Anda di halaman 1dari 24

KOMPETENSI SUPERVISI

Kepala Sekolah
1. Kompetensi Supervisi
Sekolah melaksanakan tanggung jawab paling produktif jika terdapat konsensus tentang
tujuan sekolah dan semua pihak bersama-sama berusaha mencapainya. Posisi kepala
sekolah dalam hal ini adalah bertanggung jawab untuk menyelenggarakan sekolah secara
produktif. Persoalannya adalah bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut kepala
sekolah tidak mungkin melaksanakan seluruh kegiatan sendiri, oleh karena itu ada
pendelegasian kepada guru maupun staff, untuk memastikan bahwa pendelegasian tugas
itu dilaksanakan secara tepat waktu dengan cara yang tepat atau tidak maka diperlukanlah
supervisi yaitu menyelia pekerjaan orang lain (Depdikbud, 2007:227).

Bentuk supervisi yang paling efektif terjadi jika staff, peserta didik, dan orang tua
memandang kepala sekolah sebagai orang yang tahu persis tentang hal-hal yang terjadi
disekolahnya. Dalam kontek ini, dengan melakukan supervisi maka akan dilakukan
tindakan kunjungan kelas, berbicara dngan guru, peserta didik, dan orang tua,
mengikuti perkembangan masyarakat sekolah, orang-orang dan peristiwa yang terjadi
dalam rangka memenuhi tanggungjawab ini (Peter F.Olivia,1992).

Kompetensi supervisi ini setidaknya mencakup (1) merencanakan program supervisi


akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru (2) melaksanakan supervisi
akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan tehnik supervisi yang
tepat (3) menindaklanjuti hasil supervisi akademis terhadap guru dalam rangka
peningkatan profesionalisme guru (Depdiknas, 2007:228).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dalam penelitian ini yang dimaksud
dengan kompetensi supervisi adalah pengetahuan dan kemampuan kepala sekolah
dalam merencanakan, melaksanakan dan menindaklanjuti supervisi dalam upaya
meningkatkan kualitas sekolah

Di tingkat persekolahan, peran strategis guru dan staff dalam meningkatkan kualitas
layanan hanya mungkin dapat dikembangkan dengan pembinaan dan pengembangan.
Salah satu bentuk supervisi adalah supervisi pengajaran, yang perlu diarahkan pada
upaya-upaya yang sifatnya memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk dapat
berkembang secara profesional (Djaman Satori, 1989). Beberapa alasan yang mendasari
pentingnya supervisi pengajaran adalah : (1) bertujuan meningkatkan kualitas
pembelajaran di kelas, (2) memadukan perbaikan pengajaran secara relatif menjadi lebih
sempurna dan mantap yang berarti memberi dukungan langsung kepada guru dalam
rangka mencapai tingkat kompetensi yang disyaratkan, (3) upaya untuk meningkatkan
kualitas dan kemampuan guru.

Situasi dalam suatu instansi selalu berubah, tuntutan institusi semakin lama semakin
meningkat sejajar dengan perkembangan iilmu pengetahuan dan tehnologi dan tantangan
global. Oleh karena itu suatu institusi akan selalu berupaya memiliki sumber daya manusia
yang lebih berkualitas, termasuk dalam hal ini institusi sekolah.

Institusi pendidikan salah satunya adalah sekolah perlu memiliki guru yang berkualitas,
yaitu guru yang profesional, guru yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan tehnologi , demikian dituntut kreatifitas dan inovasi. Dalam
kenyataan di sekolah guru ternyata sangat bervariatif, antara lain : (1) ada guru yang
memiliki abstraksi tinggi dan komitmen tinggi, (2) ada guru yang memiliki komitmen tinggi
dan abstraksi rendah, (3) ada guru yang memiliki komitmen rendah tetapi abstraksi tinggi,
dan (4) guru yang memiliki abstraksi rendah dan komitmen rendah (Glikman, 1981:48).
Oleh karena terdapat perbedaan yang demikian maka diperlukan pendekatan supervisi
yaang berbeda-beda. Pendekatan supervisi berturut-turut adalah pertama, pendekatan
non-direktif, kedua, pendekatan direktif, pendekatan kolaboratif.

Ketidaktepatan pendekatan supervisi yang digunakandapat meningkatkan kemandekan


kinerja guru, sebaliknya ketepatan pelaksanaan supervisi yang bersifat teknis akan
meningkatkan kinerja guru. Sedangkan tingkat kinerja guru dalam hubungannya dengan
supervisi ditentukan oleh situasi proses belajar mengajar yang lebih baik, meningkatnya
kemampuan mengatasi permasalahan tugas dilapangan secara profesional, pelaksanaan
supervisi yang demokratis, sistematis, konstruktif, kreatif, kooperatif dan terus menerus
(Sutisna, 1983:29). Peter F.Olivia menambahkan bahwa supervisi yang baik yang
meliputi aspek teknologi pengajaran, ko-kurikuler, proses belajar mengajar (1987 :13).

Dalam konsep supervisi pengajaran tercakup dua konsep yang berbeda, walaupun pada
pelaksanaannya saling terkait, yaitu supervisi kelas dan supervisi klinis. Supervisi kelas
dimaksudkan sebagai upaya untuk mengidentifikasi permasalahan pembelajaran yang
terjadi dalam kelas dan menyusun alternatif pemecahannya. Supervisi klinis merupakan
layanan profesional dari kepala sekolah dan pengawas karena adanya masalah yang
belum terselesaikan dalam pelaksanaan supervisi kelas. Sergiovanni dan Starrat (1983)
menyebutkan bahwa supervisi kelas bersifat top-down, artinya perbaikan pengajaran
ditentukan oleh supervisor, sedangkan supervisi klinis bersifat bottom-up, yaitu
kebutuhan program ditentukan oleh persoalan-persoalan otentik yang dialami guru.
Dalam praktik pengawasan di lingkungan sistem persekolahan selama ini, masih sering
terdapat kekeliruan yaitu : (1) pengawasan persekolahan masih mengutamakan aspek
teknis administratif daripada aspek akademis dan pembelajaran ; (2) pengawasan lebih
ke segi fisik pendukung pembelajaran, seperti pengelolaan dana, pegawai, bangunan, alat
dan fasilitas lainnya. Padahal aspek yang harus mendapat perhatian adalah berkaitan
dengan penyelenggaraan proses pembelajaran di sekolah atau di sekolahan. Penampilan
fisik sekolah dan bukti fisik kegiatan guru (berupa catatan dan laporan tertulis) adalah
penting, akan tetapi yang lebih penting adalah kualitas proses pembelajaran yang dialami
para peserta didik. Dokumen, catatan, dan laporan administrasi guru dapat digunakan
untuk memperoleh gambaran tentang kualitas proses dan hasil pembelajaran peserta
didik.

