Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn.

’T’ DENGAN
GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: CKD (CHRONIC KIDNEY
DISEASE) DI BANGSAL ARAFAH RUMAH SAKIT NUR HIDAYAH

Disusun Oleh
ALFIAN TRI KHUSNAWAN
2820173044
2B

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2018/2019
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan keperawatan pada pasien Tn. T dengan gangguan sistem perkemihan:


CKD (Chronic Kidney Disease) di Bangsal Arafah Rumah Sakit Nur Hidayah.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas individu pada praktik Keperawatan
Medikal Bedah 1 pada semester IV, pada :

Hari : Senin
Tanggal : 27 Mei 2019
Tempat : Rumah Sakit Nur Hidayah

Praktikan

(Alfian Tri Khusnawan)

Pembimbing Lahan (CI) Pembimbing Akademik

( ) ( )

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, kekuatan serta kesabaran di dalam
menyelesaikan Asuhan Keperawatan ini sesuai harapan kami dan sesuai waktu
yang telah di tentukan, meskipun tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.

Kami berharap dengan terwujudnya Asuhan Keperawatan ini dapat


dijadikan bahan bacaan minimal bagi teman-teman dan diharapkan pula dapat
menambah wawasan, pengetahuan dan menambah rasa tanggung jawab kami
sebagai mahasiswa dan mahasiswi di Akademi Keperawatan Notokusumo
Yogyakarta.

Asuhan Keperawatan ini berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Ny.’S’ Dengan Gangguan Sistem Perkemihan: CKD (Chronic Kidney Disease Di
Bangsal Arafah Rumah Sakit Nur Hidayah” disusun untuk memenuhi salah satu
tugas kampus Keperawatan Medikal Bedah (KMB) 1. Sekalipun Asuhan
Keperawatan ini masih belum sempurna, namun untuk mewujudkannya
diupayakan secara maksimal, dengan harapan dapat memenuhi persyaratan yang
telah ditentukan.

Dengan segala kerendahan hati kami mempersembahkan Asuhan


Keperawatan ini, semoga mendapat penilaian yang positif dan bermanfaat.
Adanya, kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi perbaikan
penulisan Asuhan Keperawatan berikutnya.

Klaten, 20 Mei 2019

iii
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv

BAB I .......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II .....................................................................................................................3

KONSEP DASAR PENYAKIT ............................................................................3

A. Definisi ......................................................................................................... 3

B. Etiologi ......................................................................................................... 3

D. Manifestasi Klinik ........................................................................................ 5

E. Patofisiologi ................................................................................................. 6

F. Pathway ........................................................................................................ 8

G. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 9

H. Komplikasi ................................................................................................... 9

I. Penatalaksanaan ......................................................................................... 10

J. Diagnosa keperawatan ............................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................38

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronik (PGK)
atau yang sering disebut juga dengan gagal ginjal kronis (GGK) adalah
kerusakan pada ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang
racun dan produk sisa dari darah, dengan ditandai adanya protein dalam
urin serta penurunan laju filtrasi glomerulus yang berlangsung selama
lebih dari 3 bulan (Black & Hawks, 2009).
Sebanyak 10% dari populasi dunia terkena PGK, dan jutaan
diantaranya meninggal setiap tahun karena pengobatan yang tidak
terjangkau (World Kidney Day, 2015). Menurut studi Global Burden of
Disease tahun 2010, PGK menempati peringkat ke-27 dalam daftar
penyebab kematian diseluruh dunia pada tahun 1990, namun naik menjadi
peringkat ke-18 pada tahun 2010 (Jha et al., 2013). Lebih dari 2 juta orang
diseluruh dunia saat ini menerima pengobatan dengan dialisis atau
transplantasi ginjal untuk tetap hidup, namun angka ini mungkin hanya
mewakili 10% dari orang yang benar-benar membutuhkan pengobatan
untuk hidup (Couser et al., 2011).
Kurang lebih dari 26 juta orang dewasa di Amerika dan Negara
lain berisiko terkena PGK. Insidensi dan prevalensi gagal ginjal meningkat
setiap tahunnya. Banyak pasien yang dihadapkan pada problem medis
yang berhubungan dengan PGK, salah satu dan yang menjadi mayoritas
problem tersebut adalah anemia yang berkembang sejak awal pasien
terkena PGK dan berkontribusi dalam penurunan kualitas hidup pasien
(Lankhorst & Wish, 2010).
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2013,
prevalensi gagal ginjal kronis berdasar diagnosis dokter di Indonesia
sebesar 0,2%. Prevalensi tertinggi di Sulawesi Tengah sebesar 0,5%,
diikuti di Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4%.

1
Sementara Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa
Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur masing-masing
0,3%.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu menggambarkan asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan sistem perkemihanChronic kidney disease
(CKD)menggunakan pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan ini adalah :
a. Untuk mengetahui definisi Chronic kidney disease (CKD)
b. Untuk mengetahui etiologi Chronic kidney disease (CKD)
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis Chronic kidney disease
(CKD)
d. Untuk mengetahui patofisiologi Chronic kidney disease (CKD)
e. Untuk mengetahui klasifikasi Chronic kidney disease (CKD)
f. Untuk mengetahui penatalaksaan Chronic kidney disease (CKD)
g. Untuk mengetahui komplikasi Chronic kidney disease (CKD)

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
PGK didefinisikan sebagai kelainan fungsi ginjal atau struktur ginjal
selama lebih dari 3 bulan, terjadi penurunan kecepatan filtrasi glomerulus
(Glomerular Filtration Rate – GFR) kurang dari 60 mL/min/1,73m2 dengan
atau tanpa kerusakan ginjal (Anonim, 2015b ; KDOQI, 2002). PGK
merupakan suatu gangguan progresif fungsi ginjal yang bersifat irreversible
dalam kasus metabolisme maupun dalam menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit serta dapat menyebabkan uremia (Moeljono, 2014).

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap
akhir. CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible.
Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea
dan sampah nitrogenlain dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2001).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah


penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total
seperti sediakala, dimana terdapat kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang
menyebabkan uremia.

B. Etiologi

Beberapa penyebab CKD menurut Price, dan Wilson (2006)


diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler
hipertensi, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter,
penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh
dari golongan penyakit tersebut adalah :
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielonefritis kronik dan
refluks nefropati.

3
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis
3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, dan stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan ikat seperti lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, dan seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik,
dan asidosis tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan
hiperparatiroidisme, serta amiloidosis.
7. Nefropati toksik seperti penyalahgunaan analgetik, dan nefropati
timah.

PGK memiliki beberapa faktor risiko, yang dapat memperbesar dan


mempercepat proses dari suatu penyakit. Kidney Disease Outcomes Quality
Initiative (KDOQI) telah mengkategorikan faktor risiko PGK antara lain

Tabel I Faktor Resiko PGK

Definisi Contoh
Faktor Kerentanan Meningkatkan kerentanan Usia yang lebih tua,
terhadap penyakit ginjal riwayat penyakit keluarga

Faktor Insiasi Secara langsung menginisiasi Diabetes, tekanan darah


penyakit ginjal tinggi, penyakit
autoimun, infeksi
sistemik, infeksi saluran
kemih, batu ginjla,
obstruksi saluran kemih
bagian bawah, toksisitas
obat.

Faktor Progresi Menyebabkan memburuknya Kadar proteinuria tinggi,


penyakit ginjal dan tekanan darah yang lebih
penurunan fungsi ginjal tinggi, kontrol glikemik
secara cepat setelah inisiasi yang buruk pada pasien
penyakit ginjal diabetes, merokok

(KDOQI, 2002)

4
C. Manifestasi Klinis

Menurut Arici (2014), gejala dari penyakit ginjal kronik dapat


dibedalkan menjadi gejala pada stadium awal dan gejala pada staduium
lanjut.

