Anda di halaman 1dari 78

BAB V

TINJAUAN KHUSUS KONSTRUKSI


(EVALUASI KOEFISIEN TULANGAN DAN EVALUASI DETAILING
TULANGAN PADA PEKERJAAN PONDASI, BALOK SLOOF DAN KOLOM)

5.1. Umum
Kuantitas atau koefisien adalah suatu istilah bagi banyaknya sumber daya
yang digunakan untuk menyelesaikan satu satuan item pekerjaan. Koefisien terdiri
atas koefisien tenaga kerja, koefisien material, dan koefisien alat.
Agar terukur, maka kuantitas atau koefisien tesebut harus mempunyai
satuan. Satuan tenaga kerja dan peralatan adalah satuan waktu, dalam hal ini
adalah hari atau jam. Sedangkan satuan material bermacam-macam, sesuai dengan
pengadaannya dan keberadaannya di lapangan. Satuan material yang umum
digunakan adalah m, m2, m3, liter, kg, ton, dan lain-lain
Perhitungan koefisien dapat dihitung beradasarkan pada gambar rencana
yang mana masih merupakan sebuah estimasi dan dapat pula dihitung berdasarkan
pengamatan pada saat pelaksanaan pekerjaan di lapangan.
Pada pembahasan di bab ini perhitungan koefisien hanya dilakukan untuk
koefisien material saja terkhusus untuk material besi beton. Perhitungan koefisien
besi beton juga hanya di lakukan untuk beberapa item pekerjaan struktur saja yaitu
pekerjaan pondasi, pekerjaan sloof (tie beam), dan pekerjaan kolom. Data-data yang
digunakan untuk menghitung koefisien besi beton ini berdasarkan hasil pengamatan
di lapangan. Hal ini di sebabkan karena pada saat pelaksanaan di lapangan terjadi
perubahan dalam bentuk bangunan yang dilakukan oleh kontraktor pelaksana
dengan berbagai pertimbangan tertentu.

5.2. Koefisien Tulangan Pekerjaan Pondasi


Koefisien tulangan pondasi merupakan banyaknya tulangan yang di
butuhkan untuk menyelesaikan 1m3 item pekejaan pondasi, dalam hal ini banyaknya
tulangan di hitung dalam satuan kg/m3. Jadi, koefisien tulangan pekerjaan pondasi
adalah seberapa berat tulangan yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan per m3
pekerjaan pondasi tersebut

V|1
Besar kecilnya koefisien tulangan yang dibutuhkan tergantung dari dimensi
pondasi, diameter tulangan yang digunakan, dan jumlah tulangan yang terpakai
untuk pekerjaan tersebut. Dimensi pondasi harus diketahui agar dapat menghitung
volume beton, sedangkan diameter tulangan dan jumlah tulangan terpakai harus
diketahui agar dapat menghitung berat tulangan.
Tulangan pondasi yang dihitung adalah tulangan atas (top bar) dan tulangan
bawah (bottom bar), sedangkan tulangan dari kolom pedestral yang masuk kedalam
pondasi tidak dihitung karena tulangan tersebut dianggap bagian dari kolom dan
akan dihitung dalam perhitungan tulangan untuk kolom.

P P' Q R
K L M N' 800 800 800
800 800 800 800

1
P2 P2 P3
P3 P2 P2 P2 P2
700

2
P3 P1 P1 P1 P1 P1 P3 400
P1

400
3
P3 P1 P1 P1 P1 P1
400

Gambar 5.1 Denah Perletakan Pondasi Foot Plat

Keterangan Notasi:

P1 = Pondasi Type 1 = 350 cm x 350 cm

P2 = Pondasi Type 2 = 320 cm x 320 cm

P3 = Pondasi Type 3 = 275 cm x 275 cm

V|2
Proses perhitungan koefisien tulangan pondasi yang di buat dalam diagram
alir berikut ini.

MULAI

DATA LAPANGAN :

Dimensi Pondasi (L,B,H), Li-di, ∑tul-di, wi-di/m’

BERAT TULANGAN (Kg) :

Wdi = Li-di x ∑tul-di x wi-di/m’


Wtot = ∑Wdi

3
VOLUME BETON (m ) :

V = Lpondasi x Bpondasi x Hpondasi

KOEFISIEN BERAT TULANGAN


3
Per TYPE PONDASI (Kg/m ):

K = WTot / Vbeton

KOEFISIEN RATA-RATA UNTUK


SELURUH TYPE PONDASI

PERBANDINGAN KOEFISIEN
HITUNG DENGAN KOEFISIEN
SYARAT SNI

RESUME

SELESAI

Gambar 5.2 Tahapan Perhitungan Koefisien Tulangan Pondasi

V|3
5.2.1. Data-Data

Data-data yang digunakan untuk menghitung koefisien tulangan pondasi ini


berdasarkan pengamatan di lapangan karena data-data yang ada dalam gambar
kerja (shop drawing) terjadi perubahan saat pekerjaan di lapangan. Data-data yang
di butuhkan untuk menghitung koefisien berat besi adalah:

L = Panjang pondasi (m)

B = Lebar pondasi (m)

H = Tinggi pondasi (m)

Li  di = Panjang tulangan untuk tiap diameter tulangan yang digunakan (m).

 tul di = Jumlah tulangan dengan panjang tertentu sesuai diameter tulangan

yang digunakan.

wi  di / m' = Berat besi/m’, tergantung diameter besi yang digunakan (kg/m’).

5.2.2. Berat Tulangan

Tulangan pada konstruksi beton bertulang seperti kostruksi pondasi, kolom,


balok dan juga pelat lantai berfungsi sebagai penahan tegangan tarik. Oleh karena
itu penggunaan tulangan pada pekerjaan konstruksi beton bertulang sangat di
butuhkan. Sebelum melaksanakan pekerjaan beton bertulang terlebih dahulu kita
harus menghitung kebutuhan material besi beton sehingga dapat di persiapkan
sebelumnya dengan jumlah yang tepat.

Pondasi foot plat adalah salah satu konstruksi dalam suatu bangunan
gedung yang membutuhkan besi beton agar pondasi tersebut dapat menahan beban
bangunan di atasnya kemudian menyalurkannya ke tanah dasar di bawahnya. Pada
pembangunan gedung Sekolah Dian Harapan Kupang diameter besi beton yang
digunakan adalah besi ulir D22 dengan jarak 100 mm ( D22-100) untuk tulangan
bawah (bottom bar) dan untuk tulangan atas (top bar) digunakan besi ulir D16
dengan jarak antar tulangan 100 mm (D16-100).

V|4
Formula yang digunakan untuk menghitung berat tulangan pondasi adalah
sebagai berikut:

Wdi  Li  di   tul di  wi  di / m'

WTot  Wdi

Keterangan:

Wdi = Berat tulangan (Kg)

Li  di = Panjang tulangan untuk tiap diameter tulangan yang digunakan (m).

 tul di = Jumlah tulangan dengan panjang tertentu sesuai diameter tulangan
yang digunakan.

wi  di / m' = Berat besi/m’, tergantung diameter besi yang digunakan (kg/m’).

5.2.2.1. Berat Tulangan Pondasi Type 1

TB-T2-P1

BB-T2-P1

70
175 Tie Beam Tanah Dipadatkan
Lantai Kerja
A A

Kolom Pedestral Variabel


350 TB-T1-P1 D16-100
D16-100

D22-100

BB-T1-P1

175 D16-100 120

D22-100
D22-100
5
10
Lantai Kerja
175 175 350 Pasir Urug
350 Tanah Keras

Gambar 5.3a Detail Pondasi 1 Gambar 5.3b Potongan A Pondasi 1

V|5
Tabel 5.1 Berat Tulangan Pondasi Type 1

5.2.2.2. Berat Tulangan Pondasi Type 2

TB-T2-P2
BB-T2-P2

70
160 Tie Beam
Tanah Dipadatkan
Lantai Kerja
A A

Kolom Pedestral Variabel


TB-T1-P2
D22-100
D16-100

BB-T1-P2

160 D16-100
100

D22-100
5

160 160 10
320
Lantai Kerja
Pasir Urug
Tanah Keras

Gambar 5.4a Detail Pondasi 2 Gambar 5.4b Potongan A Pondasi 2

V|6
Tabel 5.2 Berat Tulangan Pondasi Type 2

5.2.2.3. Berat Tulangan Pondasi Type 3

TB-T2-P3
BB-T2-P3

137.5
70
A A Tie Beam
Tanah Dipadatkan
Lantai Kerja
D22-100
D16-100

275.0 TB-T1-P3
Kolom Pedestral Variabel
BB-T1-P3
D16-100 D16-100
137.5

D22-100 80.0
D22-100
5.0
137.5 137.5 10.0
275.0 Lantai Kerja
275.0
Pasir Urug
Tanah Keras

Gambar 5.5a Detail Pondasi 3 Gambar 5.5b Potongan A Pondasi 3

V|7
Tabel 5.3 Berat Tulangan Pondasi Type 3

5.2.3. Volume Beton


Komposisi campuran yang digunakan dalam mengecor pondasi yaitu 1 Pc : 2
Psr : 3 Krkl dengan mutu betonnya K-300. Pengecoran pondasi foot plat pada
proyek pembangunan gedung Sekolah Dian Harapan Kupang ini menggunakan
Concrete Pump dan ready mix sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan tidak terlalu
banyak karena tenaga kerja yang dibutuhkan hanya untuk memadatkan pengecoran
dan juga untuk meratakan permukaan pengecoran yang telah selesai.
Formula yang digunakan untuk menghitung volume beton pondasi foot plat
adalah sebagai berikut:

V L  B  H
Keterangan:
V = Volume beton (m3)

L = Panjang pondasi (m)

B = Lebar pondasi (m)

H = Tinggi pondasi (m)

V|8
Sama seperti perhitungan tulangan, perhitungan volume beton juga
dilakukan untuk masing-masing type pondasi karena dimensi pondai yang berbeda-
beda walaupun material-material yang digunakan sama untuk ke-3 type pondasi
tersebut. Dimensi pengecoran beton untuk masing-masing type pondasi dapat
dilihat pada gambar detail dan potongan masing-masing type pondasi (gambar 5.3
– 5.5).
Berikut adalah perhitungan volume beton untuk masing-masing type
pondasi yang akan disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini.

