Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

NYERI
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
 Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap
orang dalam hal skala atau tingkatannya, hanya orang tersebutlah
yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi nyeri yang dialaminya
(Aziz Alimul,2006)
 Nyeri (Pain) adalah kondisi perasaan yang tidak menyenagkan.
Sifatnya sangat subjektif karna perasaan nyeri berbeda pada setiap
orang baik dalam hal skala ataupun tingkatannya dan hanya orang
tersebutlah yang dapat menjelaskan dan mengefakuasi rasa nyeri yang
dialaminya (Hidayat, 2008).

 Internasional Association for Study of Pain (IASP), mendefenisikan


nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang
tidak menyenagkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang
bersifat akut yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi
kerusakan (Potter & Perry, 2005).

 Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak


menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan
potensial yang tidak menyenagkan yang terlokalisasi pada suatu bagian
tubuh ataupun sering disebut dengan istilah distruktif dimana jaringan
rasanya seperti di tusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi,
perasaan takut dan mual (Judha, 2012).

2. Klasifikasi Nyeri
a. Nyeri berdasarkan sifatnya :
1) Incidental pain
Yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
2) Steady pain
Yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam
waktu yang lama.
3) Paroxymal pain
Yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali.
Nyeri tersebut menetap ± 10-15 menit, lalu menghilang,
kemudian timbul lagi.
b. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan :
1) Nyeri akut
Nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir
dalam enam, bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan
jelas.Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka
operasi, atau pun pada suatu penyakit arteriosderosis pada arteri
koroner.
2) Nyeri kronis
Nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri kronis ini
polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun. Ragam pola tersebut ada yang nyeri timbul
dengan periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu
timbul kembali dan begitu seterusnya. Ada pula pola nyeri
kronis yang konstan, artinya rasa nyeri tersebut terus menerus
terasa makin lama semakin meningkat intensitasnya walau pun
telah diberika pengobatan, misalnya nyeri karena neoplasma.

c. Nyeri berdasarkan berat ringannya :


1) Nyeri Ringan
Nyeri dengan intensitas rendah. Pada nyeri ini, seseorang bias
menjalankan aktivitasnya seperti biasa. (tidak mengganggu
aktivitas).
2) Nyeri Sedang
Nyeri dengan intensitas sedang \ menimbulkan reaksi (fisiologis
maupun psikologis)
3) Nyeri Berat
Nyeri dengan inyensitas yang tinggi. Pada nyeri ini, seseorang
sudah dapatmelakukan aktivitas karena nyeri tersebut sudah
tidak dapat dikendalikan oleh orang yang mengalaminya.
Penggunaan obat analgesic dapat membantu pada nyeri ini.

