Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanol Daun S
Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanol Daun S
SKRIPSI
Oleh :
PELANGI C.P.S.
020413335
SKRIPSI
Oleh :
PELANGI C.P.S.
020413335
i
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI
Oleh :
PELANGI CITRA.PS
NIM : 020413335
Menyetujui
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “UJI
skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Dokter
Skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa dukungan, bimbingan, dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
1. Prof. R.M. Coen Promono Danudiningrat, drg., SU., SpBM (K), selaku
Oral yang telah memberikan izin untuk pembuatan skripsi dan selaku
ini.
iv
4. Dr. Ira Arundina, drg., M.Si selaku Dosen Pembimbing Serta atas
(PUSVETMA) Surabaya.
6. Kedua Orang tua, dr. Suriadi Anang, Sp.A dan Tuska Indrawati yang telah
yang tidak dapat penulis tulis satu persatu yang selalu memberikan
Semoga segala bantuan yang diberikan mendapat balasan dari Tuhan Yang
Maha Esa. Kritik dan saran dari semua pihak diharapkan demi penelitian di masa
yang akan datang. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat
Penulis
v
UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH
MERAH (Piper crocatum) TERHADAP SEL FIBROBLAS
(CYTOTOXICITY TEST OF ETHANOLIC EXTRACT OF RED BETEL LEAF
(PIPER CROCATUM) TOWARD FIBROBLAST CELLS)
ABSTRACT
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Sampul Dalam……………………………………………………………… i
Lembar pengesahan………………………………………………………… ii
Abstract…………………………………………………………………….. vi
Daftar Gambar……………………………………………………………… x
Daftar Tabel………………………………………………………………… xi
BAB I PENDAHULUAN
2.1.1 Klasifikasi……………………………………………………………. 5
2.1.2 Morfolgi……………………………………………………………… 6
vii
2.1.4 Khasiat……………………………………………………………….. 11
2.4 Antioksidan………………………………………………………….. 19
viii
4.8.2 Pengenceran Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah…………………….. 30
BAB 6 PEMBAHASAN…………………………………………………… 38
7.1 Simpulan………………………………………………………………... 43
7.2 Saran……………………………………………………………………. 43
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 44
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 5.1 Grafis jumlah persentase sel fibroblas yang hidup …………… 36
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Komposisi Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum)
70%..................................................................................................... 8
Tabel 5.1 Nilai rerata optical density pada formazan ekstrak etanol daun sirih
merah (Piper crocatum), simpang baku dan persentase sel hidup…. 35
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xii
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit mulut dan gigi merupakan salah satu penyakit yang banyak
terjadi di masyarakat. Hasil survey rumah tangga pada tahun 2004 menyebutkan
39% penduduk Indonesia menderita penyakit gigi dan mulut. Penyakit gigi dan
mulut dapat dibagi dua, yaitu penyakit yang menyerang jaringan keras (gigi) dan
jaringan lunak (mulut dan gusi). Salah satu penyakit jaringan lunak yaitu
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) atau lebih dikenali oleh masyarakat awam
dengan “sariawan” merupakan salah satu penyakit yang ulang kambuh pada
mukosa mulut yang sering terjadi. Stomatitis Aftosa rekuren (SAR) didapatkan
pada sekitar 20% dari populasi (Regezi dkk, 2003). Di Indonesia belum diketahui
berapa prevalensi SAR di masyarakat, tetapi dari data klinik penyakit mulut di
rumah sakit Ciptomangun Kusumo tahun 1988 sampai dengan 1990 dijumpai
kasus SAR sebanyak 26,6%, periode 2003-2004 didapatkan prevalansi SAR dari
101 pasien terdapat kasus SAR 17,3% (Harahap, 2006). Untuk terapi SAR mayor
menggunakan salah satunya bentuk obat topikal jenis steroid (Wray dkk, 2003).
(Ariyani dkk, 2007). Salah satu bahan tradisional yang sering dijadikan obat yaitu
1
2
tumbuhan sirih merah (Piper crocatum). Daun sirih merah sering digunakan
untuk menghilangkan bau mulut, mengobati gusi berdarah (radang pada gusi),
obat sariawan, radang pada tenggorokan, gigi berlubang, dan penghilang bengkak
(Sudewo, 2005).