Pengawasan pendidikan adalah kedudukan yang strategis dan penting dalam


peningkatan mutu proses belajar mengajar. Dengan demikian para supervisor
pendidikan (dalam hal ini kepala sekolah dan pengawas) harus memiliki kemampuan
profesional yang handal dalam pelaksanaan supervisi pembelajaran (instructional
supervision), kemampuan profesional pengawas diperlukan untuk meningkatkan kualitas
pembinaan guru di sekolah. Masalah peningkatan kualitas pembinaan guru di sekolah
pada hakekatnya berkaitan dengan peranan superevisor dalam memberikan bantuan
dan pelayanan profesional bagi guru-guru agar mereka lebih mampu melaksanakan
tugas pokoknya. Kualitas kinerja supervisor sekolah perlu dilandasi dengan peningkatan
kemampuan supervisi para pengawas dalam melaksanakan kewajibannya secara
bertanggungjawab.
Dalam organisasi pendidikan (sistem sekolah) istilah supervisi sudah lama dikenal dan
dibicarakan. Istilah supervisi kelas mengacu kepada misi utama pembelajaran, yaitu
kegiatan yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses dan prestasi
akademik. Dengan kata lain, supervisi kelas adalah kegiatan yang berurusan dengan
perbaikan dan peningkatan proses dan hasil pembelajaran di sekolah ( Depdikbud , 2004).

Dalam konteks profesi pendidikan, khususnya profesi mengajar, mutu pembelajaran


merupakan refleksi dari kemampuan profesional guru. Karena itu supervisi kelas
berkepentingan dengan upaya peningkatan kemampuan profesional guru yang berdampak
terhadap peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran. Dengan demikian fungsi
supervisi kelas adalah salah satu mekanisme untuk meningkatkan kemampuan profesional
guru dalam upaya mewujudkan proses belajar peserta didik yang lebih baik melalui cara
mengajar yang lebih baik pula. Dalam analisis terakhir, keefektifan supervisi kelas
indikatornya adalah peningkatan hasil belajar peserta didik. Hubungan antara perilaku
supervisi, perilaku mengajar, perilaku belajar, dan hasil belajar dapat dilihat pada gambar
berikut :
Perilaku Perilaku Perilaku

Supervisi Mengajar Belajar

Umpan Balik HASIL BELAJAR

Hubungan antara Perilaku Supervisi, Perilaku Mengajar, Perilaku Belajar, dan Hasil
Belajar

Perilaku supervisi diarahkan pada perbaikan perilaku mengajar guru yang berdampak
terhadap perilaku belajar siswa dapat digunakan sebagai umpan balik bagi perbaikan
perilaku mengajar dan perilaku supervisi.

Sasaran supervisi kelas adalah proses pembelajaran peserta didik dengan tujuan
meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran. Proses pembelajaran dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti guru, peserta didik, kurikulum, alat dan buku-buku pelajaran, serta
kondisi lingkungan sosial dan fisik sekolah. Dalam konteks ini, guru merupakan faktor
yang paling dominan. Karena itu, supervisi kelas menaruh perhatian utama pada upaya-
upaya yang bersifat memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk berkembang
secara profesional, sehingga mereka lebih mampu dalam melaksankan tugas pokoknya
yaitu melaksanakan dan meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang direfleksikan
dalam kemampuan-kemampuan : (1) merencanakan kegiatan pembelajaran; (2)
melaksanakan kegiatan pembelajaran; (3) menilai proses dan hasil pembelajaran; (4)
memanfaatkan hasil penilaian bagi peningkatan layanan pembelajaran; (5) memberikan
umpan balik secara tepat, teratur, dan terus menerus kepada peserta didik; (6) melayani
peserta didik yang mengalami kesulitan belajar; (7) menciptakan lingkungan belajar yang
menyenangkan; (8) mengembangkan dan memanfaatkan alat bantu dan media
pembelajaran; (9) memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia; (10)
mengembangkan interaksi pembelajaran (strategi, metode, dan teknik) yang tepat; (11)
melakukan penelitian praktis bagi perbaikan pembelajaran.

Pemberdayaan akuntabilitas profesional guru hanya akan berkembang apabila didukung


oleh penciptaan budaya sekolah sebagai organisasi belajar. Istilah organisasi belajar
dimaksudkan sebagai suatu organisasi dimana para anggotanya menunjukkan kepekaan
terhadap masalah-masalah yang dihadapi dan berupaya untuk mengatasi masalah
tersebut tanpa desakan atau perintah dari pihak luar. Kepala sekolah dan guru tidak hanya
bekerja menunaikan tugas dan kewajiban yang dibebankan kepadanya, melainkan pula
memiliki sikap untuk selalu meningkatkan mutu pekerjaaannya dan oleh karenanya
mereka terus belajar untuk mempelajari cara-cara yang paling baik. Mereka dapat
dikelompokkan sevagai “professional learners”.
Jadi sasaran lain dari supervisi pendidikan adalah menjadikan kepala sekolah dan guru
sebagai professional learners, yaitu para profesional yang menciptakan budaya belajar
dan mereka mampu belajar terus menyempurnakan pekerjaannya. Budaya ini
memungkinkan terjadinya peluang inovasi dari bawah (bottom-up innovation) dalam
proses pembelajaran. Kepala sekolah menduduki posisi kunci dalam penciptaan budaya
tersebut.
Aspek lain yang akan mendukung pemberdayaan akuntabilitas profesional guru adalah
tersedianya sumber daya pendidikan untuk mendukung produktivitas sekolah, khususnya
mendukung proses pembelajaran yang bermutu. Alat peraga, alat pelajaran, fasilitas
laboratorium, perpustakaan, dan sejenisnya sangat diperlukan bagi terwujudnya proses
pembelajaran yang bermutu. Sumber daya pendidikan seperti itu memungkinkan peserta
didik terlibat secara aktif melalui bervariasinya kegiatan pembelajaran yang lebih kaya.
Jadi sasaran yang ketiga dari supervisi kelas adalah membina kepala sekolah dan gruu-
guru untuk memiliki kemampuan manajemen sumber daya pendidikan. Kemampuan
manajemen sumber daya pendidikan tersebut meliputi kemampuan dalam pengadaan,
penggunaan/pemanfaatan, dan merawat/memelihara.

Supervisi kelas dilaksanakan atas dasar keyakinan sebagai berikut : (1) pengawasan
terhadap penyelenggaraan proses pembelajaran (PBM) hendaknya menaruh perhatian
yang utama pada peningkatan kemampuan profesional gurunya, yang pada gilirannya
akan meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran; (2) pembinaan yang tepat dan
terus menerus yang diberikan kepada guru-guru berkontribusi terhadap peningkatan mutu
pembelajaran; (3) peningkatan mutu pendidikan melalui pembinaan profesional guru
didasarkan atas keyakinan bahwa mutu pembelajaran dapat diperbaiki dengan cara paling
baik di tingkat sekolah/kelas melalui pembinaan langsung dari orang-orang yang
bekerjasama dengan guru-guru untuk memperbaiki mutu pembelajaran; (4) supervisi
yang efektif dapat menciptakan kondisi yang layak bagi pertumbuhan profesional guru-
guru. Kondisi ini ditumbuhkan melalui kepemimpinan partisipatif, di mana guru-guru
merasa dihargai dan diperlukan. Dalam situasi seperti ini akan lahir saling kepercayaan
antara para pembina (pengawas, kepala sekolah) dengan guru-guru, antara guru dengan
guru, dan di antara pembina sendiri. Guru-guru akan merasa bebas membicarakan
pekerjaannya dengan pembina jika ada keyakinan bahwa pembina akan menghargai
pikiran dan pendapatnya; (5) supervisi yang efektif dapat melahirkan wadah kerjasama
yang dapat mempertemukan kebutuhan profesional guru-guru. Melalui wadah ini, guru-
guru memiliki kesempatan untuk berpikir dan bekerja sebagai suatu kelompok dalam
mengidentifikasi dan memecahkan masalah (Hamid Muhamad :2002).

