaat langsung dari
kawasan hutan Bukit Munggu yaitu dapat menghasilkan rumput yang digunakan
oleh peternak sapi, sedangkan manfaat tidak langsung yaitu dapat menghasilkan
karbon, oksigen, dan air. Masyarakat juga diberi gambaran tentang manfaat bukan
guna (non use value) seperti manfaat dari nilai keberadaan hutan (existence value)
34

dan nilai warisan hutan (bequest value). Selanjutnya dalam hipotesis pasar
masyarakat diberikan gambaran tentang dapat berkurangnya manfaat dan jasa
hutan karena akan dilakukan alih fungsi pemanfaatan lahan kawasan hutan Bukit
Munggu menjadi areal perluasan tambang batubara.
Setelah pemberian hipotesis pasar, masyarakat ditanyakan seberapa besar
keinginan membayar atas existence value (nilai keberadaan) hutan, bequest value
(nilai warisan) hutan yaitu keberlanjutan keberadaan hutan untuk generasi
mendatang, dan option value (nilai pilihan) hutan yaitu manfaat yang belum
diketahui dari sumber daya alam yang ada dalam kawasan hutan Bukit Munggu.
2. Mendapatkan Nilai Lelang WTP
Teknik yang digunakan untuk memperoleh nilai maksimum keinginan
membayar (WTP) dari responden adalah dengan menggunakan pertanyaan
terbuka. Responden diberikan kebebasan untuk menyatakan nilai moneter (rupiah
yang ingin dibayar) untuk menjaga kualitas lingkungan.
3. Menghitung Rataan Nilai WTP
Tahap berikutnya adalah menghitung nilai rataan WTP setiap individu. Nilai
ini dihitung berdasarkan nilai lelang pada tahap dua. Perhitungan didasarkan pada
nilai mean (rataan) dan nilai median (tengah). Perhitungan dapat menggunakan
formula berikut ini:

𝑛
𝑛 =1 𝑊𝑇𝑃𝑥𝑖
DWTP = ..................................................................... (4)
𝑛
Keterangan:
DWTP = Dugaan WTP
WTPxi = Jumlah nilai WTP responden
n = Jumlah responden
i = Responden ke-i yang bersedia membayar

4. Memperkirakan Kurva Lelang (Bid Curve)


Kurva lelang atau bid curve diperoleh dengan meregresikan WTP sebagai
variabel tidak bebas (dependent variable) dengan beberapa variabel bebas.
Perkiraan menggunakan persamaan berikut:
Wi= (TP, P, JT, U, JK) ....................................................................... (5)
35

Keterangan:
Wi = Nilai WTP responden
TP = Tingkat pendidikan
P = Pendapatan
JT = Jumlah tanggungan
U = Usia
JK = Dummy jenis kelamin (0 = Perempuan; 1 = Laki-laki)

5. Mengagregatkan Data
Tahap terakhir dalam teknik CVM adalah mengagregatkan rataan lelang
yang diperoleh pada tahap tiga. Proses ini melibatkan konversi data rataan sampel
ke rataan populasi secara keseluruhan. Nilai total WTP dihitung menggunakan
formula seperti berikut:

n
TWTP= n=1 WTPi ni ..................................................................... (6)
Keterangan:
TWTP = Total WTP
WTPi = WTP responden ke-i
ni = Jumlah responden ke-i
n = Jumlah responden

4.4.2 Analisis Regresi dalam CVM


Analisis fungsi willingness to pay (WTP) menggunakan analisis linier
berganda. Analisis linier berganda digunakan untuk mengetahui faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap besarnya nilai WTP masyarakat. Pada penelitian ini
akan dilakukan tiga analisis WTP yaitu analisis WTP existence value (nilai
keberadan), bequest value (nilai warisan hutan), dan (option value) nilai manfaat
pilihan hutan. Persamaan regresi besarnya nilai WTP pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:

Fungsi WTP nilai keberadaan hutan (existence value):


ln WTPK= β0+β1 TPi+β2 Pi+β3 JTi+β4 Ui+β4 JKi+ e .............. (7)

Fungsi WTP nilai warisan hutan (bequst value):


ln WTPW= βo+β1 TPi+β2 Pi+β3 JTi+β4 Ui+β4 JKi+e .............. (8)
36

Fungsi WTP nilai pilihan hutan(option value):


ln WTPP= βo+ β1 TPi+β2 Pi+β3 JTi+β4 Ui+β4 JKi+ e ............. (9)

Keterangan:
ln WTPK = Nilai WTP responden terhadap nilai keberadaan hutan
ln WTPW = Nilai WTP responden terhadap nilai warisan hutan
ln WTPP = Nilai WTP responden terhadap nilai pilihan hutan
βo = Intersep
β1,β2,...βn = Koefisien regresi
TP = Tingkat pendidikan
P = Pendapatan
JT = Jumlah tanggungan
U = Usia
JK = Dummy jenis kelamin (0 = Perempuan; 1 = Laki-laki)
e = Galat

4.4.2.1 Hipotesa
Hipotesa penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Nilai WTP masyarakat diduga dipengaruhi oleh karakteristik responden yaitu
tingkat pendidikan, jumlah pendapatan, jumlah tanggungan, usia, dan jenis
kelamin responden.
2. Tingkat pendidikan, usia, dan tingkat pendapatan pada WTP bequest value
diduga akan berkorelasi positif dengan nilai WTP yang ingin dibayarkan oleh
responden.
3. Jumlah pendapatan pada WTP existence value dan WTP option value, serta
jumlah tanggungan diduga akan berkorelasi negatif dengan nilai WTP yang
ingin dibayarkan oleh responden.

4.4.2.2 Pengujian Parameter


Menurut Juanda (2009), model estimasi regresi linier yang ideal, optimal,
dan efisien harus menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria Best Linear
Unbiased Estimator (BLUE). Kriteria yang harus dipenuhi dalam model
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Uji normalitas
Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data
mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Uji normalitas
37

dapat digunakan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Jika p-value


signifikan diatas 5 persen berarti data yang akan diuji tidak terdapat perbedaan
yang signifikan dengan data normal baku, artinya data tersebut normal.
2. Uji multikolinieritas
Kolinieritas ganda (multicolinierity) adalah hubungan linier sempurna
antar variable independen dalam model. Multikolinieritas terjadi jika dua atau
lebih variable independen berkorelasi tinggi antar variable independen lainnya
(Juanda, 2009). Variance Inflation Factor (VIF) dapat digunakan untuk
mengidentifikasi adanya multikolinieritas dalam model. Apabila VIF kurang
dari 10 maka tidak ada masalah multikolinieritas (Astuti dan Iriawan, 2006).
3. Uji heteroskedastisistas
Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan grafik scatterplot,
dengan asumsi model tidak terdapat heteroskedatisistas jika data menyebar dan
tidak membentuk pola tertentu. Menurut Gujarati dan Porter (2011), untuk
mendeteksi masalah heteroskedatisitas juga bisa dilakukan dengan menggunakan
uji glejser. Uji glejser digunakan dengan meregresikan variabel-variabel bebas
terhadap nilai absolut residualnya. Residual adalah selisih antara nilai observasi
dengan nilai prediksi, sedangkan absolut adalah nilai mutlaknya. Dikatakan tidak
terdapat heteroskedastisitas apabila nilai signifikan dari hasil uji glejser lebih
besar dari (α) 5 persen.

4.4.3 Analisis Market Value


Menurut Pambudi (2012) market value adalah nilai atau harga jual suatu
barang jika barang tersebut dijual. Besarnya harga jual tergantung dengan nilai
pasar yang belaku untuk barang tersebut. Nilai pasar tidak tergantung dengan
penyusutan barang tersebut, nilai pasar hanya dipengaruhi kondisi pasar. Maka
dari itu metode analisis market value adalah metode yang digunakan untuk
menghitung manfaat kawasan hutan yang memiliki harga pasar. Dalam penelitian
ini manfaat dan hasil hutan tersebut adalah air, karbon, oksigen, dan rumput.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai air diadaptasi dari Albarqoni
(2013), persamaan tersebut adalah sebagai berikut:
NA = C x N x Pa ................................................................................ (10)
38

Keterangan:
NA = Nilai air (Rp/tahun)
C = Konsumsi air per kapita per tahun (Rp/m3/tahun)
N = Jumlah populasi (Jiwa)
Pa = Harga air (Rp/m3)

Persamaan yang digunakan untuk menilai karbon diadaptasi dari asumsi-asumsi


nilai serapan karbon dari penelitian Yusuf (2010). Maka persamaan yang
digunakan adalah sebagai berikut:
NK = (L x Tc) x Pc …......................................................................... (11)
Keterangan:
NK = Nilai karbon (Rp/tahun)
L = Luas lahan (ha)
Tc = Jumlah karbon (ton/ha)
Pc = Harga karbon (Rp/ton)

Persamaan yang digunakan untuk menilai oksigen didapatkan dari penelitian yang
dilakukan oleh Mahesi (2008). Maka persamaan yang digunakan adalah sebagai
berikut:
NO = CoP x Po x Jp ........................................................................... (12)
Keterangan:
NO = Nilai oksigen (Rp/tahun)
CoP = Capability of plant, dalam hal ini berapa besar kemampuan tanaman
dalam menghasilkan oksigen (liter/hari)
Po = Harga oksigen (Rp/liter)
Jp = Jumlah pohon (pohon)

Sedangkan persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai rumput adalah


dengan menggunakan rumus penerimaan, karena dalam penelitian ini penerimaan
mencerminkan manfaat yang dapat dihasilkan kawasan hutan. Dimana untuk
menghitung penerimaan menurut Gilarso (2003) adalah dengan mengalikan
jumlah barang dengan harga barang. Maka dari itu persamaan yang digunakan
untuk menilai oksigen adalah sebagai berikut:
39

NR = Jr x Pr ....................................................................................... (13)
Keterangan:
NR = Nilai Rumput (Rp/tahun)
Jr = Jumlah Rumput yang dimanfaatkan (kg/ha)
Pr = Harga Rumput (Rp/kg)

Analisis penerimaan adalah cerminan dari analisis manfaat yang


dihasilkan dari pertambangan batubara. Analisis data ini akan digunakan analisis
deskriptif dan kuantitatif yang akan disajikan dalam bentuk tabel. Data yang
digunakan untuk analisis manfaat adalah data sekunder. Untuk menganalisis
manfaat dari perluasan areal pertambangan batubara adalah dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
MB = Jb x Pb ..................................................................................... (15)
Keterangan:
MB = Manfaat Batubara (Rp/tahun)
Jb = Jumlah Batubara (ton/tahun)
Pb = Harga Batubara (Rp/ton)

4.4.4 Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi


Analisis biaya dan manfaat ekonomi adalah metode yang digunakan untuk
mengetahui pemanfaatan lahan yang paling optimal. Dalam penelitian ini adalah
pemanfaatan lahan kawasan hutan, apakah lahan tersebut lebih bermanfaat saat
digunakan sebagai kawasan hutan atau pertambangan batubara. Perhitungan
analisis biaya dan manfaat pada penelitian ini menggunakan benefit cost ratio.
Dengan mengadopsi formula dari Devkota (2006) maka benefit cost ratio pada
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Manfaat Batubara
B/C = ........................................................................... (16)
TEV+Biaya Batubara

Jika hasil B/C rasio ≥ 1, maka kegiatan konversi dapat dijalankan


(feasible). Jika hasil B/C rasio < 1, maka kegiatan konversi tidak dapat dijalankan
(not feasible). Pada analisis biaya dan manfaat dalam penelitian ini, manfaat
40

terdapat pada hasil dari produksi batubara. Manfaat batubara dihitung


menggunakan analisis market value. Sedangkan biaya adalah Total Economic
Value (TEV) kawasan hutan dan biaya batubara. TEV adalah total seluruh
manfaat yang dihasilkan dari kawasan hutan. TEV termasuk dalam opportunity
cost karena jika dilakukan kegiatan konversi lahan kawasan hutan menjadi
pertambangan batubara maka manfaat yang dihasilkan dari kawasan hutan akan
hilang, sehingga TEV dimasukkan ke dalam komponen opportunity cost. Dimana
yang termasuk dalam TEV atau opportunity cost pada kawasan hutan diantaranya
adalah nilai rumput, nilai karbon, nilai air, nilai keberadaan, nilai warisan, dan
nilai pilihan. Sedangkan biaya batubara dibagi menjadi dua komponen yaitu biaya
produksi dan biaya tambang. Biaya produksi pertambangan batubara diantaranya
adalah biaya eksplorasi, pompa, CHF cost Tanjung Enim, railway cost, port cost,
Surveyor EMKL, rolayalties dan iuran, serta corporate OH dan administration
cost. Sedangkan yang termasuk dalam biaya tambang batubara adalah biaya
penggalian tanah dan batubara.
41