Staphlyococcus aureus dengan nilai KBM (Kadar Bunuh Minimal) sebesar 25%
dan Escherichia coli menunjukan nilai KBM (Kadar Bunuh Minimal) sebesar
merah (Piper crocatum) dan didapatkan bahwa sirih merah mengandung alkaloid,
saponin, flavonoid dan polifenolat (Yulias dkk, 2011). Selain itu daun sirih merah
pada ekstraketanol 70% daun sirih merah (Piper crocatum) adalah golongan asam
Rekuren) yang alami maka harus diuji terlebih dahulu dengan uji
terutama yang digunakan di dalam mulut. Salah satu pengujian untuk menentukan
berbagai sifat dari suatu bahan kedokteran gigi adalah uji sitotoksisitas terhadap
3
jaringan (Maat, 2001). Uji sitotoksisitas adalah bagian dari evaluasi bahan
kedokteran gigi dan diperlukan untuk posedur skrining standar. Tujuan uji ini
untuk mengetahui efek toksik suatu bahan secara langsung terhadap kultur sel
(Fazwishni, 2000). Dalam uji sitotoksisitas ini akan digunakan uji enzimatik
dengan perekasi MTT dan sampel penelitian berupa sel fibroblas (kultur sel
BHK-21). Kultur sel BHK-21 yang digunakan berasal dari fibroblas ginjal
hamster karena sel fibroblas merupakan sel terpenting dan komponen terbesar
efek antifungal dari daun sirih merah, namun saat ini belum pernah dilakukan
penelitian untuk mengetahui sitotoksisitas ekstrak etanol daun sirih merah (Piper
dapat menjadi salah satu bahan untuk obat SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren)
secara topikal.
Apakah ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) bersifat toksik
Untuk menentukan efek toksisitas ekstrak etanol daun sirih merah (Piper
1. Untuk mengetahui jumlah persentase sel fibroblas yang hidup setelah terpapar
oleh ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) konsentrasi 100%
2. Untuk mengetahui jumlah persentase sel fibroblas yang hidup setelah terpapar
oleh ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) konsentrasi 50%
3. Untuk mengetahui jumlah persentase sel fibroblas yang hidup setelah terpapar
oleh ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) konsentrasi 25%
4. Untuk mengetahui jumlah persentase sel fibroblas yang hidup setelah terpapar
oleh ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) konsentrasi 12,5%
tentang sitotoksisitas ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap
sel BHK-21 dan digunakan sebagai dasar dalam pengembangan daun sirih merah
Aftosa Rekuren).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Sirih merah (Piper crocatum) merupakan jenis sirih yang merambat dan
sebagai antiseptik sejak 600 SM. Sirih termasuk famili piperaceae yang
merambat dan bersandar di batang pohon lain (Duryatmo, 2005). Pada tahun
beberapa tahun terakhir ini ramai dibicarakan dan dimanfaatkan sebagai tanaman
obat.
2.1.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
5
6
Order : Piperales
Family : Piperaceae
Genus : Piper
2.1.2 Morfologi
1. Habitus
Papua, Jawa Barat, Aceh dan beberapa daerah lainnya. Tanaman sirih merah
tergolong langka, karena tidak tumbuh disetiap tempat atau daerah. Sirih merah
tidak dapat tumbuh di daerah panas, di tempat berhawa dingin sirih merah dapat
tumbuh dengan baik. Jika terlalu banyak terkena sinar matahari batangnya cepat
mengering, warna merah daunnya bisa menjadi pudar, buram, dan kurang
menarik. Tanaman sirih merah akan tumbuh baik jika mendapatkan 60-70 %
2. Daun
Karakter morfologi daun sirih merah dengan nama ilmiah Piper crocatum
adalah mempunyai bentuk daun yang cukup bervariasi antara daun muda (fase
muda) dan daun pada cabang yang akan menghasilkan alat reproduksi (fase
membulat seperti telur dan pada fase dewasa (siap menghasilkan alat reproduksi)
terjadi perubahan bentuk daun dari membulat menjadi seperti berbentuk telur.
Daun tunggal dan kaku, permukaan helaian daun bagian atas rata agak cembung,
7
daun yang menonjol, panjang daun 6,1–14,6cm, lebar daun 4–9,4cm, warna dasar
daun hijau pada kedua permukaannya, bagian atas hijau dengan garis-garis merah
jambu kemerahan, permukaan bagian bawah hijau merah tua keunguan. Tangkai
daun hijau merah keunguan, panjang 2,1–6,2 cm, pangkal tangkai daun pada
helaian daun agak ketengah sekitar 0,7–1 cm dari tepi daun bagian bawah (Inggit
dkk, 2011).
3. Batang
10m, batang bulat, hijau merah keunguan, beruas dengan panjang ruas 3-8cm,
tabel 2.1. Hasil kromatogram tersebut diolah dengan database perangkat lunak
menunjukan komponen senyawa ekstrak etanol 70% daun sirih merah terdiri dari
2010).