1. Gejala dan tanda PGK stadium awal


a. Lemah
b. Nafsu makan berkurang
c. Nokturia, poliuria
d. Terdapat darah pada urin, atau urin berwarna lebih gelap
e. Urin berbuih
f. Sakit pinggang
g. Edema
h. Peningkatan tekanan
i. Kulit pucat

2. Gejala dan tanda PGK stadium lanjut


a. Umum (lesu, lelah, peningkatan tekanan darah, tanda-tanda
kelebihan volume, penurunan mental, cegukan)
b. Kulit ( penampilan pucat, uremic frost, pruritic exexcoriations
c. Pulmonari (dyspnea, efusi pleura, edema pulmonari, uremic lung)
d. Gastrointestinal (anoreksia, mual, muntah, kehilangan berat badan,
stomatitis, rasa tidak menyenangkan di mulut)
e. Neuromuskuler (otot berkedut, sensorik perifer dan motorik
neuropati, kram otot, gangguan tidur, hiperrefleksia, kejang,
ensefalopati, koma)
f. Metabolik endokrin (penurunan libido, amenore, impotensi)
g. Hematologi (anemia, pendarahan abnormal)

5
D. Patofisiologi

Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang


mendasari, namun perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama.
Penyakit ini menyebabkan berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya
kompensasi, terjadilah hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth
factor. Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan
kapiler dan 10 aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung
singkat, hingga pada akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan
penurunan fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya
sudah tidak aktif lagi (Suwitra, 2009).

Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam


berbagai bentuk. Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup semua
lesi yang terjadi di ginjal pada DM (Wilson, 2005). Mekanisme peningkatan
GFR yang terjadi pada keadaan ini masih belum jelas benar, tetapi
kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang
tergantung glukosa, yang diperantarai oleh hormon vasoaktif, Insuline-like
Growth Factor (IGF) – 1, nitric oxide, prostaglandin dan glukagon.
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik
asam amino dan protein. Proses ini terus berlanjut sampai terjadi ekspansi
mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis (Bakri,
2005).
Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal.
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-
perubahan struktur pada arteriol di seluruh tubuh, ditnadai dengan fibrosis
dan hialinisasi (sklerosis) dinding pembuluh darah. Salah satu organ sasaran
dari keadaan ini adalah ginjal (Wilson, 2005). Ketika terjadi tekanan darah
tinggi, maka sebagai kompensasi, pembuluh darah akan melebar. Namun di
sisi lain, pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh darah menjadi lemah dan

6
akhirnya tidak dapat bekerja dengan baik untuk membuang kelebihan air serta
zat sisa dari dalam tubuh. Kelebihan cairan yang terjadi di dalam tubuh
kemudian dapat menyebabkan tekanan darah menjadi lebih meningkat,
sehingga keadaan ini membentuk suatu siklus yang berbahaya (National
Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2014)

7
E. Pathway

infeksi Hipertensi, DM Zat tonik Obstruksi saluran kemih

Reaksi antigen antibofy arteriosklerosis Tertimbun dalam ginjal


refluks
Suplai darah ke ginjal turun
hidronefosis

GFR
Peningkatan tekanan
nefron rusak
CKD

Penurunan fungsi Peningkatan retensi Tidak mampu Sekresi eritropoetin


eksresi ginjal Na&H2O mensekresi asam turun

Sindrom urenia Kelebihan asidosis


volume cairan Produksi Hb turun

anoreksia
hiperventilasi
Edema jaringan
Suplai O2 jaringan turun
mual muntah
Pola nafas tidak efektif
Gangguan
Ketidak seimbangan Kelemahan otot
integritas kulit
Nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
Intoleransi aktivitas

8
F. Pemeriksaan Penunjang

Kerusakan ginjal dapat dideteksi secara langsung maupun tidak


langsung. Bukti langsung kerusakan ginjal dapat ditemukan pada pencitraan
atau pemeriksaan histopatologi biopsi ginjal. Pencitraan meliputi
ultrasonografi, computed tomography (CT), magnetic resonance imaging
(MRI), dan isotope scanning dapat mendeteksi beberapa kelainan struktural
pada ginjal. Histopatologi biopsi renal sangat berguna untuk menentukan
penyakit glomerular yang mendasari (Scottish Intercollegiate Guidelines
Network, 2008).

Bukti tidak langsung pada kerusakan ginjal dapat disimpulkan dari


urinalisis. Inflamasi atau abnormalitas fungsi glomerulus menyebabkan
kebocoran sel darah merah atau protein. Hal ini dideteksi dengan adanya
hematuria atau proteinuria (Scottish Intercollegiate Guidelines Network,
2008).

G. Komplikasi

PGK juga disertai dengan penyakit lain sebagai penyulit atau


komplikasi yang sering lebih berbahaya. Komplikasi yang sering ditemukan
menurut Alam & Hadibroto (2008) antara lain :

1. Anemia
Dikatakan anemia bila kadar sel darah merah rendah, karena terjadi
gangguan pada produksi hormon eritropoietin yang bertugas
mematangkan sel darah, agar tubuh dapat menghasilkan energi yang
dibutuhkan untuk mendukung kegiatan sehari-hari. Akibat dari gangguan
tersebut, tubuh kekurangan energi karena sel darah merah yang bertugas
mengangkut oksigen ke seluruh tubuh dan jaringan tidak mencukupi.
Gejala dari gangguan sirkulasi darah adalah kesemutan, kurang energi,
cepat lelah, luka lebih lambat sembuh, kehilangan rasa (baal) pada kaki
dan tangan.

9
2. Osteodistrofi Ginjal
Kelainan tulang karena tulang kehilangan kalsium akibat gangguan
metabolisme mineral. Jika kadar kalsium dan fosfat dalam darah tinggi,
akan terjadi pengendapan garam dan kalsium fosfat di berbagai jaringan
lunak (klasifikasi metastatic) berupa nyeri persendian (artritis), batu
ginjal (nefrolaksonosis), pengerasan dan penyumbatan pembuluh darah,
gangguan irama jantung, dan gangguan penglihatan.
3. Gagal Jantung
Jantung kehilangan kemampuan memompa darah dalam jumlah
yang memadai ke seluruh tubuh. Jantung tetap bekerja, tetapi kekuatan
memompa atau daya tampungnya berkurang. Gagal jantung pada
penderita PGK dimulai dari anemia yang mengakibatkan jantung harus
bekerja lebih keras, sehingga terjadi pelebaran bilik jantung kiri (left
ventricular hypertrophy/LVH). Lama-kelamaan otot jantung akan
melemah dan tidak mampu lagi memompa darah sebagaimana mestinya
(sindrom kardiorenal).
4. Disfungsi Ereksi
Ketidakmampuan seorang pria untuk mencapai atau
mempertahankan ereksi yang diperlukan untuk melakukan hubungan
seksual dengan pasangannya. Selain akibat gangguan sistem endokrin
(yang memproduksi hormon testosteron untuk merangsang hasrat seksual
(libido)), secara emosional penderita gagal ginjal kronis menderita
perubahan emosi (depresi) yang menguras energi. Penyebab utama
gangguan kemampuan pria penderita gagal ginjal kronis adalah suplai
darah yang tidak cukup ke penis yang berhubungan langsung dengan
ginjal.

H. Penatalaksanaan

Penderita CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus


sesuai dengan derajat penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara

10
umum. Menurut Suwitra (2006), sesuai dengan derajat penyakit CKD dapat
dilihat dalam tabel berikut :

Menurut Suwitra (2009) penatalaksanaan untuk CKD secara umum


antara lain adalah sebagai berikut :

1. Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD


adalah sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan
fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal
secara ultrasono grafi, biopsi serta pemeriksaan histopatologi ginjal
dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai 20–30 % dari normal
terapi dari penyakit dasar sudah tidak bermanfaat.
2. Mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
penyakit CKD, hal tersebut untuk mengetahui kondisi komorbid
yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid
ini antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tak
terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius,
obatobat nefrotoksik, bahan radio kontras, atau peningkatan aktifitas
penyakit dasarnya. Pembatasan cairan dan elektrolit pada penyakit
CKD sangat diperlukan. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah
terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Asupan cairan
diatur seimbang antara masukan dan pengeluaran urin serta Insesible

11
Water Loss (IWL). Dengan asumsi antara 500-800 ml/hari yang
sesuai dengan luas tubuh. Elektrolit yang harus diawasi dalam
asupannya adalah natrium dan kalium.
3. Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi
ginjal adalah hiperventilasi glomerulus yaitu :
a. Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt,
sedangkan diatas batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan
protein. Protein yang dibatasi antara 0,6-0,8/kg BB/hr, yang
0,35-0,50 gr diantaranya protein nilai biologis tinggi. Kalori
yang diberikan sebesar 30-35 kkal/ kg BB/hr dalam pemberian
diit. Pembatasan protein bertujuan untuk membatasi asupan
fosfat karena fosfat dan protein berasal dari sumber yang sama,
agar tidak terjadi hiperfosfatemia.
b. Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi
intraglomerulus. Pemakaian obat anti hipertensi disamping
bermanfaat untuk memperkecil resiko komplikasi pada
kardiovaskuler juga penting untuk memperlambat perburukan
kerusakan nefron dengan cara mengurangi hipertensi
intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Selain itu pemakaian
obat hipertensi seperti penghambat enzim konverting
angiotensin (Angiotensin Converting Enzim / ACE inhibitor)
dapat memperlambat perburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi
akibat mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan anti
proteinuri.
4. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD
derajat 4-5. Terapi ini biasanya disebut dengan terapi pengganti
ginjal.

12
I. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan volume cairan
5. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.

13
DAFTAR PUSTAKA

Alam, S., & Hadibroto, I., 2008.Gagal Ginjal. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Ilmiah

Arici, M.,2014.Management of Chronic Kidney Disease. Sringer-Verlag, Berlin


Heidelberg.
Bakri, S., 2005. Deteksi Dini dan Upaya-upaya Pencegahan Progresivitas
Penyakit Ginjal Kronik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin. Diakses pada 27 November 2017
http://www.akademik.unsri.ac.id.download/journal/files/.../6-
syakib%20Bakri.pdf
Bare BG., Smeltzer SC. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC. Hal : 45-47
Black,J.M, & Hawks, J.H. 2009.Medical Surgical Nursing; 8 th edition. Canada
:Elsevier
Couser W.G., Remuzzi G, Mendis S, Tonelli M. 2011.The contribution of chronic
kidney disease to the global burden of major noncommunicable diseases.
Kidney Int; 80(12):1258-1270.

Dasari, P., K., Venkateshwarlu, Venisetty, R.K. 2014.Management of


Comorbidities in Chronic Kidney Disease : A Prospective Observational
Study, International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences,
6:363-367
KDOQI. 2002. Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease:
Evaluation, Classification and Stratification, National Kidney Foundation.

Lankhorst, C.E. & Wish, J.B. 2009. Anemia in renal disease: Diagnosis and
management, Division of Nephrology, University Hospitals Case Medical
Center, United States.

Moeljono, F.L., Ramatillah D.L., Eff, A.R. 2014. Treatment of the Chronic
Kidney Disease (CKD) Patient in the PGI Hospital Cikini Jakarta,
International Journal of Pharmacy Teaching & Practices, 5;1105-1111.

Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas). 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI tahun 2013.Diakses: 27 November
2017http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riske
sdas%20 2013.pdf.

Suwitra, K., 2009. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo, A.W., Setiyobudi, B.,
Alwi, I., Simadibarata, M., Setiati, S., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
jilid II. 5th ed, Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam, pp. 1035-1040

38

Anda mungkin juga menyukai