V. GAMBARAN UMUM

5.1 Wilayah Penelitian


Penelitian ini dilakukan di kelurahan Tanjung Enim, Kecamatan Lawang
Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten Muara
Enim adalah salah satu kabupaten di provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Ibu
kota kabupaten ini terletak di Muara Enim. Secara geografis posisi Kabupaten
Muara enim terletak antara 4° sampai 6° Lintang Selatan dan 104° sampai 106°
Bujur Timur. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 7 300.50 km2, terdiri atas 20
kecamatan.
Berdasarkan sensus penduduk 2010, jumlah penduduk kabupaten ini
bertambah hingga berjumlah 716 676 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk
selama 2000-2010 sebesar 2 persen per tahun. Penyebaran penduduk menurut
kecamatan di wilayah Kabupaten Muara Enim tidak merata. Kecamatan dengan
jumlah penduduk terbanyak adalah Talang Ubi, Lawang Kidul, dan Muara Enim.
Menurut pemerintah Kabupaten Muara Enim sektor pertambangan
merupakan sektor yang berperan cukup besar dalam perekonomian Muara Enim,
terutama komoditas batubara, minyak, dan gas. Banyak produksi minyak bumi
tahun 2012 sebesar 7 102 200 barel meningkat sebesar 17.49 persen dibandingkan
tahun sebelumnya yaitu 6 045 120 barel, kemudian produksi gas bumi pada tahun
yang sama sebesar 50 375 560 MMSCF atau meningkat sekitar 2.21 persen dari
tahun sebelumnya, sedangkan produksi batubara tahun 2012 sebanyak 13 410 440
ton, jika dibandingkan dengan tahun lalu mengalami kenaikan sebesar 57.37
persen. Sementara untuk potensi bahan galian golongan C di Kabupaten Muara
Enim terdiri dari komoditas tanah liat, pasir bangunan, batu kali, koral, pasir
kuarsa, dan krokos. Dari beberapa komoditas di penggalian C, komoditas pasir
kuarsa menempati produksi terbesar di Kabupaten Muara Enim.
Listrik merupakan salah satu komponen vital dalam kehidupan masyarakat.
Menurut pemerintah Kabupaten Muara Enim, penggunaan listrik di Kabupaten
Muara Enim tahun 2012 dilihat dari daya terpasang mengalami peningkatan
sebesar 9.60 persen dibanding tahun 2011. Sementara produksi listrik yang terjual
mencapai 163 659 633 KWh, meningkat sebesar 13.64 persen dibandingkan tahun
42

sebelumnya. Peningkatan penggunaan listrik secara otomatis meningkatkan


konsumsi batubara PLTU di Kabupaten Muara Enim, sehingga produksi batubara
terus meningkat setiap tahunnya.
Menurut BPS (2012), Kecamatan Lawang Kidul merupakan salah satu
kecamatan yang berada di Kabupaten Muara Enim, terletak di bagian barat daya
Kabupaten Muara Enim dengan luas wilayah sekitar 380.84 km2. Kecamatan ini
berjarak kurang lebih 12 kilometer dari Kabupaten Muara Enim. Kondisi
topografi pada umumnya berbukit dengan ketinggian berkisar antara 62-229 meter
dari permukaan laut. Kecamatan Lawang Kidul berada di lembah rangkaian
Pegunungan Bukit Barisan, berhawa sejuk dengan curah hujan sedang. Di
kawasan ini terdapat banyak gunung dan sungai. Kecamatan Lawang Kidul dilalui
oleh Sungai Enim dengan beberapa anak sungai yaitu Air Kiyahan dan Air
Kelawas.
Wilayah Kecamatan Lawang Kidul terdiri dari tiga kelurahan dan empat
desa, yaitu Kelurahan Tanjung Enim, Kelurahan Tanjung Enim Selatan,
Kelurahan Pasar Tanjung Enim, Desa Darmo, Desa Keban Agung, Desa Tegal
Rejo, dan Desa Lingga. Ibu kota Kecamatan Lawang Kidul terletak di Desa
Keban Agung yang berjarak sekitar 20 kilometer dari Muara Enim yang
merupakan ibu kota Kabupaten Muara Enim (BPS, 2012).
Menurut laporan monografi Kecamatan Lawang Kidul (2013), jumlah
penduduk di Kecamatan Lawang Kidul tercatat sebanyak 70 262 orang, dengan
jumlah penduduk laki-laki sebanyak 35 863 orang dan jumlah penduduk
perempuan sebanyak 34 399 orang.
Kecamatan Lawang Kidul merupakan daerah penambangan batu bara
dengan deposit bahan tambang sangat besar. Bersamaan dengan itu, kawasan
hunian berkembang dengan cepat sejalan dengan perkembangan wilayah. Hampir
seluruh luas wilayah kecamatan ini berupa lahan kering dan hanya sebagian kecil
berupa lahan sawah. Lahan sawah hanya berjumlah 65 hektar yaitu berupa sawah
tadah hujan. Sedangkan lahan kering di Kecamatan Lawang Kidul, yaitu seluas 38
019 hektar. Sebagian besar lahan kering berupa hutan negara yaitu seluas 22 513
hektar dan perkebunan seluas 2 123 hektar. Untuk keperluan usaha tani rakyat,
terdapat tegalan/ladang seluas 3 786 hektar yang pada umumnya diperuntukkan
43

bagi usaha pertanian tanaman pangan (BPS, 2012). Luas lahan sawah dan bukan
sawah menurut penggunaannya di Kecamatan Lawang Kidul Tahun 2012 dapat
dilihat pada Tabel 5 berikut ini:

Tabel 5 Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kecamatan Lawang Kidul Tahun


2013
Uraian Luas Lahan (Ha)
a. Bangunan 637
b. Sawah 65
c. Kebun/Ladang 3 786
d. Hutan negara 22 513
e. Hutan rakyat 591
f. Sementara tidak diusahakan 205
g. Kolam/Empang 108
h. Perkebunan 2 123
i. Lainnya 8 056
Jumlah 38 084
Sumber: Dinas Pertanian Pangan Kabupaten Muara Enim (2013)

Kelurahan Tanjung Enim merupakan salah satu kelurahan yang terletak di


Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Kelurahan
Tanjung Enim terdiri dari 12 Rukun Warga (RW) dan 54 Rukun Tetangga (RT).
Jarak Kabupaten Muara Enim dari Kota Palembang sekitar 200 km dapat
ditempuh kurang lebih dalam waktu 5 jam, sedangkan jarak tempuh Kabupaten
Muara Enim ke Kelurahan Tanjung Enim sekitar 16 km dapat ditempuh kurang
lebih dalam waktu 30 menit.
Kelurahan Tanjung Enim memiliki luas wilayah sebesar 7 804 ha yang
terdiri dari luas pemukiman sebesar 238 ha, kuburan sebesar 14 ha, perkarangan
sebesar 1 646 ha, taman sebesar 24 ha, perkantoran sebesar 46 ha, dan prasarana
umum sebesar 5 836 ha. Menurut bagian pemerintahan di Kelurahan Tanjung
Enim luas pertambangan batubara yang ada di wilayah Kelurahan Tanjung Enim
kurang lebih sebesar 3 000 ha, dimana luasan pertambangan batubara ini termasuk
kedalam luasan wilayah prasarana umum. Dapat disimpulakan pada wilayah
Kelurahan Tanjung Enim penggunaan lahan terbesar adalah untuk pertambangan
batubara. Pada tabel 6 dapat dilihat luas wilayah Kelurahan Tanjung Enim
berdasarkan penggunaan lahan:
44

Tabel 6 Luas Wilayah Kelurahan Tanjung Enim Berdasatkan Penggunaan Tahun


2013
Uraian Luas Lahan (Ha)
a. Luas Pemukiman 238
b. Luas Perkantoran 46
c. Luas Perkarangan 1.646
d. Luas Taman 24
e. Luas Kuburan 14
f. Luas Prasarana Umum 5.836
Jumlah 7.804
Sumber: Laporan Akhir Tahun Kelurahan Tanjung Enim (2013)

Menurut hasil wawancara dengan Lurah Tanjung Enim, batas-batas wilayah


kelurahan Tanjung Enim secara administratif adalah sebagai berikut:

a. Sebelah utara : Desa Tegal Rejo dan Desa Lingga


b. Sebelah selatan : Desa Keban Agung dan Tanjung Enim Selatan
c. Sebelah barat : Air Laya dan Kabupaten Lahat, Kecamatan Merapi
d. Sebelah timur : Desa Darmo

Jumlah penduduk pada Kelurahan Tanjung Enim pada tahun 2013 adalah
sebanyak 13 946 orang yang terdiri dari 3 531 kepala keluarga (KK). Jumlah
penduduk laki-laki pada kelurahan Tanjung Enim adalah sebanyak 7 099 orang
sedangkan jumlah penduduk pereampuan adalah sebanyak 6 847 orang. Sebagian
besar penduduk kelurahan Tanjung Enim bekerja pada perusahaan pertambangan
maupun kontraktor batubara, baik sebagai karyawan maupun buruh tambang
batubara. Menurut data dari Kelurahan Tanjung Enim, penduduk Kelurahan
Tanjung Enim sebagain besar bermata pencaharian sebagai buruh pertambangan
yaitu sebanyak 1 364 orang. Lalu diikuti dengan penduduk yang bermata
pencaharian sebagai buruh bangunan sebanyak 472 orang dan penduduk yang
bermata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 162 orang.
Sisanya penduduk bermata pencaharian sebagai pedagang, peternak, dan
sebagainya.
45

5.2 Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang diteliti pada penelitian ini adalah usia,


pendidikan, pendapatan, jumlah tanggungan, dan jenis kelamin. Variabel-variabel
ini dipilih karena dianggap akan dapat mempengaruhi besarnya WTP existence
value, WTP bequest value, dan WTP option value yang dibayarkan oleh individu
atau masyarakat terhadap barang dan jasa lingkungan yang dihasilkan kawasan
hutan.
5.2.1 Jenis Kelamin
Responden dalam penelitian ini berjumlah 40 orang dengan jumlah
responden perempuan sebanyak 23 orang (57 persen) sedangkan responden laki-
laki sebanyak 17 orang (43 persen). Jumlah responden perempuan lebih banyak
dibandingkan dengan responden laki-laki, karena responden perempuan lebih
mudah untuk ditemui dan diwawancara secara mendalam daripada responden laki-
laki. Hal ini juga disebabkan oleh responden laki-laki yang tidak mempunyai
banyak waktu luang, karena harus bekerja. Perbandingan sebaran responden laki-
laki dan perempuan dapat dilihat pada Gambar 5.

43% Perempuan
57% Laki-laki

Sumber: Data Primer (2014)


Gambar 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

5.2.2 Status Pernikahan


Responden pada penelitian ini paling banyak sudah berstatus menikah
yaitu sebanyak 34 orang atau 85 persen. Perbandingan sebaran responden dalam
status pernikahan dapat dilihat pada Gambar 6.
46

15%

Belum Menikah
Menikah

85%

Sumber: Data Primer (2014)


Gambar 6 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan

5.2.3 Usia
Tingkat usia responden sangat bervariasi dimulai dari umur 20 tahun
sampai dengan umur 63 tahun. Jumlah responden terbanyak terdapat pada kisaran
usia 31-40 tahun yaitu sebanyak 13 orang atau 33 persen dan responden yang
berusia pada kisaran 41-50 tahun memiliki jumlah yang sama yaitu sebanyak 13
orang atau 33 persen, sedangkan paling sedikit responden berusia ≥ 60 tahun yaitu
sebanyak 2 orang atau 5 persen. Perbandingan sebaran usia responden dapat
dilihat pada Gambar 7.

5% 2%
5%
≤ 20
21 - 30
22%
31 - 40

33% 41 - 50
51 - 60

33% ≥ 60

Sumber: Data Primer (2014)

Gambar 7 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

5.2.4 Pendidikan
Karakteristik tingkat pendidikan responden pada penelitian ini cukup
beragam. Jumlah tingkat pendidikan responden terbanyak adalah tingkat sarjana
(S1) yaitu sebanyak 21 orang atau 53 persen, sedangkan responden paling sedikit
47

pada tingkat pendidikan paling rendah yaitu tingkat Sekolah Dasar (SD) sebanyak
1 orang atau 2 persen,. Perbandingan sebaran responden terhadap tingkat
pendidikan dapat dilihat pada Gambar 8.
2%

10% SD
SMP
20% SMA
53%
D3
S1
15%

Sumber: Data Primer (2014)


Gambar 8 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

5.2.5 Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang dimiliki responden pada penelitian ini sangat
bervariatif. Responden terbanyak memiliki pekerjaan sebagai PNS/BUMN yaitu
sebanyak 17 orang atau 42 persen, sedangkan responden paling sedikit memiliki
pekerjaan sebagai pedagang yaitu sebanyak 3 orang atau 8 persen. Jenis pekerjaan
responden cukup mewakili jenis pekerjaan seluruh masyarakat Tanjung Enim.
Perbandingan sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada
Gambar 9.