KOMPETENSI MANAJERIAL
KEPALA SEKOLAH
Bangkit Riyowanto

1.Kompetensi Manajerial
Manajemen atau pengelolaan dapat berarti macam-macam tergantung kepada siapa yang
membicarakannya. Istilah manajemen sendiri berasal dari “manage” yang padanan dalam
bahasa Indoensia adalah kelola. Pengertian umum dari manajemen adalah proses
mencapai hasil dengan mendayagunakan sumber daya yang tersedia secara produktif
(Depdiknas,2007:126).

Dalam kontek manajerial sekolah maka seorang kepala sekolah dituntut untuk dapat
menjalankan kompetensi sebagai berikut : (1) menyusun perencanaan sekolah/madrasah
untuk berbagai tingkatan. perencanaan (2) mengembangkan organisasi
sekolah/madrasah sesuai kebutuhan (3) memimpin sekolah/madrasah dalam rangka
pendayaagunaan sumber daya sekolah/ madrasah secara optimal, (4) mengelola
perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajaran yang
efektif (5) menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif
bagi pembelajaran anak didik (6) mengelola guru dan staff dalam rangka pendayagunaan
sumberdaya manusia secara optimal (7) mengelola sarana dan prasarana
sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optima (8) mengelola hubungan
sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan, ide, sumber
belajar, dan pembiayaan sekolah (9) mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan
peserta didik barn dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik. (10)
mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai arah dan tujuan
pendidikan nasional (11) mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip
pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien (12) mengelola ketatausahaan
sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah (13)
mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan
pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah (14) mengelola sistem
informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan
keputusan (15) memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan
pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah (16) melakukan monitoring, evaluasi,
dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang
tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.

Manajemen pendidikan dimaknai sebagai aktifitas memadukan sumber-sumber


pendidikan agar terpusat dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan (Made
Pidarta 2008:4).Yang dimaksud dengan sumber-sumber daya pendidikan disini adalah
ketenagaan, dana, sarana dan prasarana termasuk informasi. Dengan demikian maka
kemampuan seorang manajer dalam menjalankan tugas menejerial adalah memadukan
sumber daya tersebut . Dalam definisi ini tentu saja meliputi proses perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian sebagai fungsi manajemen
(Sudibyo:2008). Bagaimana sumberdaya direncanakan, diorganisasikan, diarahkan, dan
dikendalikan dalam upaya mencapai tujuan organisasi inilah pertanyaan yang harus
dijawab dalam tugas manajerial.

Sedangkan Ricard (1975:168) mendefinisikan manajemen pendidikan sebagai upaya


seseorang untuk mengarahkan, dan memberi kesempatan kepada orang lain untuk
melaksanakan pekerjaan secara efektif, dan menerima pertanggungjawaban pribadi untuk
mencapai pengukuran hasil yang ditetapkan. Dalam kontek ini selain ditekankan pada
pencapaian fungsi-fungsi manajemen dan hasil yang dapat diukur dengan jelas, oleh
karena itu tujuan harus dirumuskan dengan jelas dalam suatu ukurfan yang dapat dihitung
sehingga jelas perbandingannya anatara perencanaan dengan hasil yang dicapai atas
dasar perencanaan. Dengan kata lain manajemen membutuhkan suatu standar sebagai
ukuran keberhasilan.

Manajer adalah seorang yang berusaha untuk mencapai maksud-maksud yang dapat
dihitung, dan administrator sebagai orang yang berikhtiar untuk maksud-maksud yang
tidak dapat dihitung tanpa mengindahkan akibat akibat akhir dari pencapaiannya (Oteng
Sutrisno, 1985:15).
Tendik Org. (2008) kompetensi manajerial ini harus dipahami secara lebih luas, misalnya
dalam perencanaan seorang kepala sekolah harus menguasai teori perencanaan dan
seluruh kebijakan pendidikan nasional sebagai landasan dalam perencanaan sekolah, baik
perencanaan yang strategis, perencanaan yang operasional, perencanaan tahunan,
perencanaan kebutuhan dan anggaran sekolah. Penyusunan perencanaan ini juga meliputi
perencanaan operasional, perencanaan strategis dengan memegang teguh prinsip
perencanaan yang baik.
Dalam hal pengembangan organisasi juga dikatakan bahwa kepala sekolah harus
menguasai teori dan seluruh kebijakan pendidikan nasional dalam mengembangkan
organisasi sekolah, prinsip efisiensi dan efektifitas pengembangan harus diutamakan.

AB Susanto (2008:86) menyebutkan bahwa manajerial yang sukses menampakkan hal


berikut : (1) Manajemen harus mampu mengkritisi diri sendiri, mampu mengakui,
menerima, serta belajar dari kesalahan masa lalu, (2) Mendorong konfrontasi yang
terbuka maupun konstruktif dan dipandang sebagai sebuah metode pemecahan masalah
(3) Keputusan dengan konsensus, keputusan bersama yang dibuat harus didukung
sepenuhnya., posisi dalam organisasi tidak menjamin kualitas ide (4) manajemen yang
terbuka dan berlaku sesuai dengan etika dengan mengatakan hal yang sebenarnya dan
memberikan perlakuan yang sama bagi setiap karyawannya (5) percaya pada prinsip kerja
keras, dimana produktifitas yang tinggi adalah sesuatu yang dibanggakan, memiliki
komitmen jangka panjang, jika terjadi masalah dengan karir pengunduran diri lebih baik
daripada pemberhentian.

Berdasar uraian diatas maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kompetensi
manajerial adalah kemampuan kepala sekolah dalam mengorganisasi dan
mengembangkan sumber saya sekolah untuk menciptakan lingkungan belajar yang
efektif, efisien.

Seorang kepala sekolah sangat penting memiliki pengetahuan kekepalasekolahan


(Sudarwin Danim, 2009:24) sebab implementasi tugas pokok dan fungsi kepala sekolah
tidak cukup mengandalkan aksi-aksi praktis dan fragmentasi, melainkan berbasis pada
pengetahuan bidang manajemen dan kepemimpinan yang cerdas. Hakikat pengetahuan
adalah segenap apa yang kepala sekolah ketahui tentang sestuau obyek tertentu.
Pengetahuan itu sendiri merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau
tidak langsung turut memperkaya kehidupan kepala sekolah.

Merujuk pada pemikiran Rich (1981) ada lima ranah pengetahuan yang harus dimiliki
kepala sekolah yaitu pengetahuan praktis, intelektual, smaal talk, pengetahuan spiritual
dan pengetahuan yang tidak diketahui. Penguasaan pengetahuan ini sangat esensial
dalam implementasi manajemen di sekolah. Penelitian Hunter menyimpulkan bahwa
pengetahuan akan pekerjaan mempunyai korelasi yang tinggi terhadap prestasi kerja dan
kemampuan kerja memiliki korelasi yang tinggi terhadap prestasi kerja.

