Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Mobilisasi


1. Definisi Mobilisasi
1) Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan
keegiatan dengan bebas (Kosier, 2010)
2) Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan
untuk aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi,
membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal
normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera
mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Asmadi, 2008)
2. Definisi Imobilisasi
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North
American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan
dimana individu yangmengalami atau beresiko mengalami keterbatsan
gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami
keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit yang
mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang
kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi
motorik,klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat
eksternal (seperti gipsatau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer (Potter,
2005).
3. Tujuan Mobilisasi
a. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
b. Mencegah terjadinya trauma
c. Mempertahankan derajat kesehatan
d. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari - hari
e. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh

4. Jenis Mobilitas dan Imobilitas


a. Jenis Mobilitas
1) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial
dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan
fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol
seluruh area tubuh seseorang
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara
bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus
cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada pasien
paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas
bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas
sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada system
musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan
tulang
b) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya
terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang
belakang, poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik
dan sensorik. (Potter, 2010).
b. Jenis Imobilitas
1) Imobilisasi fisik
Imobilisasi fisik merupakan pembatasan untuk bergerak
secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan
komplikasi pergerakan
2) Imobilisasi intelektual
Imobilisasi intelektual merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami keterbatasan daya pikir
3) Imobilitas emosional
Imobilitas emosional merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan
secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri
4) Imobilitas sosial
Imobilitas sosial merupakan keadaan individu yang
mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena
keadaan penyakitnya, sehingga dapat mempengaruhi perannya
dalam kehidupan sosial. (Potter, 2010).
5. Anatomi

Koordinasi sistem tubuh merupakan fungsi yang terintegrasi dari


sistem skeletal,otot skelet dan sistem saraf.ketiga sistem ini berhubungan erat
dengan terjadinya mobilisasi dan dapat dianggap sebagai satu unit fungsional.

1. Skeletal (tulang)
Skelet tempat melekatnya otot dan ligament yang berfungsi
membentuk tubuh.Skeletal adalah rangka pendukung yang terrdiri dari
empat tipe tulang ;
Tulang panjang membentuk tinggi tubuh (ex.femur,fibula,tibia),
Tulang pendek ada dalam bentuk berkelompok dan ketika
dikombinasikan dengan ligament dan kartilago akan menghasilkan
gerakan (ex.karpal,patela).
Tulang pipih mendukung struktur bentuk (ex.tulang ditengkorak dan
tulang rusuk ditoraks).Tulang ireguler membentuk kolumna vertebra
dan beberapa tulang tengkorak (ex.mandibula).
2. Sendi
Sendi adalah hubungan diantara tulang.Ada empat klasifikasi sendi ;
a. Sendi Sinostotik : Sendi ini mengacu pada ikatan tulang dengan
tulang.tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini . Contoh klasik
tipe sendi ini adalah sacrum,pada sendi vertebra.
b. Sendi Kartilaginus : Memiliki sedikit pergerakan tetapi elastic
dan menggunakan sedikit kartilago untuk menyatukan
permukaannya.
c. Sendi Fibrosa ; Sendi tempat kedua permukaan tulang disatukan
dengan ligamen.Ligamennya fleksibel dan dapat diregangkkan
dan dapat bergerak dengan jumlah terbatas.Misalnya sepasang
tulang dari kaki bawah yaitu tibia dan fibula.
d. Sendi Sinovial : Yaitu sendi sebenarnya sendi yang dapat
digerakan secara bebas karena permukaan tulang yang
berdekatan dilapisi dengan kartilago dan hubungan dengan
ligament sejajar.Tipe lain sendi synovial adalah sendi ball-and-
socket seperti pinggul
3. Ligamen
Adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih,mengilat,fleksibel
mengikat sendi menjadi satu,dan menghubungkan tulang dengan
kartilago.Misalnya ligament antervertebra,ligament flavum dan
ligament nonelastis.
4. Tendon
Adalah jaringan ikat fibrosa bewarna putih,mengilat yang
menghubungkan otot dengan tulang.Tendon bersifat kuat,fleksibel dan
tidak elastic.
5. Kartilago
Adalah jaringan penyambung yang tidak mempunyai vaskuler,yang
terletak terutama pada sendi dan toraks,trakea,laring,hidung dan
telinga.
6. Otot yang Penting dalam Pergerakan