15%
PNS/BUMN
8% Swasta
42%
Wiraswasta
13%
Pedagang
Ibu RT
22%

Sumber: Data Primer (2014)


Gambar 9 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
48

5.2.6 Pendapatan
Jumlah pendapatan responden pada penelitian ini dibagi menjadi beberapa
kisaran pendapatan. Responden terbanyak dengan jumlah pendapatan pada kisaran
Rp 1 100 000 – 2 000 000 yaitu sebanyak 11 orang atau 27 persen, sedangkan
responden paling sedikit pada penelitian ini adalah dengan mempunyai
pendapatan pada kisaran Rp 500 000 – Rp 1 000 000 sebanyak 2 orang atau 5
persen. Perbandingan sebaran responden berdasarkan pendapatan dapat dilihat
pada Gambar 10.

5%

500.000 - 1.000.000
23%
1.100.000 - 2.000.000
27%
2.100.000 - 3.000.000

23% 3.100.000 - 4.000.000


> 4.000.000
22%

Sumber: Data Primer (2014)


Gambar 10 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan

5.2.7 Jumlah Tanggungan


Pada penelitian ini responden terbanyak memiliki jumlah tanggungan 3
orang adalah sebanyak 15 orang atau 37 persen, sedangkan responden paling
sedikit memiliki jumah tanggungan 5 orang adalah sebanyak 3 orang atau 8
persen. Perbandingan karakteristik sebaran tanggungan responden dapat dilihat
pada Gambar 11.

15%
13% 8%
1 orang
2 orang
3 orang
27% 4 orang
37% 5 orang

Sumber: Data Primer (2014)

Gambar 11 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan


49

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Analisis Biaya dan Manfaat Pertambangan Batubara


Analisis biaya dan manfaat pada pertambangan batubara dihitung dari
biaya yang dikeluarkan untuk pertambangan batubara, sedangkan untuk manfaat
dihitung dari penerimaan yang didapatkan dari pertambangan batubara. Pada
penelitian ini luas lahan yang akan dikonversi menjadi pertambangan batubara
adalah seluas 257 ha. Perkiraan jumlah volume batubara yang terdapat pada lahan
tersebut sebanyak 33 337 577 ton dengan kandungan 7000 Kcal/kg GAR. Harga
batubara yang digunakan pada penelitian ini adalah harga batubara acuan bulan
Januari tahun 2014 yaitu sebesar $ 83.94 (Direktorat Jendral Mineral dan
Batubara, 2014) jika dikonversikan ke dalam nilai rupiah bulan Januari tahun
2014 yaitu sebesar Rp 12 226, sehingga didapatkan harga batubara 7000 Kcal/kg
GAR adalah sebesar Rp 1 026 250 /ton.
Produksi batubara diperkirakan setiap tahunnya adalah sebesar 4 000 000
ton, sehingga jika dihitung dari jumlah volume batubara yang dapat dihasilkan
pada lahan seluas 257 ha adalah sebanyak 33 337 577 ton. Maka dengan membagi
total volume batubara dengan produksi batubara per tahun, dapat diketahui bahwa
cadangan batubara dapat digunakan untuk lebih kurang delapan tahun kedepan.
Namun produksi batubara setiap tahunnya tergantung pada permintaan konsumen,
jika permintaan konsumen terhadap batubara 7000 Kcal/kg GAR menurun maka
cadangan batubara dapat dimanfaatkan pada jangka waktu yang lebih lama atau
malah sebaliknya.

6.1.1 Manfaat Pertambangan Batubara


Pertambangan batubara di daerah Tanjung Enim yang dikelola oleh PTBA
merupakan pertambangan batubara yang berpengaruh bagi pemenuhan kebutuhan
energi dunia, baik nasional maupun internasional. Menurut Keputusan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2013, produksi batubara nasional paling
besar dimanfaatkan oleh PLN (Perusahaan Listrik Negara) untuk memenuhi
kebutuhan energi listrik nasional. Dimana pada tahun 2014 pemanfaatan batubara
oleh PLN adalah sebesar 60.08 persen dari total pemanfaatan batubara nasional.
Maka dari itu batubara adalah sumber daya yang sangat penting bagi
50

keberlangsungan kegiatan manusia, karena sebagian besar kegiatan manusia


membutukan energi listrik begitu pula dengan proses produksi industri seperti
industri semen dan kertas.
Menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik
Indonesia tahun 2013, pada tahun 2014 PTBA diwajibkan untuk memenuhi
kebutuhan energi nasional sebesar 4 498 880 ton. Permintaan batubara untuk
pemenuhan kebutuhan energi setiap tahunnya semakin meningkat, sejalan dengan
peningkatan permintaan batubara maka produksi batubara pun setiap tahunnya
mengalami pengingkatan. Peningkatan produksi batubara PTBA selama lima
tahun pada periode tahun 2008 sampai tahun 2012 dapat dilihat pada Gambar 12.

14000000
Jumlah Produksi (ton)

12000000
10000000
8000000
6000000
4000000
2000000
0
2008 2009 2010 2011 2012
Tahun

Sumber: Laporan Tahunan PTBA (2012)

Gambar 12. Produksi Batu Bara PTBA Unit Tanjung Enim


Tahun 2008-2012

Pada tahun 2008 PTBA memproduksi batubara Unit Pertambangan


Tanjung Enim sebanyak 10 086 509 ton, hingga tahun 2012 produksi batubara
meningkat menjadi 13 064 168 ton. Peningkatan produksi ini dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan energi dunia. Dimana penjualan batubara untuk keperluan
domestik maupun ekspor semakin meningkat setiap tahunnya dan penjualan
terbesar PTBA adalah untuk keperluan domestik yaitu PLTU yang berada di
seluruh wilayah Indonesia dan industri pabrik. Peningkatan penjualan batubara
PTBA pada periode tahun 2008 hingga tahun 2012 dapat dilihat pada Gambar 13
berikut ini.
51

16000000

Penjualan Batubara (ton)


14000000
12000000
10000000
8000000 Domestik
6000000 Ekspor
4000000 Jumlah Penjualan
2000000
0
2008 2009 2010 2011 2012

Tahun

Sumber: Laporan Tahunan PTBA (2012)

Gambar 13. Penjualan Batubara PTBA Unit Tanjung Enim


Tahun 2008-2012

Penjualan batubara pada tahun 2008 sebanyak 12 797 922 ton, untuk
keperluan domestik sebanyak 8 321 310 ton. Hingga pada tahun 2012 penjualan
menjadi sebanyak 15 335 883 ton, untuk keperluan domestik sebanyak 8 435 302
ton. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sumber daya batubara
masih sangat dibutuhkan di negeri ini. Sumber daya batubara masih menjadi salah
satu pilihan bagi PLTU maupun industri untuk pembangkit tenaga listrik.
Tetapi untuk memproduksi batubara memang dibutuhkan aturan dan
strategi yang baik, agar sumber daya batubara dapat dimanfaatkan secara bijak
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Maka dari itu pada penelitian ini akan
menganalisis biaya dan manfaat ekonomi wilayah kawasan hutan Bukit Munggu
yang terdapat sumber daya batubara melimpah di dalamnya dan direncanakan
akan dikonversi menjadi pertambangan batubara. Secara ekonomi, akan dianalisis
apakah pada kawasan hutan ini akan lebih bermanfaat saat tetap menjadi kawasan
hutan atau saat dikonversi menjadi pertambangan batubara. Untuk perhitungan
manfaat pertambangan batubara yang dihasilkan, akan diestimasi dari jumlah
penerimaan dari kegiatan pertambangan batubara. Seperti yang sudah dijelaskan
pada metode penelitian bahwa penerimaan dari produksi batubara adalah
cerminan dari manfaat yang dihasilkan dari pertambangan batubara. Penerimaan
52

pertambangan batubara adalah pemasukan (input) yang diperoleh dari kegiatan


produksi batubara.
Pada lahan kawasan hutan Bukit Munggu yang akan dikonversi menjadi
pertambangan batubara ini, jumlah manfaat yang dapat dihasilkan dari produksi
adalah sebesar Rp 4 105 001 760 000 /tahun. Jumlah manfaat batubara didapatkan
dari mengalikan jumlah volume batubara yang dapat dihasilkan dalam setahun
dengan harga batubara sesuai dengan harga pasar, dimana volume batubara yang
rata-rata diproduksi dalam setahun adalah sebanyak 4 000 0000 ton/tahun dengan
harga batubara (7000 Kcal/kg GAR) adalah sebesar Rp 1 026 250 /ton. Berikut
adalah perhitungan manfaat dari pertambangan batubara.

Manfaat Batubara = 4 000 000 ton/tahun x Rp 1 026 250 /ton

= Rp 4 105 001 760 000 /tahun

6.1.2 Biaya Pertambangan Batubara

Untuk melakukan suatu kegiatan produksi dibutuhkan biaya, termasuk


dalam pertambangan batubara. Biaya yang dikeluarkan untuk pertambangan
batubara bukan jumlah yang sedikit, karena banyak komponen biaya yang
diperlukan untuk kegiatan pertambangan batubara. Biaya yang dibutuhkan pada
pertambangan batubara mulai dari biaya eksplorasi hingga reklamasi lahan pasca
tambang batubara agar lahan tersebut dapat dimanfaatkan kembali.
Pada perhitungan biaya pertambangan batubara dalam penelitian ini
daianalisis dari komponen biaya dengan metode full costing. Menurut Khasanah
et al. (2011), full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi
yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi kedalaman harga pokok
produksi. Harga pokok produksi yang dihitung melalui pendekatan full costing
terdiri dari unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, biaya overhead variabel, dan biaya overhead tetap) ditambah dengan
biaya non produksi (biaya pemasaran, biaya administrasi, dan umum). Uraian
komponen biaya yang dibutuhkan untuk pertambangan batubara di lahan kawasan
hutan Bukit Munggu dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini:
53

Tabel 7 Biaya Pertambangan Batubara


Uraian Biaya (Rp/satuan) Jumlah Biaya (Rp/tahun)
Biaya Produksi
1. Eksplorasi (ton) 1 500 6 000 000 000
2. Pompa (ton) 3 500 14 000 000 000
3. CHF Cost Tanjung Enim (ton) 21 000 84 000 000 000
4. Railway Cost (ton) 106 000 424 000 000 000
5. Port Cost (ton) 20 000 80 000 000 000
6. Surveyor, EMKL (ton) 875 3 500 000 000
7. Royalties dan iuran (ton) 5 500 22 000 000 000
8. Coorporate OH dan 40 000 160 000 000 000
Administration Cost (ton)
9. Lingkungan (ton) 5 200 20 800 000 000

Biaya Tambang
1. Tanah (bcm) 35 000 140 000 000 000
2. Batubara (7000 Kcal/kg GAR) 29 000 116 000 000 000
(ton)
Total Biaya 1 070 300 000 000
Sumber: Satuan Kerja Perencanaan Jangka Panjang PTBA (2014)