Pentingnya manajemen kekepalasekolahan menurut Sudarwin Danim dan Suparno


(2009:12) dikarenakan pelaksanaan manajemen sekolah baik yang konvensional maupun
yang menggunakan pendekatan berbasis sekolah, akan dapat berjalan dengan baik jika
didukung oleh kepemimpinan kepala sekolah yang secara fungsional mampu berperan
sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya. Dia dituntut mampu
mensinergikan seluruh komponen dan potensi sekolah dan lingkungan sekitar agar
tercipta kerjasama untuk memajukan sekolah. Istilah kekepalasekolahan bermakna segala
seluk beluk yang berkaitan dengan tugas kepala sekolah. Perilaku kepala sekolah
tercermin dari kristalisasi interaksi antara fungsi organik manajemen (perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi) dengan fungsi substantif, yaitu akademik,
ketenagaan, keuangan, fasilitas, kehumasan, pelayanan kusus, dan sebagainya. Fungsi
organik manajemen merupakan roda gigi dalam menjalankan fungsi substansi. Interaksi
sinergis keduanya melahirkan sosok perilaku kekepalasekolahan ideal, yaitu mampu
membawa organisasi sekolah untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

KOMPETENSI
KEWIRAUSAHAAN

23 MingguOKT 2011

POSTED BY BANGKIT IN MAKALAH


≈ TINGGALKAN KOMENTAR
Kompetensi Kewirausahaan
Istilah kewirausahaan atau sering disebut wiraswasta, merupakan terjemahan dari istilah
entrepreneurship. Istilah tersebut pertama kali dikemukakan oleh Ricard Cantillon, orang
Irlandia yang berdiam di Perancis, dalam bukunya yang berjudul Essai Bar la Nature du
Commercen,tahun 1755 (Depdiknas 2004). Dilihat dari segi etimologis, wiraswasta,
merupakan suatu istilah yang berasal dari kata-kata “wira” dan “swasta”. Wira berarti
berani, utama, atau perkasa. Swasta merupakan paduan dari kata “swa” dan “sta”. Swa
artinya sendiri, sedangkan sta berarti berdiri. Dengan demikian maknanya menjadi
berdiri menurut kekuatan sendiri. Jadi yang dimaksud dengan wiraswasta adalah
mewujudkan aspirasi kehidupan mandiri dengan landasan keyakinan dan watak yang
luhur.
Kewirausahaan dicirikan dengan :

– Mempunyai kepribadian yang kuat, tanda manusia yang berkepribadian kuat


adalah memiliki moral yang tinggi. Manusia yang bermoral tinggi bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.

– Memiliki sikap mental wirausaha, manusia yang bermental wiraswasta memiliki


kemauan keras untuk mencapai tujuan dan kebutuhan hidupnya. Setiap orang
mempunyai tujuan dan kebutuhan tertentu dalam hidupnya, sikap mental ini juga
dicirikan dengan sifat kejujuran yang tinggi dan bertanggung jawab.

– Memiliki kepekaan terhadap arti lingkungan, artinya manusia yang berjiwa


wirausaha harus dapat mengenal lingkungannya, karena dengan ini manusia akan dapat
mendayagunakan lingkungan secara efisien bagi kepentingannya.

– Memiliki ketrampilan wiraswasta, untuk dapat menjadi manusia wiraswasta


diperlukan beberapa ketrampilan seperti : ketrampilan berfikir kreatif, ketrampilan
dalam kepemimpinan manajerial, ketrampilan dalam bergaul sesama manusia.

– Memiliki kemampuan untuk mencari informasi, dalam realita sering terjadi


kekurang berhasilan dalam berwiraswasta disebabkan karena keengganan untuk
mencari informasi tentang beberapa hal yang menyebabkan mengapa suatu usaha dapat
berhasil. Banyak wiraswasta yang dalam menjalankan usaha hanya apa adanya. Mereka
pada umumnya hanya menjalankan apa yang sudah ada walaupun dalam kenyataan
usaha tersebut tidak mengalami perkembangan.

Sikap entrepenur ini sangat penting, menurut Charly Bhukori ( 2006) suatu kesuksesan
memiliki banyak dimensi dan variasi tolok ukur. Beberapa dari kita meyakini bahwa
entrepenur yang sukses berdimensi luas, ada yang mengaitkan dengan finansial,
jabatan, predikat dari kolega dan khalayak atas prestasinya, namun dari berbagai
definisi tolok ukur satu hal yang dapat disimpulkan adalah bahwa kesuksesan
merupakan pencapaian impian melalui sebuah proses terstruktur dan terencana.

Jenni S. Bev (dalam Charly Bhukori:2006) seorang konsultan, entrepenur sukses


menyatakan bahwa ada sepuluh unsur kepribadian sukses yang berkaitan dengan
kewirausahaan ini meliputi : (1) keberanian untuk berinisiatif, kekuatan yang
sebenarnya tidak lagi menjadi rahasia kesuksesan orang terkenal yaitu orang yang
selalu punya ide cemerlang, tetapi semua ortang sebenarnya memiliki inisiatif dan
inisiatif menjadi kekayaan semua orang, tinggal orang tersebut mau atau tidak
mengemukakan ide-idenya, (2) tepat waktu, satu hal yang semua orang menghadapi
dunia ini adalah bahwa waktu kita adalah 24 jam. Seorang yang menepati janji dan
tepat waktu menunjukkan bahwa dia adalah orang yang memiliki kemampuan mengatur
waktu, kemampuan untuk hadir sesuai janji adalah kunci dari semua keberhasilan,
terutama keberhasilan dalam berbisnis dan berinteraksi. Memberikan perhatian lebih
kepada waktu adalah pencerminan dari respek kita terhadap diri dan orang lain, (3)
senang melayani dan memberi, sebuah rumus sukses dari banyak orang sukses adalah
mampu memimpin yang didalamnya terkandung makna malayani dan memberi. The
more you give to others, the more respect you get in return. Dan, keiklasan adalah kunci
untuk kesuksesan ini, kebaikan lain akan terus mengalir tanpa henti saat kita mampu
memberi dan melayani dengan iklas. Ini mungkin bisa dibilang sebagai efek saja, tetapi
setidaknya akan menunjukkan kepada teman dan sahabat bahwa betapa suksesnya diri
kita sehingga membuat orang lain menjadi bersemangat bermitra dengan kita (4)
membuka diri terlebih dahulu, rasa percaya dan kebesaran hati untuk membuka diri
terhadap lawan bicara merupakan cermin bahwa kita nyaman dengan diri sendiri,
sehingga tidak perlu menutupi dengan orang lain (5) senang bekerjasama dan membina
hubungan baik, kemampuan bekerjasama ini adalah salah satu kunci sukses sebab
selain secara internal akan berdampak kokohnya hubungan dalam sekolah/group juga
secara eksternal memperkokoh kepercayaan orang lain terhadap kita (6) senang
mempelajari hal-hal baru telah menginspirasi Ciputra dan Aburizal Bakri, mereka
mendirikan universitas dan tidak kemudian menjadi pengajar, kemampuan ini makin
membuka peluang bisnis, entrepenur sejati terus meluncur pada kemungkinan-
kemungkinan baru (7) jarang mengeluh, profesionalisme adalah paling utama,
berkenaan dengan ini Lance Amstrong mengatakan bahwa hanya ada dua hari yakni hari
yang baik dan hari yang sangat baik. Adalah baik bagi kita jika tak pernah mengeluh,
walaupun mungkin suatu hari kita akan gagal dan jatuh, adalah kesempatan bagi kita
untuk belajar mengatasi masalah (8) berani menanggung resiko, jelas tanpa ini tidak
ada kesempatan untuk sukses. Sebenarnya setiap hari kita menanggung resiko,
walaupun kadang tidak sepenuhnya kita sadari, resiko hanya berakibat dua hal yakni
menjadi hari baik atau menjadi hari yang sangat baik, (9) tidak menunjukkan
kekawatiran atau dengan kata lain adalah berpikir positif, dengan pikiran positif maka
perbuatan kita akan didasarkan pada getaran energi positif, sehingga hal positif akan
menjadi makin besar, semakin positif menyikapi hambatan maka semakin besar
menemukan pemecahan masalah (10) menjadi diri sendiri, orang sukses tidaik menutupi
dirinya sendiri baik dengan hal buruk maupun dengan kebohongan, kenyamanan
menjadi diri sendiri adalah mindset yang penting.
Sedang menurut Meredith dalam Suprobo Pusposutardjo (1999), memberikan ciri-ciri
wirausaha (entrepenuer) sebagai orang yang (1) percaya diri, (2) berorientasi tugas dan
hasil, (3) berani mengambil resiko, (4) berjiwa kepemimpinan, (5) berorientasi ke
depan, dan (6) keorisinilan.