5.2.3.1. Volume Beton Pondasi Type 1

V  3,5  3,5 1,2

14,70 m 3

5.2.3.2. Volume Beton Pondasi Type 2

V  3,2  3,2 1,0

10,24 m 3

5.2.3.3. Volume Beton Pondasi Type 3

V  2,75  2,75  0,8

 6,05 m 3

5.2.4. Koefisien Tulangan (Berat Besi/m3) Pondasi


Perhitungan koefisien tulangan sangat penting agar ketika dalam perhitungan
Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk menghitung biaya kebutuhan tulangan
koefisien berat besi/m3 sangat dibutuhkan.
Formula yang digunakan untuk menghitung koefisien tulangan pondasi
adalah sebagai berikut:

WTot
K 
V Beton
Keterangan:
K = Koefisien tulangan ( Kg/m3)
WTot = Berat total tulangan per type pondasi (Kg)
VBeton = Volume beton (m3)

V|9
Berikut adalah perhitungan koefisien tulangan pondasi untuk masing-masing
type pondasi:

5.2.4.1. Koefisien tulangan pondasi type 1

WTotal  1525,40 Kg

V Beton  14,70 m 3

1525,40
K 
14,70

 103,77 Kg / m 3

5.2.4.2. Koefisien tulangan pondasi type 2

WTotal  1181,34 Kg

V Beton  10,24 m 3

1181,34
K 
10,24

 115,37 Kg / m 3

5.2.4.3. Koefisien tulangan pondasi type 3

WTotal  929,34 Kg

V Beton  6,05 m 3

929,34
K 
6,05

 152,71 Kg / m 3

5.2.5. Koefisien Tulangan Rata-Rata Untuk Keseluruhan Type Pondasi

Dari perhitungan koefisien tulangan pondasi tersebut di atas, dapat dilihat


bahwa kebutuhan tulangan/m3 pondasi untuk masing-masing type pondasi berbeda-
beda. Oleh karena dihitung rata-rata koefisien tulangan pondasi dari ketiga type
pondasi tersebut.

V | 10
Rata-rata koefisien tulangan dihitung untuk keseluruhan pondasi yang ada
dalam bangunan tersebut dengan mengalikan koefisien tulangan untuk masing-
masing type pondasi dengan jumlah pondasi sesuai masing-masing type pondasi
tersebut.
Formula yang digunakan untuk menghitung rasio koefisien tulangan pondasi
adalah sebagai berikut:

Koefisien Tulangan per Type Volume Total Beton per Type


R
Volume Total Beton Semua Type

Tabel 5.4 Rata-rata koefisien berat tulangan/m3 pondasi


n Koefisien
Type Vol. Beton Vol. Beton Total
(jumlah pondasi) Tulangan
1 11 14,70 161,700 103,77
2 6 10,24 61,440 115,37
3 5 6,05 30,250 152,71

∑ 253,390 371,85

Koefisien rata-rata = (103,77*161,700)+(115,37*61.440)+(152,71*30,250)


161,700 + 61,440 + 30,250
= 112,425 Kg/m3

5.2.6. Perbandingan Koefisien Hitung Dengan Yang Disyaratkan SNI DT 91-


2836-2008 (Tentang Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan
Pondasi Untuk Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan)

Koefisien tulangan pondasi yang terdapat di lapangan sering berbeda


dengan koefisien yang telah disyaratkan SNI. Oleh karena itu perlu dihitung
besarnya perbedaan koefisien yang terdapat di lapangan dengan yang telah
disyaratkan dalam SNI.

Tujuan dari dihitung perbandingan ini agar dapat diketahui apakah


penggunaan tulangan/m3 untuk pekerjaan di lapangan memenuhi ketentuan dalam
SNI atau tidak dan dapat diketahui seberapa besar penyimpangannya.

V | 11
Besar koefisien tulangan yang di syaratkan dalam SNI adalah 126 kg/m3.
Formula yang digunakan untuk menghitung perbandingan tersebut adalah sebagai
berikut:
Koefisien Tulangan ( SNI )  Koefisien Besi di Lapangan
K 100%
Koefisien Tulangan ( SNI )

a) Rasio Koefisien Berat Tulangan/m3 Tiap-Tiap Type Pondasi dengan


Koefisien Syarat SNI
Tabel 5.5 Rasio Koefisien Berat Tulangan/m3
Type Koefisien Tulangan di Koefisien Tulangan (SNI) Rasio
Pondasi Lapangan
(Kg/m3) (Kg/m3) (%)
1 103.77 17.643
2 115.37 126 8.436
3 152.71 21.198

b) Rasio Rata-Rata Koefisien Tulangan (Berat Besi/m3) Untuk Keseluruhan


Type Pondasi
Tabel 5.6 Rasio Rata-Rata Koefisien Tulangan
Koefisien Tulangan Koefisien Tulangan (SNI) Rasio
(kg/m3) (kg/m3) (%)
112,425 126 10,774

5.2.7. Resume/ Kesimpulan


Dari perhitungan koefisien tulangan (berat besi/m3) untuk tiap-tiap pondasi
tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa:
a) Besar kecilnya koefisien tulangan pondasi sangat tergantung dari dimensi
pondasi, diameter tulangan terpakai, jumlah tulangan terpakai.
b) Koefisien tulangan untuk tiap-tiap pondasi berbeda-beda. Ini disebabkan karena
adanya perbedaan dimensi pondasi antara type yang satu dengan type yang
lainnya, walaupun material yang digunakan sama untuk semua type pondasi
tersebut.
c) Koefisien tulangan pondasi type 1 sesuai dengan pengamatan di lapangan lebih
kecil 17,643% dan pondasi type 2 lebih kecil 8,436% dari yang disyaratkan SNI.

V | 12
d) Koefisien berat tulangan/m3 pondasi type 3 sesuai dengan pengamatan di
lapangan lebih besar 21,198% dari yang disyaratkan SNI.
e) Rata-rata koefisien berat tulangan/m3 pondasi yang terdapat di lapangan lebih
kecil 10,774% dari yang disyaratkan SNI.

5.3. Koefisien Tulangan Pekerjaan Kolom


Koefisien tulangan kolom merupakan banyaknya tulangan (dalam hal ini
berat besi) yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan 1m3 pekerjaan kolom
dengan dimensi kolom tertentu. Perhitungan koefisien berat besi untuk kolom ini
dilakukan untuk semua type kolom yang terdapat dalam bangunan tersebut. Setelah
koefisien berat besi untuk masing-masing telah dihitung, kemudian di hitung rata-
rata koefisien berat besi untuk semua type kolom.

Type-type kolom yang terdapat dalam bangunan tersebut dapat di lihat pada
gambar denah perletakan kolom berikut ini:
Daerah Pith Lift
P P' Q R
K L M N' 800 800 800
800 800 800 800

K2 K4 K3
K2 K2 1
K2 K2 K2

700

2
K1 K1 K1 K1 K1 K1 K4 K1

800

3
K1 K1 K1 K1 K1 K1 K2D K2D

800

K2D K2D K2D K2D K2D K2D K2D K2D


4

Gambar 5.6 Denah Perletakan Kolom

V | 13
Berikut ini adalah proses perhitungan koefisien tulangan kolom yang dibuat
dalam diagram alir.

MULAI

DATA LAPANGAN :
Bc, Hc, Tc, Li-di, ∑tul-di,
wi-di/m’

BERAT TULANGAN (Kg) :

Wdi = Li-di x ∑tul-di x wi-di/m’


Wtot = ∑Wdi

3
VOLUME BETON (m ) :

V = Bc x Hc x Tc

KOEFISIEN TULANGAN Per


3
TYPE KOLOM (Kg/m ):

K = WTot / Vbeton

KOEFISIEN RATA-RATA UNTUK


SELURUH TYPE KOLOM

PERBANDINGAN KOEFISIEN
HITUNG DENGAN KOEFISIEN
SYARAT SNI

RESUME

SELESAI

Gambar 5.7 Tahapan Perhitungan Koefisien Tulangan Kolom

V | 14
5.3.1. Data-Data
Data-data yang digunakan untuk menghitung koefisien tulangan kolom ini
berdasarkan pengamatan di lapangan karena data-data yang ada dalam gambar
kerja (shop drawing) terjadi perubahan saat pekerjaan di lapangan. Data-data yang
di butuhkan untuk menghitung koefisien berat besi kolom adalah:
Bc = Lebar kolom (m)

Hc = Tinggi kolom (m)

Tc = Panjang kolom = tinggi lantai-tinggi balok (m)

Li  di = Panjang tulangan untuk tiap diameter tulangan yang digunakan (m).

 tul di = Jumlah tulangan dengan panjang tertentu sesuai diameter tulangan
yang digunakan.

wi  di / m' = Berat besi/m’, tergantung diameter besi yang digunakan (kg/m’).

5.3.2. Berat Tulangan


Berat tulangan yang dihitung adalah berat tulangan untuk masing-masing
dimensi kolom. Adapun dimensi kolom yang sama tetapi perhitungan berat
tulangannya di lakukan dua kali karena pada dimensi kolom yang sama tersebut ada
perbedaan banyaknya sambungan tulangan karena kolom yang sama tersebut ada
yang tingginya hanya sampai pada lantai 7 sedangkan ada yang sampai pada 8
lantai seperti pada kolom type 1 dan kolom type 2 dimana pada daerah luar pith lift
ada delapan kali penyambungan tulangan sedangkan pada daerah pith lift ada
sembilan kali proses penyambungan.
Proses penyambungannya adalah pada bagian sudut dari tulangan yang
akan disambung di bengkokkan kira-kira 10°.

Over Lapping

110

Gambar 5.8 Model Sambungan Lewatan (Over Lapping) Pada Kolom

V | 15
Gambar 5.9 Panjang
sambungan di lapangan

Tulangan utama yang digunakan adalah besi ulir D25 dan untuk tulangan
sengkang digunakan besi ulir D10. Jumlah tulangan utama untuk masing-masing
dimensi kolom berbeda-beda begitupun dengan jarak antar tulangan utama, kecuali
untuk tulangan sengkang, jarak antar tulangan sengkang sama untuk semua
dimensi kolom yaitu D10-150 mm.

Formula yang digunakan untuk menghitung berat tulangan adalah sebagai


berikut:

Wdi  Li  di   tul di  wi  di / m'

WTot  Wdi

Keterangan:
Wdi = Berat Tulangan (Kg).

Li  di = Panjang tulangan untuk tiap diameter tulangan yang digunakan (m).

 tul di =Jumlah tulangan dengan panjang tertentu sesuai diameter tulangan
yang digunakan.

wi  di / m' = Berat besi/m’, tergantung diameter besi yang digunakan (kg/m’).