Berdasarkan perhitungan, biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan


kegiatan pertambangan batubara di lahan kawasan hutan Bukit Munggu dengan
produksi sebanyak 4 000 000 ton/tahun adalah sebesar Rp 1.07 triliun/tahun.
Komponen biaya dibagi menjadi dua yaitu biaya produksi dan biaya tambang.
Biaya produksi yang dimaksud adalah biaya operasi pertambangan batubara,
sedangkan biaya tambang adalah biaya penggalian tanah dan batubara beserta alat
beratnya.
Pada komponen biaya produksi terdapat sembilan jenis biaya. Pertama,
biaya eksplorasi digunakan untuk mengeksplorasi lahan yang akan ditambang,
dilakukan sebelum melakukan kegiatan penambangan, agar diketahui apakah pada
lahan tersebut terdapat batubara didalamnya dan layak untuk dilakukan
penambangan. Biaya yang dibutuhkan untuk mengeksplorasi potensi lahan ini
adalah sebesar Rp 6 milyar/tahun. Kedua, biaya pompa digunakan untuk
memompa air dalam bukaan tambang yang masih terdapat kandungan asam ke
dalam kolam, biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 14 milyar/tahun. Ketiga, biaya
CHF (Coal Handling Facility) Tanjung Enim adalah biaya yang digunakan untuk
fasilitas penunjang pertambangan batubara, seperti basecamp karyawan
54

penambang batubara, garasi alat berat, bengkel alat berat, dan lain-lain sebesar Rp
84 milyar/tahun. Keempat, biaya railway cost adalah biaya pengiriman batubara
ke stockpile menggunakan kereta api sebesar Rp 424 milyar/tahun. Kelima, biaya
port cost adalah biaya pelabuhan yang digunakan untuk pengiriman batubara
kepada konsumen sebesar Rp 80 milyar/tahun. Keenam, surveyor, EMKL
(Ekspedisi Muatan Kapal Laut) adalah biaya untuk menguji sertifikasi kandungan
batubara dengan pihak ketiga (surveyor independent) kegiatan ini bisa dilakukan
sebelum maupun setelah pengiriman batubara kepada konsumen. Biaya surveyor,
EMKL yang dibutuhkan sebesar Rp 3.5 milyar/tahun. Ketujuh, royalties dan iuran
adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemerintah daerah dan pemerintah pusat,
dari sisi pemerintahan biaya ini termasuk menjadi manfaat sedangkan untuk yang
memproduksi batubara termasuk dalam komponen biaya. Biaya royalties dan
iuran adalah sebesar Rp 22 milyar/tahun. Kedelapan, biaya coorporate OH (Over
Head) dan administration cost adalah biaya untuk pengelolaan dan pelaksanaan
administrasi kegiatan pertambangan batubara sebesar Rp 160 milyar/tahun.
Kesembilan, biaya lingkungan adalah biaya yang digunakan untuk reklamasi
(pemulihan kembali) lahan pasca tambang sebesar Rp 20.8 milyar/tahun.
Pada komponen biaya tambang terdapat dua jenis biaya. Pertama, biaya
tanah adalah biaya yang digunakan untuk penggalian tanah dan penyewaan alat
beratnya sebesar Rp 140 milyar/tahun. Kedua, biaya batubara (7000 Kcal/kg
GAR) adalah biaya penggalian batubara dengan kandungan batubara yang ada
pada lahan tersebut sebesar 7000 Kcal/kg GAR serta biaya penyewaan alat berat
untuk penggalian batubara sebesar Rp 116 milyar/tahun.

6.2 Analisis Nilai Penggunaan Kawasan Hutan

Nilai penggunaan kawasan hutan atau Total Economic Value (TEV) yang
dikuantifikasi pada penelitian ini adalah nilai air yang digunakan oleh masyarakat
Tanjung Enim, nilai karbon yang dapat dihasilkan kawasan hutan, nilai oksigen
yang dapat dihasilkan dari pepohonan dalan kawasan hutan, dan nilai rumput yang
digunakan peternak sapi. Nilai penggunaan kawasan hutan pada penelitian ini
dikuantifikasi dengan menggunakan metode valuasi dan analisis nilai pasar
(market value). Kuantifikasi nilai penggunaan sumberdaya dalam kawasan hutan
55

dilakukan untuk mengestimasi nilai ekonomi manfaat penggunaan kawasan hutan


secara moneter, sehingga dapat dibandingkan dengan manfaat dan biaya ekonomi
dari kegiatan pertambangan batubara. Tetapi dalam penelitian ini TEV menjadi
bagian dari biaya, yaitu opportunity cost. Dimana pada kegiatan konversi kawasan
hutan menjadi pertambangan batubara manfaat yang dihasilkan dari sumber daya
yang ada dalam kawasan hutan akan hilang digantikan dengan manfaat yang dapat
dihasilkan dari produksi batubara.

6.2.1 Nilai Air


Pada penelitin ini akan dihitung nilai air yang digunakan oleh masayarakat
Tanjung Enim. Harga air yang digunakan adalah harga air dari PDAM Kabupaten
Muara Enim adalah sebesar Rp 25 000 /m3, sedangkan penentuan jumlah
penggunaan air rata-rata masyarakat menggunakan literatur dan penelitian yang
pernah dilakukan, disebutkan penggunaan air rata-rata manusia per hari adalah
144 liter. Jumlah penduduk Kelurahan Tanjung Enim adalah sebanyak 13 946
orang. Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai air adalah sebesar Rp 18.27
milyar/tahun. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Nilai Air


Uraian Jumlah Nilai Total (Rp/tahun)
Penggunaan air (m3/tahun) 73 0993.5
Jumlah penduduk (jiwa) 13 946
Harga air (Rp/m3) 25 000
Nilai total air 18 274 838 400
Sumber: Data diolah (2014)

6.2.2 Nilai Karbon


Manfaat tidak langsung yang dihitung pada penelitian ini adalah nilai
karbon. Manfaat nilai karbon yang dihasilkan kawasan hutan dianalisis
menggunakan analisis market value (nilai pasar). Menurut penelitian Yusuf
(2010) satu hektar hutan sekunder dapat menyimpan 95 ton karbon dan satu
hektar hutan primer dapat menyimpan 263 ton karbon, dengan nilai karbon pada
saat ini adalah sebesar $ 10 ($ 1 = Rp 12 226). Hutan primer adalah hutan yang
telah mencapai umur lanjut dan ciri struktural tertentu yang sesuai dengan
56

kematangannya, sedangkan hutan sekunder adalah hutan-hutan yang merupakan


hasil regenerasi (pemulihan) setelah sebelumnya mengalami kerusakan ekologis.
Maka dari literatur diatas dapat ditentukan pada kawasan hutan Bukit
Munggu ini hutan yang ada termasuk kedalam jenis hutan primer. Berdasarkan
perhitungan didapatkan nilai serapan karbon di kawasan hutan Bukit Munggu
adalah sebesar Rp 8.26 milyar/tahun, dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini:

Tabel 9 Nilai Karbon


Uraian Jumlah Nilai Total (Rp/tahun)
Luas lahan (ha) 257
Jumlah karbon (ton) 67 591
Harga karbon (Rp/ton) 122 260
Nilai total karbon 8 263 675 660
Sumber: Data diolah (2014)

6.2.3 Nilai Oksigen


Pada penelitian ini oksigen merupakan manfaat tidak langsung yang
dihasilkan kawasan hutan, dimana dalam kawasan hutan terdapat banyak tegakan
pohon yang dapat menghasilkan oksigen yang sangat diperlukan bagi manusia.
Menurut Pracoyo dan Pracoyo (2006) tanpa disadari manusia selalu membutuhkan
oksigen agar dapat tetap bernafas. Oksigen adalah barang non ekonomis, karena
untuk mendapatkannya kita tak perlu membayar. Oksigen memang bermanfaat,
namun karena jumlahnya berlimpah, menjadi tidak punya nilai. Namun begitu
tempat tinggal kita mengalami polusi udara dan kita harus pergi ke suatu tempat
untuk mendapatkan udara yang bersih maka oksigen sudah menjadi barang
ekonomi. Hal ini juga dikemukakan oleh Sugiarto, et al (2002) bahwa status suatu
barang dapat berubah terkait dengan waktu dan tempat. Sebagai gambaran, pada
umumnya oksigen adalah barang bebas, tapi bagi seseorang yang mengalami
kekurangan oksigen, oksigen dapar berubah menjadi barang ekonomi. Maka dari
itu dalam penelitian ini jika kegiatan konversi dilakukan, maka udara akan
menjadi barang ekonomi. Sehingga manfaat dari udara atau oksigen yang
dihasilkan dari pepohonan yang ada di kawasan hutan perlu dihitung dan akan
menjadi opportunity cost pada kegiatan konversi kawasan hutan menjadi
pertambangan batubara.
57

Pendugaan jumlah pohon di kawasan hutan dilakukan dengan pendekatan


luas dan jarak antar pohon. Jarak antar pohon sekitar 3 m dan luas lahan sebesar
257 ha, sehingga pendugaan jumlah pohon yang ada di kawasan hutan Bukit
Munggu adalah sebanyak 23 130 000 pohon. Menurut Mahesi (2008), sebuah
pohon dapat menghasilkan 1.2 kg oksigen per hari. Untuk mengkonversikan ke
dalam satuan liter, maka terlebih dahulu harus diketahui massa jenis oksigen.
Massa jenis oksigen adalah (0o C; 101.325 kPa) 1.429 g/liter dengan harga
oksigen saat ini adalah sebesar Rp 25 000 per liter. Sehingga nilai oksigen yang
dapat dihasilkan dari kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar 176 752
triliun/tahun, untuk perhitungan nilai oksigen dapat dilihat pada tabel 10 berikut:

Tabel 10 Nilai Oksigen


Uraian Jumlah Nilai Total (Rp/tahun)
Luas lahan (ha) 257
Jumlah pohon (pohon) 23 130 000
Harga oksigen (Rp/liter) 25 000
Massa jenis oksigen (g/liter) 1.429
Nilai total oksigen 176 752 694 191 742 000
Sumber: Data diolah (2014)

6.2.4 Nilai Rumput

Manfaat langsung yang dihitung pada penelitian ini adalah manfaat hutan
dalam menghasilkan makanan untuk hewan ternak masyarakat Tanjung Enim.
Hewan ternak yang dibebaskan untuk mencari makan di kawasan hutan ini adalah
sapi. Peternak sapi yang mengembalakan sapinya pada kawasan hutan ini adalah
berjumlah empat orang, dengan jumlah sapi yang dimiliki adalah sebanyak 54
ekor. Pada tabel 11 dapat dilihat jumlah peternak sapi yang menggembalakan
sapinya di kawasan hutan yang akan dikonversi.

Tabel 11 Peternak Sapi di Kawasan Hutan


Nama Peternak Jumlah Sapi (ekor)
Peternak 1 17
Peternak 2 5
Peternak 3 9
Peternak 4 23
Total 54
Sumber: Data diolah (2014)
58

Menurut Yulianto dan Saparinto (2010), seekor sapi membutuhkan pakan


rumput segar sebanyak 45 kg per hari, sehingga dalam setahun dibutuhkan rumput
sebanyak 16 380 kg untuk memenuhi kebutuhan makanan sapi. Sedangkan
menurut harga pasar, harga rumput adalah sebesar Rp 400 /kg. Berdasarkan hasil
perhitungan, didapatkan nilai total rumput adalah sebesar Rp 353 808 000 /tahun.
Pada tabel 12 dapat dilihat hasil perhitungan nilai rumput yang dimanfaatkan oleh
peternak sapi.

Tabel 12 Nilai Rumput


Uraian Jumlah Nilai Total (Rp/tahun)
Sapi (ekor) 54
Rumput (kg/tahun) 884 520
Harga rumput (Rp/kg) 400
Nilai total rumput 353 808 000
Sumber: Data diolah (2014)

6.2.6 Analisis Willingness To Pay (WTP)


Responden dalam penelitian ini berjumlah 40 orang, semua responden
adalah masyarakat Tanjung Enim yang tinggal pada kawasan hutan. Karakteristik
responden dalam penelitian ini sangat beragam sehingga diharapkan dapat
mewakili seluruh masyarakat Tanjung Enim yang merasakan manfaat dan jasa
lingkungan yang dihasilkan dari kawasan hutan.
Pada penelitian ini analisis nilai willingness to pay menggunakan
pendekatan CVM (Contingen Valuation Method), untuk mengetahui nilai WTP
responden terhadap existence value (nilai keberadaan), bequest value (nilai
warisan), dan option value (nilai pilihan) kawasan hutan. Nilai WTP tersebut
diperlukan untuk memvaluasi kawasan hutan menjadi nilai moneter sehingga
dapat dibandingkan dengan analisis pendapatan pertambangan batubara.

