Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sediaan Farmasetika terdiri dari sediaan steril dan sediaan non steril. Sediaan non
steril berbeda dengan sediaan steril, dimana sediaan non steril adalah sediaan yang dalam
pengerjaannya tidak memerlukan proses sterilisasi, sedangkan sediaan steril adalah sediaan
yang dalam pengerjaannya memerlukan suatu proses dan tindakan sterilisasi. Sediaan steril
harus terbebas dari mikroorganisme, bebas dari komponen toksik dan memiliki kemurnian
yang tinggi karena disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke bagian dalam
tubuh.Pada prinsipnya ini termasuk sediaam parenteral, mata, dan irigasi (Lachman dkk.,
2008).
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada,
sehingga jika ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat
berkembang biak. Sterilisasi harus dapat membunuh jasad renik yang paling tahan panas
yaitu spora bakteri. Steril menunjukkan kondisi yang memungkinkan terciptanya kebebasan
penuh dari mikroorganisme dengan keterbatasan tertentu sedangkan aseptis menunjukkan
proses atau kondisi terkendali di mana tingkat kontaminasi mikroba dikurangi sampai suatu
tingkat tertentu di mana mikroorganisme dapat ditiadakan pada suatu produk. Aseptis
menunjukkan keadaan steril yang “tampak” (Lachman dkk., 2008).Target suatu metode
inaktivasi tergantung dari metode dan tipe mikroorganisme yaitu tergantung dari asam
nukleat, protein atau membrane mikroorganisme tersebut. Agen kimia untuk sterilisasi
disebut sterilant (Pratiwi,2006).
Uji sterilitas dilakukan terhadap produk dan bahan yang sebelumnya telah mengalami
proses pensterilan yang telah diberlakukan. Hasilnya membuktikan bahwa prosedur
sterilisasi dapat diulang secara efektif. Tetapi umumnya disetujui bahwa kontrol yang
dilaksanakan selama proses validasi memberikan jaminan lebih efektifnya proses sterilisasi.
Uji ini dilakukan terhadap sampel yang dipilih untuk mewakili keseluruhan lot bahan
tersebut. Sampel bisa diambil dari kemasan atau wadah akhir suatu produk, atau sebagai
bagian dari tangki bulk cairan atau dari bahan bulk lainnya (Lachman dkk., 2008).

1
Salah satu Tujuan Uji Sterilisasi pembuatan Sediaan Steril adalah untuk
meminimalkan ketidakpercayaan terhadap pengujian produk akhir. Tiga prinsip yang
terlibat dalam proses uji sterilisasi sediaan steril adalah :
1) Untuk membuat sterilitas kedalam sediaan
2) Untuk menunjukkan tingkat kemungkinan maksimum yang pasti dimana proses dan
metode sterilisasi memiliki sterilisasi yang terpercaya terhadap semua unit dari batch
sediaan.
3) Untuk memberikan jaminan yang lebih luas dan mendukung hasil dari uji sterilitas
sediaan akhir.
(Zinda, 2008)
Uji sterilitas bermanfaat untuk mengetahui validitas proses sterilisasi dan melakukan
kontrol kualitas sediaan steril. Uji ini harus direncanakan dengan baik untuk menghindari
hasil positif palsu. Positif palsu dapat terjadi karena kontaminasi lingkungan maupun
kesalahan yang dilakukan oleh personil. Lingkungan harus didesain sesuai dengan
persyaratan ruang steril yang telah ditetapkan oleh Farmakope terutama mengenai jumlah
mikroorganisme maupun jumlah partikel yang hidup di udara. Media yang digunakan untuk
uji sterilitas hendaknya dipersiapkan dengan baik dan telah teruji kemampuannya di dalam
menumbuhkan mikroorganisme yang dapat berupa jamur maupun bakteri. Uji sterilisasi
menurut Farmakope Indonesia Edisi IV dapat dilakukan dengan dua prosedur pengujian
yang terdiri dari metode inokulasi langsung ke dalam media uji dan metode teknik
filtrasimembran. Prosedur berikut dapat digunakan untuk menetapkan apakah bahan
farmakope yang harus steril memenuhi syarat berkenaan dengan uji sterilitas seperti yang
tertera pada masing-masing monografi (untuk penggunaan prosedur uji sterilisasi sebagai
bagian dari pengawasan mutu di pabrik, seperti yang tertera pada Sterilisasi dan Jaminan
Sterilitas Bahan.
a. Prosedur Uji Inokulasi Langsung ke Dalam Media uji
Uji pada cairan, pindahkan cairan dari wadah uji menggunakan pipet atau jarum suntik
steril. Secara aseptik inokulasikan sejumlah tertentu bahan dari tiap wadah uji ke dalam
tabung media. Campur cairan dengan media tanpa aerasi berlebihan. Inkubasi dalam media
sesuai dengan prosedur umum selama tidak kurang 14 hari. Amati pertumbuhan pada media
secara visual sesering mungkin sekurangnya pada hari ke-3 atau ke-4 atau ke-5, pada hari