V | 16
5.3.2.1. Berat Tulangan Kolom Type 1

(90x130) Luar Daerah Pith Lift Tulangan 8

Lt. 7 (Atap)

B B40/70 400 B

400
260

Bervariasi
Lt. 6

B40/70 590
B Tulangan 7 B

400

175
Lt. 5

B40/70

110
Tulangan 6
510
B B

400
Sketsa Tulangan 1-4
dan 6-8 175
Lt. 4

A
B40/70
Tulangan 5
450 A

400
220
200
Lt. 3

B40/70

750
A Tulangan 4 A
450
640
140

200

Lt. 2

B40/70
110
Tulangan 3
600
A A

Sketsa Tulangan 5 550

Sengkang
250
Tulangan 2
Tice Y Lt. 1
90 32D25 Tice X
B40/70
6D10 660
110
A A
POT. B

600
110

Sengkang

190 Tulangan 1

Tice Y
530
90 36D25 Tice X
Lt. dasar

Tie Beam
6D10

130 V | 17
POT. A
Tabel 5.7 Perhitungan Berat Tulangan


V | 18
5.3.2.2. Berat Tulangan Kolom Type 1

(90x130) Daerah Pith Lift

140 Tulangan 9

Lt. Atap Lift

B40/70

500

400
Bervariasi
150 Tulangan 8

Lt. 7

B B40/70 400 B

400
260

110 Lt. 6

B40/70 590
B Tulangan 7 B
SKETSA Tulangan
1-4 dan 6-8 400

175
Lt. 5

B40/70
Tulangan 6
510
B B

400

200 175
Lt. 4

A
B40/70
Tulangan 5
450 A

400
450
220

140 Lt. 3

B40/70

750
A Tulangan 4 A

110 640

SKETSA Tulangan 5 200

Lt. 2

Sengkang B40/70

Tulangan 3
600
Tice Y A A
90 32D25 Tice X

6D10
550
110
POT. B
250
Tulangan 2

Lt. 1

B40/70
660

A A
Sengkang

600
Tice Y 110
90 36D25 Tice X

6D10

190 Tulangan 1
130
Lt. dasar 530
POT. A
Tie Beam

V | 19
Tabel 5.8 Perhitungan Berat Tulangan


V | 20
5.3.2.3. Berat Tulangan Kolom Type 2

(80x100) Luar Daerah Pith Lift

Tulangan 8

Lt. 7 (Atap)

B40/70 400

400
260

Lt. 6

B40/70 590
Tulangan 7

400

175

Lt. 5

B40/70
Tulangan 6
510

400

175
Lt. 4

110 B40/70
450
Tulangan 5

400
220

Lt. 3

SKETSA SAMBUNGAN B40/70

750
Tulangan 4

640

200
Sengkang
Lt. 2

Tice Y B40/70

80 24D25 Tice X Tulangan 3


600
4D10

100
550
Kolom Type 1

250 Tulangan 2

Lt. 1

B40/70
660

600
110

190 Tulangan 1

Lt. dasar 530


Tie Beam

V | 21
Tabel 5.9 Perhitungan Berat Tulangan

V | 22
5.3.2.4. Berat Tulangan Kolom Type 2

(80x100) Daerah Pith Lift


Tulangan 9
140
Lt. Atap Lift

B40/70

500

150 Tulangan 8

Lt. 7

B40/70 400

400
260

Lt. 6

B40/70 590
Tulangan 7

400

175

Lt. 5

B40/70
Tulangan 6
510

400

175
Lt. 4
110
B40/70
Tulangan 5 450

400
220

Lt. 3
SKETSA SAMBUNGAN
B40/70

750
Tulangan 4

640

Sengkang
200

Lt. 2
Tice Y
80 24D25 Tice X B40/70

4D10
Tulangan 3
600

100
Kolom Type 2
550

250
Tulangan 2

Lt. 1

B40/70
660

600
110

190 Tulangan 1

Lt. dasar 530


Tie Beam

V | 23
Tabel 5.10 Perhitungan Berat Tulangan

V | 24
5.3.2.5. Berat Tulangan Kolom Type 3 (60x70)

Tulangan 9
140
Lt. Atap Lift

B40/70

500
400
150 Tulangan 8

Lt. 7

B40/70 400

400
260

Lt. 6

B40/70 590
Tulangan 7

400

175
Lt. 5

B40/70
Tulangan 6
510

400

175
Lt. 4
110
B40/70
Tulangan 5 450

400
220

Lt. 3
SKETSA SAMBUNGAN
B40/70

750
Tulangan 4

640

200

Lt. 2

B40/70

Sengkang Tulangan 3
600

Tice Y

14D25
550
70
Tice X

250
Tulangan 2
60 Lt. 1

Potongan B40/70
660

600
110

190 Tulangan 1

Lt. dasar 530


Tie Beam

V | 25
Tabel 5.11 Perhitungan Berat Tulangan

V | 26
5.3.2.6. Berat Tulangan Kolom Type 4 (60x150)

150 Tulangan 8

Lt. 7 (Atap)

B40/70 400

400
260

Lt. 6

B40/70 590
Tulangan 7

400

175
Lt. 5

B40/70
Tulangan 6
510
110

400

175
Lt. 4

B40/70
Tulangan 5 450
SKETSA SAMBUNGAN

400
220

Lt. 3

B40/70

Sengkang

750
Tulangan 4
Tice X
Tice Y
60 24D25 640

150
200
Potongan
Lt. 2

B40/70

Tulangan 3
600

550

250
Tulangan 2

Lt. 1

B40/70
660

600
110

190 Tulangan 1

Lt. dasar 530


Tie Beam

V | 27
Tabel 5.12 Perhitungan Berat Tulangan

V | 28
5.3.2.7. Berat Tulangan Kolom

Type K2D (130 x 130)

150 Tulangan 5

Lt. 6 (Atap)

B B40/70 400 B

400
260
Bervariasi
Sengkang

Lt. 5

Tice Y
B40/70 590
90 32D25 Tice X

110 B Tulangan 4 B
6D10

110 400
Model Tul. Pot. B
POT. B
175
Lt. 4

B40/70
Tulangan 3
510
B B

Sengkang
400
270
Tice X

Tice Y
175
Lt. 3

130 42D25

B
B40/70
Tulangan 2
450 B

860
400
130 590 220

Lt. 2
POT. A
B40/70

Model Tul. Pot. A Tulangan 1 860

640
A A

Lt. 1

V | 29
Tabel 5.13 Perhitungan Berat Tulangan

V | 30
Tabel 5.14 Rekapan Perhitungan Berat Tulangan Kolom
Berat Tulangan Total Berat
Jumlah
No Type Kolom 1 buah kolom Tulangan
Kolom
(Kg) (Kg)
1 K1 (90x130) luar daerah pith lift 11 7461,179 82072,970
2 K1 (90x130) daerah pith lift 2 9184,676 18369,350
3 K2 (80x100) luar daerah pith lift 5 6821,972 34109,858
4 K2 (80x100) daerah pith lift 1 7586,038 7586,038
5 K3 (60X70) 1 2755,480 2755,480

6 K4 (60x150) 2 5675,152 11350,304

7 K2D (130 x 130) 10 5905,864 59058,640


∑ 215302,640

5.3.3. Volume Beton Kolom


Komposisi campuran yang digunakan dalam mengecor kolom pada proyek ini
sama dengan komposisi campuran pada pengecoran pondasi yaitu 1 Pc : 2 Psr : 3
Krkl dengan mutu betonnya K-300. Pengecoran kolom pada proyek pembangunan
gedung Sekolah Dian Harapan Kupang ini menggunakan Concrete Pump dan ready
mix sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan tidak terlalu banyak karena tenaga kerja
yang dibutuhkan hanya untuk memadatkan pengecoran dan juga untuk meratakan
permukaan pengecoran yang telah selesai.
Formula yang digunakan untuk menghitung volume beton adalah sebagai
berikut:

V  Bc  Hc  Lc

Keterangan:

V = Volume beton (m3)

Bc = Lebar kolom (m)

Hc = Tinggi kolom (m)

Lc = Panjang kolom (m)

V | 31
Tinggi kolom yang akan di cor di ambil tinggi bersih kolom tanpa
memperhitungkan tinggi balok dan tebal pelat sehingga tinggi bersih kolom adalah
Tinggi lantai dikurangi dengan (tinggi balok-tebal pelat) dikali dengan jumlah balok
sepanjang tinggi total kolom itu berada.

Sama seperti perhitungan berat tulangan, perhitungan volume beton juga


dilakukan untuk masing-masing type kolom karena dimensi kolom yang berbeda-
beda dan juga posisi perletakan kolomnya yang berbeda-beda yang mengakibatkan
adanya jumlah jumlah banyaknya penyambungan tulangan yang berbeda-beda
pula yaitu pada kolom dengan type yang sama tetapi ada yang terletak didaerah
luar pith lift penyambungan tulangan utamanya dilakukan sebanyak delapan kali
sedangkan yang terletak pada daerah pith lift penyambungan tulangan utamanya
dilakukan sebanyak sembilan kali karena pada daerah ini ketinggiannya mencapai
delapan lantai walaupun material-material yang digunakan sama untuk semua type
kolom tersebut.

5.3.3.1. Volume Beton Kolom Type 1 Luar Daerah Pith Lift

Kolom type 1 adalah kolom yang dimensinya dari lantai 1-7 tidak sama
karena dari lantai 1-4 dimensinya 90x130 sedangkan pada lantai 5-7 ada perubahan
dimensi dari 90x130 menjadi 90x110. Pengaruh perubahan dimensi kolom ini tidak
hanya berpengaruh pada jumlah tulangan yang digunakan tetapi juga berpengaruh
pada volume beton yang terpakai. Oleh karena itu perhitungan volume beton untuk
kolom type ini dilakukan dua kali untuk dimensi 90x130 dan 90x110 setelah itu baru
di jumlahkan keduanya untuk mendapatkan volume totalnya.

1. Volume beton untuk dimensi 90x130 (Lt. 1-4)

90 36D25

Gambar 5.17 Potongan A Kolom Type 1


(luar daerah pith lift)

V | 32
Lebar kolom (Bc) = 0.90 m

Tinggi kolom (Hc) = 1.30 m

Tinggi Lt. 1-4 = 21.90 m

Tinggi balok = 0.70 m

Tebal pelat = 0.15 m

Jumlah balok dari Lt. 1-4 = 4 buah

Panjang bersih kolom untuk pengecoran (Lc) = 21.90 – (0.70 – 0.15) x 4

= 19.70 m

V1  Bc  Hc  Lc
 0,90 m 1,30 m 19,70 m

 23,05 m 3

2. Volume beton untuk dimensi 90x110 (Lt. 5-7)

90 32D25

110
Gambar 5.18 Potongan B Kolom Type 1
(luar daerah pith lift)
Lebar kolom (Bc) = 0.90 m

Tinggi Kolom (Hc) = 1.10 m

Tinggi Lt. 5-7 = 12 m

Tinggi balok = 0.70 m

Tebal pelat = 0.15 m

Jumlah balok dari Lt. 5-7 = 3 buah

Panjang bersih kolom untuk pengecoran (Lc) = 12 – (0.70 – 0.15) x 3

= 10.35 m

V | 33
V2  Bc  Hc  Lc
 0,90 m 1,10 m 10,35 m

 10,25 m 3

Total volume beton untuk kolom type ini adalah sebagai berikut:

V  V 1 V 2

 23,05 m 3  10,25 m 3

 33,30 m 3

5.3.3.2. Volume Beton Kolom Type 1 (90x130) Daerah Pith Lift

Kolom type ini sama dengan kolom type di atas perbedaannya hanya
telrletak pada tinggi kolomnya karna pada kolom type di atas tingginya hanya
mencapai 7 lantai sedangkan pada type ini tingginya sampai 8 lantai. Kolom type ini
dimensinya dari lantai 1-8 tidak sama karena dari lantai 1-4 dimensinya 90x130
sedangkan pada lantai 5-8 ada perubahan dimensi dari 90x130 menjadi 90x110.
Oleh karena itu proses perhitungan volume beton untuk kolom type ini dilakukan dua
kali seperti kolom di atas.