Otot yang penting dalam pergerakan melekat di region skelet tempat


pergerakan itu ditimbulkan oleh pengungkitan. Pengungkitan terjadi
ketika tulang tertentu seperti humelus, ulna dan radius serta sendi yang
berhunbungan seperti sendi siku bekerja sama sebagai pengungkit.
Selanjutnya kekuatan yang bekerja pada ujung tulang mengangkat
berat pada itik yang lain untuk memutar tulang pada arah yang
berlawanan dengan gaya yang diberikan. Oto yang melekat dengan
tulang pengungkit memberikan kekuatan yang penting untuk
menggerakan objek.

Gerakan mengungkit adalah karakteristik dari pergerakan ekstimitas


atas. Otot lengan sejajar satudengan yang lainnya dan memanjang kan
tulang secara maksimal. Otot sejajar ini memberikan kekuatan dan
bekerja dengan tulang dan sendi untuk memampukan lengan
mengangkat objek.

7. Otot Yang Penting Dalam Membentuk Poatur/ Kesejajaran Tubuh

Otot terutama berfungsi memepertahankan postur, bebentuk


pendek dan menyerupai kulit karena membungkus tendon dengan arah
miring berkumpul secara tidak langsung pada tendon. Otot ekstremitas
bawah, tubuh, leher dan punggug yang terutama berfungsi membentuk
postur tubuh (posisi tubuh dalam kaitanya dengan ruang sekitar)
kelompok otot itu bekerja sama untuk menstabilkan dan menopang
berat badan saat berdiri atau duduk dan memungkinkan individu
tersebut umtuk mempertahankan postur duduk atau berdiri.

8. Pengaturan postur dan gerakan otot

Postur dan penggerakan dapan mencerminkan kepribadian dan


suasana hati seseorang. Postur dan pergerakan juga tergantung pada
ukuran skelet dan perkembangan otot skelet. Koordinasi dan
pengaturan kelompok otot yang berbeda tergantung pada tonus otot
dan aktifitas dari otot antagonistik, sinergistik dan antigravitas.

a. Tonus Otot : tonus otot atau tonus adalah suatu keadaan normal
dari tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dicapai dengan
kontrkasi dan relaksasi secra bergantian tanpa gerakan aktif,
serat dan kelompok otot tertentu. Tonus otot memungkinkan
bagian tubuh mempertahankan posisi fungsional tanpa
kelemahan otot. Tonus otot juga mendukung kembalinya aliran
darah vena ke jantung seperti yang terjadi pada otot kaki. Tonus
otot dipertahankan melalui penggunaan otot yang terus menerus.
Aktifitas sehari-hari membutuhkan kerja otot dan membantu
mempertahankan tonus otot akibatnya dari imobilisasi atau tirah
baring menyebabkan aktivitas dan tonus otot berkurang.
b. Kelompok otot. Kelompok otot antogonistik, sinergistik, dan
antigravitas dikoordinasi oleh sistem saraf, dan bekerja sama
untuk mempertahankan postur dan memulai pergerakan.
c. Otot sinergistik berkontraksi bersama untuk menyempurnakan
gerakan yang sama. Ketika lengan fleksi, kekuatan otot kontraksi
dari otot bisep brakhialis ditingkatkan oleh otot sinergik, yaitu
brakhialis. Selanjutnya aktifitas otot sinergistik terdapat dua
penggerakan aktif yaitu bisep brakhialis dan brakhialis
berkontraksi sementara otot antogonistik yaitu otot trisep
brakialis berelaksasi.
d. Otot antagonistik bekerja sama untuk menggerakan sendi.
Selama pergerakan, otot penggerak aktif berkontraksi dan otot
antagonisnya relaksasi. Misalnya ketika lengan fleksi maka otot
bisep brakhialis aktif berkontraksi dan otot antagonisnya, trisep
brakhialis relaksasi. Selama lengan diekstensikan maka otot
trisep brakhialis aktif berkontraksi sehingga lawannya yaitu otot
bisep brakhialis relaksasi.
e. Otot antigravitas sangat berpengaruh pada stabilisasi sendi. Otot
secara terus menerus melawan efek gravitasi tubuh dan
mempertahankan postur tegak atau duduk. Pada orang
dewasaotot anti grafitasi adalah otot ekstensor kaki, gluetus
maksimus, quadrisep femoris, otot soleus dan otot punggung.
6. Etiologi Imobilisasi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis
merupakan penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi
kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti
pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang
berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di
tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit (Kozier, 2010).
Penyebab secara umum:
 Kelainan postur
 Gangguan perkembangan otot
 Kerusakan system saraf pusat
 Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
 Kekakuan otot
7. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua
tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien
untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi
isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan
otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus
mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik.
Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard
atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan
kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal
dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok
otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan,
sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan
tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang:
panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal
berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
(Potter, 2010)
8. Tanda Dan Gejala
a. Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:
EFEK HASIL

1. Penurunan konsumsi 1. Intoleransi ortostatik


oksigen maksimum
2. Peningkatan denyut jantung,
2. Penurunan fungsi sinkop
ventrikel kiri
3. Penurunan kapasitas kebugaran
3. Penurunan volume
4. Konstipasi
sekuncup
5. Penurunan evakuasi kandung
4. Perlambatan fungsi usus
kemih
5. Pengurangan miksi
6. Bermimpi pada siang hari,
6. Gangguan tidur halusinasi

b. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ


ORGAN / PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT
SISTEM IMOBILISASI
Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya
kekuatan otot, penurunan area potong lintang otot,
kontraktor, degenerasi rawan sendi, ankilosis,
peningkatan tekanan intraartikular, berkurangnya
volume sendi

Kardiopulmonal Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan


dan pembuluh perfusi miokard, intoleran terhadap ortostatik,
darah penurunan ambilan oksigen maksimal (VO2 max),
deconditioning jantung, penurunan volume plasma,
perubahan uji fungsi paru, atelektasis paru,
pneumonia, peningkatan stasis vena, peningkatan
agresi trombosit, dan hiperkoagulasi

Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi


kulit

Metabolik dan Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria,


endokrin natriuresis dan deplesi natrium, resistensi insulin
(intoleransi glukosa), hiperlipidemia, serta
penurunan absorpsi dan metabolisme
vitamin/mineral

(Potter, 2010)
8. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
a. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku
yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan
pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa
melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI
akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau
seorang pemambuk.
b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan
mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan
kesulitan untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru
menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk
bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat
tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat
kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan
aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari
akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil
dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya
dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
d. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang
yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang
sehat apalagi dengan seorang pelari.
e. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny
dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam
masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya
dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
f. Faktor resiko
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat
menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. (Kozier, 2010).
9. Pemeriksaan Penunjang
1) Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
2) CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak
atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi
lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3) MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. dll.
4) Pemeriksaan Laboratorium:Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi
lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.
(Potter, 2010)
10. Penatalaksanaan
a) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,
digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan
fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu:
1) Posisi fowler (setengah duduk)
2) Posisi litotomi
3) Posisi dorsal recumbent
4) Posisi supinasi (terlentang)
5) Posisi pronasi (tengkurap)
6) Posisi lateral (miring)
7) Posisi sim
8) Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
b) Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular..
Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat
tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-lain.
c) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk
melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak,
serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
d) Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan
ketahanan otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang
berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan dengan
rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static
exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung dan
denyut nadi.
e) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan
pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengumpulan data
1) Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan
diagnosa medis.
2) Riwayat kesehatan
 Keluhan utama : Keluhan yang paling dirasakan pasien untuk
mencari bantuan
 Riwayat kesehatan sekarang: Apa yang dirasakan sekarang
 Riwayat penyakit dahulu
 Apakah kemungkinan pasien belum pernah sakit seperti ini
atau sudah pernah
 Riwayat kesehatan keluarga
 Meliputi penyakit yang turun temurun atau penyakit tidak
menular
3) Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual meliputi bernapas, makan,
minum, eleminasi, gerak dan aktivitas, istirahat tidur, kebersihan
diri, pengaturan suhu, rasa aman dan nyaman, sosialisasi dan
komunikasi, prestasi dan produktivitas, pengetahuan, rekreasi dan
ibadah.
4) Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang
yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas,
amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran
anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya
patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
 Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
 Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
 Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian
pinggang berlebihan)
c. Mengkaji sistem persendian
Pemeriksaan fisik sendi terdiri dari inspekstang pergerakan
aktif, dan jika pergerakan aktif tidak memungkinkan, kaji rentang
pergerakan pasif. Perawat harus mengkaji hal-hal berikut:
 Apakah ada pembengkakan atau kemerahan sendi, yang
dapat menunjukan keberadaan cedera atau inflamasi.
 Apakah ada deformitas, seperti pembesaran atau kontraktur
tulang, dan simetrisitas tulang yang terkena.
 Perkembangnan otot yang berhubungan dengan tiap sendi
dan ukuran relatif serta simetrisitas otot di setiap sisi tubuh.
 Apakah ada nyeri tekan tekan yang dilaporkan atau yang
dipalpasi.
 Krepitasi (teraba atau terdengar sensasi krek atau gesekan
yang dihasilkan oleh pergerakan sendi).
 Peningkatan suhu pada sendi. Palpasi sendi dengan
menggunakan bagian punggung jari dan bandingkan dengan
suhu pada sendi simetrisnya.
 Derajat pergerakan sendi. Minta klien menggerakkan bagian
tubuh tertentu. Jika diindikasikan, ukur besarnya pergerakan
dengan menggunakan goniometer, sebuah peralatan yang
mengukur sudut sendi dalam ukuran derajat.
d. Mengkaji sistem otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan
koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas
untuk memantau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal.
Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai
kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan
abnormal (mis.cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara
berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron,
cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih
panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi
perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu
dan waktu pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien (Kozier, 2010)

Derajat kekuatan otot


SKALA PERSENTASE KEKUATAN KARAKTERISTIK
NORMAL (%)
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
di palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh

KATZ INDEX
AKTIVITAS KEMANDIRIAN KETERGANTUNGAN

(1 poin) (0 poin)

TIDAK ADA pemantauan, Dengan pemantauan,


perintah ataupun perintah, pendampingan
didampingi personal atau perawatan
total

MANDI (1 poin) (0 poin)

Sanggup mandi sendiri Mandi dengan bantuan lebih


tanpa bantuan, atau hanya dari satu bagian tuguh,
memerlukan bantuan pada masuk dan keluar kamar
bagian tubuh tertentu mandi. Dimandikan dengan
(punggung, genital, atau bantuan total
ekstermitas lumpuh)

BERPAKAIAN (1 poin) (0 poin)

Berpakaian lengkap Membutuhkan bantuan


mandiri. Bisa jadi dalam berpakaian, atau
membutuhkan bantuan dipakaikan baju secara
unutk memakai sepatu keseluruhan

TOILETING (1 poin) (0 poin)

Mampu ke kamar kecil Butuh bantuan menuju dan


(toilet), mengganti pakaian, keluar toilet, membersihkan
membersihkan genital sendiri atau menggunakan
tanpa bantuan telepon

PINDAH (1 poin) (0 poin)


POSISI
Masuk dan bangun dari Butuh bantuan dalam
tempat tidur / kursi tanpa berpindah dari tempat tidur
bantuan. Alat bantu ke kursi, atau dibantu total
berpindah posisi bisa
diterima

KONTINENSIA (1 poin) (0 poin)

Mampu mengontrol secara Sebagian atau total


baik perkemihan dan buang inkontinensia bowel dan
air besar bladder

MAKAN (1 poin) (0 poin)

Mampu memasukkan Membutuhkan bantuan


makanan ke mulut tanpa sebagian atau total dalam
bantuan. Persiapan makan makan, atau memerlukan
bisa jadi dilakukan oleh makanan parenteral
orang lain.

Total Poin :

6 = Tinggi (Mandiri); 4 = Sedang; <2 = Ganggaun fungsi berat; 0 = Rendah


(Sangat tergantung)

Indeks ADL BARTHEL (BAI)


NO FUNGSI SKOR KETERANGAN
1 Mengendalikan 0 Tak terkendali/ tak teratur (perlu
rangsang pembuangan pencahar).
tinja
Kadang-kadang tak terkendali (1x
1
seminggu).

Terkendali teratur.
2

2 Mengendalikan 0 Tak terkendali atau pakai kateter


rangsang berkemih
1 Kadang-kadang tak terkendali (hanya
1x/24 jam)

Mandiri
2

3 Membersihkan diri 0 Butuh pertolongan orang lain


(seka muka, sisir
1 Mandiri
rambut, sikat gigi)

4 Penggunaan jamban, 0 Tergantung pertolongan orang lain


masuk dan keluar
1 Perlu pertolongan pada beberapa
(melepaskan, memakai
kegiatan tetapi dapat mengerjakan
celana, membersihkan,
sendiri beberapa kegiatan yang lain.
menyiram)
Mandiri
2

5 Makan 0 Tidak mampu

1 Perlu ditolong memotong makanan

2 Mandiri

6 Berubah sikap dari 0 Tidak mampu


berbaring ke duduk
1 Perlu banyak bantuan untuk bias
2 duduk

3 Bantuan minimal 1 orang.

Mandiri

7 Berpindah/ berjalan 0 Tidak mampu

1 Bisa (pindah) dengan kursi roda.

2 Berjalan dengan bantuan 1 orang.

3 Mandiri

8 Memakai baju 0 Tergantung orang lain

1 Sebagian dibantu (mis: memakai


baju)
2
Mandiri.

9 Naik turun tangga 0 Tidak mampu

1 Butuh pertolongan

2 Mandiri

10 Mandi 0 Tergantung orang lain

1 Mandiri

Skor BAI :
20 : Mandiri
12 - 19 : Ketergantungan ringan
9 - 11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total
2. Diagnosis Keperawatan
Adapun diagnosis keperawatan yang muncul pada gangguan pemenuhan
kebutuhan ambulasi dan mobilisasi yaitu:
a. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan sensori
persepsi
b. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan umum
(NANDA, 2012)
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan (NOC) Rencana Tindakan (NIC)
(NANDA)
1 Hambatan Mobilitas Tujuan/Kriteria Evaluasi: Promosi Mekanika Tubuh: memfasilitasi
Fisik yang berhubungan  Memperlihatkan penggunaan alat bantu penggunaan postur dan pergerakan dalam
dengan gangguan sensori secara benar dengan pengawasan aktivitas sehari-hari untuk mencegah keletihan
persepsi  Meminta bantuan untuk aktivitas dan ketegangan atau cedera muskuloskeletal.
mobilisasi, jika diperlukan Promosi Latihan Fisik: Latihan
 Melakukan aktivitas kehidupan sehari- Kekuatan:Memfasilitasi pelatihan otot resistif
hari secara mandiri dengan alat bantu. secara rutin untuk mempertahankan atau

 Menyangga berat badan meningkatkan kekuatan otot.

 Berjalan dengan menggunakan langkah- Terapi latihan fisik: Ambulasi:Meningkatkan

langkah yang benar sejauh dan membantu dalam berjalan untuk

 Berpindah dari dan ke kursi atau kursi mempertahankan atau mengembalikan fungsi

roda tubuh autonom dan volunter selama


pengobatan dan pemulihan dari kondisi sakit
 Menggunkan kursi roda secara efektif
atau cedera.
Terapi Latihan Fisik:Keseimbangan:
Menggunakan aktivitas, postur dan gerakan
tertentu untuk mempertahankan, meningkatkan
atau memulihkan keseimbangan.
Terapi Latihan Fisik: Mobilitas Sendi:
Menggunakan gerakan tubuh aktif dan pasif
untuk mempertahankan atau mengembalikan
fleksibiltas sendi.
Terapi Latihan Fisik: Pengendalian Otot:
Menggunakan aktivitas tertentu atau protokol
latihan yang sesuai untuk meningkatkan atau
mengembalikan gerakan tubuh yang terkendali.
Pengaturan Posisi: Mengatur posisi pasien
atau bagian tubuh pasien secara hati-hati untuk
meningkatkan kesejahteraan fisiologis dan
psikologis.
Pengaturan Posisi: Kursi Roda: Mengatur
posisi pasien dengan benar di kursi roda pilihan
untuk mencapai rasa nyaman, meningkatkan
integritas kulit, dan menumbuhkan
kemandirian pasien.
Bantuan Perawatan Diri:Berpindah:
Membantu individu untuk mengubah posisi
tubuhnya.

4 Intoleran Aktivitas yang Tujuan/kriteria evaluasi Terapi Aktivitas: Memberi anjuran tentang
berhubungan dengan  Mengidentifikasi aktivitas atau situasi dan bantuan dalam aktivitas fisik, kognitif,
kelemahan umum yang menimbulkan kecemasan yang dapat sosial, dan spritual yang spesifik untuk
mengakibatkan intoleran aktivitas meningkatkan rentang, frekuensi, atau durasi
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang aktivitas individu atau kelompok
dibutuhkan dengan peningkatan normal Manajemen Energi: Mengatur penggunaan
denyut jantung, frekuensi pernafasandan energi untuk mengatasi atau mencegah
tekanan darah serta memantau pola kelelahan dan mengoptimalkan fungsi
dengan batas normal Manajemen Lingkungan: Memanipulasi
 Mengungkapkan secara verbal lingkungan sekitar pasien utnuk memperoleh
pemahaman tentang kebutuhan oksigen, manfaat terapeutik, stimulasi sensorik, dan
obat dan atau peralatan yang dapat kesejahteraan psikologis
meningkatkan toleransi terhadap aktivitas Terapi Latihan Fisik: Mobilitas Sendi:
 Menampilkan aktivitas kehidupan sehari- Menggunakan gerakan tubuh aktif atau pasif

hari (AKS) dengan beberapa bantuan untuk mempertahankan atau memperbaiki

(misalnya eliminasi dengan bantaun fleksibilitas sendi


ambulasi untuk ke kamar mandi) Terapi Latihan Fisik: Pengendalian Otot:
 Menampilkan manajemen pemeliharaan Menggunakan aktivitas atau protokol latihan
rumah dengan beberapa bantuan yang spesifik untuk meningkatkan atau
(misalnya, membutuhkan bantuan untuk memulihkan gerakan tubuh yang terkontrol
kebersihan setiap minggu) Promosi Latihan Fisik:Latihan Kekuatan:
Memfasilitasi latihan otot resistif secara rutin
untuk mempertahankan meningkatkan
kekuatan otot
Bantuan Pemeliharaan Rumah: Membantu
pasien dan keluarga untuk menjaga rumah
sebagai tempat tinggal yang bersih, aman dan
menyenangkan
Manajemen Alam Perasaan: Memberi rasa
keamanan, stabilitas, pemulihan dan
pemeliharaan pasien yang mengalami disfungsi
alam perasaan baik depresi maupun
peningkatan alam perasaan
Bantuan Perawatan Diri: Membantu individu
untuk melakukan AKS
Bantuan Perawatan diri: AKSI: Membantu
dan mengarahkan individu untuk melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari instrumental
(AKSI) yang diperlukan untuk berfungsi di
rumah atau di komunita.
3. Implementasi
Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan,
tindakan keperawatan yang telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat
harus mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya fisik dan
perlindungan kepada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam
prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien tingkat
perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan terdapat dua tindakan
yaitu tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi.

4. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus
dilakukan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan
bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau
menghentikan rencana keperawatan (Manurung, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawaran. Edisi 4. Jakarta: EGC

Potter& Perry. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Potter & Perry. 2010. Fundamental keperawatan. Edisis 7. Jakarta: Elsevier

Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: EGC

Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba
Medika.

Herdman, T.H. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA. Jakarta: EGC

Wilkinson, M. Judith, Ahern, R. Nanchy. 2011. Buku Saku Diagnosis -------------------


-Keperawatan Diagnosis NANDA Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. ---------
Edisi 9. Jakarta: EGC

Iyer, P.W, Camp, N.H. 2004. Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai