Anda di halaman 1dari 13

INTERPRETASI JURNAL

APLIKASI MADU PADA PENYEMBUHAN LUKA BAKAR

Disusun Oleh :
1. Ardhilia Caesarian 1811001
2. Joko Wiratno 1811016
4. Luluk Arif Khodijah 1811018
5. Margaretha P P U 1811019
6. Sherly Agustin 1811024
7. Sulis Setiyanti 1811028

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga dapat menyelesaikan makalah
Interpretasi Jurnal Aplikasi madu pada penyembuhan luka bakar. Makalah ini diajukan
guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan medikal bedah..
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu,
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun saya
harapkan demi semakin baiknya makalah ini.
Semoga makalah ini memberi informasi dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan meningkatkan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Surabaya, 19 Juni 2019

Penulis
INTERPRETASI JURNAL
Aplikasi Madu Pada Penyembuhan Luka Bakar

1. Review Jurnal Potency Of Honey In Treatment Of Burn Wounds


Hasil penelitian bahwa osmolaritas yang tinggi dari agen perawatan luka
diyakini sebagai suatu hal yang dapat mencegah infeksi dan mempercepat
penyembuhan luka. Madu mempunyai osmolaritas yang tinggi, dan juga memiliki sifat
antibakteri, yakni hidrogen perioksida. Kandungan madu lainnya tersusun atas 17,1%
air, 82,4% karbohidrat total dan 0,5% protein, asam amino, vitamin dan mineral.
Dengan kandungan tersebut madu memiliki kemampuan untuk membersihkan
luka, menyerap cairan edema, memicu granulasi jaringan, epitelialisasi dan
peningkatan nutrisi. Madu bersifat antibakteri, antiseptik menjaga luka, mempercepat
proses penyembuhan luka bakar akibat tersiram air mendidih atau minyak panas.
flavanoids yang dapat menyebabkan efek penyembuhan yang lebih baik dan epitelisasi
dari dangkal luka dari beberapa antibiotik topikal lainnya, seperti asetat mafenide.
Hal ini akan memudahkan terjadinya proses granulasi dan epitelisasi pada luka.
Sebuah penelitian terhadap bakteri Escherichia coli yang secara konstan terpapar H2O2
yang dihasilkan oleh madu, menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri tersebut
dihambat pada konsentrasi 0,02-0,05 mmol/l. Tingkat konsentrasi H2O2 yang kecil ini
tidak menimbulkan kerusakan jaringan maupun reaksi inflamasi.
Kecepatan penyembuhan luka yang lebih singkat dengan menggunakan madu
sudah banyak berbagai rangkaian penggunaan madu dalam ruang lingkup klinis masih
rendah. Uji klinis dilakukan membandingkan madu di luka bakar dengan amnion
membran; silver sulfadiazin. Madu menunjukkan peningkatan yang lebih baik dalam
kasus ini dan menunjukkan penyembuhan awal dengan tingkat yang lebih rendah dari
kontraktur dan jaringan parut. Gambaran histologis pada cangkokan kulit setelah
perawatan madu juga telah dijelaskan.
Yapucu menyatakan bahwa penyembuhan luka yang dirawat dengan madu
lebih cepat empat kali daripada waktu penyembuhan luka yang dirawat dengan obat
lain. Sebagai lapisan pada luka, madu mengandung hidrogen peroksida sehingga
memiliki osmolaritas yang tinggi dan memiliki sifat antibakteri yang membuat
lingkungan lembab, membantu pembersihan infeksi, menghilangkan bau busuk,
mengurangi inflamasi, edema, eksudasi, dan meningkatkan proses penyembuhan oleh
stimulasi angiogenesis, granulasi, dan epitelisasi sehingga tidak diperlukan
pencakokan kulit dan memberikan hasil kosmetik yang sangat baik.
Madu bertindak sebagai media hiperosmolar dan mencegah pertumbuhan bakteri,
karena viskositas yang tinggi, dapat membentuk penghalang fisik, dan adanya enzim katalase
memberikan madu kandungan antioksidan. Nutrisi yang terdapat pada madu meningkatkan
substrat di lingkungan setempat mempercepat proses epitelisasi dan angiogenesis.
Peneliti oleh Vidianka Rembulan Faculty of Medicine, Lampung University

2. The Effects of Honey in Skin Burn


Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api lebih berat dibandingkan
air panas. Selain itu lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan
kedalaman kerusakan jaringan sangat menentukan lama proses penyembuhan. Semakin
lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi. Luka
bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang
baik untuk pertumbuhan kuman akan memper- mudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi
karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis.
Padahal pembuluh ini membawa nutrisi dan sistem pertahanan tubuh atau antibiotik.
Kuman penyebab infeksi pada luka bakar selain berasal dari kulit penderita sendiri juga
bisa didapat dari kontaminasi saluran nafas dan kontaminasi kuman di lingkungan
rumah sakit. Infeksi Pseudomonas sp dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup
luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur krusta yang bersama dengan
eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.
Saat ini sedang digalakkan pengobatan alami atau natural salah satunya adalah
madu. Madu merupakan cairan manis yang diproses oleh lebah yang berasal dari sari
pati atau tepung sari bunga dan oleh lebah dijadikan sebagai bahan baku yang disebut
nectar. Nectar didapat pada sel tumbuhan. Lebah madu mengumpulkan madu di dalam
sarang dengan menyimpan sebuk sari bunga (pollen). Sejak ribuan tahun yang lalu
sampai sekarang ini, madu telah dikenal sebagai salah satu bahan makanan atau
minuman alami yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan.
Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,
karbohidrat, protein, beberapa jenis vitamin serta mineral adalah zat gizi dalam madu
yang mudah diserap oleh sel-sel tubuh. Sejumlah mineral yang terdapat dalam madu
seperti magnesium, kalium, potasium, sodium, klorin, sulfur, besi dan fosfat. Madu
juga mengandung vitamin, seperti vitamin E dan vitamin C serta vitamin B1, B2 dan
B6. Selain itu, terdapat juga unsur-unsur yang lebih kecil lagi, yaitu :
1) Zat pigmen yang berupa carotene, klorofil, dan sejumlah unsur-unsur
turunan klorofil, dan xantofil.
2) Unsur-unsur aroma terkandung adalah triptofan, aldehida, alkohol, dan
ester.
3) Senyawa gula alkohol yaitu manitol, dulcitol, tanin dan asetilkolin.
4) Enzim-enzim pada madu yaitu invertase, diastase, glukosa, oksidase,
katalase, fosfatase, dan peroksidase.
5) Zat yang bersifat antibiotik dan antiviral yaitu polypenol dan glykosid.
6) Hormon-hormon nabati, hormon-hormon turunan esterogen,
prostalglandin, unsur-unsur pengaktif organ-organ reproduksi pada jantan
dan betina.
Keistimewaan madu sendiri antara lain:
a) Bertahan untuk jangka waktu yang panjang yaitu sekitar dua tahun
dengan syarat disimpan ditempat yang kelembabannya terkontrol
b) Anti mikroba sehingga bakteri dan jamur tidak dapet berkembang pada
madu dan komposisi gula di dalam madu yang mencapai 80% dari
komposisi madu itu sendiri
c) Menjaga ketahanan jaringan sel-sel.
Hardian (2006) melakukan penelitian pada sampel marmut dan didapatkan
penyembuhan luka yang diberikan madu (nektar flora) lebih cepat yaitu 9,67 hari,
sedangkan pada kelompok silver sulfadiazine didapat 10 hari, dan kelompok control
negatif selama 19,17 hari. Selain itu, hasil penelitian penggunaan madu terhadap luka
bakar menjadi steril dalam waktu 2-6 hari untuk kelopok yang diberikan madu, 7 hari
untuk kelompok silver sulfadiazine, dan 7-10 hari untuk kelompok kontrol. Terdapat
beberapa faktor lain yang memperkuat efek antibiotika pada madu , yaitu osmolaritas
madu yang tinggi. Pada beberapa madu kandungan gulanya bisa mencapai 80% yang
terdiri dari glukosa, fruktosa, maltosa dan sukrosa. Kurang dari 18% komponennya
adalah air sehingga mempunya osmolaritas yang tinggi. Kandungan Hidrogen
peroksida yang berperan sebagai glukosa oksidase yang merupakan salah satu enzim
yang dikeluarkan oleh lebah kepada madu. Enzim ini dapat mengubah senyawa
glukosa dan menghasilkan hidrogen peroksida. Madu mempunyai keasaman yang
rendah yaitu pH 3,2-4,5 sehingga mampu untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Madu dapat digunakan dalam tatalaksana luka bakar, karena madu memiliki
kandungan antibakteri dan antiviral serta memiliki nutrisi yang dibutuhkan sehingga
dapat mempercepat penyembuhan luka bakar. Peneliti oleh Arif MzMahasiswa,
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung, Medula volume 7 nomor 5 Desember
2017/ 71.

3. Potensi Madu Lebah Liar Dan Ternak Sebagai Obat Luka Bakar Secara In Vivo
(Andi Nurazmi *, Laode Rijai, Dewi Rahmawati, Samarinda 20-21 april 2016).
Cedera terbakar bisa disebabkan oleh panas, arus listrik dan bahan kimia pada
kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam. Untuk menyembuhkan cedera bakaran
dapat ditangani dengan menggunakan lebah madu. Efektivitas lebah madu dalam
penyembuhan cedera terbakar dapat dilakukan dengan kegiatan antibakteri,
pembentukan kolagen dan sel-sel epitel sisa-sisa. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk melihat kemungkinan potensi dan perbedaan menggunakan Wild-, dan madu
lebah ternak, dan obat-obatan bioplacenton untuk menyembuhkan cedera dibakar.
Penelitian, dengan pendekatan in vivo, menggunakan 12 tikus (Rattus norvegicus),
yang terdiri 4 kelompok (3 tikus dalam setiap kelompok), yaitu: standart dari kelompok
pembanding dengan bioplacenton obat (KP), percobaan 1 kelompok dengan madu
lebah liar (KL) , percobaan 2 kelompok dengan madu lebah ternak (KT), dan kelompok
kontrol normal (KN). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, menggunakan obat
bioplacenton adalah yang paling efektif dengan lama waktu penyembuhan adalah 19,7
hari, maka lebah madu liar adalah 21 hari, dan madu lebah ternak adalah 22 hari.
Sementara itu, tanpa pengobatan diketahui bahwa penyembuhan lambat, yaitu 24,7
hari.
Perawatan dengan menggunakan obat bioplacenton lebih cepat dalam
menyembuhkan luka bakar, kemudian madu lebah liar, dan madu lebah ternak.
Sementara, tanpa pengobatan diketahui bahwa penyembuhannya lebih lambat, bahwa
rata-rata lama waktu penyembuhan yang paling cepat adalah dengan menggunakan
obat bioplacenton, kemudian dengan menggunakan madu lebah liar, dan selanjutnya
dengan menggunakan madu lebah ternak. Sementara, tanpa pengobatan diketahui
bahwa penyembuhannya lebih lambat.
Potensi madu lebah liar dan ternak lebih efektif dibandingkan kontrol normal
yang tidak diberikan perlakuan. Hal ini dikarenakan madu lebah liar dan ternak
diketahui memiliki beberapa kandungan berkhasiat yaitu fruktosa, beberapa senyawa
metabolit sekunder (glikosida, polifenol, dan flavonoid) dan beberapa enzim
(invertase, glukosa oksidase, dan peroksidase). Kandungan tersebut berkhasiat untuk
menyembuhkan luka bakar karena sifat antibakterinya dan memacu pembentukan
kolagen serta mengupayakan agar sisa-sisa sel epitel dapat berkembang kembali.
diketahui pula bahwa madu lebah liar berpotensi lebih cepat untuk menyembuhkan
dibandingkan dengan madu lebah ternak. Hal ini disebabkan karena kandungan
senyawa dari madu lebah liar yang lebih tinggi. Kandungan yang tinggi tersebut
diperoleh dari sumber nektar dari lebah madu liar yang lebih beragam (multiflora),
sehingga senyawa bioaktif yang dihasilkan pun lebih tinggi dan beragam pula.
Sedangkan pada madu lebah ternak, memiliki kandungan yang berasal dari salah satu
tanaman dominan (monoflora), hal inipun akan berpengaruh pada kandungan dari hasil
madu yang diperoleh. Namun, pengobatan dengan obat bioplacenton lebih cepat
menyembuhkan.

4. Aktivitas Antioksidant Flavonoid Terhadap Perubahan Histologi Proses


Penyembuhan Luka Bakar Grade II (Herin Mawarti1, Abdul Ghofar2, Prodi S1
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pesantren Tinngi
Darul’Ulum Jombang, 1 April 2014)
Propolis dengan kandungan utama flafonoid mempunyai sifat antioksidant,
antiinflamasi dan antibiotik dipercaya dapat digunakan sebagai agent dalam
penyembuhan luka. Tujuan dari penelitian ini adalah membuktikan pengaruh dari
propolis terhadap proses penyembuhan luka bakar. Penelitian ini menggunakan desain
penelitian rancangan acak lengkap (RAL) dan dilakukan secara invivo dengan jumlah
sampel 21 ekor tikus.
Hasil penelitian menunjukan ada perbedaan signifikan dari diameter luka pada
kelompok perlakuan menggunakan propolis dibanding betadine dan zink sulfa diazine,
dan diameter luka bakar berbeda secara signifikan pada hari ke - 14(p=0,004) dimana
diameter luka kelompok 3 lebih mengecil dibanding kelompok 1 yang diberi betadine
dan kelompok 2 yang diberi obat Zink Zulfadiazine. Hasil penelitian ini membuktikan
bahwa pemberian propolis mempunyai pengaruh terhadap penyembuhan luka lebih
baik dibanding menggunakan betadine dan zink sulfa diazine.
Propolis Atau lem lebah merupakan suatu bahan resi yang dikumpulkan oleh
lebah madu dari berbagai macam jenis tumbuhan . Banyak penelitian dilakukan
terhadap propolis baik secara invitro maupun invivo dan hasilnya menunjukkan bahwa
propolis memiliki beberapa aktivitas biologis dan farmakologis antara lain bersifat anti
inflamasi, antibiotika dan antioksidan (Ardo, 2005) Salah satu kandungan senyawa
kimia yang terpenting pada propolis adalah senyawa flavonoid. Flavonoid merupakan
salah satu senyawa alami yang tersebar luas pada tumbuhan yang disintesis dalam
jumlah sedikit (0,5-1,5%) dan dapat ditemukan hampir pada semua bagian tumbuhan
(Ardo , 2005). Flavonoid mempunyai komposisi 90% Diosi dan 10% hespiridin,
dimana mempunyai efek meningkatkan vaskularisasi dan proteksi pada endotelium
vaskular.Dari hasil studi klinik dan eksperimen flavonoid dapat meningkatkan
vaskularisasi dan menurunkan oedem. Pada penelitian terbaru membuktikan bahwa
flavonoid mempunyai efek antiinflamasi, antioksidant Kandungan flavonoid juga
diyakini mempunyai manfaat dalam proses penyembuhan luka (Acar et.al.,2002).
Lebih lanjut, menurut pendapat ahli kimia Prof Arnold Beckett dari Inggris yang
dikenal sebagai penemu propolis.Propolis mengandung nutrisi seimbang dengan efek
penyembuhan sehingga suplemen yang mengandung madu itu dapat menyembuhkan
luka terbakar, melindungi munculnya jerawat, menyembuhkan luka sehingga cepat
kering dan meremajakan kulit.
Mekanisme proses penyembuhan difokuskan pada 3 area yaitu yang pertama
adanya ekspresi dari sitokin dan hormonal pada saat penyembuhan luka , yang kedua
melibatkan peran dan fungsi dari Nitric Oxide (NO) dalam proses penyembuhan luka
dan yang ketiga adalah regulasi dari metabolisme kolagen dalam perbaikan jaringan
(Subrahmanyam et al., 2001). Propolis dengan kandungannya caffeic acid phenetyl
ester (CAPE) dalam flafonoid sebagai antioksidant menghambat reaksi oksidatif yang
berlebihan akibat dari proses inflamasi maupun metabolisme sel pada luka,
sebagaimana disebutkan oleh Mikhael, (2001) bahwa aktifitas antioksidannya mampu
mengatur aktifitas NF-kB yang berperan dalam meregulasi gen-gen yang mengkode
sitokin seperti TNFα dan IL1, molekul adesin, kemokin, faktor pertumbuhan dan
enzim-enzim seperti cyclooxygenase-2 (COX2), dan nitric oxide syntase (iNOS)
(Pakorny et al., 2001).
Secara makroskopis penyembuhan luka bakar grade II, perawatan
menggunakan propolis menunjukkan hasil penyembuhan lebih baik dibanding dengan
menggunakan betadine dan zink sulfadiazine. Secara mikroskopis reepitalisasi luka
bakar dengan perawatan propolis mendapatkan hasil lebih baik dibanding dengan
betadin dan zink sulfadiazine. Sedangkan untuk sel radang dan pertumbuhan pembuluh
darah untuk ke tiga zat mendapat hasil yang hampir sama.

5. Effects of Silver sulfadiazine and Actilite® Honey on Bacteria Wound


Colonisation and Wound Healing in Children with Partial Superficial Burn
Wounds at University Teaching Hospital, Lusaka, Zambia. (1,2Liche, E., 3Zulu,
R., 1,2Kasongo, Z.M., 1,2Munthali, J. C, Medical Journal of Zambia, Vol. 45
(4): 210 - 215 (2018)

The study showed that treatment of children under 12years with partial
superficial burn wounds of £ 20 per cent TBSA using Actilite® honey significantly
reduced levels of bacteria wound colonisation by day 10. Furthermore, wounds in the
Actilite® honey group healed quicker than SSD group. Therefore, use of Actilite
Honey on burn wounds could be explored as alternative to SSD in managing paediatric
partial superficial burn wounds of 20% and below at UTH.
Use of honey, despite being ancient, has not been popularised in Africa. There
is paucity of dataon use of honey on an African population. Studies done in Asia,
Europe and Americaon use of honey have shown benefits not only in prevention and
control of infection but also in promoting wound reepithelialisation.14-17 The purpose
of this study was to demonstrate the occurrence of bacteria wound colonisation and rate
of wound healing in partial superficial burn wounds being treated with silver
sulfadiazine and Actilite® honey.
The study revealed the superiority of honey dressing in comparison to silver
sulfadiazine in reducing bacteria wound colonisation by day 10. The difference was
statistically significant at 95% confidence interval. Such a difference favouring honey
in reducing bacterial colonisation and promoting wound sterility have been reported in
other parts of the globe.22-25
Reduction of wound colonisation by honey is not only of statistical significance
but is also of clinical and economic importance. Wound colonisation and subsequent
infection prolong duration and quality of wound healing. Moreover, infection might
convert a partial superficial burn wound to partial deep or even full thickness thereby
altering the prognosis.
Wound colonisation and infection complicates burn wound management.
Previous studies have demonstrated higher yields of antimicrobial resistant bacteria
from burn wounds.7, 9, 26, 27 Thus honey inhibit bacterial growth and its antimicrobial
attributes include low pH, 1% hydrogen peroxide, up regulation of neutrophils through
nuclear transcription factor and a low water activity than what is required for bacterial
growth.14, 28, 29

The ultimate goal of wound care is wound healing. Again wounds treated with
honey reached full reepithelialisation faster than those treated with silver sulfadiazine.
This significant difference is again in tandem with what studies across the globe have
promulgated.9, 11, 30
Wound healing is a complex cascade of events which chiefly involve
inflammation, reepithelialisation and remodelling. Honey has been shown to control
prolonged inflammation through inhibition of cyclo-oxygenase 1 and 2. The major
amino acid in honey is Proline, a molecule core in synthesis of collagen which is
important in wound healing. Low pH coupled with 1% hydrogen peroxide stimulates
fibroblasts formation resulting in accelerated epithelial cell migration.6, 31-33

Kesimpulan dari Aplikasi Madu Pada Penyembuhan Luka Bakar


Luka bakar dapat didefinisikan sebagai luka yang disebabkan oleh api, air
panas, kontak dengan material panas atau dingin, bahan kimia dan aliran listrik yang
melewati jaringan. Luka bakar adalah tempat yang ideal bagi bakteri untuk
berkembang biak karena lingkungan nutrisi yang hangat dan lembab.Pengobatan
modern untuk mencegah timbulnya infeksi menggunakan silver sulfadiaze (SSD)
namun beberapa penelitian menemukan bahwa penggunaan SSD dapat
memperpanjang waktu penyembuhan luka. Sebagai pengobatan alternatif, madu dapat
digunakan untuk mencegah infeksi tanpa memperpanjang waktu penyembuhan luka.
Madu mengandung sejumlah besar karbohidrat, lipid, asam amino, protein,
vitamin dan mineral yang memiliki peran penting dalam penyembuhan luka. Madu
juga mengandung beberapa senyawa organik, yang telah terindentifikasi antara lain
seperti polyphenol, flavonoid, dan glikosida. Mekanisme madu sebagai antibakteri
dapat diklasifikasikan secara langsung dan tidak langsung. Mekanisme secara langsung
didasarkan pada kemampuan komponen madu untuk membunuh bakteri. Mekanisme
secara langsung meliputi mekanisme terbentuknya hidrogen peroksida (H2O2),
osmolalitas tinggi, pH rendah, faktor non - peroksida, dan fenol. Mekanisme tidak
langsung adalah respon antibakteri dari host yang dirangsang oleh madu terhadap
bakteri. Mekanisme antibakteri tidak langsung meliputi limfosit dan produksi antibodi,
sitokin dan respon imun, dan nitrit oksida.
Madu mempunyai sifat-sifat yang mendorong penyembuhan luka seperti agen
antibakteri, mendorong autolytic debridement, merangsang pertumbuhan jaringan luka
dan memulai aktivitas anti inflamasi yang dengan cepat mengurangi rasa sakit, edema
dan produksi eksudat (Oryan et al., 2016).
Beberapa jenis enzim juga terkandung dalam madu, enzim tersebut
bertanggung jawab merubah nektar yang sudah dikumpulkan oleh lebah menjadi madu.
Enzim yang terdapat pada madu antara lain enzim glukosa amilase dan enzim invertase,
kedua enzim ini membantu memecah glikogen menjadi unit yang lebih kecil. Terdapat
pula enzim glukosa oksidase yang mengubah glukosa menjadi hidrogen peroksida dan
asam glukonik (Gangwar, 2016).
PATHWAY MADU UNTUK PENYEMBUHAN LUKA BAKAR

Luka bakar
Api, air panas/dingin, bahan kimia, listrik
Timbul infeksi

SSD (silver sulfadias) MADU


Perpanjang penyembuhan Mencegah infeksi tanpa perpanjang
luka luka

Senyawa organik Karbohidrat, lipid, asam amino, protein,

(Polyphenol, flavonoid,glikosida) mineral

Anti bakteri

Langsung Tidak Langsung

Membunuh Bakteri Respon Antibakteri

Terbentuk H2 O2/Anti (Hidrogen Peroksida), limfosit, produksi, antibodi,


osmolalitas tinggi, Ph rendah, fenol sitokin, nitrit oksida, respon imun

Anda mungkin juga menyukai