1. Volume beton untuk dimensi 90x130 (Lt. 1-4)

90 36D25

Gambar 5.19 Potongan A Kolom Type 1


(daerah pith lift)

Lebar kolom (Bc) = 0.90 m

Tinggi kolom (Hc) = 1.30 m

Tinggi Lt. 1-4 = 21.90 m

V | 34
Tinggi balok = 0.70 m

Tebal pelat = 0.15 m

Jumlah balok dari Lt. 1-4 = 4 buah

Panjang bersih kolom untuk pengecoran (Lc) = 21.90 – (0.70 – 0.15) x 4

= 19.70 m

V1  Bc  Hc  Lc
 0,90 m 1,30 m 19,70 m

 23,05 m 3

2. Volume beton untuk dimensi 90x110 (Lt. 5-8)

90 32D25

110
Gambar 5.20 Potongan B Kolom Type 1
(daerah pith lift)

Lebar kolom (Bc) = 0.90 m

Tinggi kolom (Lc) = 1.10 m

Tinggi Lt. 5-8 = 16 m

Tinggi balok = 0.70 m

Tebal pelat = 0.15 m

Jumlah balok dari Lt. 5-8 = 3 buah

Tinggi bersih kolom untuk pengecoran (Lc) = 16 – (0.70 – 0.15) x 4

= 13.80 m

V | 35
V2  Bc  Hc  Lc
 0,90 m 1,10 m 13,80 m

 13,66 m 3

Total volume beton untuk kolom type ini adalah sebagai berikut:

V  V 1V 2

 23,05 m 3  13,66 m 3

 36,71 m 3

5.3.3.3. Volume Beton Kolom Type 2 (80x100) Luar Daerah Pith Lift

Kolom type ini letaknya sama dengan kolom type 1 luar daerah pith lift tetapi
perbedaanya terletak pada dimensinya dan juga pada kolom ini tidak terdapat
perubahan dimensi seperti yang terjadi pada kolom type 1. Oleh karena itu
perhitungan volume beton untuk kolom type ini hanya dilakukan satu kali saja.

80 32D25

Gambar 5.21 Potongan A Kolom Type 2


(luar daerah pith lift)

Lebar kolom (Bc) = 0.80 m

Tinggi kolom (Hc) = 1.00 m

Tinggi Lt. 1-7 = 33.90 m

Tinggi balok = 0.70 m

Tebal pelat = 0.15 m

Jumlah balok dari Lt. 1-4 = 7 buah

Tinggi bersih kolom untuk pengecoran (H) = 33.90 – (0.70 – 0.15) x 7

= 30.05 m

V | 36
V  Bc  Hc  Lc
 0,80 m 1,00 m  30,05 m

 24,04 m 3

5.3.3.4. Volume Beton Kolom Type 2 (80x100) Daerah Pith Lift

80 32D25

Gambar 5.22 Potongan A Kolom Type 2


(daerah pith lift)

Lebar kolom (Bc) = 0.80 m

Tinggi kolom (Hc) = 1.00 m

Tinggi Lt. 1-7 = 37.90 m

Tinggi balok = 0.70 m

Tebal pelat = 0.15 m

Jumlah balok dari Lt. 1-4 = 8 buah

Tinggi bersih kolom untuk pengecoran (Lc) = 37.90 – (0.70 – 0.15) x 8

= 33.50 m

V  Bc  Hc  Lc
 0,80 m 1,00 m  30,50 m

 26,80 m 3

V | 37
5.3.3.5. Volume Beton Kolom Type 3 (60x70)

Kolom type ini terletak pada daerah pith lift sehingga tingginya sampai pada
delapan lantai.

14D25
70

60
Gambar 5.23 Potongan A Kolom Type 3
Lebar kolom (Bc) = 0.60 m

Tinggi kolom (Hc) = 0.70 m

Tinggi Lt. 1-8 = 37.90 m

Tinggi balok = 0.70 m

Tebal pelat = 0.15 m

Jumlah balok dari Lt. 1-8 = 8 buah

Tinggi bersih kolom untuk pengecoran (H) = 37.90 – (0.70 – 0.15) x 8

= 33.50 m

V  Bc  Hc  Lc
 0,60 m  0,70 m  33,50 m

 14,70 m 3

5.3.3.6. Volume Beton Kolom Type 4 (60x150)

Kolom type ini terletak pada daerah pith lift sehingga tingginya sampai pada
delapan lantai.

60 24D25

150
Gambar 5.24 Potongan A Kolom Type 4

V | 38
Lebar kolom (Bc) = 1.50 m

Tinggi kolom (Hc) = 0.60 m

Tinggi Lt. 1-8 = 37.90 m

Tinggi balok = 0.70 m

Tebal pelat = 0.15 m

Jumlah balok dari Lt. 1-8 = 8 buah

Tinggi bersih kolom untuk pengecoran (Lc) = 37.90 – (0.70 – 0.15) x 8

= 33.50 m

V  Bc  Hc  Lc
 0,60 m 1,50 m  33,50 m

 30,15 m 3

5.3.3.7. Volume Beton Kolom Type K2D (130 x 130)

130 42D25

130
Gambar 5.25 Potongan A Kolom Type K2D

Lebar kolom (Bc) = 1.30 m

Tinggi kolom (Hc) = 1.30 m

Tinggi Lt. 2-7 = 22.40 m

Tinggi balok = 0.70 m

Tebal pelat = 0.15 m

V | 39
Jumlah balok dari Lt. 2-7 = 5 buah

Tinggi bersih kolom untuk pengecoran (Lc) = 22.40 – (0.70 – 0.15) x 5

= 19.70 m
V  Bc  Hc  Lc
 1,30 m 1,30 m 19,70 m

 33,21 m 3

Tabel 5.15 Rekapan Perhitungan Volume Beton Kolom


Volume Beton 1 Total
Jumlah
No Type Kolom buah kolom (m3) Volume
Kolom
Beton (m3)
1 K1 (90x130) luar daerah pith lift 11 33.30 366.30

2 K1 (90x130) daerah pith lift 2 36.71 73.42


3 K2 (80x100) luar daerah pith lift 5 24.04 120.20
4 K2 (80x100) daerah pith lift 1 26.80 26.80
5 K3 (60X70) 1 14.70 14.70
6 K4 (60x150) 2 30.15 60.30
7 K2D (130 x 130) 10 33.21 332.09
∑ 993.81

5.3.4. Koefisien Tulangan (Berat Besi/m3) Kolom


Perhitungan koefisien tulangan sangat penting agar ketika dalam perhitungan
Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk menghitung biaya kebutuhan tulangan
koefisien berat besi/m3 sangat dibutuhkan.
Formula yang digunakan untuk menghitung koefisien tulangan kolom adalah
sebagai berikut:
WTotalTul.
K
VBeton

Keterangan:
K = Koefisien tulangan ( Kg/m3)

WTotalTul = Berat total tulangan (Kg)

VBeton = Volue Beton (m3)

V | 40
Berikut adalah perhitungan koefisien tulangan untuk masing-masing kolom
sesuai dengan typenya:

5.3.3.1. Koefisien tulangan kolom type 1 (90x130) luar daerah pith lift

WTotalTul = 7461.179 Kg

VBeton = 33.30 m3

7461,179
K 
33,30

 224,06 Kg / m 3
5.3.3.2. Koefisien tulangan kolom type 1 (90x130) daerah pith lift

WTotalTul.  9184,676 Kg

V Beton  36,71 m 3

9184,676
K 
36,71

 252,20 Kg / m 3
5.3.3.3. Koefisien tulangan kolom type 2 (80x100) luar daerah pith lift

WTotalTul.  6821,972 Kg

V Beton  24,04 m 3

6821,972
K 
24,04

 283,78 Kg / m 3
5.3.3.4. Koefisien tulangan kolom type 2 (80x100) daerah pith lift

WTotalTul.  7586,038 Kg

V Beton  26,80 m 3

7586,038
K 
26,80

 283,06 Kg / m 3

V | 41
5.3.3.5. Koefisien tulangan kolom type 3 (60x70)
WTotalTul.  2683,60 Kg

V Beton  14,70 m 3

2683,60
K 
14,70

 182,56 Kg / m 3
5.3.3.6. Koefisien tulangan kolom type 4 (60x150)
WTotalTul.  5473,887 Kg

V Beton  30,15 m 3

5473,887
K 
30,15

 181,56 Kg / m 3
5.3.3.7. Koefisien tulangan kolom type K2D (130 x 130)

WTotalTul.  5532,085 Kg

VBeton  33,21 m 3

5532,085
K 
33,21

 166,85 Kg / m 3

Tabel 5.16 Rekapan Perhitungan Koefisien Tulangan Kolom


Koefisien tulangan 1 buah
No Type Kolom
kolom (Kg/m3)
1 K1 (90x130) luar daerah pith lift 224.08

2 K1 (90x130) daerah pith lift 250.20

3 K2 (80x100) luar daerah pith lift 283.78

4 K2 (80x100) daerah pith lift 283.06

5 K3 (60X70) 182.56

6 K4 (60x150) 181.56

7 K2D (130x130) 166.85

V | 42
5.3.5. Koefisien Tulangan Rata-Rata (Berat Besi/m3) Kolom

Rasio koefisien tulangan kolom berbeda-beda untuk type kolom yang satu
dengan type kolom yang lain begitupun dengan type kolom yang sama tetapi
berbeda tinggi kolomnya. Oleh karena itu untuk mengetahui rata-rata dari rasio total
untuk semua type kolom maka perlu untuk dihitung.
Formula yang digunakan untuk menghitung rasio rata-rata koefisien tulangan
untuk semua type kolom adalah:

Koefisien Tulangan per Type Volume Total Beton per Type


R
Volume Total Beton Semua Type

Tabel 5.17 Koefisien rata-rata tulangan untuk keseluruhan type kolom


Vol.
n Vol. Beton Koefisien
Beton
Type (jumlah Total Tulangan/m3
kolom)
(m3) (m3) (Kg/m3)
K1 (90x130) luar daerah pith
224,08
lift 11 33,30 336,30

K1 (90x130) daerah pith lift 2 36,71 73,42 250,20


K2 (80x100) luar daerah pith
283,78
lift 5 24,04 120,20

K2 (80x100) daerah pith lift 1 26,80 26,80 283,06

K3 (60X70) 1 14,70 14,70 182,56

K4 (60x150) 2 30,15 60,30 181,56

K2D (130 x 130) 10 33,21 332,10 166,85

Koefisien rata-rata:
=224,08*336,3+252,20*73,42+283,78*120,2+283,06*26,8+182,56*14,70+181,56*60,3+166,85*332,10
336,30+73,42+120,20+26,80+14,70+60,30+332,10+993,82
3
= 212,503 Kg/m

V | 43
5.3.6. Perbandingan Koefisien Hitung dengan Koefisien Syarat SNI

Tujuan menghitung perbandingan ini adalah agar dapat diketahui apakah


penggunaan tulangan/m3 untuk pekerjaan kolom di lapangan sesuai dengan
koefisien berat tulangan/m3 yang disyaratkan oleh SNI atau tidak. Jika terdapat
perbedaan di dalama keduanya maka dihitung berapa besar perbedaannya dan
dapat di ambil kesimpulan apa yang menyebabkan adanya perbedaan koefisien di
lapangan dengan yang disyaratkan oleh SNI tersebut.

Besarnya koefisien tulangan kolom yang disyaratkan oleh SNI adalah


227kg/m3.

Formula yang digunakan untuk menghitung perbandingan koefisien tulangan


di lapangan dengan yang disyaratka oleh SNI adalah:

Koefisien Tulangan ( SNI )  Koefisien Tulangan di Lapangan


K 100%
Koefisien Tulangan ( SNI )

a) Rasio Koefisien Berat Tulangan/m3 Tiap-Tiap Type Kolom dengan Koefisien


SNI

Tabel 5.18 Rasio Koefisien Tulangan


Koefisien Koefisien
3
Tulangan/m Tulangan/m3 Rasio
Type Pondasi
di Lapangan (SNI)
(Kg/m3) (Kg/m3) (%)
K1 (90x130) luar daerah pith lift 224,08 1,28

K1 (90x130) daerah pith lift 250,20 10,22


K2 (80x100) luar daerah pith lift 283,78 25.01
K2 (80x100) daerah pith lift 283,06 227 24,69
K3 (60X70) 182,56 19,58

K4 (60x150) 181,56 20,02


K2D (130 x 130) 166,85 26,50

V | 44
b) Rasio Rata-Rata Koefisien Tulangan Untuk Keseluruhan Type Kolom
Tabel 5.19 Rasio Rata-Rata Koefisien Tulangan
Koefisien Tulangan Koefisien Tulangan (SNI) Rasio
(kg/m3) (kg/m3) (%)
212,503 227 6,39

5.2.7. Resume/ Kesimpulan

Dari perhitungan koefisien tulangan untuk tiap-tiap type kolom tersebut di


atas dapat disimpulkan bahwa:

a) Besar kecilnya koefisien tulangan tiap-tiap type kolom sangat tergantung dari
dimensi kolom, diameter tulangan terpakai, jumlah tulangan terpakai.
b) Koefisien tulangan untuk tiap-tiap type kolom berbeda-beda. Ini disebabkan
karena adanya perbedaan dimensi kolom antara type yang satu dengan type
yang lainnya, walaupun material yang digunakan sama untuk semua type kolom
tersebut.
c) Rata-rata koefisien berat tulangan/m3 kolom yang terdapat di lapangan lebih
kecil 6,39% dari yang disyaratkan SNI. Rasio ini masih di anggap cukup baik
karena lebih kecil dari 20%.

5.4. Koefisien Tulangan Pekerjaan Balok Sloof (Tie Beam)

Sloof (Tie Beam) adalah struktur bangunan yang terletak diatas pondasi
bangunan. Tie beam berfungsi mendistribusikan beban dari bangunan atas ke
pondasi, sehingga beban yang tersalurkan ke setiap titik pondasi tersebar merata.
Tie beam juga berfungsi sebagai pengunci dinding dan kolom agar tidak runtuh
apabila terjadi pergerakan tanah. Secara singkat, tie beam berfungsi
mendistribusikan beban dari atas (dinding dan kolom) untuk disalurkan ke pondasi,
sehingga semua beban yang terdistribusikan ke pondasi kurang lebih sama.
Tie Beam yang terdapat pada proyek pembangunan gedung Sekolah Dian
Harapan Kupang di buat dengan dimensi 40x80 dengan menggunakan diameter
tulangan besi ulir D22 dengan jumlah tulangan atas (tulangan tekan) adalah delapan
buah dan jumlah tulangan bawah (tulangan tekan) adalah 4 batang.

V | 45
Tie Beam

Pedestral

Pile Cap

Gambar 5.26 Hubungan Tie Beam dan Kolom Pedestral


Tie Beam pada proyek ini tidak dibuat di atas pondasi menerus tetapi
langsung dibuat terikat dengan kolom pedestral seperti yang ditunjukkan pada
gambra di atas.

P' Q R
K L M N' P 800 800
800 800 800 800 800

TB1 TB1 TB1 TB1 Section 2


TB1 TB1 TB1
Section 1 1

TB1
TB1 TB1 TB1 TB1 TB1 TB1 TB1 700

TB1 TB1 TB1 TB1 TB1 TB1


TB1 2
Section 1
Section 2
TB1 TB1 400
TB1 TB1 TB1 TB1 TB1 TB1

400
TB1 TB1 TB1 TB1 TB1 TB1
3
TB1 TB1 TB1 TB1 TB1 TB1 400

Gambar 5.27 Denah Perletakan Tie Beam

V | 46
Proses perhitungan koefisien tulangan untuk tie beam dibuat dalam diagram
alir sebagai berikut:
MULAI

DATA LAPANGAN :
Dimensi Tie Beam (B,H,L),Li-di,∑tul-di,
wi-di/m’

BERAT TULANGAN (Kg) :

Wdi = Li-di x ∑tul-di x wi-di/m’


Wtot = ∑Wdi

3
VOLUME BETON (m ) :

V=BxHxL

KOEFISIEN TULANGAN Per AS


3
TIE BEAM (Kg/m ):

K = WTot / Vbeton

KOEFISIEN RATA-RATA UNTUK


SELURUH AS TIE BEAM

PERBANDINGAN KOEFISIEN
HITUNG DENGAN KOEFISIEN
SYARAT SNI

RESUME

SELESAI

Gambar 5.28 Tahapan Perhitungan Koefisien Tulangan Tie Beam

V | 47
5.4.1. Data-data

Data-data yang digunakan untuk menghitung koefisien tulangan tie beam ini
berdasarkan pengamatan di lapangan karena data-data yang ada dalam gambar
kerja (shop drawing) terjadi perubahan saat pekerjaan di lapangan. Data-data yang
di butuhkan untuk menghitung koefisien berat besi tie beam adalah:

B = Lebar tie beam (m)

H = Tinggi tie beam (m)

L = Panjang tie beam per as (m)

Li  di = Panjang tulangan untuk tiap-tiap diameter tulangan yang digunakan


(m).

 tul di = Jumlah tulangan dengan panjang tertentu sesuai diameter tulangan
yang digunakan.

wi  di / m' = Berat Besi/m’, tergantung diameter besi yang digunakan (kg/m’).

5.4.2. Berat Tulangan

Perhitungan berat tulangan dihitung untuk masing-masing As bangunan


tetapi ada juga As bangunan yang dihitung terpisah seperti pada As-1dan As-2
dihitung dua kali yaitu untuk section 1 dan section 2 karena letak tie beam yang tidak
sejajar sedangkan untuk perhitungan berat tulangan untuk tie beam type 2 yang
terletak pada area pith lift dihitung satu kali untuk ke-dua area pith lift tersebut.

5.4.2.1. Berat tulangan As-K, As-L, As-M, As-N’ dan As-P

700 800 400


K2 K1 K1

T2 T1 T3 T3 T4
8D22 4D22 8D22 8D22 4D22 8D22 8D22

4D22 T5 8D22 T4 4D22 4D22 T5 8D22 T1 4D22 4D22 T6

Gambar 5.29 Detail Pemasangan Tulangan As-K s/d As- P

V | 48
Tabel 5.20 Perhitungan Berat Tulangan As-K s/d As-P

V | 49
5.4.2.2. Berat Tulangan As- P’

K2 K1 K1

T4 T2 T3 T1 T5
8D22 4D22 8D22 8D22 4D22 8D22 8D22

4D22 8D22 4D22 4D22 8D22 4D22 4D22


T5 T1 T3 T2 T4

800 800 400


2048

Gambar 5.30 Detail Pemasangan Tulangan As-P’

Tabel 5.21 Perhitungan Berat Tulangan As-P’

V | 50
5.4.2.3. Berat tulangan As- Q dan As-R
K4 K4
T4 T1 T2
8D22 4D22 8D22 8D22

4D22 8D22 4D22 4D22


T3 T1 T4

800 400
1230
Gambar 5.31 Detail Pemasangan Tulangan As-Q dan As-R

Tabel 5.22 Perhitungan Berat Tulangan As-Q dan As-R

V | 51
5.4.2.4. Berat Tulangan As-1 dan As-2 section 1
K2 K2 K2
T1 T2 A
8D22 4D22 8D22 8D22 4D22 8D22 8D22 4D22

4D22 8D22 4D22 4D22 8D22 4D22 4D22 8D22

A
T5

800 800 400


2050
K2 K2
A T3 T4
4D22 8D22 8D22 4D22 8D22 8D22 4D22 8D22

8D22 4D22 4D22 8D22 4D22 4D22 8D22 4D22

400 800 800

2000
Gambar 5.32 Detail Pemasangan Tulangan As-1 dan 2
section 1
Tabel 5.23 Perhitungan Berat Tulangan As-1 dan As-2 Section 1

V | 52
5.4.2.5. Berat tulangan As-3

K1 K1 K1
T1 T2 T3 A
8D22 4D22 8D22 8D22 4D22 8D22 8D22 4D22

4D22 8D22 4D22 4D22 8D22 4D22 4D22 8D22

A
T6 T7
800 800 600
2265
K1 K1 K1
A T4
8D22 8D22 4D22 8D22 8D22 4D22 8D22

4D22 4D22 8D22 4D22 4D22 8D22 4D22

A
T8
200 800 800 400
2400
Gambar 5.33 Detail Pemasangan Tulangan As-3

Tabel 5.24 Perhitungan Berat Tulangan As-3

V | 53
5.4.2.6. Berat tulangan As-1 dan As-2 Section 2

K2 K4 K3

T2 T1 T3 T4 T2
8D22 4D22 8D22 8D22 4D22 8D22

4D22 T5 8D22 T4 4D22 4D22 T5 8D22 T1 4D22

800 800
1685
Gambar 5.34 Detail Pemasangan Tulangan As-1 dan As-2 Section 2

Tabel 5.25 Perhitungan Berat Tulangan As-1 dan As-2 Section 2

V | 54
Tabel 5.26 Rekapan Perhitungan Berat Tulangan Tie Beam
No Tie Beam Berat Tulangan (Kg)

1 As-1 section 1 2204.572

2 As-1 section 2 927.162

3 As-2 section 1 2204.572

4 As-2 section 2 927.162

5 As-3 2828.840

6 As-K 1034.985

7 As-L 1034.985

8 As-M 1034.985

9 As-N’ 1034.985

10 As-P 1034.985

11 As-P’ 1214.405

12 As-Q 710.445

13 As-R 710.445

∑ 16902.530

5.4.3. Volume Beton Tie Beam

Campuran beton yang digunakan untuk pengecoran dipesan di toko


bangunan terdekat yang menyediakan jasa penyediaan campuran beton sehingga
material-material untuk pengecoran kolom tidak disimpan pada lokasi proyek karena
ketika akan dilakukan pengecoran langsung di pesan sehingga pengecoran
langsung dilakukan oleh concrete pump dan ready mix.

Komposisi campuran yang digunakan dalam mengecor tie beam pada proyek
ini sama dengan komposisi campuran pada pengecoran pondasi yaitu 1 Pc : 2 Psr :
3 Krkl dengan mutu betonnya K-300. Pengecoran kolom pada proyek pembangunan
gedung Sekolah Dian Harapan Kupang ini menggunakan Concrete Pump dan ready
mix sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan tidak terlalu banyak karena tenaga kerja

V | 55
yang dibutuhkan hanya untuk memadatkan pengecoran dan juga untuk meratakan
permukaan pengecoran yang telah selesai.

Formula yang digunakan untuk menghitung volume beton tie beam adalah
sebagai berikut:

V  BH L

Keterangan:

V = Volume beton (m3)

B = Lebar tie beam (m)

H = Tinggi tie beam (m)

L = Panjang tie beam (m)

8D22
2D10-100

H=80 cm

4D22

B=40 cm

Gambar 5.35 Potongan Tie Beam

5.4.3.1. Volume Beton As-K s/d As-P

B  0,40 m
H  0,80 m
L  19,50 m
V  0,40 m  0,80 m 19,50 m

 6,24 m 3

V | 56
5.4.3.2. Volume Beton As-P’

B  0,40 m
H  0,80 m
L  20,50 m
V  0,40 m  0,80 m  20,50 m

 6,56 m 3

5.4.3.3. Volume Beton As-Q dan As-R

B  0,40 m
H  0,80 m
L  12,30 m
V  0,40 m  0,80 m 12,30 m

 3,94 m 3

5.4.3.4. Volume Beton As-1 dan As-2 Section 1

B  0,40 m
H  0,80 m
L  40,25 m
V  0,40 m  0,80 m  40,25 m

 12,88 m 3

5.4.3.5. Volume Beton As-1 dan As-2 Section 2

B  0,40 m
H  0,80 m
L  16,85 m
V  0,40 m  0,80 m 16,85 m

 5,39 m 3

V | 57
5.4.3.6. Volume Beton As-3

B  0,40 m
H  0,80 m
L  44,25 m
V  0,40 m  0,80 m  44,25 m

 14,16 m 3

Tabel 5.27 Rekapan Perhitungan Volume Beton Tie Beam

No Tie Beam Volume Beton (m3)

1 As-1 section 1 12.88

2 As-1 section 2 5.39

3 As-2 section 1 12.88

4 As-2 section 2 5.39

5 As-3 14.16

6 As-K 6.24

7 As-L 6.24

8 As-M 6.24

9 As-N’ 6.24

10 As-P 6.24

11 As-P’ 6.56

12 As-Q 3.94

13 As-R 3.94

∑ 96.34

V | 58
5.4.4. Koefisien Tulangan (Berat Besi/m3) Tie Beam

Formula yang digunakan untuk menghitung koefisien tulangan tie beam


sama dengan perhitungan koefisien besi untuk kolom dan juga pondasi yaitu
sebagai berikut:

WTo ta l
K 
Vb eto n

Keterangan:

K = Koefisien Tulangan ( Kg/m3)

WTotal = Berat total tulangan (Kg)

VBeton = Volume Beton (m3)

5.4.4.1. Koefisien Tulangan Tie Beam As-K s/d As-P

WTotal  1034,985 Kg

VBeton  6,24 m 3

1034,985
K 
6,24

 165,863 Kg / m 3

5.4.4.2. Koefisien Tulangan Tie Beam As-P’

WTotal  1214,41 Kg

VBeton  6,56 m 3

1214,41
K 
6,56

 185,123 Kg / m 3

V | 59
5.4.4.3. Koefisien Tulangan Tie Beam As-Q dan As-R

WTotal  710,445 Kg

VBeton  3,94 m 3

710,445
K 
3,94

 180,316 Kg / m 3

5.4.4.4. Koefisien Tulangan Tie Beam As-1 dan As-2 Section 1

WTotal  2204,570 Kg

VBeton  12,88 m 3

2204,570
K 
12,88

 171,162 Kg / m 3

5.4.4.5. Koefisien Tulangan Tie Beam As-1 dan As-2 Section 2

WTotal  927,162 Kg

VBeton  5,39 m 3

927,162
K 
5,39

 172,015 Kg / m 3

5.4.4.6. Koefisien Tulangan Tie Beam As-3

WTotal  2828,840 Kg

VBeton  14,16 m 3

2828,840
K 
14,16

 199,777 Kg / m 3

V | 60
Tabel 5.28 Rekapan Perhitungan Koefisien Tulangan Tie Beam
No Tie Beam Koefisien Tulangan (Kg/m3)

1 As-1 section 1 171.162

2 As-1 section 2 172.015

3 As-2 section 1 171.162

4 As-2 section 2 172.015

5 As-3 199.777

6 As-K 165.863

7 As-L 165.863

8 As-M 165.863

9 As-N’ 165.863

10 As-P 165.863

11 As-P’ 185.123

12 As-Q 180.316

13 As-R 180.316

5.4.5. Rasio Koefisien Tulangan Tie Beam

Rasio koefisien tulangan tie beam berbeda-beda untuk setiap as tie beam
yang satu dengan as tie beam yang lain. Oleh karena itu untuk mengetahui rata-rata
dari rasio total untuk semua as tie beam perlu untuk dihitung.

Formula yang digunakan untuk menghitung rasio rata-rata koefisien berat


tulangan/m3 untuk semua as tie beam adalah:

Koefisien Tulangan per Type Volume Total Beton per Type


R
Volume Total Beton Semua Type

V | 61
Tabel 5.29 Koefisien rata-rata tulangan untuk keseluruhan type tie beam
Koefisien
N Vol. Beton Vol. Beton Total
Type tulangan/m3
(jumlah)
(m3) (m3) (Kg/m3)

As-1 section 1 1 12.88 12.88 171.162


As-1 section 2 1 5.39 5.39 172.015
As-2 section 1 1 12.88 12.88 171.162
As-2 section 2 1 5.39 5.39 172.015
As-3 1 14.16 14.16 199.777

As-K 1 6.24 6.24 165.863

As-L 1 6.24 6.24 165.863

As-M 1 6.24 6.24 165.863

As-N’ 1 6.24 6.24 165.863

As-P 1 6.24 6.24 165.863

As-P’ 1 6.56 6.56 185.123

As-Q 1 3.94 3.94 180.316

As-R 1 3.94 3.94 180.316

Koefisien rata-rata:
171,16 *12,88* 2  172,02 * 5,39 * 2  199,78*14,16  165,86 * 6,24 * 5  185,12 * 6,56  180,32 * 3,94 * 2

12,88* 2  5,39 * 2  14,16  6,24 * 5  6,56  3,94 * 2

3
 175,446Kg / m

5.4.6. Perbandingan Koefisien Hitung dengan Koefisien Syarat SNI-7394-2008


(Tentang Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton Untuk
Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan)

Tujuan menghitung perbandingan ini adalah agar dapat diketahui apakah


penggunaan tulangan/m3 untuk pekerjaan tie beam di lapangan sesuai dengan
koefisien berat tulangan/m3 yang disyaratkan oleh SNI atau tidak. Jika terdapat

V | 62
perbedaan di dalama keduanya maka dihitung berapa besar perbedaannya dan
dapat di ambil kesimpulan apa yang menyebabkan adanya perbedaan koefisien di
lapangan dengan yang disyaratkan oleh SNI tersebut.

Besarnya koefisien tulangan tie beam yang disyaratkan oleh SNI adalah 182
kg/m3.

Formula yang digunakan untuk menghitung perbandingan koefisien tulangan


dilapangan dengan yang disyaratka oleh SNI adalah:

Koefisien Tulangan( SNI )  Koefisien Tulangan di Lapangan


K 100%
Koefisien Tulangan ( SNI )

a) Rasio Koefisien Tulangan Tiap-Tiap As Tie Beam dengan Koefisien Syarat


SNI

Tabel 5.30 Rasio Koefisien Berat Besi/m3


Koefisien di Lapangan Koefisien SNI
Rasio
AS tie beam
(Kg/m3) (Kg/m3) (%)
As-1 section 1 171,162 5,95
As-1 section 2 172,015 5,49
As-2 section 1 171,162 5,95
As-2 section 2 172,015 5,49
As-3 199,777 9,77
As-K 165,863 8,87
As-L 165,863 182 8,87
As-M 165,863 8,87
As-N’ 165,863 8,87
As-P 165,863 8,87
As-P’ 185,123 1,72
As-Q 180,316 0,93
As-R 180,316 0,93

V | 63
b) Rasio Rata-Rata Koefisien Tulangan Untuk Keseluruhan AS Tie Beam

Tabel 5.31 Rasio Rata-Rata Koefisien Tulangan Tie Beam


Koefisien Tulangan Koefisien Tulangan (SNI) Rasio
(kg/m3) (kg/m3) (%)

175,446 182 3,601

5.4.7. Resume/ Kesimpulan

Dari perhitungan koefisien tulangan untuk tiap-tiap as tie beam tersebut di


atas dapat disimpulkan bahwa:

a) Besar kecilnya koefisien tulangan tie beam sangat tergantung dari dimensi tie
beam, diameter tulangan terpakai, jumlah tulangan terpakai.
b) Koefisien berat tulangan untuk tiap-tiap as tie beam berbeda-beda. Ini
disebabkan karena adanya perbedaan dimensi panjang tie beam dalam satu As
antara type yang satu dengan type yang lainnya.
c) Rata-rata koefisien tulangan tie beam yang terdapat di lapangan lebih kecil
3,601% dari yang disyaratkan SNI. Rasio ini masih di anggap cukup baik karena
lebih kecil dari 20%

V | 64
5.5. Evaluasi Detailing Tulangan di Lapangan Berdasarkan SNI 03-2847-2002

5.5.1. Evaluasi detailing tulangan pondasi foot plat

Tabel 5.32. Evaluasi detailing pondasi foot plat


Kesimp
Syarat SNI Kondisi di Lapangan Resume
ulan
Pasal Di ambil salah satu contoh tebal selimut
9.7(1(a)) beton pada satu type pondasi yaitu
Tebal selimut pondasi type 2 karena tebal selimut
untuk beton beton pondasi untuk seluruh type
yang dicor pondasi sama besar
langsung di 50 mm < 75 Tidak
atas tanah mm OK
dan langsung
70
Tie Beam
berhubungan Tanah Dipadatkan
Lantai Kerja

dengan tanah
Kolom Pedestral Variabel
adalah 75 mm 5
5
Tebal Selimut
100

5 5

10
Lantai Kerja
Pasir Urug
Tanah Keras
320

Gambar 5.36 Tebal Selimut Beton Pondasi


Pasal 17.7 Tebal pondasi telapak di lapangan:
Tebal Kolom Pedestral

minimum H=1.2 m
pondasi
telapak: 1200mm > OK
B=3.5 m
ketebalan 150mm
L=3.5 m Pondasi type 1
pondasi
telapak di atas
Kolom Pedestral
lapisan
H=1 m
tulangan 1000mm
bawah tidak >150mm
boleh kurang B=3.2 m

dari 150 mm L=3.2 m Pondasi type 2


untuk pondasi OK
Kolom Pedestral
telapak di atas
tanah ataupun H=0.8 m
tidak kurang
dari 300 mm B=2.75 m
800mm
untuk pondasi Pondasi type 3 >150mm
L=2.75 m
telapak di atas
pancang Gambar 5.37 Tebal Pondasi OK

V | 65
Pasal Di ambil salah satu contoh penanaman
23.8(2(1)) tulangan longitudinal kolom pada satu
Tulangan type pondasi yaitu pondasi type 2
longitudinal karena penanaman tulangan
kolom dan longitudinal kolom pada semua type
dinding pondasi sama
structural yang Keterangan: tulangan longitudinal kolom
menyalurkan adalah yang berwarna merah
beban-beban
gempa harus Kondisi di
ditanamkan lapangan
OK
secara penuh Tie Beam
70 memenuhi
Tanah Dipadatkan
kedalam Lantai Kerja syarat SNI
fondasi Kolom Pedestral Variabel

telapak

100

10
Lantai Kerja
Pasir Urug
Tanah Keras
320

Gambar 5.38 Penanaman Tulangan Kolom

Kedalam Pondasi
Pasal Di ambil salah satu contoh tulangan
23.8(2(2)) lentur yang diberikan kait 90° di dasar
Kolom yang pondasi dengan ujung kaitnya
direncanakan mengarah ke pusat kolom pada type Model kait 90°
dengan pondasi type 2 karena model kait untuk yang
anggapan jepit semua type pondasi sama diberikan
pada pada tulangan
perletakannya lentur di dasar
harus sesuai pondasi dan
23.8(2(1)) 70
mengarah
Tie Beam
Tanah Dipadatkan
dan, bila perlu Lantai Kerja pada pusat
OK
kait, tulangan kolom yang
Kolom Pedestral Variabel
lentur harus terdapat di
diberikan kait lapangan
90° didasar 90° 90° 100 sesuai
pondasi 5
dengan syarat
dengan ujung 10 dalam SNI
Lantai Kerja
kaitnya Pasir Urug
Tanah Keras
pasal
320
mengarah ke 23.8(2(2))
pusat kolom Gambar 5.39 Model Kait Tulangan Pedestral
Yang Berhubungan dengan
Pondasi

V | 66
5.5.2. Evaluasi detailing tulangan kolom
a) Evaluasi kait standar (SNI 03-2847-2002 pasal 9.1)
Tabel 5.33. Evaluasi Tulangan Sengkang Kolom
Syarat SNI Kondisi di Lapangan Resume Kesimpulan
Untuk sengkang dan a 8-10 cm
kait pengikat:
b
Batang D-16 dan yang 135°
8-10 cm
lebih kecil, bengkokan 90.00°
90° ditambah
perpanjangan 6db
pada ujung bebas kait. 6db
(6x10
mm) = 60 OK
mm = 6
Gambar 5.40 Panjang Kait cm < 8-
Sengkang 10 cm
Diameter sengkang yang
digunakan adalah D10, dengan
panjang bengkokan 8-10 cm
Untuk kait gempa Sengkan
adalah sebagaimana g tertutup
yang didefinisikan yang
pada pasal 23.1 yaitu: terdapat
Kait pada sengkang, 90° di
sengkang tertutup, lapangan
atau pengikat silang sudah
yang mempunyai memenu
bengkokan tidak hi syarat
135°
kurang dari 135° 8-10 cm yang ada
kecuali bahwa b dalam
sengkang cincin harus SNI yaitu
mempunyai bengkokan 8-10 cm bengkoka OK
tidak kurang dari 90°. nnya
Kait harus diberi tidak
perpanjangan enam- Gambar 5.41 Besar Derajat 135° dan
diameter (namun tidak Pembengkokan Kait juga
kurang dari 75 mm) Sengkang kurang
yang mengait tulangan dari 90°
longitudinal dan dan
mengarah pada bagian panjangn
dalam sengkang atau ya tidak
sengkang tertutup. kurang
dari 75
mm

V | 67
Pasal 23.4.(4.(4) Ambil salah satu contoh Sebagian
bahwa tulangan pemasangan tulangan pengikat jarak
pengikat silang tidak silang di lapangan untuk salah tulangan
boleh dipasang dengan satu type kolom pengikat
spasi lebih daripada silang di
350 mm dari sumbu ke lapangan
sumbu dalam arah lebih dari
tegak lurus sumbu 350 mm
komponen struktur

TIDAK OK

Gambar 5.43 Jarak pemasangan


X ≤ 350 mm Tulangan Tice di
lapangan
Gambar 5.42 Syarat
Jarak
pemas
angan
Tulang
an Tice

b) Evaluasi sambungan lewatan pada kolom

70
BALOK 40/70

daerah lo

530 110 Daerah lo

daerah lo

SLOOF 40/80

Gambar 5.44 Sambungan Tulangan kolom

V | 68
Tabel 5.34. Evaluasi sambungan tulangan kolom
Kondisi di Kesimp
Syarat SNI Resume
Lapangan ulan
a. SNI 03-2847-2002 pasal 23.4.3.2 bahwa Letak Letak
sambungan lewatan hanya diizinkan di lokasi sambunga sambunga
setengah panjang elemen struktur yang n lewatan n lewatan
berada di tengah, direncanakan sebagai yang di
sambungan lewatan tarik, dan harus diikat terdapat di lapangan
dengan tulangan spiral atau sengkang lapangan memenuhi
tertutup. berbeda- syarat SNI
Sambungan lewatan kolom hanya boleh beda. Ada
dipasang ditengah tinggi kolom yang sambunga
direncanakan sebagai sambungan tarik dan n yang
harus dengan tulangan sengkang tertutup terletak di OK
sesuai tulangan transversal pada daerah lo daerah lo
 Panjang daerah lo dan spasi pada daerah lo dan ada
-. lo > tinggi efektif kolom (dc=hc-d’) = 1300- juga yang
50 = 1250 mm terletak di
-. lo > 1/6 tinggi bersih kolom = 1/6 x 5700 = luar
950 mm daerah lo
-. lo > 500 mm
Jadi, panjang lo yang digunakan adalah 1250
mm (pilih terbesar)

b. SNI pasal 14.2.2 tabel 11: Sapasi bersih Panjang


batang-batang disambung tidak kurang dari Ld =110 cm penyaluran
db, selimut beton bersih tidak kurang dari db, tulangan
dan sengkang atau sengkang ikat yang tarik di
dipasang disepanjang ld tidak kurang dari lapangan
persyaratan minimum sesuai peraturan memenuhi
atau syarat SNI
Spasi bersih batang-batang yang disalurkan
atau disambung tidak kurang dari 2db dan
selimut beton bersih tidak kurang dari db
#Maka panjang penyaluran yang di gunakan
sesuai diameter besi yang digunakan di
lapangan adalah:
OK
db  25 mm ; fy  400 Mpa ; fc  30 Mpa
 1,0 ;  1,0 ;  1,0
Ld 3 fy

db 5 fc '
Ld 3  400  1  1  1

25 5 30
30000
Ld 
27,386
Ld 1095,445 mm 109,544 cm 110 cm

V | 69
5.5.3. Evaluasi Detailing Tulangan Tie Beam
a) Diameter Bengkokan Minimum (SNI pasal 9.2)
Tabel 5.35. Evaluasi diameter bengkokan minimum
Syarat SNI Kondisi di Lapangan Resume Kesimpulan
Diameter bengkokan
yang diukur pada a 8-10 cm
bagian dalam batang
b
tulangan tidak boleh 135°
8-10 cm
kurang dari nilai 90.00°
dalam tabel 6 SNI 8 -10 cm
03-2847-2002. > 6db =
Ketentuan ini tidak 6x1 cm = OK
berlaku untuk 6 cm
sengkang dan
sengkang ikat
dengan ukuran D-10 Gambar 5.45 Panjang Kait
hingga D-16 Sengkang

Diameter dalam dari


bengkokan untuk
sengkang dan
sengkang ikat tidak
boleh kurang dari
4db untuk batang D- Diameter sengkang yang 8 – 10 cm
16 dan yang lebih digunakan adalah D10 dengan > 4db =
OK
kecil. Untuk batang panjang bengkokan adalah 8 – 4x1 cm =
yang lebih besar 10 cm 4 cm
daripada D-16,
diameter bengkokan
harus memenuhi
Tabel 6.

Tabel 5.36. Diameter bengkokan minimum menurut SNI


Ukuran Tulangan Diameter Minimum
D-10 sampai dengan D-25 6db
D-29,D-32, dan D-36 8db
D-44 dan D-56 10db

V | 70
b) Batasan Spasi Tulangan

Tabel 5.37 Evaluasi Batasan Spasi Tulangan


Resum Kesimp
Syarat SNI Kondisi di Lapangan
e ulan
Jarak bersih antara 30
tulangan sejajar dalam
lapis yang sama, tidak
30
boleh kurang dari db Ø22 -. 30
ataupun 25 mm. Lihat mm >
juga ketentuan dalam db (22
pasal 5.3(2) mm) OK

Ø22 -. 30 mm
> 25 mm

Gambar 5.46 Jarak Bersih


Tulangan Sejajar
Bila tulangan sejajar Letak
tersebut diletakkan tulanga
dalam dua lapis atau n atas
lebih, tulangan pada dan
lapis atas harus bawah
diletakkan tepat di di
Jarak antar tulangan sejajar seperti
atas tulangan lapanga
gambar di atas yang di letakkan
dibawahnya dengan n
dalam dua lapis, tulangan pada
spasi bersih antar sesuai
lapis atas di letakkan tepat di atas OK
lapisan tidak boleh dengan
tulangan di bawahnya dan spasi
kurang dari 25 mm. yang di
bersih antar lapisan tersebut adalah
syaratk
30 mm
an dan
jarak
antar
lapis 30
mm >
25 mm
Pada komponen 30 mm
struktur tekan yang < 1,5db
diberi tulangan spiral =
atau sengkang 1,5x22
pengikat, jarak bersih Diameter tulangan longitudinal 33 mm
TIDAK
antar tulangan adalah D22 dan Jarak antar
OK
longitudinal tidak tulangan longitudinal 30 mm dan
boleh kurang dari
1,5db ataupun 40 mm. 30 mm
< 40
mm

V | 71
Pembatasan jarak
bersih antar batang
tulangan ini juga
Kondisi
berlaku untuk jarak Sesuai dengan pengamatan di
di
bersih antara suatu lapangan untuk kasus seperti ini
lapanga
sambungan lewatan tidak di temukan penyimpangan OK
n=
dengan sambungan dengan yang di syaratkan dalam
syarat
lewatan lainnya atau SNI
SNI
dengan batang
tulangan yang
berdekatan.

c) Evaluasi Sambungan Lewatan Balok

Tabel 5.38 Evaluasi Sambungan Lewatan Balok


Kondisi di Resum Kesimp
Syarat SNI
Lapangan e ulan
Pada daerah hingga jarak dua kali tinggi balok Terdapat 2 Hampir
dari muka kolom buah sebagia
sambungan n besar
2 x tinggi balok = 2 x 70 cm = 140 cm lewatan
letak
yang
berjarak sambun
kurang dari gan
140 cm dari lewatan
muka kolom memen
uhi
syarat TIDAK
OK
jarak
dari
muka
kolom
seperti
yang di
tentuka
n dalam
SNI
SNI pasal 14.2.2 tabel 11: Sapasi bersih batang- 90 cm <
batang disambung tidak kurang dari db, selimut 97 cm
beton bersih tidak kurang dari db, dan sengkang Ld=90 cm 6,63%
atau sengkang ikat yang dipasang disepanjang lebih TIDAK
ld tidak kurang dari persyaratan minimum sesuai kecil OK
peraturan dari
atau yang
Spasi bersih batang-batang yang disalurkan disyarat
atau disambung tidak kurang dari 2db dan kan SNI
selimut beton bersih tidak kurang dari db

V | 72
#Maka panjang penyaluran yang di gunakan
sesuai diameter besi yang digunakan di
lapangan adalah:
db  22 mm ; fy  400 Mpa ; fc  30 Mpa
 1,0 ;  1,0 ;  1,0
Ld 3 fy

db 5 fc '
Ld 3  400  1  1  1

22 5 30
26400
Ld 
27,386

Ld  963,993 mm  96,399 cm  97 cm

K L M N' P P' Q R
800 800 800 800 800 820 800
160 160 250 150 200 160 K2
K4 K3

115 105
1
K2 K2 K2 K2 K2

220 180

700

155 155 245 145 195 155


K1 K1
2
K1 K1 K1
K1 K4

215 180 80
228 400

400
155 155 245 145 195 155
K1
K1 K1 K1 K1 K1 3
215 180
400

Gambar 5.47. Denah Letak Sambungan Lewatan Pada Balok

V | 73
d) Evaluasi Jumlah Tulangan Atas dan Bawah
Tabel 5.39 Evaluasi Jumlah Tulangan Atas dan Bawah Balok
Syarat SNI Kondisi di Lapangan Resume Kesimpulan
Pada setiap irisan Kondisi
penampang tulangan
komponen struktur atas dan
lentur, kecuali tulangan
sebagaimana yang bawah
ditentukan 12.5(3), yang
jumlah tulangan terdapat di
atas dan bawah lapangan
tidak boleh kurang lebih dari
dari yang dua batang
ditentukan oleh
OK
persamaan 20, dan
tidak boleh kurang
dari 1,4bwd/fy.
Sekurang-
kurangnya harus Gambar 5.48 Jumlah Tulangan
ada dua batang Atas dan Bawah
tulangan atas dan
Tie Beam
dua batang
tulangan bawah
yang dipasang
secara menerus

e) Evaluasi Pemasangan Tulangan Sengkang Balok

Kolom

2 x Hbalok =140 cm
150

Balok

Sengkang
pertama Sengkang
tertutup

Gambar 5.49. Letak Tulangan Trasversal (Sengkang)

V | 74
Tabel 5.40 Evaluasi Pemasangan Tulangan Sengkang Balok
Syarat SNI Kondisi di Lapangan Resume Kesimpulan
Sengkang tertutup
harus dipasang
pada komponen
struktur pada
daerah-daerah
dibawah ini:
a. Pada daerah Sesuai dengan pengamatan di Kondisi di
hingga dua lapangan bahwa semua Lapangan
kali tinggi tulangan longitudinal balok, baik memenuhi
balok di ukur yang berada pada jarak 2 x syarat
dari muka tinggi balok dari muka kolom yang di OK
tumpuan pada kedua sisi penampang tentukan
kearah tengah sampai dengan tulangan
bentang, di longitudinal yang berada pada
kedua ujung daerah tengah bentang di ikat
komponen oleh sengkang tertutup
struktur lentur.

b. Di sepanjang Sesuai dengan pengamatan di Kondisi di


daerah dua lapangan bahwa semua lapangan
kali tinggi tulangan longitudinal balok, baik memenuhi
balok pada yang berada pada jarak 2 x syarat SNI
kedua sisi dari tinggi balok dari muka kolom OK
suatu pada kedua sisi penampang
penampang sampai dengan tulangan
dimana leleh longitudinal yang berada pada
lentur daerah tengah bentang di ikat
diharapkan oleh sengkang tertutup
dapat terjadi
sehubungan
dengan
terjadinya
deformasi
inelastic
struktur
rangka
Sengkang tertutup Sesuai dengan pengamatan di Jarak
pertama harus lapangan, sengkang tertutup pemasang
dipasang tidak pertama yang di pasang pada an
lebih dari 50 mm muka tumpuan (kolom) berjarak sengkang
dari muka kurang dari 50 mm bahkan pertama
OK
tumpuan. terkadang sengkang tertutup pada
tersebut langsung berhimpitan muka
dengang tulangan yang berada tumpuan
pada muka tumpuan tersebut. memenuhi
syarat SNI

V | 75
Jarak maksimum Jarak maksimum sengkang 150 mm <
antar sengkang tertutup yang ada di lapangan semua
tertutup tidak boleh adalah 150 mm syarat
melebihi: Dbalok = 650 mm yang di
a. d/4 = 650/4 = tentukan
162,50 mm dalam SNI
b. delapan kali
diameter tekecil
tulangan
OK
memanjang =
8x22mm = 176
mm
c. 24 kali diameter
batang tulangan
sengkang
tertutup = 24 x
10 = 240 mm
d. 300 mm

5.5.4. Evaluasi Detailing Tulangan Pada Daerah Join


5.5.4.1. Evaluasi Detailing Tulangan Pada Join Balok-Kolom
Tabel 5.41. Evaluasi detailing tulangan pada join balok-kolom
Kondisi di Lapangan Kesimp
Syarat SNI Resume
ulan
Pada pertemuan
dari komponen-
komponen rangka
utama (misalnya
pertemuan balok Pertemuan
Kolom - Balok
dan kolom),
Karena tidak
sambungan lewatan
ada
tulangan yang
sambungan
menerus dan
lewatan
pengangkuran
pada join
tulangan yang
balok-kolom,
berakhir pada OK
maka pada
pertemuan itu harus
join tersebut
dilindungi dengan
tidak perlu di
sengkang pengikat
Gambar 5.50 Join Balok-Kolom ikat dengan
yang baik
sengkang
pengikat
Sesuai dengan pengamatan di
lapangan, pada pertemuan kolom –
balok, sambungan lewatan tidak di
tempatkan pada posisi hubungan
kolom-balok (join) tersebut.

V | 76
Sambungan lewatan Sesuai
tidak boleh pengamatan
digunakan pada: di lapangan,
a. Pada daerah tidak ada
hubungan sambungan
Pertemuan
balok kolom Kolom - Balok lewatan
yang
terdapat
pada
hubungan OK
balok-kolom,
baik itu
sambungan
lewatan
pada kolom
Gambar 5.51 Evaluasi Letak maupun
Sambungan Lewatan sambungan
Pada Join Balok- lewatan
Kolom pada balok

5.5.4.2. Evaluasi Detailing Tulangan Pada Join Kolom-Pondasi


Tabel 5.42. Evaluasi detailing tulangan pada join kolom-pondasi
Pasal Di ambil salah satu contoh penanaman
23.8(2(1)) tulangan longitudinal kolom pada satu
Tulangan type pondasi yaitu pondasi type 2
longitudinal karena penanaman tulangan
kolom dan longitudinal kolom pada semua type
dinding pondasi sama
structural yang Keterangan: tulangan longitudinal kolom
menyalurkan adalah yang berwarna merah
beban-beban
Kondisi di
gempa harus
lapangan
ditanamkan OK
70
memenuhi
secara penuh Tie Beam
Tanah Dipadatkan
Lantai Kerja syarat SNI
kedalam
Kolom Pedestral
fondasi Variabel

telapak
100

10
Lantai Kerja
Pasir Urug
Tanah Keras
320

Gambar 5.52 Penanaman Tulangan Kolom

Pada Join Kolom-Pondasi

V | 77
Pasal Di ambil salah satu contoh tulangan
23.8(2(2)) lentur yang diberikan kait 90° di dasar
Kolom yang pondasi dengan ujung kaitnya
direncanakan mengarah ke pusat kolom pada type Model kait 90°
dengan pondasi type 2 karena model kait untuk yang
anggapan jepit semua type pondasi sama diberikan
pada pada tulangan
perletakannya lentur di dasar
harus sesuai pondasi dan
23.8(2(1)) 70
mengarah
Tie Beam
Tanah Dipadatkan
dan, bila perlu Lantai Kerja pada pusat
OK
kait, tulangan kolom yang
Kolom Pedestral Variabel
lentur harus terdapat di
diberikan kait lapangan
90° didasar 90° 90° 100 sesuai
pondasi 5
dengan syarat
dengan ujung 10 dalam SNI
Lantai Kerja
kaitnya Pasir Urug
Tanah Keras
pasal
320
mengarah ke 23.8(2(2))
pusat kolom Gambar 5.53 Model Kait Tulangan Pedestral
Yang Berhubungan dengan
Pondasi

V | 78

Anda mungkin juga menyukai