2
ke-7 atau ke-8 dan pada hari terakhir masa uji. Jika zat uji menyebabkan media menjadi
keruh sehingga ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba tidak segera dapat ditentukan secara
visual, pindahkan sejumlah memadai media ke dalam tabung baru berisi media yang sama,
sekurangnya 1 kali antara hari ke-3 dan ke-7 sejak pengujian dimulai. Lanjutkan inkubasi
media awal dan media baru selama total waktu tidak kurang dari 14 hari sejak inokulasi
awal.
b. Prosedur Uji Menggunakan Penyaringan Membran
Jika teknik penyaringan membran digunakan untuk bahan cair yang dapat diuji
dengan cara inokulasi langsung ke dalam media uji, uji tidak kurang dari volume dan jumlah
seperti yang tertera pada pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi.
Peralatan unit penyaring membran yang sesuai terdiri dari satu perangkat yang dapat
memudahkan penanganan bahan uji secara aseptic dan membran yang telah diproses dapat
dipindahkan secara aseptik untuk inokulasi ke dalam media yang sesuai atau satu perangkat
yang dapat ditambahkan media steril ke dalam penyaringnya dan membran diinkubasi in situ.
Membran yang sesuai umumnya mempunyai porositas 0,45m dengan diameter lebih
kurang 47mm, dan kecepatan penyaringan air 55 mL sampai 75 mL per menit pada tekanan
70cmHg. Unit keseluruhan dapat dirakit dan disterilkan bersama dengan membrane sebelum
digunakan atau membrane dapat disterilkan terpisah dengan cara apa saja yang dapat
mempertahankan karakteristik penyaring dan menjamin sterilitas penyaring dan
perangkatnya. Jika bahan uji berupa minyak, membran dapat disterilkan terpisah dan setelah
melalui pengeringan unit dirakit secara aseptic (Depkes RI, 1995).
Media berfungsi untuk menumbuhkan mikroba, isolasi, memperbanyak jumlah,
menguji sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah mikroba, dimana dalam proses
pembuatannya harus disterilisasi dan menerapkan metode aseptis untuk menghindari
kontaminasi pada media. Dalam Farmakope Edisi IV, disebutkan terdapat 3 media yang
dapat digunakan dalam uji sterilitas sediaan, yaitu media tioglikolat cair, media tioglikolat
alternatif (untuk alat yang mempunyailumen kecil), dan Soybean-Casein Digest Medium.
Media uji memenuhi syarat jika terjadi pertumbuhan yang nyata dalam semua
wadah media yang diinokulasi dalam kurun waktu 7 hari. Uji sterilitas dinyatakan tidak
absah, jika media uji menunjukkan respon pertumbuhan yang tidak memadai. Media segar
tidak digunakan dalam waktu 2 hari, simpan dalam tempat yang gelap, lebih baik pada suhu

3
2ºC hingga 25ºC. Jika media siap pakai disimpan dalam wadah yang tidak tertutup kedap,
dapat digunakan selama tidak lebih dari 1 bulan, dengan ketentuan media uji dalam kurun
waktu 7 hari sebelum penggunaan dan indikator warna memenuhi syarat. Jika disimpan
dalam wadah tertutup kedap, media dapat digunakan selama tidak lebih dari 1 tahun, dengan
ketentuan fertilitas media uji setiap 3 bulan dan indikator warna memenuhi syarat (Depkes
RI, 1995).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Sediaan Steril?

2. Apakah yang dimaksud dengan Sediaan Nonsteril ?

3.Bagaimana Prosedur Uji Inokulasi Langsung ke Dalam Media uji ?

4. Bagaimana Prosedur Uji Menggunakan Penyaringan Membran ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari sediaan steril.

2. Untuk mengetahui pengertian dari sediaan nonsteril.

3. Untuk mengetahui bagaimana Prosedur Uji Inokulasi Langsung ke Dalam Media uji.

4. Untuk mengetahui bagaimana Prosedur Uji Menggunakan Penyaringan Membran.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Mahasiswa mengetahui pengertian dari sediaan steril.

2. Mahasiswa mengetahui pengertian dari sediaan nonsteril

3. Mahasiswa mengetahui bagaimana Prosedur Uji Inokulasi Langsung ke Dalam Media


uji.
4. Mahasiswa mengetahui bagaimana Prosedur Uji Menggunakan Penyaringan Membran.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uji Sterilitas
Pengujian dilakukan dengan Teknik Aseptic yang cocok.

Percontoh kecuali dinyatakan lain, digunakan jumlah bagian percontoh seperti tertera pada
daftar I, tidak termasuk bagian percontoh yang digunakan untuk menetapkan Efektifitas
pembenihan.

DAFTAR I

Jumlah wadah dalam bets Jumlah bagian sampel

Kurang dari 100 10% atau 4, diambil yang lebih besar


Tidak kurang dari 100, tidak lebih dari 500 10
Lebih dari 500 2% atau 20, diambil yang kecil

Untuk sediaan yang disterilkan dalam otoklaf pada suhu diatas 100o, jumlah percontoh
yang digunakan dapat dikurangi menjadi 10. Jika isi tiap wadah 250 mL atau lebih, jumlah
percontoh yang digunakan dapat dikurangi menjadi 3. Jika isi setiap wadah kurang dari 1 mL
cairan atau kurang dari 50 mg zat padat, jumlah percontoh yang digunakan adalah 2 kali jumlah
yang tertera pada daftar I.

Sediaan uji dibuat menggunakan zat uji sejumlah seperti tertera pada daftar II atau sisa
pada membrane penyaring 450 nm yang diperoleh sebagai berikut: Untuk zat uji berupa larutan
atau cairan lebih besar dari 10 mL atau antibiotika lebih dahulu disaring menggunakan penyaring
membrane. Untuk serbuk, larutkan atau suspensikan dahulu menggunakan pelarut steril yang
cocok. Untuk larutan atau suspense minyak, kocok lebih dahulu dengan pelarut yang cocok,
saring melalui membrane penyaring.

5
DAFTAR II

Jumlah zat yang diperlukan untuk


Jumlah zat uji dalam wadah
Uji kuman Uji jamur dan ragi
Kurang dari 1 mL Semua isi Semua isi
Tidak kurang dari 1 mL
Separo isi Separo isi
Tidak kurang dari 4 mL
Cairan
Tidak kurang dari 4 mL
2 mL 2 mL
Tidak kurang dari 20 mL
Lebih dari 20 mL 10 % dari isi 10 % dari isi
Kurang dari 50 mg Semua isi Semua isi
Tidak kurang dari 50 mg
Padat Separo isi Separo isi
Tidak lebih dari 200 mg
Lebih dari 200 mg 100 mg 100 mg

Medium pembenihan, gunakan medium pembenihan seperti yang tertera dibawah ini:

Medium tioglikolat

Sisteina P 500 mg

Agar P 750 mg

Natrium klorida P 2,5 g

Glukosa P 5,5 g

Ekstrak ragi P 5g

Kalsiton P 15 g

Natrium tioglikolat P 500 mg

Atau asam tioglikolat P 0,3 mL

6
Larutan segar natrium rezasurin P 0,1 % b/v 1 mL

Air secukupnya hingga 1000 mL

pH setelah sterilisasi 7,1 ± 0,2

sebelum digunakan untuk membebaskan oksigen yang terlarut, panaskan pada suhu 100o selama
waktu yang diperlukan, dinginkan hingga suhu 30o.

Medium ini digunakan untuk uji kuman.

Medium pembenihan kasamino

Kasiton P 17 g

Hasil uraian tepung kedele oleh papaina P 3g

Natrium klorida P 5g

Dikaliumhydrogenfosfat 2,5 g

Glukosa P 2,5 g

Air secukupnya hingga 1000 mL

pH setelah sterilisasi 7,3 ± 0,2

Medium ini digunakan untuk uji jamur dan ragi.

7
2.2 Kuman Indikator

Untuk kuman aerob digunakan biakan pilihan Bacillus subtilis DKNS atau Sarcina lutea
DKSL, untuk kuman anaerob digunakan biakan pilihan Bacteoroides vulgatus DKBV atau
Clostridium sporogenes DKCS dan untuk jamur dan ragi digunakan biakan pilihan Candida
albicans DKCA.