3. Faktor Predisposisi (Pendukung) dan Presipitasi (Pencetus)


a. Faktor Fisiologi
Faktor fisiologi yang mempengaruhi nyeri terdiri dari (1) umur, (2)
jenis kelamin, (3) kelelahan, (4) gen dan (5) fungsi neurologi. Umur
mempengaruhi persepsi nyeri seseorang karena anak-anak dan orang
tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan dengan orang
dewasa muda karena mereka sering tidak dapat mengkomunikasikan
apa yang mereka rasakan. Anak-anak belum mempunyai
perbendaharaan kata yang cukup sehingga mereka sulit untuk
mengungkapkan nyeri secara verbal dan sulit untuk
mengekspresikannya kepada orang tua ataupun perawat. Pada orang
tua, nyeri yang mereka rasakan sangat kompleks, karena mereka
umumnya memiliki berbagai macam penyakit dengan gejala yang
sering sama dengan bagian tubuh yang lain. Oleh karena itu, perawat
harus teliti melihat dimana sumber nyeri yang dirasakan pasien
(Taylor, 1997; Potter & Perry, 2009).
Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam merespons terhadap nyeri (Gill, 1990 dikutip dari
Potter & Perry, 2005). Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja
yang merupakan suatu faktor dalam pengekspresian nyeri. Beberapa
kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya, menganggap
bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis,
sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama
(Potter & Perry, 2005). Begitu juga dengan kelelahan, seseorang yang
merasakan kelelahan akan terfokus terhadap pengalaman nyerinya.
Jika kelelahan terjadi disepanjang waktu istirahat, persepsi nyeri yang
dirasakan pasien akan meningkat. Nyeri merupakan pengalaman yang
sering dirasakan setelah istirahat daripada menghabiskan waktu
sepanjang hari (Berger, 1992; Potter & Perry, 2009). Penelitian
kesehatan mengungkapkan bahwa informasi genetik yang diturunkan
oleh orang tua kemungkinan dapat meningkatkan atau menurunkan
sensitifitas nyeri. Genetik mempunyai kemungkinan untuk dapat
menentukan ambang batas nyeri seseorang atau toleransi seseorang
terhadap nyeri (Potter & Perry, 2009). Fungsi neurologi juga dapat
mempengaruhi pengalaman nyeri seseorang. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi persepsi normal dari nyeri (seperti cedera spinal
cord, neuropati perifer, atau penyakit neurologi) sebagai efek
kewaspadaan dan respons pasien (Potter & Perry, 2009).
b. Faktor Sosial
Faktor sosial yang mempengaruhi nyeri terdiri dari(1) perhatian, (2)
pengalaman nyeri sebelumnya, dan (3) keluarga dan dukungan sosial.
Peningkatan perhatian dihubungkan dengan peningkatan nyeri (Carrol
& Seers, 1998 dalam Potter & Perry, 2009). Seseorang yang
memfokuskan perhatiannya terhadap nyeri akan mempengaruhi
persepsinya. Konsep ini merupakan salah satu hal yang dapat dilihat
perawat dari beberapa nyeri yang dirasakan pasien sehingga perawat
dapat memberikan intervensi yang tepat seperti relaksasi, massase,
dan lain sebagainya. Namun dengan memfokuskan perhatian terhadap
stimulus yang lain, dapat menurunkan persepsi nyeri (Potter & Perry,
2009).
Pengalaman nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap persepsi
nyeri individu dan kepekaannya terhadap nyeri. Karena setiap orang
belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya. Jika sebelumnya seseorang
pernah mengalami nyeri tanpa adanya pertolongan, maka nyeri yang
dirasakannya saat ini akan dipandangnya sebagai suatu kecemasan
dan ketakutan. Dengan kata lain, jika pengalaman nyeri sebelumnya
dapat diterima dengan koping yang baik, maka individu tersebut
mungkin dapat lebih baik mempersiapkan dirinya dengan peristiwa
nyeri yang lain (Berger, 1992; Potter & Perry, 2009).
Seseorang yang merasakan nyeri sering bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk mendukung, menemani, atau
melindunginya. Walaupun nyeri masih ada, kehadiran keluarga atau
teman-teman dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan (Potter &
Perry, 2009). Misalnya, individu yang sendirian, tanpa keluarga atau
teman-teman yang mendukungnya, cenderung merasakan nyeri yang
lebih berat dibandingkan dengan individu yang mendapat dukungan
dari keluarga dan orang-orang terdekatnya (Mubarak & Chayatin,
2007).
c. Faktor Spiritual
Spiritual membuat seseorang mencari tahu makna atau arti dari nyeri
yang dirasakannya, seperti mengapa nyeri ini terjadi pada dirinya, apa
yang telah dia lakukan selama ini, dan lain-lain (Potter & Perry,
2009).
d. Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi nyeri terdiri dari (1) kecemasan
dan (2) koping individu. Kecemasan dapat meningkatkan persepsi
seseorang terhadap nyeri. Ancaman yang tidak jelas asalnya dan
ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya
dapat memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu yang percaya
bahwa mereka mampu mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan
mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan yang akan
menurunkan persepsi nyeri mereka (Mubarak & Chayatin, 2007). Wall
& Melzack (1999 dalam Potter & Perry, 2009) mengemukakan bahwa
stimulus nyeri yang aktif pada bagian sistem limbik dipercayai dapat
mengontrol emosi, salah satunya adalah kecemasan. Sistem limbik
memproses reaksi emosional terhadap nyeri, dapat meningkatkan
ataupun menurunkannya (Potter & Perry, 2009).
Koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperlakukan
nyeri. Seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus internal merasa
bahwa diri mereka sendiri mempunyai kemampuan untuk mengatasi
nyeri. Sebaliknya, seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus
eksternal lebih merasa bahwa faktor-faktor lain di dalam hidupnya
seperti perawat merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap
nyeri yang dirasakannya. Oleh karenan itu, koping pasien sangat
penting untuk diperhatikan (Potter & Perry, 2009).
e. Faktor Budaya
Faktor budaya yang mempengaruhi nyeri terdiri dari (1) makna nyeri
dan (2) suku. Makna dari nyeri yang dirasakan seseorang
dihubungkan dengan pengaruh pengalaman nyeri dan bagaimana
seseorang tersebut mengadaptasikannya. Hal ini sangat berhubungan
dengan latar belakang budaya. Seseorang akan merasa nyeri yang
berbeda jika mendapatkan sebuah ancaman, kehilangan, hukuman,
atau tantangan (Potter & Perry, 2009).
Budaya mempercayai dan mempengaruhi nilai individu dalam
mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan
diterima oleh budaya mereka, termasuk bagaimana reaksi mereka
terhadap nyeri (Davidhizar & Giger, 2004; Lasch, 2002 dalam Potter
& Perry, 2009).

4. Etiologi
 Mekanis
a. Trauma jaringan tubuh - Kerusakan jaringan, iritasi langsung
pada reseptor nyeri, peradangan
b. Perubahan dalam jaringan misal:oedem - Pemekaan pada
reseptor nyeri bradikinin - merangsang reseptor nyeri
c. Sumbatan pada saluran tubuh - distensi lumen saluran
d. Kejang otot - Rangsangan pada reseptor nyeri
e. Tumor - penekanan pada reseptor nyeri iritasi pada ujung –
ujung saraf
 Thermis
a. Panas/dingin yang berlebihan missal :luka bakar - Kerusakan
jaringan merangsang thermo sensitive reseptor nyeri
 Kimia
a. Iskemia jaringan mis: blok pada arteri coronary - Rangsangan
pada reseptor karena tertumpunya asam laktat/bradikinin
dijaringan
b. Kejang otot - Sekunder dari rangsangan mekanis menyebabkan
iskemia jaringan

5. Patofisiologi
Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya
rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan
ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak
memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada
visera, persendian dinding arteri, hati dan kandung empedu. Reseptor nyeri
dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau rangsangan.
Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamine, bradikinin,
prostaglandin, dan macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan
pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat
berupa termal, listrik atau mekanis.
Selanjutnya stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut
ditransmisikan ke serabut C. serabut-serabut aferen masuk ke spinal
melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal
horn, terdiri atas beberapa lapisan atau laminae yang saling bertautan.
Diantara lapisan dua dan tiga berbentuk substansia gelatinosa yang
merupakan saluran utama impuls. Kemudian, impuls nyeri menyeberangi
sumsum tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal
asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract (STT) atau
jalur spinothalamus tract (SRT) yang membawa informasi tentang sifat dan
lokasi nyeri. Dari proses transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya
nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur non-opiate. Jalur opiate ditandai oleh
pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal desendens dari
thalamus yang melalui otak tengah dan medulla ke tanduk dorsal dari
sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan nociceptor impuls
supresif. Serotonin merupakan neurotransmitter dalam impuls supresif.
System supresif lebih mengaktifkan stimulasi nociceptor yagn
ditransmisikan oleh serabut A. Jalur non-opiate merupakan jalur desendens
yang tidak memberikan respons terhadap naloxone yang kurang banyak
diketahui mekanismenya. (Barbara C Long. 1989)
6. Tanda dan Gejala
 Gangguam tidur
 Posisi menghindari nyeri
 Gerakan meng hindari nyeri
 Raut wajah kesakitan (menangis,merintih)
 Perubahan nafsu makan
 Tekanan darah meningkat
 Nadi meningkat
 Pernafasan meningkat
 .Depresi,frustasi

7. Macam skala nyeri

1) Skala Numerik Nyeri


Skala ini sudah biasa dipergunakan dan telah di validasi . Berat
ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan
mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri. Skala numerik, dari 0
hingga 10, di bawah ini , dikenal juga sebagai Visual Analog Scale
(VAS), Nol (0) merupakan keadaan tanpa atau bebas nyeri,
sedangkan sepuluh (10) , suatu nyeri yang sangat hebat
Keterangan :
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-9 : sangat nyeri, tetapi masih bias dikontrol
10 : sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol

2) Visual Analog Scale


Terdapat skala sejenis yang merupakan garis lurus , tanpa angka.
Bisa bebas mengekspresikan nyeri ke arah kiri menuju tidak sakit,
arah kanan sakit tak tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri yang
sedang.
3) Skala Wajah
Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda ,
menampilkan wajah bahagia hingga wajah sedih, juga digunakan
untuk "mengekspresikan" rasa nyeri. Skala ini dapat dipergunakan
mulai anak usia 3 (tiga) tahun.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di
abdomen
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
c. Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemefriksaan lainnya
d. Ct Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah
yang pecah di otak
9. Penatalaksanaan Medis
a. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyer, misalnya
ketidakpercayaan, kesalahpahaman, ketakutan, dan kelelahan
b. Memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan tekhnik – tekhnik
berikut ini
- Teknik latihan pengalihan :
 Menonton televise
 Berbincang – bincang dengan orang lain
 Mendegarkan music
- Teknik relaksasi
Menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi
paru-paru dengan udara, menghembuskannya secara perlahan,
melemaskan otot – otot tangan, kaki, perut, dan punggung, serta
mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi hingga
didapat rasa nyaman, tenang dan rileks.
- Stimulasi kulit
 Menggosok dengan halus pada daerah nyeri
 Menggosok punggung
 Menggompres dengan air hangat atau dingin
 Memijat dengan air mengalir
c. Pemberian obat analgesic
Merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri karena
obat ini memblok transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi
dengan cara mengurangi kortikal terhadap nyeri. Walaupun analgesic
dapat menghilangkan nyeri dengan efektif, perawat dan dokter masih
cenderung tidak melakukan upaya analgesic dalam penanganan nyeri
karena informasi obat yang tidak benar, karena adanya kekhawatiran
klien akan mengalami ketagihan obat, cemas akan melakukan
kesalahan dalam menggunakan analgetik narkotik, dan pemberian
obat yang kurang dari yang diresepkan.
Ada 3 jenis analgetik, yakni :
- Non Narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
- Analgesik narkotik atau opiate
- Obat tambahan (adjuvant) atau koanalgesik
d. Pemberian stimulator listrik
Yaitu dengan memblok atau mengubah stimulus nyeri dengan stimulus
yang dirasakan. Bentuk stimulator metode stimulus listrik meliputi :
- Transcutaneus electrical stimulator (TENS), digunakan untuk
,engendalikan stimulus manual daerah nyeri tertentu dengan
menempatkan beberapa electrode diluar.
- Percutaneus implanted spinal cord epidural stimulator merupakan
alat stimulator sumsum tulang belakang dan epidural yang diimplan
dibawah kulit dengantransistor timah penerima yang dimasukkan
kedalam kulit pada daerah epidural dan columna vertebrae.
- Stimulator columna vertebrae, sebuah stimulator dengan stimulus
alat penerimatransistor dicangkok melalui kantung kulit
intraclavicula atau abdomen, yaitu electrode ditanam melalui
pembedahan pada dorsum sumsum tulang belakan.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan
diagnosa medis.
2) Riwayat kesehatan
 Keluhan utama : Keluhan yang paling dirasakan pasien untuk
mencari bantuan
 Riwayat kesehatan sekarang: Apa yang dirasakan sekarang
 Riwayat penyakit dahulu
 Apakah kemungkinan pasien belum pernah sakit seperti ini
atau sudah pernah
 Riwayat kesehatan keluarga
 Meliputi penyakit yang turun temurun atau penyakit tidak
menular
 Riwayat nyeri : keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas
nyeri, kualitas, dan waktu serangan. Pengkajian dapat
dilakukan dengan cara ‘PQRST’ :
- P (Pemicu), yaitu faktor yang mempengaruhi gawat
atau ringannya nyeri.
Hal ini berkaitan erat dengan intensitas nyeri yang
dapat mempengaruhi kemampuan seseorang menahan
nyeri. Faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan
tahanan terhadap nyeri adalah alkohol, obat-obatan,
hipnotis, gesekan atau gasukan, pengalihan perhatian,
kepercayaan yang kuat, dan sebagainya. Sedangkan
faktor yang dapat menurunkan tahanan terhadap nyeri
adalah kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang
tak kunjung hilang, sakit, dan lain-lain.
- Q (Quality) dari nyeri, seperti apakah rasa tajam,
tumpul, atau tersayat.
Contoh sensasi yang tajam adalah jarum suntik, luka
potong kecil atau laserasi, dan lain-lain. Sensasi
tumpul, seperti ngilu, linu, dan lain-lain. Anjurkan
pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui ; nyeri
kepala : ada yang membentur.
- R (Region), daerah perjalanan nyeri.
Untuk mengetahui lokasi nyeri, perawat meminta utnuk
menunjukkan semua daerah yang dirasa tidak nyaman.
Untuk melokalisasi nyeri dengan baik dengan lebih
spesifik, perawat kemudian meminta klien untuk
melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri. Hal
ini sulit dilakukan apabila nyeri bersifat difusi (nyeri
menyebar kesegala arah), meliputi beberapa tempat
atau melibatkan segmen terbesar tubuh.
- S (Severity) adalah keparahan atau intensitas nyeri.
Karakteristik paling subjektif pada nyeri adalah tingkat
keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien
seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai
yang ringan, sedang atau parah. Namun makna istilah-
istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu
ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
- T (Time) adalah waktu atau lama serangan atau
frekuensi nyeri.
Perawat mengajukan pertanyaan utnuk menentukan
awitan, durasi dan rangsangan nyeri. Kapan nyeri mulai
dirasakan? Sudah berapa lama nyeri yang dirasakan?
Apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang
sama setiap hari? Seberapa sering nyeri kembali
kambuh?
3) Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual meliputi bernapas, makan,
minum, eleminasi, gerak dan aktivitas, istirahat tidur, kebersihan
diri, pengaturan suhu, rasa aman dan nyaman, sosialisasi dan
komunikasi, prestasi dan produktivitas, pengetahuan, rekreasi dan
ibadah.

4) Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum
- Keadaan umum meliputi: kesan umum, kesadaran, postur
tubuh, warna kulit, turgor kulit, dan kebersihan diri.
- Gejala Kardinal
Gejala cardinal meliputi: suhu, nadi, tekanan darah, dan
respirasi.
- Keadaan Fisik
Keadaan fisik meliputi pemeriksaan dari kepala sampai
ekstremitas bawah.
Inspeksi : kaji kulit, warna membran mukosa, penampilan
umum, keadekuatan sirkulasi sitemik, pola pernapasan,
gerakan dinding dada.
Palpasi : daerah nyeri tekan, meraba benjolan atau aksila dan
jaringan payudara, sirkulasi perifer, adanya nadi perifer,
temperatur kulit, warna, dan pengisian kapiler.
Perkusi : mengetahui cairan abnormal, udara di paru-paru,
atau kerja diafragma.
Auskultasi : bunyi yang tidak normal, bunyi murmur, serta
bunyi gesekan, atau suara napas tambahan.
b. Data Fokus
1) Data Subjektif
Data yang berasal dari ungakapan pasien ataupun keluarga pasien
seperti :
a) Pasien mengeluh nyeri, tidak bisa tidur.
b) Pasien cemas karena nyerinya tidak berkurang.
c) Pasien mengatakan merasa tidak nyaman dengan kondisinya
2) Data Objektif
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan.
a) Observasi perilaku :
Pasien tampak gelisah, menangis keras, berteriak.
b) Observasi perubahan musculoskeletal :
Pasien tampak mengalami kekakuan otot seperti mengatupkan
tangan, menggertakan gigi, mengkontraksikan tungkai,
kekakuan tubuh.
c) Observasi perubahan kulit :
kemerahan,
d) Observasi jantung dan pernafasan :
Denyut jantung meningkat, tekanan darah, pernafasan
meningkat.
e) Perubahan sensoris :
Peka terhadap rangsangan
f) Perubahan proses berfikir :
Merasa bersalah, menganggap penyakitnya sebagai suatu
hukuman

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (mis., biologis, zat kimia,
fisik, psisikolog ) ditandai dengan :
1) Perubahan selera makan
2) Perubahan tekanan darah
3) Perubahan frekuensi jantung
4) Perubahan frekuensi pernafasan
5) Laporan isyarat
6) Diaphoresis
7) Perilaku distraksi ( mis., berjalan mobar-mandir, mencari
orang lain dan / atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)
8) Mengekspresikan perilaku (mis., gelisah, merengek,
menangis, waspada, iritabilitas, mendesah)
9) Masker wajah (mis., mata kurang bercahaya, gerakan mata
terpancar atau tetap pada satu focus, meringis)
10) Sikap melindungi
11) Focus menyempit (mis., gangguan persepsi nyeri, hambatan
proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan
lingkungan)
12) Indikasi nyeri yang dapat diamati
13) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
14) Sikap tubuh melindungi
15) Dilatasi pupil
16) Melaporkan nyeri secara verbal
17) Focus pada diri sendiri
18) Gangguan tidur
3. Intervensi

Dalam menyusun rencana keperawatan terlebih dahulu dirumuskan prioritas diagnosa keperawatan.Prioritas diagnosa
keperawatan ditentukan berdasarkan urutan kebutuhan Maslow, berdasarkan berat ringannya masalah.Hal tersebut tidak terlepas dari
keadaan dan kondisi klien saat menyusun rencana keperawatan.
a. Prioritas
1) Nyeri akut

b. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional Paraf


Keperawatan Hasil
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Mandiri Lokasi, karakteristik, durasi,
berhubungan asuhan keperawatan 1. Lakukan pengkajian nyeri frekuensi, kualitas dan faktor
dengan agen selama 3x24 jam secara komprehensif presipitasi nyeri yang sudah diketajui
cedera diharapkan nyeri termasuk lokasi, pasien dapat mempermudah dalam
pasien dapat berkurang karakteristik, durasi, pemberian terapi
dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi
1. Pasien mampu 2. Evaluasi pengalaman Dengan mengetahui pengalaman
mengontrol nyeri , nyeri masa lampau pasien masa lampau klien dapat
tahu penyebab memberikan kemudahan dalam
nyeri , mampu menentukan terapi
3. Bantu pasien dan keluarga Dukungan dari orang terdekat dapat
menggunakan
untuk mencari dan memberi motivasi kepada klien
tehnik
menemukan dukungan dalam kesembuhannya
nonfarmakologi
4. Ajarkan tentang teknik Tindakan non farmakologi
uintuk mengurangi
non farmakologi diantaranya tehnik distraksi dan
nyeri
relaksasi yang dapat membuat pasien
2. Pasien melaporkan
mengalihkan pikirannya dari nyeri
bahwa nyeri
yang dirasakannya sehingga nyeri
berkurang dengan
pasien berkurang
menggunakan 5. Monitor penerimaan Monitoring penerimaan pasien
mamajemen nyeri pasien tentang menejemen tentang manajemen nyeri dapat
3. Pasien mampu nyeri menentukan apakah ttehnik yang
mengenali nyeri diajarkan berhasil atau tidak
seperti skala, 6. Monitor vital sign pasien Vital sign dapat memberitahu kondisi
intensitas, tubuh pasien
frekuensi dan
tanda nyeri
4. Pasien Kolaborasi
menyatakan rasa
7. Berikan anakgetik untuk Analgetik adalah golongan obat yang
nyaman setelah
mengurangi nyeri dapat mengurangi atau
nyeri berkurang
menghilangkan nyeri
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan,
tindakan keperawatan yang telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat
harus mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya fisik dan perlindungan
kepada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan,
pemahaman tentang hak-hak pasien tingkat perkembangan pasien. Dalam
tahap pelaksanaan terdapat dua tindakan yaitu tindakan mandiri dan
tindakan kolaborasi.

5. Evaluasi
1) Pasien mampu mengontrol nyeri, tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi uintuk mengurangi nyeri
2) Pasien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
mamajemen nyeri
3) Pasien mampu mengenali nyeri seperti skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri
4) Pasien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

WOC
Trauma jaringan, infeksi
Tekanan Mekanis,
Deformasi, Suhu Kerusakan sel
Ekstrim

Pelepasan mediator nyeri

( histamine, bradikinin, prostaglandin,

serotonin, ion kalium, dll )

Merangsang Nosiseptor

( Reseptor Nyeri )

Dihantarkan

Serabut Tipe A Delta

Serabut Tipe C

Medulla spinalis

Sistem Aktivasi Sistem Aktivasi Area Grisea

Retikular Retikular Periakueduktus

Talamus Hipotalamus dan Talamus

Sistem Limbik

Otak
( Korteks Somatosensoriik )

Persepsi nyeri

Nyeri Akut

DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat, A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep Dan AplikasiKebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan. Jakarta: EGC
Mubarak, Wahid Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC
Nanda International. 2011. Nursing Diagnoses: Definition & classification 2012-
2014, Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai