Anda di halaman 1dari 10

Prediktor Keberlangsungan Hidup Pada Pasien Dengan Pneumonia Influenza Terkait

Acute Respiratory Distress Syndrome Berat Yang Diterapi Dengan Pemosisian


Telungkup.

ABSTRAK

Latar Belakang: pasien pasien influenza yang berkomplikasi dengan pneumonia


memiliki resiko yang sangat tinggi dalam perjalanannya menjadi penyakit Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Pemosisian telungkup dengan durasi strategi
proteksi paru yang lebih panjang dapat menurunkan angka kematian pada ARDS.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meyelidiki prediktor keberlangsungan hidup terapi
pemosisian telungkup pada pasien pasien ARDS yang disebabkan oleh pneumonia
influenza.

Metoda: penelitian retrospektif ini dilakukan oleh delapan pusat rujukan tersier di
Taiwan. Dari tanggal 1 Januari hingga 31 Maret pada tahun 2016, dikumpulkan semua
pasien di Intensive Care Unit dengan pneumonia influenza yang terbukti disebabkan
virus, dimana semua pasien ini menderita ARDS dan menerima terapi pemosisian
telungkup. Data demografik, pemeriksaan laboratorium, rekaman manajemen,
pengaturan ventilator dan hasil klinis, semuanya dikumpulkan untuk analisa.

Hasil: selama periode penelitian, telah di skrining sebanyak 336 pasien dengan
pneumonia influenza berat, sebanyak 263 pasien yang terdiagnosis dengan ARDS.
Totalnya, sebanyak 65 pasien menerima terapi pemosisian telungkup dimasukan pada
analisa. Pasien yang berhasil bertahan dalam 60 hari memliki skor Acute Physiology
and Chronic Health Evaluation (APACHE) II yang lebih rendah, Pneumonia Severity
Index (PSI) yang lebih rendah, tingkat kreatinin yang lebih rendah dan penurunan
kemungkinan menerima terapi penggantian ginjal dibandingkan pasien pasien yang
tidak berhasil bertahan (22.4± 8.5 vs. 29.2± 7.4, p= 0.003; 106.6± 40.9 vs. 135.3± 48.6,
p= 0.019; 1.2± 0.9 mg/dL vs. 3.1± 3.6 mg/dL, p= 0.040; dan 4% vs. 42%, p < 0.005).
Analisa Regresi Multivariate Cox mengidentifikasi PSI (hazard ratio 1.020, 95%
confdence interval 1.009–1.032; p < 0.001), terapi penggantian ginjal (hazard ratio
6.248, 95% confdence interval 2.245–17.389; p < 0.001), dan peningkatan pada tekanan
penggerak dinamis (hazard ratio 1.372, 95% confdence interval 1.095–1.718; p= 0.006)
yang mana merupakan prediktor independen terkait angka kematian 60 hari.

Kesimpulan: pada penelitian terbaru, dalam menilai efek terapi pemosisian telungkup
pada pasien dengan influenza pneumonia terkait ARDS, pneumonia severity index,
terapi penggantian ginjal dan peningkatan tekanan penggerak dinamik, memiliki
keterkaitan dengan angka kematian 60 hari pada pasien pneumonia influenza ARDS
yang menerima terapi pemosisian telungkup.

KataKunci: ARDS. Pemosisian telungkup, Influenza, Tekanan penggerak, Kematian


LATAR BELAKANG

Komplikasi berat influenza seperti pneumonia, miokarditis, dan komplikasi


komplikasi neurologis masih tetap menjadi sebuah beban pada Intensive Care Unit
(ICU) pada saat ini, terutama virus atau bakteri sekunder pneumonia yang menyebabkan
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) [1,2]. Selama musim dingin pada tahun
2016, telah muncul sebuah wabah influenza di Taiwan. Totalnya, sebanyak 1753 pasien
dimasukan ke bagian ICU dikarenakan pneumonia influenza berkomplikasi berat yang
didapatkan dari data pusat dan kontrol penyakit di Taiwan [3]. Pasien pasien dengan
pneumonia influenza yang membutuhkan ventilasi mekanik memiliki resiko tinggi
dalam perjalananya menjadi penyakit ARDS. Untuk pandemik infeksi virus H1N1 pada
tahun 2009, 49-72% pasien yang dimasukan ke bagian ICU memiliki komplikasi ARDS
[4,5].

Terdapat beberapa pilihan terapeutik untuk hipoksemia refrakter pada pasien


pasien dengan ARDS berat [6,7], tapi hanya sedikit pilihan yang terkonfirmasi valid
oleh penelitian yang dilakukan sebelumnya, yaitu PEEP (Positive End-Expiration
Pressure) [8,9], volume tidal rendah [10], agen penghambat neuromuskular [11] dan
terapi pemosisian telungkup [12]. Pemosisian telungkup awalnya diusungkan pada
tahun 1974 [13], namun, manfaat klinis dari pemosisian telungkup pasien pasien ARDS
belum terkonfirmasi hingga tahun 2013 ketika penelitian PROSEVA menunjukan
adanya penurunan angka kematian 28 hari dan 90 hari, serta pengurangan lama waktu
pemakaian ventilator, jika hanya pemosisian telungkup dilakukan lebih dini dan
terdapat sesi panjang yang cukup [12]. Selanjutnya, meta analisis yang dilakukan oleh
database Cochrane juga mengungkapkan bahwa pemosisian telungkup akan mengurangi
angka kematian ketika digunakan dengan strategi perlindungan paru dan durasi yang
lebih lama pada pasien dengan ARDS yang parah [14,15].

Beberapa penelitian telah mengeksplorasi efek dari pemosisian telungkup yang


berfokus pada pneumonia influenza terkait ARDS. Xu et al. [16] meneliti pasien pasien
influenza H7N9 dengan pemosisian telungkup, dan mencatat adanya pengurangan
retensi karbondioksida, tidak ada hasil klinis akhir disebutkan. Selain itu, faktor apa
yang dapat memprediksi kemanjuran teknik posisi telungkup pada pasien ARDS berat
masih belum jelas sepenuhnya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki prediktor keberlangsungan


hidup dalam penggunaan pemosisian telungkup pada pasien pasien ARDS berat yang
disebabkan pneumonia influenza.

Metoda
Populasi Penelitian dan Pengumpulan Data.
Penelitian kohort multicenter retrospektif ini dilakukan oleh Taiwan Severe
Influenza Research Consortium (TSIRC), dimana terdapat 8 pusat rujukan tersier di
dalamnya (4 rumah sakit pada sebelah utara Taiwan, 2 rumah sakit pada pusat Taiwan,
dan 2 rumah sakit lainnya pada sebelah selatan Taiwan). Selama periode 3 bulan dari
tanggal 1 Januari hingga 31 Maret tahun 2016, dikumpulkan dan dilakukan analisa data
semua pasien dengan infeksi influenza yang terbukti disebabkan virus yang dimasukan
ke bagian ICU dikarenakan komplikasi berat influenza pada 8 rumah sakit. Semua
pasien yang terdiagnosa dengan ARDS berat menurut definisi Berlin dan juga menerima
terapi pemosisian telungkup telah dikumpulkan untuk diselidiki. ARDS dalam definisi
Berlin diartikan sebagai onset akut dalam waktu 1 minggu, gambaran opaq pada
bilateral paru, tidak ada bukti terjadinya gagal jantung terkait edema hidrostatik pada
ekokardiografi, dan rasio PaO2/FiO2 < 300 mmHg dengan positive end-expiratory
pressure (PEEP) ≥ 5 cmH2O. Data demografis dan laboratorium, rekaman terapi,
pengaturan ventilasi mekanik, dan hasil klinis dianalisa dari rekaman medis elektronik
dalam sebuah bentuk laporan kasus terstandarisasi pada masing masing rumah sakit.
Ethical Committee/Institutional Review Board for Human Research dari rumah sakit
terkait telah menyetujui penelitian ini (Chang Gung Memorial Hospital 201600988B0,
Taichung Veterans General Hospital CE16093A, Taipei Veterans Hospital CE16093A,
Taipei Veterans General Hospital 2016-05-020CC, Kaohsiung Medical University
Hospital KUMHIRB-E(I)-20170097, Kaohsiung ChangGung Memorial Hospital
201600988B0, China Medical University Hospital 105-REC2-053 (FR), National
Taiwan University Hospital 201605036RIND, National Taiwan University Hospital
201605036RIND, Tri-Service General Hospital 1-105-05-086). Kebutuhan persetujuan
tertulis dikesampingkan, dan data pasien pasien di anonimkan dan di identifikasi
sebelum dilakukan analisa.

Konfirmasi Infeksi Influenza

Infeksi influenza telah dikonfirmasi oleh salah satu pemeriksaan yang


menghasilkan nilai postitif, seperti pemeriksaan rapid antigen, nucleic acid transcriptase
polymerase chain reaction (RT-PCR), sampling biakan virus dari apusan nasofaring,
apusan tenggorokan, sputum atau sekret bronkoalveolar dan pemeriksaan serologi
serum antibodi (dimana titer antibodi meningkat hingga lebih dari 4 kali dari fase akut
ke fase konvalesen)

Pengaturan Ventilator Mekanik

Praktik umum pemakaian unit ini adalah pasien di ventilasi dengan strategi
proteksi paru oleh volume tidal rendah sekitar 6-8 mL/kgBB ditambah PEEP dan FiO2
(positive end-expiration pressure dan oxygen fraction in air) agar tekanan atau volume
ventilasi dapat terkontrol. Ventilasi di awasi dengan pengukuran gas darah arteri,
dengan pengatur ventilasi dapat diubah sesuai kebutuhan. Pulse oximetry (SpO2)
digunakan untuk mengawasi oksigenasi dan pengaturan ventilasi diatur untuk menjaga
agar SpO2 > 90% atau PaO2 > 60 mmHg dan untuk menghindari peningkatan tekanan
>30 cmH2O.

Pemosisian Telungkup

Metoda pemosisian telungkup digunakan dengan dasar penelitian PROSEVA


[12]. Dosis penggunaan agen penghambat neuromuskular dengan menggunakan
cisatracurium dan sedatif intravena dengan midazolam intravena diatur untuk menjaga
hubungan antara ventilator dan irama pernafasan pasien, begitu juga dengan
hemodinamik. Kriteria dalam menghentikan posisi telungkup ialah terjadinya
peningkatan pada oksigenasi (yang dikatakan sebagai peningkatan oksigenasi ialah ratio
PaO2/FiO2 ≥ 150 mmHg, dengan PEEP ≤ 10 cmH2O dan FiO2 ≤ 0.6), penurunan pada
rasio PaO2/FiO2 ≥ 20% atau terjadi komplikasi saat melakukakn pemosisian telungkup
seperti SpO2≤ 85% atau rasio PaO2/FiO2 ≤ 55 mmHg, aritmia jantung berat, tekanan
darah sistolik ≤ 60 mmHg dan semua kondisi mengancam nyawa dimana dokter akan
menghentikan pemosisian telungkup.

Data Laboratorium

Data laboratorium seperti karakteristik dasar, penyakit sebelumnya, hitung darah


lengkap, hitung differential, dan data biokemistri didapatkan pada saat pasien masuk ke
bagian ICU. Pengaturan ventilator mekanik merekam tekanan inspirasi, PEEP, gas
darah arteri, tekanan parsial oksigen pada darah arteri (PaO2), rasio PaO2/FiO2, volume
tidal, tekanan penggerak dan komplians dinamis dari sistem respirasi sebelum dan
sesudah 1 hari semenjak dilakukannya pemosisian telungkup. Tekanan penggerak
dinamik dan komplians dinamik dihitung sebagai tekanan puncak dikurang PEEP dan
volume tidal dibagi oleh tekanan puncak dikurang PEEP. Skor keparahan seperti
pneumonia severity index (PSI), Skor Acute Physiology and Chronic Health Evaluation
(APACHE II), CURB-65 (Confusion, Urea > 7 mmol/L, Respiratory rate≥ 30/min,
Blood pressure [systolic < 90 mmHg ATAU diastolic≤ 60 mmHg] dan age ≥ 65 tahun)
pneumonia severity score [21] dan Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) score
[22] dikumpulkan pada saat pasien masuk ek bagian ICU.

Analisa Statistik

Statistikal analisa dan manajemen database dilakukan dengan menggunakan


SPSS versi 17.0.0 (SPSS Inc., Chicago, IL). Data disajikan dalam bentuk angka
(persentase) untuk variabel nominal, dan mean ± standar deviasi untuk variabel yang
berkelanjutan. Uji Chi-Square digunakan untuk membandingkan variabel nominal, dan
uji student’s t digunakan untuk membandingkan variabel yang berkelanjutan. Model
proporsional hazard Cox digunakan dengan kovariat yang berbeda secara signifikan
antara pasien yang bertahan hidup dan yang tidak pada ambang 0,2 dan kematian pada
hari ke 60 berperan sebagai variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan uji Hosmer-Lemeshow goodness-of-fit (statistik C, goodness of fit
dikatakan dengan sebuah nilai p >0,05), dan diskriminasi dinilai oleh area yang berada
di bawah penerima kurva yang berjalan. Walaupun tekanan aliran udara puncak,
tekanan penggerak dan kompliasn dinamik digabungkan secara matematis, kami
memilki rencana untuk menguji kolineariti di dalamnya secara formal, dan jika
disetujui, kami akan menggunakan model Cox khusus pada masing masing nya. Kami
juga menyertakan variabel kolinear ini dua-dua menjadi tiga model regresi Cox
tambahan, disamping kovariat lainnya. Salah satu model tergolong pada tekanan aliran
udara puncak dan tekanan penggerak dinamis, satu untuk tekanan udara puncak dan satu
lagi untuk tekanan penggerak dinamis serta komplians. Jika kedua pasangan tidak
memiliki signifikansi, kesimpulan nya hal ini kemungkinan dapat terjadi dikarenakan
masing masing komponen pasangan membawa informasi yang sama. Jika salah satu
variabel pasangan tetap berkorelasi secara signifikan terhadap keberlangsungan hidup,
variabel ini akan menjadi variabel yang lebih informative daripada pasangan lainnya.
Model regresi proporsional hazard univariat dan multivariat digunakan untuk
memperkirakan hazard ratio (HR). Pada penelitian ini, kami menggunakan uji two-
tailed, dan signifikansi didefinisikan jika nilai p <0,05.

HASIL

Total sebanyak 336 pasien dengan inluenza pneumonia terbukti disebabkan


virus dimasukan ke bagian ICU dan di skrining selama periode penelitian. Terdapat 52
pasien dengan influenza A (yaitu 46 pasien dengan H1N1 dan 6 pasien dengan H3N2),
4 pasien dengan influenza B, dan 9 pasien dengan influenza yang tipe nya tidak dapat
ditentukan. Dari sebanyak 336 pasien ini, sebanyak 263 pasien (78%) terdiagnosis
dengan influenza pneumonia berat terkait ARDS. Angka masing masing tingkat
keparahan; ringan 11%(28/263), sedang 30%(79/263) dan berat 59% (156/263). Dari
263 pasien dengan ARDS, sebanyak 65 pasien (25%) menerima terapi pemosisian
telungkup yang digunakan pada analisa (Fig 1). Angka masing masing tingkat
keparahan pasien yang menerima pemosisian telungkup: ringan 18% (5/28), sedang
15% (12/79) dan berat 31% (48/156) (p= 0.022).

Karakteristik pasien yang dapat bertahan hidup dan yang tidak dalam 60 hari.

Karakteristik dari 65 subjek berdasarkan keberlangsungan hidup 60 hari


disimpulkan dalam tabel 1. Rata rata usia ialah 57.5± 11.8 tahun, dan sebanyak 40
pasien (62%) berjenis kelamin pria. Durasi waktu pemosisian telungkup pasien yang
bertahan hidup dan yang tidak, tidak berbeda jauh (3.8 ± 3.1 hari vs. 3.6 ± 2.8 hari,
p=0.729). Pasien yang bertahan hidup mempunya skor APACHE II, PSI, dan tingkat
kreatinin yang rendah, serta kemungkinan menerima terapi penggantian ginjal yang
rendah juga daripada pasien yang tidak bertahan (22.4 ± 8.5 Kao et al. Ann. Intensive
Care (2018) 8:94 halaman 4 dari 9 vs. 29.2 ± 7.4, p= 0.003; 106.6 ± 40.9 vs. 135.3 ±
48.6, p= 0.019; 1.2 ± 0.9 mg/dL vs. 3.1 ± 3.6 mg/dL, p= 0.040; dan 4% vs. 42%,
p<0.005). Terlepas dari oksigenasi, rata rata pada rasio PaO2/FiO2 pada 65 pasien
sebelum dilakukan pemosisian telungkup adalah 95.9 ± 54.5 mmHg. Sebelum
pemosisian telungkup tidak ada perbedaan yang signifikan pada rasio PaO2/FiO2,
PaCO2, volume tidal, PEEP, tekanan aliran udara puncak, tekanan penggerak dinamis,
dan komplians dinamis antara pasien pasien yang bertahan dan yang tidak.

Perubahan pada pertukaran udara dan mekanis paru setelah dilakukan


pemosisian telungkup.

Data terkait perubahan udara dan mekanik paru direkam sebelum dan sesudah 1
hari melakukan pemosisian telungkup (tabel 2). Untuk pasien yang bertahan periode 30
hari, tidak ada perbedaan yang signifikan pada parameter ini dibandingkan pada pasien
yang tidak bertahan, kecuali pada tekanan aliran udara puncak (- 0.5± 3.3 cm H2O) dan
meningkat pada pasien yang tidak bertahan (1.5± 4.1 cm H2O). Dibandingkan dengan
pasien yang tidak bertahan periode 60 hari, tekanan aliran udara puncak dan tekanan
penggerak dinamik sama sama berkurang pada pasien yang bertahan periode 60 hari
(-0.6 ± 3.2 cmH2O vs. 1.5 ± 3.8 cmH2O, p= 0.024; -1.5 ± 3.3 cmH2O vs. 0.3 ± 2.4
cmH2O, p= 0.031). komplians dinamik meningkat pada pasien yang bertahan 60 hari
dan berkurang pada pasien yang tidak bertahan periode 60-hari (2.0 ± 7.7 cmH2O vs.
- 3.2 ± 8.6 cmH2O, p= 0.022).

Prediktor keberlangsungan hidup pada pneumonia influenza terkait ARDS


dengan pemosisian telungkup.

Analisa univariat digunakan untuk mengidentifikasi variabel yang memiliki nilai


prognostik untuk kematian 60 hari, dan analisa regresi Cox multivariat digunakan untuk
mengidentifikasi variabel yang tidak memiliki nilai prediktif yang signifikan (tabel 3).
Pneumonia severity index (rasio hazard 1.020, 95% confidence interval 1.009–1.032; p
< 0.001), terapi penggantian ginjal (rasio hazard 6.248, 95% confidence interval 2.245–
17.389; p < 0.001) dan peningkatan tekanan penggerak dinamik (rasio hazard 1.372,
95% confidence interval 1.095–1.718; p= 0.006) teridentifikasi sebagai prediktor
independen yang signifikan terhadap angka kematian 60 hari. Sebagai kolinear antara Δ
tekanan penggerak dinamik, Δ tekanan aliran udara puncak, dan Δ komplians dinamik
ternyata cukup signifikan, sebuah model Cox dibangun untuk masing masing variabel
ini. Setelah beberapa pengaturan dilakukan pada pasangan variabel, ditambahakan 3
model Cox untuk dilakukan (Tambahan data 1). Ketika Δ tekanan penggerak dinamik di
analisa berpasangan, Δ tekanan penggerak dinamik tetap signifikan, tetapi tidak pada Δ
tekanan aliran udara puncak (model 1 pada tambahan data 1). Ketika Δ tekanan
penggerak dinamik dan Δ komplians dinamik dianalisa berpasangan, kedua nya tidak
menyingkap ada nya significansi (model 3 tambahan data 1). Analisa kurva bergerak
penerima dalam statistik C dari prediktor varibel menyingkap angka 0,742 pada PSI
(95% confidence interval, 0,592-0,892, p=0,002), 0,678 pada terapi penggantian ginjal
(95% confidence interval, 0.523–0.833, p= 0.023) dan 0.685 pada tekanan penggerak
dinamis (95% confidence interval, 0.547–0.823, p= 0.022) (Fig. 2).
DISKUSI

Tujuan dari penelitian multicenter retrospektif ini adalah untuk mengevaluasi


efek dari pemosisian telungkup yang berfokus pada pasien pneumonia influenza terkait
ARDS. Setelah analisa regresi Cox multivariat, PSI, terapi pengantian ginjal, dan
peningkatan tekanan penggerak dinamik ternyata berkaitan dengan kematian periode 60
hari pada pasien pneumonia influenza terkait ARDS yang menerima pemosisian
telungkup.

Kebanyakan dari penelitian ini mengevaluasi tentang efek pemosisian telungkup


pada pasien ARDS dengan faktor faktor resiko yang berbeda. Untuk kondisi khusus
seperti terbakar, pemosisian telungkup telah dilakukan untuk implementasi yang aman
dan akan meningkatkan oksigenasi (pada pasien terbakar dengan ARDS berat) pada unit
pelayanan intensive luka bakar. Penelitian sekarang ini lebih homogen dan spesifik pada
pasien ARDS yang disebabkan pneumonia influenza. Ulasan yang sisematik dan
penelitian analisa meta terhadap pemosisian telungkup telah menyingkap bahwa hal ini
akan menurunkan angka kematian pada pasien pasien dengan hipoksemia gagal nafas
akut yang berat. Manfaat dalam keberlagsungan hidup dicatat dengan menggunakan
sebuah rentang rasio PaO2/FiO2 pada ambang 140 mmHg atau kurang dari 200 mmHg.
Pada penelitian sekarang ini, rasio PaO2/FiO2 ialah 95.9 ± 54.5 mmHg sebelum
dilakukan pemosisian telungkup. Namun, rasio PaO2/FiO2 tidak berbeda secara
signifikan diantara pasien yang bertahan dan yang tidak dalam periode 60 hari (102.3±
59.8 mmHg vs. 81.3± 37.6 mmHg, p= 0.153). Dalam hal responsi pemosisian telungkup
terhadap ARDS, entitas faktor resiko yang berbeda kemungkinan menghasilkan hasil
akhir yang berbeda juga. Selain derajat keparahan hipoksemia yang diderita, uji klinis
lebih lanjut akan membantu dalam mengkalrifikasi manfaat keberlangsungan hidup
pada pemosisian telungkup dalam beberapa faktor resiko tertentu.

Beberapa penelitian menunjukan bahwa akut kidney injury (AKI) menjadi


komplikasi yang umum terjadi dan merupakan faktor resiko independen untuk
terjadinya kematian pada pasien dengan Inluenza A. Pada pasien dengan ARDS yang
berat disebabkan oleh H1N1 pneumonia influenza, sebuah penelitian terbaru juga
menyingkap bahwa AKI biasa terjadi pada kondisi ini dan menimbulkan peningkatan
angka kematian yang cukup signifikan. Tingkat kematian 58% di antara 38 pasien yang
membutuhkan terapi penggantian ginjal lebih tinggi secara signifikan daripada angka
kematian 0% terhadap 19 pasien yang tidak membutuhkan terapi penggantian ginjal.
Penelitian terbaru terhadap pasien yang menerima terapi pemosisian telungkup pada
penderita ARDS terkait pneumonia influenza menunjukan bahwa kebutuhan untuk
terapi penggantian ginjal hampir sebanyak 6 kali angka kematian (rasio hazard 6,248)
daripada pasien yang tidak membutuhkan terapi penggantian ginjal. Dalam tujuan
mengurangi angka kematian pada ARDS berat yang disebabkan inluenza pneumonia
H1N1, sangat penting untuk mencegah terjadinya gagal ginjal akut dan mencegah
dibutuhkan nya terapi penggantian ginjal dengan cara menghindari pemakaian agen
nefrotoksik dan menyediakan perfusi dan oksigenasi ginjal yang adekuat.

Amato dan kolega nya menganalisa 9 uji acak terkontrol pada pasien pasien
ARDS dan menunjukan bahwa tekanan penggerak dinamis merupakan prediktor terkuat
pada kematian pasien. Analisa data sekunder dari 787 pasien ARDS yang tergabung
dalam dua uji acak terkontrol independen menyingkap bahwa ketika pasien yang
melakukan ventilasi pasien dengan volume tidal rendah, tekanan penggerak merupakan
sebuah faktor kematian pada pasien pasien ARDS, sebagaimana tekanan plateau atau
komplians dari sistem respiratorik. Tekanan penggerak aliran nafas secara signifikan
terkait dengan tegangan paru dan dapat mendeteksi kelebihan tegangan paru dengan
ketepatan yang baik pada pasien pasien ARDS (r2= 0.581 p < 0.0001 dan r2= 0.353
p<0.0001 pada saat PEEP 5 hingga 15 cmH2O). Selanjutnya, penelitian APRONET
terkait pemosisian telungkup pada pasien ARDS, menemukan bahwa pemosisian
telungkup ini terkait dengan rendahnya angka kejadian komplikasi, peningkatan
oksigenasi, dan penurunan tekanan penggerak yang cukup signifikan [14(11–17
cmH2O) hingga 13 cmH2O, p= 0.04]. Penelitian kami yang sebelumnya untuk pasien
ARDS berat dengan ECMO menyingkap bahwa terjadi tekanan penggerak dinamis
yang lebih tinggi [rasio hazard 1.070 (1.026-1.116), p=0,002] selama 3 hari awal
penggunaan ECMO yang mana merupakan salah satu faktor independent terkait
kematian di bagian ICU. Penelitian sekarang ini pada pasien ARDS terkait pneumonia
influenza yang menerima pemosisian telungkup juga menemukan bahwa peningkatan
tekanan penggerak dinamis (rasio hazard 1.372, 95% confidence interval 1,095-1.718:
p=0,006) juga teridentifikasi sebagai salah satu prediktor independen terkait kematian
periode 60 hari. Hal ini menunjukan bahwa bantuan ventilator dengan strategi proteksi
paru volume tidal rendah dan penggunaan optimal PEEP harus diterapkan, dan hal ini
dapat diatur sesuai tekanan penggerak, idealnya kurang dari 15 cmH2O, namun, batasan
ini harus lebih diteliti lagi [36]. Meskipun beberapa penelitian mengaitkan tekanan
penggerak dengan hasil klinis dan fisiologis, sangat penting bagi kita untuk
mengevaluasi tekanan penggerak sebagai point akhir primer selama pengaturan
ventilator pada pasien ARDS di masa yang akan datang.

Penelitian LUNG SAFE menunjukan bahwa keberhasilan pemosisian telungkup


sebenarnya tergantung pada derajat keparahan hipoksemia, dari 1% pada derjat ringan
hingga 5,5% pada derajat sedang hingga 16,3% pada ARDS derajat berat. Sebuah
penelitian prospektif prevalensi internasional (penelitian APRONET, ARDS Prone
Position Network) menemukan bahwa angka keberhasilan pemosisian telungkup
mencapai 5,9% pada ARDS derajat ringan, 10,3% pada ARDS derajat sedang, dan
32,9% pada ARDS derajat berat [30]. Pada penelitian kami, angka keberhasilan
pemosisian teluingkup ialah sebanyak 18% pada ARDS derajat ringan, 15% pada
ARDS derajat sedang, dan 31% pada ARDS derajat berat. Perbedaan angka
keberhasilan dalam penggunaan pemosisian telungkup pada beberapa penelitian ini
mungkin dapat disebabkan oleh bias manajemen pemosisian telungkup. Selanjutnya,
diantara 8 rumah sakit yang bekerja sama dengan kami, angka keberhasilan penggunaan
pemosisian telungkup bervariasi dari 0% (0/37) hingga 67% (2/3) dan bahkan terdapat
bias antara rumah sakit dalam penelitian yang sama. Hal ini sangat penting untuk
menjadi penelitian yang homogen dalam indikasi dan manajemen pemosisian telungkup
yang terpilih sebagai salah satu standar intervensi pada ARDS yang berat.

Penelitian ini memiliki beberapa batasan. Pertama, karena penelitian ini


retrospektif, beberapa pasien atau data mungkin hilan. Kedua, point akhir preimer dari
penelitian ini ialah kematian 60 hari, dan nilai dai daya yang dihitung adalah sebesar
0,585. Ini merupakan sebuah penelitian yang retrospektif, dan telah di analisa 65 pasien
dengan ARDS berat yang menerima pemosisian telungkup. Meskipun dibutuhkan lebih
banyak pasien untuk meningkatkan kekuatan penelitian ini, batasan batasan ini bersifat
alami dan berasal dari penelitian retrospektif dalam periode 3 bulan. Ketiga, pemosisian
telungkup bukanlah sebuah intervensi yang rutin dilakukan dalam manajemen terapi
pasien ARDS dan tidak memiliki prosedur standar tentang berapa jam penggunaan nya
dalam sehari, bagaimana cara melakukannya, dan bagaimana cara melindungi pasien.
Pada penelitian ini, walaupun setiap pasien menggunakan pemosisian telungkup lebih
dari 16 jam/hari, durasi yang tepat menunjukan adanya sedikit perbedaan pada masing
masing rumah sakit. Keempat, perubahan pengukuran fisiologis berkaitan dengan
sebuah perbedaan antara posisi terlentang dan telungkup, dan karena itu, dampak nya
terhadap dinding dada tidak diperhitungkan. Terakhir, pada penelitian ini, kami
berfokus pada pasien pasien ARDS tekait influenza, dan apakah hasilnya dapat di
gunakan pada setiap pasien dengan ARDS belum diketahui, dan akan membutuhkan
lebih banyak informasi. Untuk mengkonfirmasi manfaat dari pemosisian telungkup
pasien ARDS terutama yang disebabkan oleh pneumonia influenza, penelitian
prospektif acak terkontrol lebih dalam akan sangat dibutuhkan tentunya dengan standar
dan pemilihan pasien yang ketat.

KESIMPULAN

Penelitian ini dirancang untuk mengevaluasi efek dari pemosisian telungkup


pada pasien ARDS terkait pneumonia influenza. Setelah analisis regresi multivariat
Cox, ditemukan bahwa PSI, terapi penggantian ginjal dan peningkatan tekanan
penggerak dinamis ternyata berkaitan dengan kematian pasien periode 60 hari pada
penyakit ARDS terkait penumonia influenza yang menerima pemosisian telungkup.

FIG 1: penerimaan dan follow up peserta penelitian. ICU adalaha Intensive Care Unit
dan ARDS ialah Acute Respiratory Distress Syndrome

FIG 2: analisa kurva bergerak penerima dan statistik C dari prediktor variabel
berkelanjutan . a. Pneumonia severity index, b. Terapi penggantian ginjal, c.
Tekanan penggerak dinamis delta.
TABEL 1: karakterisitik pasien yang bertahan dan yang tidak bertahan selama
periode 60 hari dari pasien ARDS terkait pneumonia influenza sebelum menerima
pemosisian telungkup

TABEL 2: perubahan pada peertukaran udara dan mekanik paru antara pasien bertahan
dan yang tidak bertahan untuk penyakit ARDS terkait pneumonia influenza

TABEL 3: analisa regresi Cox dari variabel klinis terkait kematian periode 60 hari pada
ARDS terkait pneumonia influenza yang menggunakan pemosisian telungkup.

Anda mungkin juga menyukai