6.2.6.1 Analisis WTP Existence Value


Analisis WTP existence value digunakan untuk mengetahui seberapa besar
WTP yang ingin dibayarkan oleh responden bagi keberadaan kawasan hutan Bukit
Munggu, dimana responden pada penelitian ini adalah masyarakat Tanjung Enim
yang merasakan manfaat dari kawasan hutan Bukit Munggu. Hasil perhitungan
rataan WTP dan total WTP existence value dapat dilihat pada Tabel 13.
59

Tabel 13 WTP Existence Value Responden


No WTP Frekuensi Rataan WTP Total WTP
(Rp/KK/Tahun) (orang) (Rp) (Rp)
1 5 000 3 375 15 000
2 10 000 9 2 250 90 000
3 15 000 4 1 500 60 000
4 20 000 7 3 500 140 000
5 25 000 6 3 750 150 000
6 30 000 5 3 750 150 000
7 35 000 1 875 35 000
8 40 000 2 2 000 80 000
9 50 000 2 2 500 100 000
10 60 000 1 1 500 60 000
Total 40 22 000 880 000
Sumber: Data diolah (2014)

Hasil dari analisis WTP existence value menunjukkan nilai rataan WTP
existence value responden adalah sebesar Rp 22 000. Rataan nilai WTP dihitung
dari data distribusi WTP responden. Kemudian dilakukan pengelompokkan data
dari nilai WTP terkecil sampai nilai WTP terbesar yang sedia dibayarkan oleh
responden. Sedangkan untuk total nilai WTP existence value yang ingin
dibayarkan responden adalah sebesar Rp 880 000. Adapun nilai keberadaan
(existence value) didapatkan dari mengalikan nilai rataan dengan jumlah
penduduk, dimana jumlah penduduk Kelurahan Tanjung Enim adalah sebanyak
13 465 orang. Maka didapatkan nilai keberadaan hutan adalah sebesar Rp 296 912
000 /tahun. Besaran nilai yang dihasilkan tersebut menggambarkan penilaian
masyarakat Tanjung Enim terhadap manfaat dan jasa lingkungan yang diberikan
atas keberadaan (exsistance value) hutan. Sedangkan hubungan antara jumlah
WTP yang dibayarkan dengan jumlah responden yang bersedia membayar dapat
digambarkan dengan kurva bid WTP, dimana semakin tinggi harga yang
dibayarkan maka semakin semakin sedikit jumlah orang yang bersedia membayar.
Kurva permintaan WTP existence value dapat dilihat pada lampiran 1.
Analisis fungsi WTP existence value digunakan untuk mengetahui faktor-
faktor yang berpengaruh terdahap WTP responden. Analisis fungsi WTP
dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan menduga lima
variabel penjelas (independent variable) yaitu variabel usia, tingkat pendidikan,
penghasilan, jumlah tanggungan, dan dengan variabel dummy jenis kelamin. Hasil
analisis regresi nilai WTP responden dapat dilihat pada Tabel 14.
60

Tabel 14 Analisis Linier Berganda WTP Existence Value


Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant -4.559 1.741 -2.62 0.013
JK -0.0257 0.1141 -0.23 0.823 1.1
U 0.2164 0.2133 1.01 0.317 1.2
TP 0.8321 0.3044 2.73 0.010* 1.6
P 0.7830 0.1252 6.25 0.000* 1.5
JT -0.1872 0.1291 -1.45 0.156** 1.2
R-Square 73.3 %
Adjusted R-Square 69.4 %
Durbin Watson 2.3325
F-Statistik 18.71 0.000
Keterangan:
* : Signifikan pada taraf nyata (α = 0.05)
** : Signifikan pada taraf nyata(α = 0.2)

Berdasarkan hasil regresi tersebut didapatkan nilai R2 sebesar 73.3 persen


yang berarti keragaman nilai WTP responden dapat dijelaskan oleh variabel dalam
model sebesar 73.3 persen sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel diluar
model. Nilai Fhit diperoleh sebesar 18.71 dengan nilai P sebesar 0.000
menunjukkan bahwa variabel penjelas dalam model bersama-sama berpengaruh
nyata terhadap nilai WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Model
yang dihasilkan pada penelitian ini telah dilakukan uji asumsi klasik yaitu uji
normalitas, multikolinieritas, dan heteroskedastisitas. Menurut hasil regresi,
model sudah memenuhi parameter uji asumsi klasik (sumber lampiran 4). Model
yang dihasilkan dari hasil regresi adalah sebagai berikut:

ln WTPK = -4.56– 0.026 JK + 0.216 U +0.832 TP + 0.783 P – 0.187 JT

Pada model tersebut diketahui variabel penjelas yang berpengaruh nyata


pada WTP keberadaan masyarakat Tanjung Enim adalah variabel pendapatan,
tingkat pendidikan, dan jumlah tanggungan. Variabel tingkat pendidikan
mempunyai nilai P-value sebesar 0.010 menunjukkan bahwa variabel tingkat
pendidikan berpengaruh nyata terhadap WTP responden pada taraf kepercayaan
(α) 5 persen. Nilai koefisisen yang bertanda positif (+) dengan nilai 0.8321 berarti
bahwa setiap kenaikan tingkat pendidikan responden selama 1 tahun maka nilai
WTP yang diberikan akan meningkat sebesar 0.8321 persen. Hal ini disebabkan
oleh responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki ilmu
pengetahuan tentang lingkungan yang lebih tinggi, sehingga memiliki keinginan
61

membayar yang lebih tinggi. Keinginan membayar yang lebih tinggi juga dapat
disebabkan karena sebagian besar responden yang memiliki tingkat pendidikan
lebih tinggi, memiliki pendapatan yang lebih tinggi.
Variabel pendapatan memiliki nilai P-value sebesar 0.000 menunjukkan
bahwa variabel pendapatan berpengaruh nyata terhadap WTP responden pada
taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisien yang bertanda positif (+) dengan
nilai 0.7830 berarti bahwa setiap peningkatan pendapatan responden sebesar satu
rupiah akan meningkatkan WTP sebesar 0.7830 persen. Responden yang memiliki
pendapatan yang lebih tinggi mempunyai keinginan membayar yang lebih tinggi,
karena mereka mempunyai uang lebih untuk disisihkan bagi keperluan lain salah
satunya menjaga kelestarian hutan.
Variabel jumlah tanggungan mempunyai P-value sebesar 0.156
menunjukkan bahwa variabel jumlah tanggungan berpengaruh nyata terhadap
WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 20 persen. Nilai koefisien yang
bertanda negatif (-) dengan nilai 0.1872 berarti bahwa setiap peningkatan jumlah
tanggungan responden sebanyak 1 orang maka nilai WTP yang diberikan akan
menurun sebesar 0.1872 persen. Hal ini dikarenakan responden memiliki
tanggung jawab dan prioritas lebih untuk memenuhi kebutuhan keluarganya,
dibandingkan dengan menyisihkan uangnya untuk kelestarian lingkungan.
Adapun variabel-variabel bebas yang diduga berpengaruh terhadap nilai
WTP responden, namun setelah dilakukan analisis terhadap model ternyata tidak
berpengaruh secara signifikan yaitu jenis kelamin dan usia.

6.2.6.2 Analisis WTP Bequest Value


Analisis WTP bequest value digunakan untuk mengetahui seberapa besar
WTP yang ingin dibayarkan oleh responden bagi nilai warisan kawasan hutan
Bukit Munggu, dimana responden pada penelitian ini adalah masyarakat Tanjung
Enim yang merasakan manfaat dari kawsan hutan Bukit Munggu. Hasil
perhitungan nilai rataan WTP dan total nilai WTP bequest value responden dapat
dilihat pada Tabel 15.
62

Tabel 15 WTP Bequest Value Responden


No WTP Frekuensi Rataan WTP Total WTP
(Rp/KK/Tahun) (Orang) (Rp) (Rp)
1 5 000 2 250 10 000
2 10 000 7 1 750 70 000
3 12 000 1 300 12 000
4 15 000 7 2 625 105 000
5 20 000 7 3 500 140 000
6 25 000 5 3 125 125 000
7 30 000 6 4 500 180 000
8 40 000 2 2 000 80 000
9 50 000 2 2 500 100 000
10 60 000 1 1 500 60 000
Total 40 22 050 882 000
Sumber: Data diolah (2014)

Berdasarkan perhitungan rataan WTP bequest value dari distribusi data


responden didapatkan nilai rataan WTP bequest value responden adalah sebesar
Rp 22 050. Sedangkan total nilai WTP bequest value yang ingin dibayarkan oleh
responden adalah sebesar Rp 882 000. Nilai warisan (bequest value) didapatkan
dari mengalikan rataan WTP bequest value dengan jumlah penduduk, maka
didapatkan nilai warisan hutan sebesar Rp 297 586 800 /tahun. Besaran nilai yang
dihasilkan tersebut menggambarkan penilaian manfaat dan jasa lingkungan atas
nilai warisan (bequest value) hutan. Sedangkan hubungan antara jumlah WTP
yang dibayarkan dengan jumlah responden yang bersedia membayar dapat
digambarkan dengan kurva bid WTP, dimana semakin tinggi harga yang
dibayarkan maka semakin semakin sedikit jumlah orang yang bersedia membayar.
Kurva permintaan WTP bequest value dapat dilihat pada lampiran 2.
Analisis fungsi WTP bequest value dilakukan dengan menggunakan
analisis regresi berganda dengan menduga lima variabel penjelas (independent
variable) yaitu variabel usia, tingkat pendidikan, penghasilan, jumlah tanggungan,
dan dengan variabel dummy jenis kelamin. Hasil analisis regresi nilai WTP
responden dapat dilihat pada Tabel 16.
63

Tabel 16 Analisis Linier Berganda WTP Bequest Value


Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant -1.598 1.586 -1.01 0.321
JK -0.0528 0.1040 -0.51 0.615 1.1
U -0.1282 0.1943 -0.66 0.514 1.2
TP 0.8500 0.2773 3.06 0.004* 1.6
P 0.6521 0.1141 5.72 0.000* 1.5
JT 0.0519 0.1176 0.44 0.662 1.2
R-Square 73.7 %
Adjusted R-Square 69.9 %
Durbin Watson 2.1938
F-Statistik 19.09 0.000
Keterangan: (*) Signifikan pada taraf nyata (α = 0.05)

Berdasarkan hasil regresi tersebut didapatkan nilai R2 sebesar 73.7 persen


yang berarti keragaman nilai WTP responden dapat dijelaskan oleh variabel dalam
model sebesar 73.7 persen sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel diluar
model. Nilai Fhit diperoleh sebesar 19.09 dengan nilai P sebesar 0.000
menunjukkan bahwa variabel penjelas dalam model bersama-sama berpengaruh
nyata terhadap nilai WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Model
yang dihasilkan pada penelitian ini telah dilakukan uji asumsi klasik yaitu uji
normalitas, multikolinieritas, dan heteroskedastisitas. Menurut hasil regresi,
model sudah memenuhi parameter uji asumsi klasik (sumber lampiran 8). Model
yang dihasilkan dari hasil regresi adalah sebagai berikut:

ln WTPW = -1.60 – 0.053 JK – 0.128 U + 0.850 TP + 0.652 P – 0.052 JT

Pada model tersebut diketahui variabel penjelas yang berpengaruh nyata


pada WTP warisan masyarakat Tanjung Enim adalah variabel pendapatan dan
tingkat pendidikan. Variabel tingkat pendidikan mempunyai nilai P-value sebesar
0.000 menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan berpengaruh nyata
terhadap WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisisen
yang bertanda positif (+) dengan nilai 0.6521 berarti bahwa setiap kenaikan
tingkat pendidikan responden selama 1 tahun maka nilai WTP yang diberikan
akan meningkat sebesar 0.6521 persen. Keinginan membayar yang lebih tinggi
disebabkan oleh responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi
memiliki ilmu pengetahuan tentang lingkungan yang lebih tinggi.
64

Variabel pendapatan memiliki nilai P-value sebesar 0.004 menunjukkan


bahwa variabel pendapatan berpengaruh nyata terhadap WTP responden pada
taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisien yang bertanda positif (+) dengan
nilai 0.8500 berarti bahwa setiap peningkatan pendapatan responden sebesar satu
rupiah akan meningkatkan WTP sebesar 0.8500 persen. Responden yang memiliki
pendapatan yang lebih tinggi mempunyai keinginan membayar yang lebih tinggi,
karena mempunyai uang lebih untuk digunakan pada pemanfaatan lain.
Adapun variabel-variabel bebas yang diduga berpengaruh terhadap nilai
WTP responden, namun setelah dilakukan analisis terhadap model ternyata tidak
berpengaruh secara signifikan yaitu jenis kelamin, usia, dan jumlah tanggungan.

6.2.6.3 Analisis WTP Option Value


Analisis WTP option value digunakan untuk mengetahui seberapa besar
WTP yang ingin dibayarkan oleh responden bagi nilai pilihan kawasan hutan
Bukit Munggu, dimana responden pada penelitian ini adalah masyarakat Tanjung
Enim yang merasakan manfaat dari kawsan hutan Bukit Munggu. Berdasarkan
perhitungan rataan WTP option value dari distribusi data responden didapatkan
nilai rataan WTP option value responden adalah sebesar Rp 24 550. Sedangkan
total nilai WTP option value yang ingin dibayarkan oleh responden adalah sebesar
Rp 982 000. Hasil perhitungan nilai rataan WTP dan total nilai WTP option value
responden dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 WTP Option Value Responden


No WTP Frekuensi Rataan WTP Total WTP
(Rp/KK/Tahun) (orang) (Rp) (Rp)
1 5 000 3 375 15 000
2 10 000 3 750 30 000
3 12 000 1 300 12 000
4 15 000 8 3 000 120 000
5 20 000 8 4 000 160 000
6 25 000 2 1 250 50 000
7 30 000 7 5 250 210 000
8 35 000 1 875 35 000
9 40 000 2 2 000 80 000
10 50 000 3 3 750 150 000
11 60 000 2 3 000 120 000
Total 40 24 550 982 000
Sumber: Data diolah (2014)
65

Sehingga dari hasil perhitungan diperoleh nilai pilihan (option value)


kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar Rp 331 326 800 /tahun, hasil ini
didapatkan dari mengalikan rataan WTP option value dengan jumlah penduduk.
Nilai tersebut menggambarkan penilaian manfaat dan jasa lingkungan atas nilai
pilihan (option value) hutan. Sedangkan hubungan antara jumlah WTP yang
dibayarkan dengan jumlah responden yang bersedia membayar dapat
digambarkan dengan kurva bid WTP, dimana semakin tinggi harga yang
dibayarkan maka semakin semakin sedikit jumlah orang yang bersedia membayar.
Kurva permintaan WTP option value dapat dilihat pada lampiran 3.
Analisis fungsi WTP option value dilakukan dengan menggunakan analisis
regresi berganda dengan menduga lima variabel penjelas (independent variable)
yaitu variabel usia, tingkat pendidikan, penghasilan, jumlah tanggungan, dan
dengan variabel dummy jenis kelamin. Hasil analisis regresi nilai WTP responden
dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Analisis Linier Berganda WTP Option Value


Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant -1.673 2.120 -0.79 0.436
JK -0.0188 0.1390 -0.14 0.893 1.1
U -0.1093 0.2598 -0.42 0.676 1.2
TP 0.8353 0.3707 2.25 0.031* 1.6
P 0.6678 0.1525 4.38 0.000* 1.5
JT -0.0790 0.1572 -0.50 0.619 1.2
R-Square 60.8 %
Adjusted R-Square 55.0 %
Durbin Watson 1.6254
F-Statistik 10.54 0.000
Keterangan: (*) Signifikan pada taraf nyata (α = 0.05)

Berdasarkan hasil regresi tersebut didapatkan nilai R2 sebesar 60.8 persen


yang berarti keragaman nilai WTP responden dapat dijelaskan oleh variabel dalam
model sebesar 60.8 persen sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel diluar
model. Nilai Fhit diperoleh sebesar 10.54 dengan nilai P sebesar 0.000
menunjukkan bahwa variabel penjelas dalam model bersama-sama berpengaruh
nyata terhadap nilai WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Model
yang dihasilkan pada penelitian ini telah dilakukan uji asumsi klasik yaitu uji
normalitas, multikolinieritas, dan heteroskedastisitas. Menurut hasil regresi,
66

model sudah memenuhi parameter uji asumsi klasik (sumber lampiran 9). Model
yang dihasilkan dari hasil regresi ini adalah sebagai berikut:

ln WTPP = -1.67 – 0.019 JK – 0.109 U + 0.835 TP + 0.668 P – 0.079 JT

Pada model tersebut diketahui variabel penjelas yang berpengaruh nyata


pada WTP pilihan masyarakat Tanjung Enim adalah variabel pendapatan dan
tingkat pendidikan. Variabel tingkat pendidikan mempunyai nilai P-value sebesar
0.031 menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan berpengaruh nyata
terhadap WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisien
yang bertanda positif (+) dengan nilai 0.8353 berarti bahwa setiap kenaikan
tingkat pendidikan responden selama 1 tahun maka nilai WTP yang diberikan
akan meningkat sebesar 0.8353 persen. Hal ini disebabkan oleh responden yang
memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki ilmu pengetahuan tentang
lingkungan lebih tinggi, sehingga mempunyai kesadaran tentang kelestarian
lingkungan lebih tinggi dari responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah.
Variabel pendapatan memiliki nilai P-value sebesar 0.000 menunjukkan
bahwa variabel pendapatan berpengaruh nyata terhadap WTP responden pada
taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisien yang bertanda positif (+) dengan
nilai 0.6678 berarti bahwa setiap peningkatan pendapatan responden sebesar satu
rupiah akan meningkatkan WTP sebesar 0.6678 persen.Responden yang memiliki
pendapatan yang lebih tinggi mempunyai keinginan membayar yang lebih tinggi,
karena mempunyai uang lebih untuk ikut serta dalam menjaga kelestarian hutan
agar masyarakat masih tetap dapat merasakan berbagai manfaat hutan yang ada di
dalamnya baik manfaat secara ekonomi maupun ekologi.
Adapun variabel-variabel bebas yang diduga berpengaruh terhadap nilai
WTP responden, namun setelah dilakukan analisis terhadap model ternyata tidak
berpengaruh secara signifikan yaitu usia, jenis kelamin, dan jumlah tanggungan.

6.2.7 Nilai Total Ekonomi Kawasan Hutan


Menurut Fatriani (2006), nilai merupakan persepsi manusia tentang makna
atau suatu objek (sumber daya hutan) bagi individu tertentu pada waktu dan
tempat tertentu. Oleh karena itu akan terjadi keragaman nilai sumber daya hutan
67

berdasarkan pada persepsi dan lokasi masyarakat yang berbeda-beda. Nilai


sumber daya hutan sendiri diperoleh dari manfaat yang diperoleh masyarakat.
Masyarakat yang memperoleh manfaat secara langsung akan memiliki persepsi
yang positif terhadap nilai sumber daya hutan, dan hal tersebut dapat ditunjukkan
dengan tingginya nilai sumber daya hutan tersebut. Hal tersebut mungkin berbeda
dengan persepsi masyarakat yang tinggal jauh dari hutan dan tidak menerima
manfaat secara langsung.
Nilai total ekonomi pada kawasan hutan Bukit Munggu adalah nilai total
secara moneter dari semua manfaat yang dapat dihasilkan kawasan hutan, yaitu
akumulasi dari nilai penggunaan (use value) kawasan hutan dan nilai bukan
penggunaan (non use value) kawasan hutan. Berdasarkan perhitungan total nilai
ekonomi kawasan hutan adalah sebesar Rp 1.83 triliun/tahun. Nilai tersebut
didapatkan dari penjumlahan nilai penggunaan (use value) kawasan hutan yaitu
nilai air, nilai karbon, nilai oksigen, dan nilai rumput dengan nilai bukan
penggunaan (non use value) kawasan hutan yaitu nilai keberadaan (existence
value), nilai warisan (option value), dan nilai pilihan (option value). Hasil
perhitungan nilai total ekonomi kawasan hutan dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Nilai Total Ekonomi Kawasan Hutan


No. Keterangan Nilai Ekonomi (Rp/tahun)
Use Value
1. Nilai air 18 274 838 400
2. Nilai karbon 8 263 675 660
3. Nilai oksigen 176 752 694 191 742 000
4. Nilai rumput 353 808 000
5. Nilai pilihan 331 326 800
Non Use Value
1. Nilai keberadaan 296 912 000
2. Nilai warisan 297 586 800
Total Nilai Ekonomi 176 752 722 009 890 000
Sumber: Data diolah (2014)

6.3 Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi Konversi

Menurut Sugiyono (2001), analisis biaya dan manfaat digunakan untuk


mengevaluasi penggunaan sumber-sumber ekonomi agar sumber daya langka
dapat digunakan secara efisien. Dengan analisis ini, dapat menjamin penggunaan
sumber-sumber ekonomi yang efisien dengan memilih program yang memenuhi
68

kriteria efisien. Analisis biaya dan manfaat merupakan alat bantu untuk membuat
keputusan dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat.
Analisis biaya dan manfaat ekonomi pada kawasan hutan dilakukan
dengan menghitung B/C rasio dari lahan kawasan hutan, yaitu dengan membagi
jumlah manfaat yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan
konversi. Dimana pada penelitian ini manfaat dalam konversi lahan adalah
manfaat dari produksi batubara yang dianalisis menggunakan analisis market
value, sedangkan komponen biayanya adalah biaya produksi batubara dan Total
Economic Value (TEV). TEV termasuk dalam opportunity cost dimana manfaat
yang diperoleh dari sumber daya yang ada dalam kawasan hutan akan hilang jika
lahan kawasan hutan di konversi menjadi pertambangan batubara. TEV di analisis
menggunakan metode valuasi dan market value, sedangkan biaya produksi
batubara menggunakan analisis market value. Hasil perhitungan manfaat dan
biaya ekonomi dari kegiatan konversi lahan kawasan hutan Bukit Munggu dapat
dilihat pada tabel 20 berikut:

Tabel 20 Manfaat dan Biaya Ekonomi Kegiatan Konversi


No. Keterangan Nilai Manfaat dan Biaya Nilai Hasil
(Rp/tahun)
I. Manfaat
Manfaat Produksi Batubara 4 105 001 760 000
II. Biaya
2.1 Nilai Ekonomi Total 1 835 184 913 067
a. Nilai air 18 274 838 400
b. Nilai karbon 8 263 675 660
c. Nilai oksigen 176 752 694 191 742 000
d. Nilai rumput 353 808 000
e. Nilai keberadaan 296 912 000
f. Nilai warisan 297 586 800
g. Nilai pilihan 331 326 800
2.2 Biaya Produksi Batubara 1 070 300 000 000
Total Biaya 176 753 764 491 742 000
III. B/C Rasio -0.000002
Sumber: Data diolah (2014)
69

Dari tabel 21 dapat diketahui ada delapan nilai yang diestimasi pada
valuasi total nilai ekonomi kawasan hutan dalam penelitian ini. Nilai manfaat
yang dapat dihasilkan dari pertambangan batubara pada kawasan hutan Bukit
Munggu adalah sebesar Rp 4.10 triliun/tahun. Opportunity cost terbesar dari
kawasan hutan adalah oksigen, dimana oksigen adalah kebutuhan yang sangat
penting bagi kehidupan manusia. Sebenarnya oksigen bukanlah barang ekonomi,
namun jika terjadi penurunan kualitas udara maka oksigen menjadi barang
ekonomi, maka dari itu dibutuhkan penilaian untuk oksigen. Berdasarkan
perhitungan, nilai oksigen yang ada di kawasan hutan Bukit Munggu adalah
sebesar Rp 176 752 triliun/tahun. Untuk opportunity cost terbesar kedua adalah air.
Air adalah salah satu sumberdaya yang memiliki nilai yang cukup besar, karena
air adalah sumberdaya yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.
Manusia membutuhkan air setiap harinya untuk kebutuhan sehari-hari, seperti
minum, mandi, dan mencuci. Sedangkan opportunity cost terendah adalah rumput.
Dimana rumput hanya digunakan oleh peternak saja, sehingga nilainya tidak
sebesar manfaat sumber daya dalam kawasan hutan yang dimanfaatkan oleh
seluruh masyarakat Tanjung Enim. Berdasarkan perhitungan nilai rumput adalah
sebesar Rp 353.81 juta/tahun.
Selain itu biaya lain yang harus dikeluarkan adalah biaya untuk
memproduksi batubara. Jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menjalankan
kegiatan pertambangan batubara di kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar
Rp 1.07 triliun/tahun dengan asumsi produksi batubara dalam setahun sebanyak
4 000 000 ton/tahun. Biaya yang dibutuhkan dalam pertambangan batubara dibagi
menjadi dua komponen, yaitu biaya produksi dan biaya tambang. Biaya tersebut
adalah biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan pertambangan batubara mulai dari
biaya eksplorasi yaitu biaya untuk identifikasi lahan yang akan dijadikan tambang
batubara sampai dengan biaya lingkungan yaitu biaya untuk reklamasi lahan
pasca tambang. Penambangan batubara yang dilakukan oleh PTBA disertai
dengan kegiatan reklamasi lahan pasca tambang batubara sesuai dengan peraturan
pemerintah yang tercantum dalam UU No. 4 tahun 2009 Pasal 96. Adapun dari
hasil perhitungan didapatkan total biaya dari kegiatan konversi lahan kawasan
70

hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara adalah sebesar Rp 176 753
triliun/tahun.
Setelah mengetahui hasil estimasi dari manfaat dan biaya kegiatan
konversi kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara maka
analisis biaya dan manfaat ekonomi dapat dilakukan dengan menganalisis dari
hasil perhitungan benefit cost rasio. Dari hasil perhitungan didapatkan benefit cost
rasio pada studi kasus penelitian ini adalah sebesar -0.000002 berarti tidak
mamenuhi kriteria B/C rasio dimana suatu kegiatan dapat dijalankan jika hasil
dari B/C rasio lebih besar daripada satu. Manfaat yang dihasilkan dari lingkungan
jika di moneterkan dan dibandingkan dengan kegiatan lain tentu nilai manfaatkan
akan jauh lebih besar dari pemanfaatan lainnya. Tetapi jika ada kebutuhan yang
lebih penting dan sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
banyak tentu kegiatan konversi lahan kawasan hutan dapat dipertimbangkan
kembali, tentunya disertai dengan aturan dan ketetapan yang jelas dalam
melakukan kegiatan konversi tersebut. Misalnya jika akan melakukan kegiatan
konversi kawasan hutan menjadi pertambangan batubara adalah dengan
menyertainya dengan kegiatan reklamasi, dimana manfaat ekologis kawasan hutan
yang hilang saat dijadikan pertambangan dapat kembali memberikan manfaat
ekologis bagi masyarakat. Walaupun manfaat ekologis yang didapatkan tidak
akan sama persis seperti manfaat ekologis yang dihasilkan kawasan hutan pada
saat sebelum dilakukan konversi lahan.
71

VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan
1. Manfaat yang dapat dihasilkan dari kegiatan penambangan batubara di
kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar Rp 4 105 001 760 000 /tahun,
sedangkan biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan
penambangan batubara di kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar
Rp 1 070 300 000 000 /tahun. Perkiraan cadangan batubara yang terdapat di
kawasan hutan Bukit Munggu dapat dimanfaatkan selama kurang lebih untuk
sepuluh tahun kedepan.
2. Nilai ekonomi total kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar Rp 176 752
722 009 890 000 /tahun, dimana dalam penelitian ini nilai ekonomi total
kawasan hutan menjadi opportunity cost dalam kegiatan konversi kawasan
hutan menjadi pertambangan batubara. Nilai ekonomi total adalah nilai yang
didapatkan dari penjumlahan delapan hasil valuasi nilai ekonomi sumber daya
kawasan hutan Bukit Munggu. Nilai ekonomi tersebut diantaranya adalah
nilai air, nilai karbon, nilai oksigen, nilai rumput, nilai keberadaan (existence
value) kawasan hutan, nilai warisan (bequest value) kawasan hutan, dan nilai
pilihan (option value) kawasan hutan.
3. Berdasarkan hasil perhitungan manfaat yang dapat dihasilkan dari produksi
batubara di kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar Rp 4 105 001 760
000 /tahun. Sedangkan biaya yang harus dikeluarkan dan dikorbankan untuk
kegiatan konversi adalah sebesar Rp 176 753 764 491 742 000 /tahun. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa manfaat yang dapat dihasilkan dari kegiatan
konversi kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara lebih
besar daripada biaya yang dikeluarkan. Setelah dilakukan analisis biaya dan
manfaat ekonomi didapatkan B/C rasio sebesar -0.000002, sehingga dapat
disimpulkan bahwa kegiatan konversi dari sudut pandang lingkungan belum
dapat dijalankan.
72

7.2 Saran
1. Pelaksanaan kegiatan pertambangan batubara harus dilakukan dengan
mempertimbangkan luasan hutan yang ada pada wilayah tersebut, agar
tercipta pemanfaatan sumberdaya alam lestari.
2. Nilai lingkungan yang besar dari sumberdaya alam yang dapat dihasilkan dari
kawasan hutan harus dikelola secara optimal dan dimanfaatkan secara
bijaksana agar lingkungan dan sumberdaya alam yang terdapat pada kawasan
hutan dapat tetap lesatari dan manfaatnya dapat dirasakan manfaatnya secara
optimal bagi masyarakat.
3. Dari hasil perhitungan didapatkan B/C < 1, hasil ini menunjukkan bahwa
manfaat ekologis yang dapat dihasilkan oleh sumberdaya hutan nilainya
sangat besar. Sehingga dibutuhkan pertimbangan atau analisis yang lebih
mendalam lagi untuk melaksanakan kegiatan konversi kawasan hutan
menjadi pertambangan batubara.
4. Penelitian lanjutan yang lebih mendalam dengan menggunakan cash flow
sehingga dapat dibandingkan manfaat dan biaya dari kegiatan konversi
kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara yang lebih
rinci sepanjang umur proyek.
73

DAFTAR PUSTAKA

Adger N, Brown K, Cerfigni R, Moran D. 1994. Towards Estimating Total


Economic Value of Forests in Mexico. Centre for Social and Economic
Research on the Global Environment. Inggris (GB): University of East
Anglia, University Collage London.

Albarqoni F. 2013. Valuasi Ekonomi Lahan Hutan yang Berpotensi Untuk


Konversi Menjadi Kawasan Industri Kariangau Balikpapan Kalimantan
Timur. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.

Asisten Deputi Ekonomi Lingkungan. 2011. Panduan Valuasi Ekonomi Kegiatan


Pertambangan. Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup.

Barbier B, Acreaman M, Knowler D. 1997. Economic Valuation of Wetlands.


Ramsar Convention Bureau. United Kingdom: University of York.

Barry CF, Martha KF. 2002. Environmental Economics: An Introduction Third


Edition. Mc Graw Hill Companies. New York (US).

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan
Usaha Tahun 2009 – 2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

________________________. 2013a. Kecamatan Lawang Kidul dalam Angka


2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

________________________. 2013b. Neraca Energi Indonesia Tahun 2008-2013.


Jakarta: Badan Pusat Statistik.

[BPTT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2013. Outlook Energi


Indonesia 2013. Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Cavuta, Giacomo. 2012. Environmental Goods Valuation: The Total Economic


Value. Pescara (IT): University of Chieti.

Devkota, K H. 2006. Benefit-Cost Analysis of Agriculture Enterprise: A Case of


Jutpani VDC, Chitwan, Nepal. Nepal: Institute of Agriculture and Animal
Sciences. 27: 119-125.

Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. 2012. Statistik Batubara Indonesia


Tahun 2012. Jakarta: Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. 2013. Produksi Batubara Indonesia


Tahun 2008-2013. Jakarta: Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2006. Konsumsi Air Orang Indonesia. Jakarta:
Kementrian Pekerjaan Umum.
74

Dunn, William N. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University


Press. Yogyakarta.

Fauzi, Akhmad. 2010. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. PT


GramediaPustaka Utama. Jakarta.

Fauzi, Akhmad. 2014. Valuasi Ekonomi dan Penilaian Kerusakan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan. PT Penerbit IPB Press. Bogor.

Firdaus, Muhammad. 2011. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi


Aksara. Jember.

Frick H, Setiawan PL. 2002. Ilmu Konstruksi Perlengkapan dan Untilitas


Bangunan. Kanisius. Yogyakarta.

Gilarso T. 2003. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. Kanisius. Yogyakarta.

Gray C, Simanjuntak P, Sabur LK, Maspaitella PFL, Varley RCG. 1993.


Pengantar Evaluasi Proyek. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gujarati, D. 2007. Dasar-dasar Ekonometrika Edisi Ketiga Jilid 1. Penerbit


Erlangga. Jakarta

Gujarati D, Porter DC. 2011. Dasar-dasar Ekonometrika Edisi 5 Buku 1. Salemba


Empat. Jakarta.

Iriawan N, Astuti SP. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah


Menggunakan Minitab 14. CV Andi Offset. Yogyakarta.

Iriani, Diniyya. 2013. Analisis Nilai Ekonomi Manfaat dan Dampak Negatif
Penambangan Pasir Illegal di Sungai Berantas Kelurahan Semampir Kota
Kediri. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.

Iskandar, Aditya. 2009. Pengertian Harga, Biaya, Nilai, dan Pasar. Jakarta (ID)

Juanda, Bambang. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press.


Bogor.

Kadariah. 1999. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Lembaga Penelitian Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Kecamatan Lawang Kidul. 2013. Buku Monografi Kecamatan Lawang Kidul,


Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013. Sumatera
Selatan (ID).

Kelurahan Tanjung Enim, 2013. Laporan Monografi Kelurahan/Desa Tanjung


Enim, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi
Sumatera Selatan Tahun 2013. Sumatera Selatan (ID).
75

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2901


K/30/MEM/2013 tentang Penetapan Kebutuhan dan Persentase Minimal
Penjualan Batubara untuk Kepentingan dalam Negeri Tahun 2014.

Khasanah Eka N, Iskandar R, Kesuma AI. 2011. Penerapan Metode Full Costing
dalam Menentukan Harga Jual Batu Bara pada PT Energi Alam Sejahtera
di Samarinda (Studi Kasus pada PT Energi Alam Sejahtera di Samarinda).
Samarinda (ID). Universitas Mulawarman.

Mahesi, Vidya. 2008. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Kebun Raya Cibodas.
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Marhayana S, Niartiningsih A, Idrus R. 2012. Manfaat Ekonomi Ekosistem


Mangrove di Taman Wisata Perairan Padaido Kabupaten Biak Numfor,
Papua. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin Makassar.

Mutia SA, Ramli MI, Zubair A. 2013. Analisis Tingkat Ketersediaan dan
Kebutuhan RTH pada Kawasan Perumahan Kota Makassar. Makassar (ID):
Universitas Hassanudin.

Noor, Henry Faizal. 2007. Ekonomi Manajerial. PT Raja Grasindo Persada.


Jakarta.

Nurfatriani, Fitri. 2006. Konsep Nilai Ekonomi Total dan Metode Penilaian
Sumberdaya Hutan. Bogor (ID): Jurnal Penelitian Sosial Ekonomi
Kehutanan 3(1):1829-8109

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 5 Tahun 2011 tentang


Pelaksanaan Kegiata Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.44/Menhut-II/2012


tentang Pengukuhan Kawasan Hutan.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha


Pertambangan Mineral dan Batubara.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan-bahan


Galian.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2012 tentang


Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan.

Pracoyo Tri K, Pracoyo A. 2006. Aspek Dasar Ekonomi Mikro. PT Grasindo.


Jakarta.

Prasetya, Ferry. 2012. Modul Ekonomi Publik Bagian VI: Analisis Biaya dan
Manfaat. Malang: Universitas Brawijaya.
76

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara. Batubara.


2005. Jakarta: Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara. 2005. Batubara Indonesia. Jakarta:


Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Putri Eka IK, Ismail A, Wijayanti P, Buitenzorgi M, Maresvin N, 2010. Modul


Kuliah Ekonomi Lingkungan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rahmawaty, S. 2004. Hutan: Fungsi dan Peranannya Bagi Masyarakat. Sumatera


Utara (ID): Universitas Sumatera Utara.

Sayyidah, Lailatus. 2013. Kerugian Ekonomi Akibat Konversi Lahan Perkebunan


Kelapa Sawit Menjadi Pertambangan Emas (Studi Kasus: Desa Daya
Murni, Kecamatan Pelepat Ilir, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi).
[Skripsi]. Bogor: Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.

Setiawan, Kusrini DE. 2010. Ekonometrika. CV Andi Offset. Yogyakarta.


Sihaloho, M. 2004. Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria
(Kasus di Kelurahan Mulyaharjo, Kecamatan Bogor Selatan, Jawa Barat).
[Thesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. PT. Raja
Grafindo. Jakarta.

Sugiarto, Herlambang Tedy, Brastoro, Sudjana Rachmat, dan Kelana Said. 2000.
Ekonomi Mikro Sebuah Kajian Komprehensif. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

Sugiyono, A. 2001. Analisis Manfaat dan Biaya Sosial. Yogyakarta (ID):


Universitas Gadjah Mada.

Sunyoto, Danang. 2013. Ekonomi Manajerian Konsep Terapan Bisnis. PT Buku


Seru. Jakarta.

Suparmoko, M. 2009. Panduan dan Analisis Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam


dan Lingkungan (Konsep, Metode Perhitungan, dan Aplikasi). BPFE-
Yogyakarta. Yogyakarta

Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan


Mineral dan Batubara.