8
Tabel 2.1 Komposisi Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum) 70%
(Alfarabi, 2010)
(pirimidin)
(pirimidin)
secospirostan-3oate (stereoid)
1,3,5-triazin-2-amine (alkaloid)
Selain itu telah dilakukan uji identifikasi kandungan kimia ekstrak etanol
daun sirih merah dan didapatkan bahwa sirih merah mengandung alkaloid,
saponin, flavonoid dan polifenolat (Yulias dkk, 2011). Daun sirih merah
terdapat penelitian yang menyebutkan berapa persen kadar saponin, vitamin A dan
Uraian beberapa kandungan kimia daun sirih merah adalah sebagai berikut:
a. Polifenol
fenol. Fenol sendiri dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan unit basanya dan
basanya yaitu asam gallat, flavon dan asam sinamat. Masing-masing senyawa
tersebut berbeda mulai dari struktur sampai sifat aktivitas dan fungsinya
(Astawan, 2008).
polifenol. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila
ditambah basa atau ammonia (Sesty, 2007). Flavonoid diketahui mempunyai efek
melindungi dari radikal bebas (Saija, 1995). Flavonoid berperan dalam proses
b. Alkaloid
lebih atom N, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik.
Alkaloid biasanya tanpa warna, kebanyakan berbentuk kristal, hanya sedikit yang
pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan
c. Tanin
dinding sel atau membran sel sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri.
d Saponin
dengan etanol atau metanol 70-96 (Sesty, 2007). Saponin adalah salah satu
berperan dalam penyembuhan luka (Chandel, 1979). Saponin juga diketahui dapat
e. Minyak Atsiri
gugus fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil. Turunan fenol berinteraksi dengan sel
bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar
rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera
koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis (Parwata dkk, 2008).
f. Vitamin A, E dan C
2.1.4 Khasiat
darah, mengobati hepatitis dan maag. Selain itu sirih merah dapat digunakan
12
sebagai antiseptik, serta memiliki efek hipoglikemik. Sirih merah juga dapat
digunakan sebagai obat untuk batuk, asma, radang tenggorokan, dan radang
hidung (Sulistyani dkk, 2007). Daun sirih merah juga bermanfaat bagi kesehatan
gigi dan mulut, antara lain: menghilangkan bau mulut, mengobati gusi berdarah
(radang pada gusi), obat sariawan, radang pada tenggorokan, gigi berlubang, dan
penghilang bengkak. Selain itu efek zat aktif yang terkandung dalam daun sirih
merah dapat merangsang saraf pusat dan daya pikir, serta memiliki efek
tubuh. Secara empiris ekstrak daun sirih merah dalam pemakaian secara tunggal
penyakit, seperti diabetes millitus, peradangan akut pada organ tubuh tertentu,
luka yang sulit sembuh, kanker payudara dan kanker rahim, leukimia, TBC,
radang pada lever (hepatitis), ambeien, jantung koroner, darah tingggi, dan asam
Uji sitotoksisitas adalah bagian dari evaluasi bahan kedokteran gigi yang
efek toksik suatu bahan secara langsung terhadap kultur sel (Freshney, 2000).
1. Kultur sel dapat terpapar secara langsung oleh bahan yang diujikan,
sehingga kultur sel sangat sensitif terhadap bahan yang bersifat toksik.
13
terkontrol.
dalam kondisi aseptik, karena sel akan mati jika terkontaminasi mikroorganisme
(Freshney, 2000).
digunakan pada kedokteran gigi untuk mengetahui toksisitas material yang diuji
menggunakan kultur sel. Toksisitas material yang diuji dihubungkan dengan sel
yang hidup. Apabila material yang diuji memberikan viabilitas sel hidup yang
tinggi, menunjukan bahwa material yang diuji tidak memberikan efek toksik,
Salah satu syarat bahan yang digunakan dalam kedokteran gigi seharusnya
tidak toksik, tidak mengiritasi, dan harus mempunyai sifat biokompatibilitas atau
bahan yang diproduksi tidak boleh mempunyai efek yang merugikan terhadap
lingkungan biologis, baik lokal maupun sistemik. Salah satu metode untuk menilai
MTT. Paramater toksisitas berdasarkan CD50 artinya suatu bahan dikatakan toksik
apabila presentase sel hidup setelah terpapar bahan tersebut kurang dari 50%
Salah satu metode untuk menilai sitotoksisitas suatu bahan adalah dengan
selular secara kuantitatif atau untuk mengukur jumlah sel yang hidup (Fazwishni
dkk, 2000).
MTT adalah molekul larut yang dapat digunakan untuk menilai aktifitas
enzimatis seluler, didasarkan pada kemampuan sel hidup untuk mereduksi garam
MTT. Prinsip dari pewarnaan MTT adalah dengan pengubahan dari cincin
tetrazolium oleh karena aktifitas dari mitokondria pada sel hidup. Pada sel yang
2003).
dalam sel yang mempunyai aktifitas metabolik. Mitokondria sel hidup yang
berperan penting dalam hal ini adalah yang menghasilkan dehidroginase. Bila
dehidroginase tidak aktif karena efek sitotoksik, maka formazan tidak akan
densitas optik dari larutan yang dihasilkan. Reaksi warna biru keunguan
digunakan sebagai ukuran dari jumlah sel hidup. Semakin pekat warna biru
ungunya, semakin tinggi nilai absorbsinya, dan semakin banyak jumlah sel yang
hidup. Jumlah formazan yang dihasilkan dan kemudian diukur setelah dilarutkan
berbeda antara berbagai jenis sel. Makin pekat warnanya, makin tinggi nilai
absorbansinya, dan ini berarti makin banyak jumlah selnya (Fernandez dkk,
jumlah sel yang hidup dapat diukur sebagai konsentrasi hasil produksi MTT
Proses penyembuhan luka pada ulser pada dasarnya yaitu hampir sama
pergantian sel yang rusak dengan sel yang baru, sehingga fungsi tubuh atau
regenerasi. Pada proses penyembuhan dari sel atau jaringan yang rusak akan
diganti dengan jaringan parut atau jaringan ikat (Sudiono dkk, 1995).
Pada fase inflmasi terjadi proses radang yang merupakan reaksi jaringan
kontraksi otot polos, agregasi tombrosit, koagulasi darah dan diikuti oleh
luka. Sel platelet melepaskan chemokines berupa growth factor (EGF/ Epithelial
inflmasi ini juga terdapat peningkatan permeabilitas pembuluh darah, dan terjadi
fagositosis (Rosenberg, 2006). Pada hari ketiga setelah terjadi luka monosit
mengatur regulasi sintesa matriks melalui proses pelepasan growth factor platelet-
17
derived growth factor (PDGF), fibroblast growth factor (FGF), epidermal growth
factor (EGF) dan transforming growth factor-β (TGF-β), sitokin (TNF α / Tumor
untuk mengaktivasi sel dan angiogenesis (Rinastiti, 2003). Aktifasi makrofag saat
dan kandungan enzim lisosom yang dimilikinya. Aktifasi ini diinduksi oleh
tersensitisasi (IFN γ), endotoksin bakteri, berbagai mediator selama radang akut
dan protein matriks ekstrasel seperti fibronektin. Saat radang terjadi kronik,
yang teraktivasi akan mengeluarkan IFN γ yang akan mengaktivasi makrofag, dan
karena makrofag juga akan mengeluarkan IL-1 dan TNF yang akan mengaktivasi
Pada fase proliferasi, sel fibroblas adalah salah satu faktor yang berperan
Matrix (ECM) yang merupakan komponen penting pada proses regenerasi atau
perbaikan luka. Aktivasi migrasi dan proliferasi fibroblas terjadi oleh karena
adanya pacuan dari molekul ECM serta growth factor. Fibroblast Growth Factor
Factor (PDGF) dan Epidermal Growth Factor (EGF) diketahui sebagai growth
18
(Rinastiti, 2003). Pada tahap proliferasi ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblas
dan kolagen yang membentuk jaringan lunak, berwarna merah muda dan granuler
yang disebut jaringan granulasi. Secara mikroskopik jaringan granulasi terdiri dari
pembuluh darah kecil yang baru dibentuk dengan latar belakang jaringan kendir
dan mengandung fibroblas serta sel-sel radang (Robins and Kumar, 1995).
metalloproteinase dan
fibronektin,
Angiogenesis
Fibroblast Growth FGF-1, -2 Makrofag Proliferasi sel fibroblas
Factor 1 dan 2 Limfosit T dan keratinosit, migrasi
Sel endotelial keratinosit, angiogenesis
Sel fibroblas
Transforming TGF-β Sel platelet Pembentukan jaringan
Growth Factor-β Limfosit T granulasi, sintesis TIMP,
Makrofag angiogenesis, proliferasi
Sel endotelial keratinosit, pembentukan
Keratinosit jaringan fibrosa,
Fibroblas kemotaksis fibroblas
Keratinocyte Growth KGF Fibroblas Migrasi, proliferasi dan
Factor diferensiasi keratinosit,
serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut.
Luka dikatakan telah sembuh apabila terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan
jaringan parut mampu atau tidak menganggu untuk melakukan aktifitas normal
(Samsuhidayat, 1997).
2.4 Antioksidan
lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat
antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terbentuknya reaksi
radikal bebas (peroksida) dalam oksidasi lipid (Dalimartha dan Soedibyo, 1999).
berurutan di dalam sel-sel tubuh, mempunyai batasan fungsi dan kemudian dapat
menghasilkan radikal bebas, yang apabila tidak terdapat sistem antioksidan, akan
antioksidan hasil ekstraksi bahan alami dan antioksidan buatan (sintetik) yang
merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia (Kochhar
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
Prinsip kerja dari antioksidan dalam menghambat otooksidasi pada lemak yaitu
oksigen bebas di udara akan mengoksidasi ikatan rangkap pada asam lemak yang
tidak jenuh, kemudian radikal bebas yang terbentuk akan beraksi dengan oksigen
samping merupakan kesatuan hidup dari jaringan ikat, fibroblas berperan aktif
dalam sintesa protein yang menjadi materi dasar untuk pembentukan bahan antar
sel yang berbentuk maupun amorf. Fibroblas merupakan sel yang besar, agak
memipih, seringkali agak berbentuk bulat panjang dan ovoid, disetai tonjolan-
dari selnya dapat diperlihatkan dengan beberapa cara pewarnaan, misalnya dengan
pembuatan sediaan bentangan jaringan ikat yang diwarnai dengan cat basa seperti
methylene blue, dilihat dengan mikroskop cahaya, sitoplasma fibroblas yang tercat
pucat pada pewarnaan ini seringkali meluas secara teratur dari badan sel dalam
dibentuk di celah ekstra sel dari molekul kolagen berupa serabut kolagen yang
dapat merupakan gerakan merambat secara perlahan. Pada luka terbuka, fibroblas
matriks ekstraseluluer, dan akhirnya terbentuk jaringan parut yang menutup luka
(Leeson, 1996).
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
antioksidan ↑
seas
seas
mati hidup
Keterangan:
= tidak diteliti
sel = diteliti
fibrobl = merangsang
as
23
24
bahan aktif dan salah satunya yang diketahui paling banyak yaitu dari golongan
berperan penting dalam menetralisasi radikal bebas dalam tubuh dan dapat
Karena adanya efek antioksidan yang dikandung oleh sirih merah (Piper
Untuk mengetahui efek toksisitas ekstrak etanol daun sirih merah (Piper
crocatum) terhadap sel fibroblas maka perlu dilakukan uji sitotoksisitas dengan
menggunakan esei MTT. Hal ini dapat diketahui dengan tidak direduksinya garam
MTT karena tidak adanya aktifitas mitokondria sel yang hidup, dengan begitu
dapat diketahui berapa besar sifat toksik yang dimiliki oleh ekstrak daun sirih
merah.
25
Ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) tidak bersifat toksik
Ekstrak etanol daun sirih merah konsentrasi 100%, 50%, 25%, dan 12,5%
(μ1 - μ2)2
= 2. 0,043954 (1,96+0,842)2
(0,109875 – 0,476875)2
=7
Keterangan:
σ = standar deviasi
Z = konstanta
µ1 = rata-rata kontrol
µ2 = rata-rata perlakuan
26
27
Konsentrasi ekstrak etanol daun sirih merah 100%, 50%, 25%, dan
12,5 %.
1. Ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) adalah sediaan pekat
yang didapat dengan cara maserasi daun sirih merah dengan menggunakan
pelarut etanol.
menghitung jumlah sel yang hidup, setelah terpapar bahan yang akan diuji.
3. Sel BHK-21 adalah kultur sel fibroblas ginjal hamster (Baby Hamster
Surabaya.
mengukur densitas optik dari larutan yang dihasilkan. Reaksi warna biru
28
keunguan digunakan sebagai ukuran dari jumlah sel hidup dengan bantuan
Alat:
2. Flask (Nunc)
3. Microplate
4. Pipet pasteur
6. Incubator ESCO
9. Multichannel
10. Singlechannel
29
Bahan:
4. Penstrep 1%
5. Kanamycin
8. Pereaksi MTT
1. Timbang serbuk daun sirih merah yang akan diekstraksi sebanyak 200 g.
ditambahkan lagi dengan alkohol 70% sebanyak 200 ml, diamkan semalam.
Dari serbuk daun sirih merah sebanyak 200 gram dan menggunakan pelarut
alkohol 70% total sebanyak 1000 ml maka didapatkan hasil ekstrak sebanyak
Proses pengenceran ekstrak etanol daun sirih merah dilakukan dengan cara
menggunakan rumus:
Keterangan:
(Tambayong, 2001).
laminar flow.
1%, Foetal Bovine Serum (FBS) 5%, Fungizone 100 unit/ml, sebanyak 100
µl.
3. Konsentrasi ekstrak etanol daun sirih merah 100%, 50%, 25%, dan
well. Disiapkan pula kontrol sel dan kontrol media. Kontrol sel adalah tiap
well berisi sel dan media kultur saja. Kontrol media adalah tiap well yang
CO2..
sel akan tertinggal dalam well. Pereaksi MTT dalam PBS yang telah
32
Identifikasi tanaman
normal dan homogen. Analisis data menggunakan uji Kruskal-Wallis Test dan
tinggi angka optical density, menunjukan jumlah sel fibrobas yang hidup semakin
banyak. Nilai optical density dari formazan pada ekstrak etanol daun sirih merah
(Piper crocatum) yang diukur dengan elisa reader dapat dilihat pada tabel 5.1
Tabel 5.1 Nilai rerata optical density pada formazan ekstrak etanol daun sirih
merah (Piper crocatum), simpang baku dan persentase sel hidup
X SD %
Keterangan:
X = Rerata nilai optical density
SD = Simpang Baku
% = Rerata persentase sel hidup
35
36
100
80
60
Persentase sel
fibroblas yang
40
hidup
20
0
12,5% 25% 50% 100%
Pada gambar 5.1 tampak bahwa yang menunjukan nilai optical density
yang paling tinggi pada kelompok perlakuan konsentrasi 100%, sedangkan yang
menunjukan nilai optical density yang paling rendah pada kelompok perlakuan
konsentrasi 25%.
mempunyai nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (p>0,05), artinya seluruh
homogen, maka untuk mengetahui adanya perbedaan nilai optical density pada
(memenuhi syarat p < 0,05) sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang
bermakna.
kontrol. Dari hasil yang didapatkan uji statistik Mann-Whitney Test (tabel 5.2),
jika nilai p<0,05 menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna, sedangkan jika
sel media
Kontrol media -
Sirih merah (Piper crocatum) merupakan salah satu tanaman yang dapat
kimia ekstraketanol daun sirih merah dan didapatkan bahwa sirih merah
Selain itu daun sirih merah mengandung nilai nutrisi yang dibutuhkan untuk
terkandung pada ekstraketanol 70% daun sirih merah adalah golongan asam
dan vitamin E (Alfarabi, 2010). Hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
penggunaan daun sirih merah sebagai bahan obat alternatif untuk Stomatitis
(SAR) yang alami maka harus diuji terlebih dahulu dengan uji biokompatibilitas
sesuai dengan syarat material di bidang kedokteran gigi terutama yang digunakan
di dalam mulut. Salah satu pengujian untuk menentukan berbagai sifat dari suatu
bahan kedokteran gigi adalah uji sitotoksisitas terhadap jaringan (Maat, 2001).
Untuk mengetahui sitotoksisitas ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum)
Penelitian uji sitotoksisitas ekstrak etanol daun sirih merah terhadap sel
fibroblas ini menggunakan ekstrak etanol daun sirih merah dengan konsentrasi
38
39
Penelitian ini merupakan uji pendahuluan, yaitu uji toksisitas dari bahan
secara in vitro yang diujikan secara langsung pada kultur sel atau jaringan. Uji
menyerupai keadaan in vivo. Sel yang akan diteliti dipindah dari jaringan asalnya,
pertumbuhan dan nutrisi yang cukup pada temperatur 37 C dan lingkungan gas
enzim dari retikulum endoplasma dan mitokondria. Dengan demikian jumlah sel
yang hidup dapat diukur sebagai konsentrasi hasil produksi MTT. Parameter
sitotoksisitas yang utama berdasarkan pada nilai absorbansi. Apabila warna sel
semakin pekat (biru keunguan), maka nilai absorbansi semakin tinggi yang berarti
semakin banyak sel yang hidup. Namun bila warna sel semakin pudar, maka nilai
absorbansi semakin rendah, artinya banyak sel yang mati (Fazwishni dkk, 2000).
Pada penelitian uji sitotoksisitas ekstrak etanol dauh sirih merah (Piper
Crocatum) terhadap sel fibroblas ini didapatkan bahwa jumlah sel hidup pada
konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5% secara berurutan adalah 100%, 63,47%,
52,52%, dan 56,21%. Hal ini berarti persentase sel hidup menunjukan lebih dari
50% setelah terpapar ekstraketanol daun sirih merah (Piper crocatum) yang
ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) dengan konsentrasi 100% dan
(Piper crocatum) dengan konsentrasi 25%. Pada konsentrasi 12,5%, 25% dan
aktif yang terkandung di dalamnya juga semakin sedikit. Pada konsentrasi 12,5%,
dan 25% jumlah sel fibroblas mengalami penurunan. Mekanisme dan intensitas
kematian sel tergantung pada kadar bahan atau obat yang berkontak dengan sel.
Sel yang terpapar bahan atau obat melebihi puncak paparan akan menyebabkan
persentase sel hidup sebesar 100% yang artinya tidak terjadi kematian sel. Hal ini
disebabkan kemungkinan oleh adanya kadar bahan yang terkandung dalam sirih
merah (Piper crocatum) 70% ditemukan bahwa polifenol merupakan bahan aktif
yang paling banyak terdapat dalam sirih merah yaitu sebesar 44,69% (Alfarabi,
polifenol. Flavonoid merupakan senyawa yang terdapat dalam sirih merah (Piper
2011). Hal ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang
oksidasi lipid (Alfarabi dkk, 2010). Antioksidan mampu memblokir inisiasi dari
memicu proliferasi sel fibroblas (Kumar dkk, 2000). Migrasi dan proliferasi dari
growth factor (PDGF), fibroblast growth factor (FGF), epidermal growth factor
(EGF) dan transforming growth factor-β (TGF-β). TGF-β yang terkandung dalam
sel inflmasi, jika muncul akan memberikan peran yang penting karena dapat
diproduksi oleh sel-sel dalam jaringan granulasi serta menyebabkan migrasi dan
yang terbentuk oleh peningkatan aktifitas fibronektin akan menjadi kerangka bagi
polifenolat (Yulias dkk, 2011). Daun sirih merah juga mengandung nilai nutrisi
dan C (Prahastuti, 2004) Saponin diketahui sebagai salah satu senyawa yang
dengan aktifasi TGF-β (Kanzaki, 1998). Selain itu terpenoid merupakan bahan
oleh sel fibroblas (Waha, 2000). Bahan aktif lain yang terkandung dalam sirih
merah yaitu vitamin A dan vitamin C yang berperan secara tidak langsung
(Jeffcoate dkk, 2004). Salah satu fungsi makrofag yaitu menghasilkan Gowth
factor yang berperan dalam proliferasi sel fibroblas (Vegad, 1995). Selain itu
Berdasarkan sitokin yang dihasilkan sel T helper (Th) dibagi menjadi Th1 dan
Th2. Sel Th1 akan menghasilkan sitokin interlukin-2 (IL-2) dan Tumor Necrosis
dalam bentuk asam retinoat (alltrans retinoic acid) juga merupakan regulator
dan melepaskan mediator inflamasi seperti Tumor Necrosis Factor alpha (TNF-α)
dan interlukin-1 (IL-1) yang mempercepat aktifasi sel fibroblas dan sel epitel
potensi daun sirih merah sebagai obat penyembuh luka dalam perawatan SAR
7.1 Simpulan
daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap sel BHK-21 menggunakan esei MTT
1. Ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) tidak toksik terhadap sel
BHK-21.
7.2 Saran
1. Perlu penelitian lebih lanjut tentang sitotoksisitas ekstrak etanol daun sirih
2. Perlu penelitian lebih lanjut tentang penggunaan bahan sirih merah (Piper
43
DAFTAR PUSTAKA
Anita Y. 2005. Uji Biokompatibilitas Resin Akrilik Jenis Otopolimerisasi pada Sel
Fibroblas. Majalah Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. 63: 128
Craig RG and Powell JM. 2002. Restorative Dental Materials. 6th wd. London.
Mosby Co. p. 135-40
Dalimartha S dan Soedibyo M. 1999. Awet Muda Dengan Tumbuhan Obat dan
Diet Supleme. Trubus Agriwidya. p. 36-40
Douglas M and Alan L.Miller. 2003. Nutritional Support for Wound Healing.
Availabe at http://www.thorne.com/altmedrev/.fulltext/8/4/359.pdf.
Accessed on January 2013
Doyle A and Grififths JB. 2000. Cell and Tissue Culture for Medical Research.
John Wiley & Sons. LTD. New York. p. 49
44
45
Fazwishni S dan Hadjiono BS. 2000. Uji Sitotoksisitas dengan Esei MTT. Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 7: 28-32
Freshney RI. 2000. Culture of Animal Cell; a Manual of Basic Technique 4th
Edition. New York: Wiley Liss Inc. p. 329-60
Harahap AO. 2006. Kesembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Minor Dengan
Pemberian Daun Pegagan (Centella asiatica). Jurnal Ilmiah dan
Teknologi Kedokteran Gigi FKG UDPM Jakarta. p. 92-5
Inggit P dan Esti M. 2011. Karakteristik Morfologi Daun Sirih Merah: Piper
crocatum dan Piper porphyrophyllym N.E.Br. Koleksi Kebun Raya Bogor.
Berkas Penelitian Hayati Edisi Khusus 7A: 83-5
Jeffcoate W, Price P and Harding KG. 2004. Wound Healing and Treatments for
People With Diabetic Foot Ulcers. Diabet Metab Res Rev 20(1):78-89
Kumar V, Cotran R, Robbins S. 2000. Buku Ajar Patologi 7th ed. Jakarta:EGC. p.
56-63
Lameshow S, Homer Jr. DW, Klar J, Lwanga SK. 1990. Adequacy of Sample Size
in Health Studies. Toronto: World Health Organization pub. John Wuley
and Sons. p. 9-11
Lesson CR, Leeson TS, Papparo AA. 1996. Buku Ajar Histologi. Edisi V. Cetakan
VI. Jakarta. EGC. p. 116-7
Parwata I.M.O.A dan Dewi P. 2008. Isolasi Dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak
atsiri Dari Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga L.). Jurnal Kimia 2 (2:
100-4
Regezy JA, Sciubba JJ, and Jordan RC. 2003. Oral Pathology. Ed. USA, Sanders.
p. 38-42
Robins SL and Kumar V. 1999. Buku Ajar Patologi I 4th Edition. Jakarta. p. 53-65
Soenartyo H. dan Rianti Devi. 2003. Uji sitotoksisitas Ekstrak Coleus amboinicuc,
Lour Menggunakan Esei MTT. Majalah Kedokteran Gigi (Dental journal).
36(2)
Underwood JC. 1999. Patologi Umum dan Sistematik 2nd ed. Jakarta:EGC. p. 247-
54
Van der Vossen and Wessel M. 2000. Plants Resources of South-East Asia .
Stimulants. p. 102
Waha MG. 2000. Sehat Dengan Mengkudu. Jakarta MSF Group. p. 1-16
Wray D, Lowe GD, Dagg JH, Felix JD, and Scully C. 2003. Textbook of General
and Oral Medicine. Edinburg, Hartcourt Publ. Ltd. p. 31
Yulias NW, Agnes B, Igustin AS. 2011. Aktifitas Mukolitik In Vitro Ekstrak
Etanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz dan Pav.) Pada Mukosa
Usus Sapi dan Identifikasi Kandungan Kimianya. Availabe at
http://www.unwahas.ac.id/publikasiilmiah/index.php/ilmuFarmasidanklini
i/article/view/381/495. Accessed on January 2013
LAMPIRAN
48
49
NPar Tests
N 7 7 7 7 7 7
a,b
Normal Parameters Mean .3823 .1111 .5961 .2020 .1480 .1663
Std. Deviation .04726 .01064 .04589 .01933 .01309 .05968
Most Extreme Absolute .139 .182 .213 .336 .220 .347
Differences Positive .117 .182 .155 .204 .154 .347
Negative -.139 -.172 -.213 -.336 -.220 -.239
Kolmogorov-Smirnov Z .368 .482 .564 .889 .583 .919
Asymp. Sig. (2-tailed) .999 .974 .908 .408 .886 .367
3.950 5 36 .006
ANOVA
Hasil
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
NPar Tests
Kruskal-Wallis Test
Ranks
100 % 7 39.00
50 % 7 23.14
25 % 7 14.93
12,5 % 7 15.50
Total 42
a,b
Test Statistics
Hasil
Chi-square 36.756
df 5
Asymp. Sig. .000
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
b
Test Statistics
Hasil
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 28.000
Z -3.134
Asymp. Sig. (2-tailed) .002
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .001
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Total 14
b
Test Statistics
Hasil
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 28.000
Z -3.130
Asymp. Sig. (2-tailed) .002
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .001
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
50 % 7 4.00 28.00
Total 14
b
Test Statistics
Hasil
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 28.000
Z -3.134
Asymp. Sig. (2-tailed) .002
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .001
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
25 % 7 4.00 28.00
Total 14
b
Test Statistics
Hasil
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 28.000
Z -3.134
Asymp. Sig. (2-tailed) .002
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .001
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Total 14
b
Test Statistics
Hasil
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 28.000
Z -3.130
Asymp. Sig. (2-tailed) .002
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .001
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Total 14
b
Test Statistics
Hasil
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 28.000
Z -3.134
Asymp. Sig. (2-tailed) .002
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .001
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
50 % 7 11.00 77.00
Total 14
b
Test Statistics
Hasil
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 28.000
Z -3.137
Asymp. Sig. (2-tailed) .002
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .001
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
25 % 7 10.86 76.00
Total 14
b
Test Statistics
Hasil
Mann-Whitney U 1.000
Wilcoxon W 29.000
Z -3.009
Asymp. Sig. (2-tailed) .003
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .001
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Total 14
b
Test Statistics
Hasil
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 30.000
Z -2.878
Asymp. Sig. (2-tailed) .004
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
dimension1
50 % 7 4.00 28.00
Total 14
b
Test Statistics
Hasil
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 28.000
Z -3.134
Asymp. Sig. (2-tailed) .002
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .001
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok
56
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
dimension1
25 % 7 4.00 28.00
Total 14
b
Test Statistics
Hasil
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 28.000
Z -3.134
Asymp. Sig. (2-tailed) .002
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .001
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
dimension1
12,5 % 7 4.00 28.00
Total 14
b
Test Statistics
Hasil
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 28.000
Z -3.130
Asymp. Sig. (2-tailed) .002
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .001
a. Not corrected for ties.
57
b
Test Statistics
Hasil
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 28.000
Z -3.130
Asymp. Sig. (2-tailed) .002
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .001
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
dimension1
25 % 7 4.14 29.00
Total 14
b
Test Statistics
Hasil
Mann-Whitney U 1.000
Wilcoxon W 29.000
Z -3.009
Asymp. Sig. (2-tailed) .003
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .001
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
dimension1
12,5 % 7 5.71 40.00
Total 14
b
Test Statistics
Hasil
Mann-Whitney U 12.000
Wilcoxon W 40.000
Z -1.604
Asymp. Sig. (2-tailed) .109
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .128
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
dimension1
12,5 % 7 7.07 49.50
Total 14
b
Test Statistics
Hasil
Mann-Whitney U 21.500
Wilcoxon W 49.500
Z -.384
Asymp. Sig. (2-tailed) .701
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .710
Keterangan:
1 = Kontrol sel
2 = Kontrol media
3 = Ekstrak etanol sirih merah konsentrasi 100%
4 = Ekstrak etanol sirih merah konsentrasi 50%
5 = Ekstrak etanol sirih merah konsentrasi 25%
6 = Ekstrak etanol sirih merah konsentrasi 12,5%
60