Pentingnya kewirausahaan ini juga berkaitan dengan tantangan persaingan antar


sekolah dimasa mendatang, dijelaskan bahwa ketika pasar bebas benar-benar telah
dilaksanakan tanpa kendali termasuk pendidikan maka sekolah-sekolah di Indonesia
tidak hanya berkompetisi dengan sekolah-sekolah luar negeri seperti Singapura,
Malaysia dan Australia yang begitu menarik banyak anak bangsa tetapi juga sekolah-
sekolah yang luar negeri yang kemungkinan akan membuka cabang atau agen di
Indonesia, belum lagi ketika berbicara mengenai persaingan antar manajer sekolah
terutama antara manajer dalam negeri dengan manajer dari luar negeri . Pada sisi lain
tantangan dan perkembangan lingkungan strategis baik nasional maupun internasional
dalam berbagai bidang juga makin berat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
tehnologi dan komunikasi saling berkait dengan kemampuan kewirausahaan di jaman
sekarang (Indra Djati Sidi : 2001 :13).

Salah satu aplikasi manajemen pendidikan, teriutama manajemen berbasis sekolah dan
dikaitkan dengan kewirausahaan ini adalah secara ekonomi mampu mendorong
masyarakat, khususnya orang tua siswa, untuk menjadi fondasi utama operasi sekolah,
mengingat pendidikan persekolahan itu tidak gratis ( education is not free ). Persoalan
pembiayaan pendidikan ( Sudarwan Danim dan Suparno, 2009 :141) bukan terletak
pada gratis atau tidak, melainkan siapa yang membayar ? secara akademik ,
masyarakat akan melakukan fungsi kontrol sekaligus pengguna lulusan. Disinilah
akuntabilitas sekolah teruji. Secara proses, masyarakat berhak mengkritisi kinerja
sekolah dan kepala sekolah agar lembaga milik publik ini tidak keluar dari tugas pokok
dan fungsi utamanya. Artinya, dengan MBS adalah keniscayaan bagi masyarakat untuk
menjadi fondasi sekaligius tiang penyangga utama pendidikan persekolahan yang berada
pada radius tertentu dimana msyarakat itu bermukim.
Berbicara wirausaha menurut Hisrich dan Peters (1992) adalah berbicara mengenai
perilaku, yang mencakup pengambilan inisiatif, mengorganisasi dan mereorganisasi
mekanisme sosial dan ekonomi terhadap sumber dan situasi ke dalam praktek, dan
penerimaan resiko kegagalan. Para ahli ekonomi mengemukakan bahwa wirausaha
adalah orang yang dapat meningkatkan nilai tambah terhadap sumber tenaga kerja,
alat, bahan dan aset lain serta orang yang memperkenalkan perubahan, inovasi dan
cara-cara baru ( Mulyasa,2007:179).
Berwirausaha disekolah berarti memadukan kepribadian, peluang, keuangan, dan
sumber daya yang ada di lingkungan sekolahan guna mengambil keuntungan.
Kepribadian ini mencakup pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan perilaku (Steinhoff
(1993). Dalam kontek realitas di sekolahan maka kepala sekolah harus mampu
menafsirkan berbagai kebijakan dari pemerintah sebagai kebijakan umum, sedangkan
operasionalisasi kebijakan tersebut untuk mencapai hasil yang maksimal perlu ditunjang
oleh kiat-kiat kewirausahaan. Misalnya jika dana bantuan dari pemerintah terbatas
sedangkan suatu kegiatan harus tetap dilaksanakan atau diadakan maka kepala sekolah
harus mampu menggali potensi sumber dari masyarakat dan orang tua siswa.

Mulyasa (2007:180) menggarisbawahi bahwa dalam kontek MBS sekolah akan menjadi
unit layanan masyarakat yang sangat diperlukan, oleh karena itu, kepala sekolah harus
mampu meningkatkan kualitas sekolah. Jika kualitas sekolah baik, masyarakat,
terutama orang tua akan bersedia berperan aktif di sekolah, karena yakin anaknya akan
mndapat pendidikan yang baik. Di sanalah pentingnya pribadi wirausaha kepala sekolah,
untuk mencari jalan meningkatkan kualitas sekolah agar masyarakat dan orang tua
percaya terhadap produktifitas sekolah dan mau berpartisipasi dalam berbagai program
sekolah.

Dari beberapa definisi diatas maka kompetensi kewirausahaan dalam penelitian ini
adalah kemampuan kepala sekolah dalam mewujudkan aspirasi kehidupan mandiri yang
dicirikan dengan kepribadian kuat, bermental wirausaha. Sedangkan jika ingin sukses
dalam mengembangkan program kewirausahaan di sekolah, maka kepala sekolah,
tenaga kependidikan baik guru maupun non guru dan peserta didik harus bisa secara
bersama memahami dan mengembangkan sikap kewirausahaan sesuai dengan tugas
masing-masing.

Kompetensi Kewirausahaan
Istilah kewirausahaan atau sering disebut wiraswasta, merupakan terjemahan dari istilah
entrepreneurship. Istilah tersebut pertama kali dikemukakan oleh Ricard Cantillon, orang
Irlandia yang berdiam di Perancis, dalam bukunya yang berjudul Essai Bar la Nature du
Commercen,tahun 1755 (Depdiknas 2004). Dilihat dari segi etimologis, wiraswasta,
merupakan suatu istilah yang berasal dari kata-kata “wira” dan “swasta”. Wira berarti
berani, utama, atau perkasa. Swasta merupakan paduan dari kata “swa” dan “sta”. Swa
artinya sendiri, sedangkan sta berarti berdiri. Dengan demikian maknanya menjadi
berdiri menurut kekuatan sendiri. Jadi yang dimaksud dengan wiraswasta adalah
mewujudkan aspirasi kehidupan mandiri dengan landasan keyakinan dan watak yang
luhur.
Kewirausahaan dicirikan dengan :
– Mempunyai kepribadian yang kuat, tanda manusia yang berkepribadian kuat
adalah memiliki moral yang tinggi. Manusia yang bermoral tinggi bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.

– Memiliki sikap mental wirausaha, manusia yang bermental wiraswasta memiliki


kemauan keras untuk mencapai tujuan dan kebutuhan hidupnya. Setiap orang
mempunyai tujuan dan kebutuhan tertentu dalam hidupnya, sikap mental ini juga
dicirikan dengan sifat kejujuran yang tinggi dan bertanggung jawab.

– Memiliki kepekaan terhadap arti lingkungan, artinya manusia yang berjiwa


wirausaha harus dapat mengenal lingkungannya, karena dengan ini manusia akan dapat
mendayagunakan lingkungan secara efisien bagi kepentingannya.

– Memiliki ketrampilan wiraswasta, untuk dapat menjadi manusia wiraswasta


diperlukan beberapa ketrampilan seperti : ketrampilan berfikir kreatif, ketrampilan
dalam kepemimpinan manajerial, ketrampilan dalam bergaul sesama manusia.

– Memiliki kemampuan untuk mencari informasi, dalam realita sering terjadi


kekurang berhasilan dalam berwiraswasta disebabkan karena keengganan untuk
mencari informasi tentang beberapa hal yang menyebabkan mengapa suatu usaha dapat
berhasil. Banyak wiraswasta yang dalam menjalankan usaha hanya apa adanya. Mereka
pada umumnya hanya menjalankan apa yang sudah ada walaupun dalam kenyataan
usaha tersebut tidak mengalami perkembangan.

Sikap entrepenur ini sangat penting, menurut Charly Bhukori ( 2006) suatu kesuksesan
memiliki banyak dimensi dan variasi tolok ukur. Beberapa dari kita meyakini bahwa
entrepenur yang sukses berdimensi luas, ada yang mengaitkan dengan finansial,
jabatan, predikat dari kolega dan khalayak atas prestasinya, namun dari berbagai
definisi tolok ukur satu hal yang dapat disimpulkan adalah bahwa kesuksesan
merupakan pencapaian impian melalui sebuah proses terstruktur dan terencana.

Jenni S. Bev (dalam Charly Bhukori:2006) seorang konsultan, entrepenur sukses


menyatakan bahwa ada sepuluh unsur kepribadian sukses yang berkaitan dengan
kewirausahaan ini meliputi : (1) keberanian untuk berinisiatif, kekuatan yang
sebenarnya tidak lagi menjadi rahasia kesuksesan orang terkenal yaitu orang yang
selalu punya ide cemerlang, tetapi semua ortang sebenarnya memiliki inisiatif dan
inisiatif menjadi kekayaan semua orang, tinggal orang tersebut mau atau tidak
mengemukakan ide-idenya, (2) tepat waktu, satu hal yang semua orang menghadapi
dunia ini adalah bahwa waktu kita adalah 24 jam. Seorang yang menepati janji dan
tepat waktu menunjukkan bahwa dia adalah orang yang memiliki kemampuan mengatur
waktu, kemampuan untuk hadir sesuai janji adalah kunci dari semua keberhasilan,
terutama keberhasilan dalam berbisnis dan berinteraksi. Memberikan perhatian lebih
kepada waktu adalah pencerminan dari respek kita terhadap diri dan orang lain, (3)
senang melayani dan memberi, sebuah rumus sukses dari banyak orang sukses adalah
mampu memimpin yang didalamnya terkandung makna malayani dan memberi. The
more you give to others, the more respect you get in return. Dan, keiklasan adalah kunci
untuk kesuksesan ini, kebaikan lain akan terus mengalir tanpa henti saat kita mampu
memberi dan melayani dengan iklas. Ini mungkin bisa dibilang sebagai efek saja, tetapi
setidaknya akan menunjukkan kepada teman dan sahabat bahwa betapa suksesnya diri
kita sehingga membuat orang lain menjadi bersemangat bermitra dengan kita (4)
membuka diri terlebih dahulu, rasa percaya dan kebesaran hati untuk membuka diri
terhadap lawan bicara merupakan cermin bahwa kita nyaman dengan diri sendiri,
sehingga tidak perlu menutupi dengan orang lain (5) senang bekerjasama dan membina
hubungan baik, kemampuan bekerjasama ini adalah salah satu kunci sukses sebab
selain secara internal akan berdampak kokohnya hubungan dalam sekolah/group juga
secara eksternal memperkokoh kepercayaan orang lain terhadap kita (6) senang
mempelajari hal-hal baru telah menginspirasi Ciputra dan Aburizal Bakri, mereka
mendirikan universitas dan tidak kemudian menjadi pengajar, kemampuan ini makin
membuka peluang bisnis, entrepenur sejati terus meluncur pada kemungkinan-
kemungkinan baru (7) jarang mengeluh, profesionalisme adalah paling utama,
berkenaan dengan ini Lance Amstrong mengatakan bahwa hanya ada dua hari yakni hari
yang baik dan hari yang sangat baik. Adalah baik bagi kita jika tak pernah mengeluh,
walaupun mungkin suatu hari kita akan gagal dan jatuh, adalah kesempatan bagi kita
untuk belajar mengatasi masalah (8) berani menanggung resiko, jelas tanpa ini tidak
ada kesempatan untuk sukses. Sebenarnya setiap hari kita menanggung resiko,
walaupun kadang tidak sepenuhnya kita sadari, resiko hanya berakibat dua hal yakni
menjadi hari baik atau menjadi hari yang sangat baik, (9) tidak menunjukkan
kekawatiran atau dengan kata lain adalah berpikir positif, dengan pikiran positif maka
perbuatan kita akan didasarkan pada getaran energi positif, sehingga hal positif akan
menjadi makin besar, semakin positif menyikapi hambatan maka semakin besar
menemukan pemecahan masalah (10) menjadi diri sendiri, orang sukses tidaik menutupi
dirinya sendiri baik dengan hal buruk maupun dengan kebohongan, kenyamanan
menjadi diri sendiri adalah mindset yang penting.
Sedang menurut Meredith dalam Suprobo Pusposutardjo (1999), memberikan ciri-ciri
wirausaha (entrepenuer) sebagai orang yang (1) percaya diri, (2) berorientasi tugas dan
hasil, (3) berani mengambil resiko, (4) berjiwa kepemimpinan, (5) berorientasi ke
depan, dan (6) keorisinilan.
Pentingnya kewirausahaan ini juga berkaitan dengan tantangan persaingan antar
sekolah dimasa mendatang, dijelaskan bahwa ketika pasar bebas benar-benar telah
dilaksanakan tanpa kendali termasuk pendidikan maka sekolah-sekolah di Indonesia
tidak hanya berkompetisi dengan sekolah-sekolah luar negeri seperti Singapura,
Malaysia dan Australia yang begitu menarik banyak anak bangsa tetapi juga sekolah-
sekolah yang luar negeri yang kemungkinan akan membuka cabang atau agen di
Indonesia, belum lagi ketika berbicara mengenai persaingan antar manajer sekolah
terutama antara manajer dalam negeri dengan manajer dari luar negeri . Pada sisi lain
tantangan dan perkembangan lingkungan strategis baik nasional maupun internasional
dalam berbagai bidang juga makin berat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
tehnologi dan komunikasi saling berkait dengan kemampuan kewirausahaan di jaman
sekarang (Indra Djati Sidi : 2001 :13).

Salah satu aplikasi manajemen pendidikan, teriutama manajemen berbasis sekolah dan
dikaitkan dengan kewirausahaan ini adalah secara ekonomi mampu mendorong
masyarakat, khususnya orang tua siswa, untuk menjadi fondasi utama operasi sekolah,
mengingat pendidikan persekolahan itu tidak gratis ( education is not free ). Persoalan
pembiayaan pendidikan ( Sudarwan Danim dan Suparno, 2009 :141) bukan terletak
pada gratis atau tidak, melainkan siapa yang membayar ? secara akademik ,
masyarakat akan melakukan fungsi kontrol sekaligus pengguna lulusan. Disinilah
akuntabilitas sekolah teruji. Secara proses, masyarakat berhak mengkritisi kinerja
sekolah dan kepala sekolah agar lembaga milik publik ini tidak keluar dari tugas pokok
dan fungsi utamanya. Artinya, dengan MBS adalah keniscayaan bagi masyarakat untuk
menjadi fondasi sekaligius tiang penyangga utama pendidikan persekolahan yang berada
pada radius tertentu dimana msyarakat itu bermukim.
Berbicara wirausaha menurut Hisrich dan Peters (1992) adalah berbicara mengenai
perilaku, yang mencakup pengambilan inisiatif, mengorganisasi dan mereorganisasi
mekanisme sosial dan ekonomi terhadap sumber dan situasi ke dalam praktek, dan
penerimaan resiko kegagalan. Para ahli ekonomi mengemukakan bahwa wirausaha
adalah orang yang dapat meningkatkan nilai tambah terhadap sumber tenaga kerja,
alat, bahan dan aset lain serta orang yang memperkenalkan perubahan, inovasi dan
cara-cara baru ( Mulyasa,2007:179).

Berwirausaha disekolah berarti memadukan kepribadian, peluang, keuangan, dan


sumber daya yang ada di lingkungan sekolahan guna mengambil keuntungan.
Kepribadian ini mencakup pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan perilaku (Steinhoff
(1993). Dalam kontek realitas di sekolahan maka kepala sekolah harus mampu
menafsirkan berbagai kebijakan dari pemerintah sebagai kebijakan umum, sedangkan
operasionalisasi kebijakan tersebut untuk mencapai hasil yang maksimal perlu ditunjang
oleh kiat-kiat kewirausahaan. Misalnya jika dana bantuan dari pemerintah terbatas
sedangkan suatu kegiatan harus tetap dilaksanakan atau diadakan maka kepala sekolah
harus mampu menggali potensi sumber dari masyarakat dan orang tua siswa.

Mulyasa (2007:180) menggarisbawahi bahwa dalam kontek MBS sekolah akan menjadi
unit layanan masyarakat yang sangat diperlukan, oleh karena itu, kepala sekolah harus
mampu meningkatkan kualitas sekolah. Jika kualitas sekolah baik, masyarakat,
terutama orang tua akan bersedia berperan aktif di sekolah, karena yakin anaknya akan
mndapat pendidikan yang baik. Di sanalah pentingnya pribadi wirausaha kepala sekolah,
untuk mencari jalan meningkatkan kualitas sekolah agar masyarakat dan orang tua
percaya terhadap produktifitas sekolah dan mau berpartisipasi dalam berbagai program
sekolah.

Dari beberapa definisi diatas maka kompetensi kewirausahaan dalam penelitian ini
adalah kemampuan kepala sekolah dalam mewujudkan aspirasi kehidupan mandiri yang
dicirikan dengan kepribadian kuat, bermental wirausaha. Sedangkan jika ingin sukses
dalam mengembangkan program kewirausahaan di sekolah, maka kepala sekolah,
tenaga kependidikan baik guru maupun non guru dan peserta didik harus bisa secara
bersama memahami dan mengembangkan sikap kewirausahaan sesuai dengan tugas
masing-masing.

KOMPETENSI
KEPRIBADIAN
KEPALA SEKOLAH
KOMPEENSI KEPRIBADIAN

Ketika kita berbicara mengenai kepribadian, bahwa yang kita bicarakan bukan hanya
seseorang memiliki pesona (charm), suatu sikap positif terhadap hidup, wajah yang
tersenyum, atau seorang finalis dalam kontes Miss Amerika tahun ini. Para psikolog
memandang kepribadian sebagai suatu konsep dinamis yang menggambarkan
pertumbuhan dan pengembangan dari system psikologis keseluruhan dari seseorang
(Stephen P. Robbins,2001:50).
Definisi yang paling sering digunakan dari kepribadian dikemukakan oleh Gordon
Allport hampir 60 tahun yang lalu. Ia mengatakan bahwa kepribadian adalah organisasi
dinamis pada masing-masing sistem psikofisik yang menentukan penyesuaian unik
terhadap lingkungannya .

Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang datang dari dalam
maupun dari luar . Sebagai pribadi, manusia perlu mengembangkan diri, agar dikemudian
hari ia dapat tampil sebagai manusia yang mantap dan harmonis. Dalam mengembangkan
diri, manusia harus menggunakan perasaan, budaya, kehendak pribadi dan
mengembangkan hubungan yang serasi dengan lingkungan (Soemarno Sudarsono,1999).

Dalam menjalankan tugas menejerial kepala sekolah dituntut memiliki kompetensi


kepribadian, kompetensi ini menuntut kepala sekolah memiliki (1) integritas kepribadian
yang kuat, yang dalam hal ini ditandai dengan konsisten dalam berfikir, berkomitmen,
tegas, disiplin dalam menjalankan tugas, (2) memiliki keinginan yang kuat dalam
mengembangkan diri sebagai kepala sekolah, dalam hal ini meliputi memiliki rasa
keingintahuan yang tinggi terhadap kebijakan, teori, praktik baru, mampu secara mandiri
mengembangkan diri sebagai upaya pemenuhan rasa ingin tahu (3) bersikap terbuka
dalam melaksanakan tugas, meliputi berkecenderungan selalu ingin menginformasikan
secara transparan dan proporsional kepada orang lain mengenai rencana, proses
pelaksanaan dan efektifitas program. (4) mampu mengendalikan diri dalam menghadapi
masalah dalam pekerjaan (5) memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin.

Muchith (2007) menjelaskan bahwa kompetensi kepribadian sebagai perangkat


kemampuan dan karateristik personal yang mencerminkan realitas sikap dan perilaku
dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari . Pengertian lebih sederhana disampaikan oleh
Afandi (2008) yaitu kemampuan untuk menjadi teladan. Keteladanan ini menurut
Sarimaya (2008:18) merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian
yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, sehingga menjadi dan beraklak mulia.