Yulianto P, Saparinto C. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Yusuf, S. 2010. Nilai Hasil Hutan yang Hilang Bila Terjadi Perubahan Fungsi
Hutan Lindung. Agritek Vol. 18. FPUB. Balikpapan.
77

LAMPIRAN
78

Lampiran 1 Kurva Permintaan WTP Existence Value

70000
WTP (Rp/tahun/KK)

60000
50000
40000
WTP Existance Value
30000
20000
Linear (WTP Existance
10000
Value)
0
0 10 20 30 40 50
Jumlah Responden (Orang)

Lampiran 2 Kurva Permintaan WTP Bequest Value


70000
60000
WTP (Rp/tahun/KK)

50000
40000
WTP Bequest Value
30000
20000
Linear (WTP Bequest
10000 Value)
0
0 10 20 30 40 50
Jumlah Responden (orang)

Lampiran 3 Kurva Permintaan WTP Option Value


70000
WTP (Rp/tahun/KK)

60000
50000
40000
WTP Option Value
30000
20000
Linear (WTP Option
10000
Value)
0
0 10 20 30 40 50
Jumlah Responden (orang)
79

Lampiran 4 Hasil Estimasi Regresi Berganda WTP Existence Value

The regression equation is


WTPK = - 4,56 - 0,026 Jenis Kelamin + 0,216 Umur + 0,832 Pendidikan
+ 0,783 Penghasilan - 0,187 Tanggungan

Predictor Coef SE Coef T P VIF


Constant -4,559 1,741 -2,62 0,013
Jenis Kelamin -0,0257 0,1141 -0,23 0,823 1,1
Umur 0,2164 0,2133 1,01 0,317 1,2
Pendidikan 0,8321 0,3044 2,73 0,010 1,6
Penghasilan 0,7830 0,1252 6,25 0,000 1,5
Tanggungan -0,1872 0,1291 -1,45 0,156 1,2

S = 0,347793 R-Sq = 73,3% R-Sq(adj) = 69,4%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P
Regression 5 11,3159 2,2632 18,71 0,000
Residual Error 34 4,1127 0,1210
Total 39 15,4285

Source DF Seq SS
Jenis Kelamin 1 0,1941
Umur 1 0,0005
Pendidikan 1 6,3906
Penghasilan 1 4,4762
Tanggungan 1 0,2544

Unusual Observations

Jenis
Obs Kelamin WTPK Fit SE Fit Residual St Resid
38 0,00 9,2103 9,9417 0,0817 -0,7313 -2,16R

R denotes an observation with a large standardized residual.

Durbin-Watson statistic = 2,33251


80

Lampiran 5 Hasil Uji Kolgomornov-Smirnov WTP Existence Value

Probability Plot of Residuals


Normal
99
Mean 4,440892E-16
StDev 0,3247
95 N 40
KS 0,082
90
P-Value >0,150
80
70
Percent

60
50
40
30
20

10

1
-0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8
Residuals

Lampiran 6 Hasil Uji Scatter plot WTP Existence Value

Residual Plots for Existance Value


Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values
99
0,5
90
Residual
Percent

0,0
50

10 -0,5

1
-0,8 -0,4 0,0 0,4 0,8 8,5 9,0 9,5 10,0 10,5
Residual Fitted Value

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data


8
0,5

6
Frequency

Residual

0,0
4

2 -0,5

0
-0,6 -0,4 -0,2 0,0 0,2 0,4 1 5 10 15 20 25 30 35 40
Residual Observation Order
81

Lampiran 7 Hasil Uji Glejser WTP Existence Value


The regression equation is
ln WTPK = 0,908 + 0,0692 Jenis Kelamin - 0,045 Umur + 0,100 Pendidikan
- 0,0491 Penghasilan - 0,0511 Tanggungan

Predictor Coef SE Coef T P VIF


Constant 0,9083 0,9482 0,96 0,345
Jenis Kelamin 0,06924 0,06216 1,11 0,273 1,1
Umur -0,0449 0,1162 -0,39 0,701 1,2
Pendidikan 0,0998 0,1658 0,60 0,551 1,6
Penghasilan -0,04909 0,06821 -0,72 0,477 1,5
Tanggungan -0,05109 0,07032 -0,73 0,473 1,2

S = 0,189459 R-Sq = 9,7% R-Sq(adj) = 0,0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P
Regression 5 0,13112 0,02622 0,73 0,605
Residual Error 34 1,22042 0,03589
Total 39 1,35154

Source DF Seq SS
Jenis Kelamin 1 0,05635
Umur 1 0,02435
Pendidikan 1 0,00085
Penghasilan 1 0,03063
Tanggungan 1 0,01894

Unusual Observations

Jenis
Obs Kelamin ln WTPK Fit SE Fit Residual St Resid
38 0,00 0,7313 0,2469 0,0445 0,4845 2,63R

R denotes an observation with a large standardized residual.

Durbin-Watson statistic = 1,24081


82

Lampiran 8 Hasil Estimasi Regresi Berganda WTP Bequest Value

The regression equation is


WTPW = - 1,60 - 0,053 Jenis Kelamin - 0,128 Umur + 0,850 Pendidikan
+ 0,652 Penghasilan + 0,052 Tanggungan

Predictor Coef SE Coef T P VIF


Constant -1,598 1,586 -1,01 0,321
Jenis Kelamin -0,0528 0,1040 -0,51 0,615 1,1
Umur -0,1282 0,1943 -0,66 0,514 1,2
Pendidikan 0,8500 0,2773 3,06 0,004 1,6
Penghasilan 0,6521 0,1141 5,72 0,000 1,5
Tanggungan 0,0519 0,1176 0,44 0,662 1,2

S = 0,316918 R-Sq = 73,7% R-Sq(adj) = 69,9%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P
Regression 5 9,5843 1,9169 19,09 0,000
Residual Error 34 3,4149 0,1004
Total 39 12,9991

Source DF Seq SS
Jenis Kelamin 1 0,1186
Umur 1 0,1466
Pendidikan 1 5,6809
Penghasilan 1 3,6186
Tanggungan 1 0,0196

Unusual Observations

Jenis
Obs Kelamin WTPW Fit SE Fit Residual St Resid
7 1,00 8,5172 9,1485 0,1668 -0,6314 -2,34R
10 0,00 9,2103 9,8495 0,0747 -0,6391 -2,08R
37 1,00 11,0021 10,3773 0,0972 0,6248 2,07R
38 0,00 9,2103 9,9585 0,0745 -0,7481 -2,43R

R denotes an observation with a large standardized residual.

Durbin-Watson statistic = 2,19389


83

Lampiran 9 Hasil Uji Kolgomornov-Smirnov WTP Bequest Value

Probability Plot of Residuals


Normal
99
Mean 1,376677E-15
StDev 0,2959
95 N 40
KS 0,090
90
P-Value >0,150
80
70
Percent

60
50
40
30
20

10

1
-0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8
Residuals

Lampiran 10 Hasil Uji Scatter plot WTP Bequest Value

Residual Plots for Bequest Value


Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values
99 0,8

90 0,4
Residual
Percent

50 0,0

10 -0,4

1 -0,8
-0,8 -0,4 0,0 0,4 0,8 8,5 9,0 9,5 10,0 10,5
Residual Fitted Value

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data


0,8
10,0
0,4
Frequency

7,5
Residual

0,0
5,0
-0,4
2,5

0,0 -0,8
-0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0,0 0,2 0,4 0,6 1 5 10 15 20 25 30 35 40
Residual Observation Order
84

Lampiran 11 Hasil Uji Glejser WTP Bequest Value


The regression equation is
sln WTPW = 2,25 - 0,0407 Jenis Kelamin - 0,201 Umur - 0,094 Pendidikan
- 0,0709 Penghasilan + 0,0165 Tanggungan

Predictor Coef SE Coef T P VIF


Constant 2,2473 0,9372 2,40 0,022
Jenis Kelamin -0,04073 0,06143 -0,66 0,512 1,1
Umur -0,2009 0,1148 -1,75 0,089 1,2
Pendidikan -0,0938 0,1639 -0,57 0,571 1,6
Penghasilan -0,07089 0,06741 -1,05 0,300 1,5
Tanggungan 0,01647 0,06950 0,24 0,814 1,2

S = 0,187245 R-Sq = 16,1% R-Sq(adj) = 3,8%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P
Regression 5 0,22957 0,04591 1,31 0,283
Residual Error 34 1,19206 0,03506
Total 39 1,42163

Source DF Seq SS
Jenis Kelamin 1 0,02584
Umur 1 0,10036
Pendidikan 1 0,06459
Penghasilan 1 0,03682
Tanggungan 1 0,00197

Unusual Observations

Jenis
Obs Kelamin ln WTPW Fit SE Fit Residual St Resid
10 0,00 0,6391 0,2537 0,0441 0,3855 2,12R
37 1,00 0,6248 0,1749 0,0575 0,4499 2,52R
38 0,00 0,7481 0,2515 0,0440 0,4966 2,73R

R denotes an observation with a large standardized residual.

Durbin-Watson statistic = 1,99489


85

Lampiran 12 Hasil Estimasi Regresi Berganda WTP Option Value


The regression equation is
WTPP = - 1,67 - 0,019 Jenis Kelamin - 0,109 Umur + 0,835 Pendidikan
+ 0,668 Penghasilan - 0,079 Tanggungan

Predictor Coef SE Coef T P VIF


Constant -1,673 2,120 -0,79 0,436
Jenis Kelamin -0,0188 0,1390 -0,14 0,893 1,1
Umur -0,1093 0,2598 -0,42 0,676 1,2
Pendidikan 0,8353 0,3707 2,25 0,031 1,6
Penghasilan 0,6678 0,1525 4,38 0,000 1,5
Tanggungan -0,0790 0,1572 -0,50 0,619 1,2

S = 0,423631 R-Sq = 60,8% R-Sq(adj) = 55,0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P
Regression 5 9,4535 1,8907 10,54 0,000
Residual Error 34 6,1017 0,1795
Total 39 15,5553

Source DF Seq SS
Jenis Kelamin 1 0,2062
Umur 1 0,2135
Pendidikan 1 5,5326
Penghasilan 1 3,4560
Tanggungan 1 0,0453

Unusual Observations

Jenis
Obs Kelamin WTPP Fit SE Fit Residual St Resid
7 1,00 8,5172 9,3467 0,2230 -0,8295 -2,30R
10 0,00 8,5172 9,8915 0,0999 -1,3743 -3,34R

R denotes an observation with a large standardized residual.

Durbin-Watson statistic = 1,62540


86

Lampiran 13 Hasil Uji Kolgomornov-Smirnov WTP Option Value

Probability Plot of Residuals


Normal
99
Mean 1,776357E-16
StDev 0,3955
95 N 40
KS 0,112
90
P-Value >0,150
80
70
Percent

60
50
40
30
20

10

1
-1,5 -1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0
Residuals

Lampiran 14 Hasil Uji Scatter plot WTP Option Value

Residual Plots for Option Value


Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values
99
0,5
90
0,0
Residual
Percent

50
-0,5

10 -1,0

1 -1,5
-1 0 1 9,0 9,5 10,0 10,5 11,0
Residual Fitted Value

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data

10,0 0,5
Frequency

7,5 0,0
Residual

5,0 -0,5

2,5 -1,0

0,0 -1,5
-1,0 -0,5 0,0 0,5 1 5 10 15 20 25 30 35 40
Residual Observation Order
87

Lampiran 15 Hasil Uji Glejser WTP Option Value


The regression equation is
WTPP = 2,07 - 0,0346 Jenis Kelamin - 0,065 Umur + 0,028 Pendidikan
- 0,108 Penghasilan - 0,015 Tanggungan

Predictor Coef SE Coef T P VIF


Constant 2,074 1,397 1,48 0,147
Jenis Kelamin -0,03464 0,09158 -0,38 0,708 1,1
Umur -0,0645 0,1712 -0,38 0,709 1,2
Pendidikan 0,0283 0,2443 0,12 0,909 1,6
Penghasilan -0,1079 0,1005 -1,07 0,290 1,5
Tanggungan -0,0153 0,1036 -0,15 0,883 1,2

S = 0,279139 R-Sq = 6,0% R-Sq(adj) = 0,0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P
Regression 5 0,16829 0,03366 0,43 0,823
Residual Error 34 2,64924 0,07792
Total 39 2,81753

Source DF Seq SS
Jenis Kelamin 1 0,01684
Umur 1 0,02004
Pendidikan 1 0,02768
Penghasilan 1 0,10201
Tanggungan 1 0,00171

Unusual Observations

Jenis
Obs Kelamin WTPP Fit SE Fit Residual St Resid
10 0,00 1,3743 0,3101 0,0658 1,0642 3,92R

R denotes an observation with a large standardized residual.

Durbin-Watson statistic = 1,90210


88

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Enim pada 21 April 1993 dari Bapak


Ahmad Yani dan Ibu Esti Handayani. Penulis adalah putri pertama dari 3
bersaudara. Penulis lulus dari SMA Darul Hikam Bandung pada tahun 2010. Pada
tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Uji Talenta Mandiri (UTM) pada program Mayor Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Selain itu, penulis juga
melengkapi mandat dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
dengan mengambil program Minor Komunikasi di Departemen Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.
Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif mengikuti organisasi
kemahasiswaan di IPB seperti Anggota di Organisasi Century (Center of
Enterpreneurship Development for Youth) IPB periode tahun 2010-2011, Kepala
Divisi Human Resourceand Development (HRD) Century IPB periode tahun
2011-2012, dan menjadi Dewan Komisaris Century IPB periode tahun 2012-2013.
Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi luar kampus seperti menjadi Ketua
Divisi Taman Baca di Organisasi Sanggar Juara periode 2012-2013. Penulis juga
aktif dalam beberapa kepanitiaan yang ada di dalam kampus maupun luar kampus.

Anda mungkin juga menyukai