2.3 Uji Fertilitas Medium Perbenihan

1. Siapkan 4 tabung medium perbenihan tioglikolat, tanamkan 0,1 ml suspensi biakan pilihan
Bacillus subtilis DKBS 1000 spora hidup per ml. Pada 2 tabung sisanya tanamkan 0,1 ml
susoensi biakan pilihan Bacteroides vulgatus DKBV 1000 kuman hidup per ml. Keramkan
pada suhu 30℃ sampai 32℃ selama tidak kurang dari 7 hari.

2. Siapkan 2 tabung medium perbenihan kasamino, tanamkan 0,1 ml suspensi biakan pilihan
Candida albicans DKCA 1000 sel per ml. Keramkan pada suhu 22℃ sampai 25℃ selama
tidak kurang dari 2 hari. Medium perbenihan dikatakan memenuhi syarat uji fertilitas
medium perbenihan jika jasadrenik dapat tumbuh dengan sempurna.

2.4 Uji Efektivitas Medium Perbenihan

Lakukan menurut cara yang tertera pada Uji fertilitas medium perbenihan menggunakan
medium perbenihan yang telah ditambahkan sediaan uji.

Medium perbenihan dikatakan memenuhi syarat uji efektivitas medium perbenihan jika
pertumbuhan jasad renik sama seperti pertumbuhan jasad renik yang ditumbuhkan dengan cara
yang sama menggunakan medium perbenihan tanpa penambahan sediaan uji.

Cara untuk zat jumlah sedikit yang tertera pada daftar II dan bukan antibiotika, gunakan medium
perbenihan yang memenuhi syarat Uji efektivitas medium perbenihan. Siapkan 2 keramkan pada
suhu 30℃ sampai 32℃ selama tidak kurang dari 7 hari.

Siapkan 2 tabung medium perbenihan kasamino, tambahkan masing-masing tabung sediaan uji.
Keramkan pada suhu 22℃ sampai 25℃ selama tidak kurang dari 2 hari.

8
Cara untuk zat uji berupa larutan atau cairan lebih besar dari 10 ml, larutan atau suspensi minyak
dan antibiotika.

1. Gunakan medium perbenihan yang memenuhi syarat Uji Fertilitas Medium Perbenihan.

2. Siapkan 2 tabung medium perbenihan tioglikolat, tambahkan pada masing-masing tabung


sediaan uji, keramkan pada suhu 30 ℃ sampai 32 ℃ selama tidak kurang dari 7 hari.
Siapkan 2 tabung medium perbenihan kasamino, tambahkan pada masing-masing tabung
sediaan uji, keramkan pada suhu 22℃ sampai 25℃ selama tidak kurang dari 2 hari.

2.5 Penafsiran Hasil

Zat uji dinyatakan memenuhi syarat sterilitas, jika ada masing-masing tabung tidak
terdapat pertumbuhan jasad renik. Jika terjadi keraguan, tabung yang diragukan dibiakkan
kembali menggunakan medium perbenihan baru dan dieramkan selama waktu yang sama. Kalau
terdapat pertumbuhan jasad renik yang sama seperti pada pengujian pertama, maka zat uji
dinyatakan tidak memenuhi syarat. Jika pada pengujian kedia terdapat pertumbuhan jasad renik
yang lain dibandingkan pengujian pertama, ulangi pengujian untuk ketiga kalinya. Zat uji
dinyatakan memenuhi syarat jika tidak terjadi pertumbuhan jasadrenik.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1. Tiga prinsip yang terlibat dalam proses uji sterilisasi sediaan steril adalah :
 Untuk membuat sterilitas kedalam sediaan
 Untuk menunjukkan tingkat kemungkinan maksimum yang pasti dimana proses dan metode
sterilisasi memiliki sterilisasi yang terpercaya terhadap semua unit dari batch sediaan.
 Untuk memberikan jaminan yang lebih luas dan mendukung hasil dari uji sterilitas sediaan
akhir
2. Uji sterilitas bermanfaat untuk mengetahui validitas proses sterilisasi dan melakukan kontrol
kualitas sediaan steril
3. Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada, sehingga jika
ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat berkembang biak

10
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Republik Indonesia. Jakarta.

Lachman, L., Lieberman, H. A., & Kanig, J. L. (1994). Teori dan praktek farmasi industri. Edisi III.,
diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, 150(161), 658

11

Anda mungkin juga menyukai