Gumelar dan Dahyat mengemukakan bahwa kompetensi kepribadian setidaknya harus


memuat pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama, pengetahuan
tentang budaya dan tradisi, pengetahuan tentang inti demokrasi, pengetahuan tentang
estetika, apresiasi dan kesadaran sosial, sikap yang benar terhadap pengetahuan dan
pekerjaan serta setia terhadap harkat dan martabat manusia (Ranty : 2009).

Pengembangan pribadi secara mandiri dapat dilakukan dengan upaya sebagai berikut :
(1) berupaya memahami secara mendasar dan komprehensif bahwa pengembangan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi orang
lain dan beraklak mulia akan menjadi salah satu pilar pendidikan berkualitas (2)
mengembangkan aspek-aspek kepribadian empatik dalam kehidupan sehari-hari, yang
meliputi aspek –aspek sebagai berikut : pertama, respek dan spresiasi terhadap diri
sendiri, artinya harus memiliki rasa harga diri yang kuat yang menyanggupkan
berhubungan dengan orang lain atas dasar hal-hal positif, kedua, kemauan yang baik,
yang meliputi minat yang tulus, jujur terhadap kebahagiaan orang lain, rasa hormat,
percaya, dan menghargai orang lain, serta menghindarkan memanfaatkan orang lain
untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya pribadi. Ketiga, mengembangkan diri menjadi
pribadi yang otonom melalui pengembangan hidup yang sesuai dengan kepribadiannya
sambil terbuka untuk belajar dari orang lain, dan menginternalisasikan berbagai
konsep dengan kondisi yang ada, keempat, berusaha menjadi teladan, dengan cara
selalu mengontrol dan mengendalikan kesadarannya bahwa apa yang diberikan kepada
orang lain , apa yang diucapkan dan dilakukannya bukan hanya diterima tetapi juga akan
ditiru, kelima, beroriebtasi untuk tumbuh dan berkembang, dalam pengertian berusaha
untuk terbuka guna memperluas cakrawala wawasaannya, dan berusaha untuk
meningkatkan kualitas kepribadiannya.

DYP Sugiharto (2008:9) menyebutkan bahwa untuk mengembangkan pribadi di antaranya


dapat dilakukan dengan: (1) mengembangkan kebiasaan hidup efektif, dalam hal ini
bersikap dan berprilaku proaktif, yang maknanya lebih dari sekedar mengambil inisiatif.
Bersikap proaktif artinya bertanggungjawab atas perilaku kita sendiri (di masa lalu,
sekarang, dan yang akan datang) dan membuat pilihan-pilihan berdasarkan prinsip-
prinsip serta nilai-nilai ketimbang pada suasana hati atau keadaan. Orang-orang proaktif
adalah pelaku-pelaku perubahan dan memilih untuk tidak menjadi korban, untuk tidak
bersikap reaktif, untuk tidak menyalahkan orang lain. Mereka melakukan ini dengan
mengembangkan serta menggunakan pendekatan dari dalam ke luar untuk menciptakan
perubahan. Mereka bertekad menjadi daya pendorong kreatif dalam hidup mereka sendiri,
yang adalah keputusan paling mendasar (2) merujuk pada tujuan akir, segalanya
diciptakan dua kali pertama secara mental, kedua secara fisik. Individu, keluarga, tim,
dan organisasi, membentuk masa depannya masing-masing dengan terlebih dulu
menciptakan visi serta tujuannya. Mereka bukan menjalani kehidupannya hari demi hari
tanpa tujuan yang jelas dalam benak meraka. Secara mental mereka identifikasikan
prinsip-prinsip, nilai-nilai, hubungan-hubungan, dan tujuan-tujuan yang paling penting
bagi mereka sendiri dan membuat komitmen terhadap diri sendiri untuk
melaksanakannya. Suatu pernyataan misi adalah bentuk tertinggi dari komitmen terhadap
diri sendiri untuk melaksanakannya. Pernyataan misi adalah keputusan utama, karena
melandasi keputusan-keputusan lainnya. Menciptakan budaya kesamaan misi, visi dan
nilai-nilai adalah inti dari kepemimpinan, (3) mendahulukan yang utama, yaitu penciptaan
kedua secara fisik. Mendahulukan yang utama artinya mengorganisasikan dan
melaksanakan, apa-apa yang telah diciptakan secara mental. Hal-hal sekunder tidak
didahulukan. Hal-hal utama tidak dibelakangkan, individu dan organisasi memfokuskan
perhatiannya pada apa yang paling penting, entah mendesak entah tidak. Intinya adalah
memastikan diutamakannya hal yang utama, (4) berfikir menang, yaitu cara berfikir yang
berusaha mencapai keuntungan bersama dan didasarkan pada sikap saling menghormati
dalam semua interaksi. Dalam kehidupan berkeluarga maupun bekerja, para anggautanya
berpikir secara saling tergantung dengan istilah “ kita”, bukannya aku. Berpikir
menang/menang mendorong penyelesaian konflik dan membantu masing-masing individu
untuk mencari solusi-solusi yang sama-sama menguntungkan, (5) mewujudkan sinergi,
yaitu menghasilkan alternatif ketiga, bukan caraku, bukan caramu, melainkan cara ketiga
yang lebih baik ketimbang cara kita masing-masing. Memanfaatkan perbedaan-perbadaan
dalam menyelesaikan masalah, memanfaatkan peluang. Tim-tim serta keluarga-keluarga
yang sinergis memanfaatkan kekuatan masing-masing individu secara keseluruhan lebih
besar mengesampingkan sikap saling merugikan.

Berupaya meningkatkan kualitas pribadi merupakan hal yang amat penting, peningkatan
kualitas pribadi ini dari tingkat reaktif personality, proactive personality, independent
personality, menuju spiritual personality (Sugiyarto, Nugroho, 2008:8). Reactive
personalitymerupakan tingkatan kepribadian tercermin dari perilaku-perilaku yang
sifatnya reaktif yaitu perilaku yang lebih bersifat spontan tanpa pertimbangan-
pertimbangan nilai moral. Misalnya, tersinggung sedikit saja beraksi dengan memukul
atau mengeluarkan kata-kata kotor tanpa timbangan apakah perbuatan itu sopan atau
tidak, baik atau jelek, menyakiti hati orang lain atau tidak, perilaku pribadi dalam tingkat
kepribadian seperti ini lebih banyak dikendalikan gejolak emosional yang menuntut
kepuasannya sendiri tanpa mempertimbangkan berbagai timbangan nilai. Proactive
personality, merupakan tingkatan kepribadian yang ditandai oleh kemampuan melakukan
hubungan timbal balik dengan berbagai aspek dalam dirinya sendiri dengan kendali emosi
yang mantap. Individu dengan tingkat kepribadian ini mempunyai kualitas keberdayaan
sedemikian rupa sehingga mampu mewujudkan perilaku aktif dan terarah sesuai dengan
tuntutan dirinya sendiri dan lingkungan. Tingkatan kepribadian ini disebut juga sebagai
kepribadian yang dilandasi oleh “ emosional intelegensi “ yaitu kualitas kemampuan
menampilkan kepribadian dngan kekuatan emosional yang mantap sehingga mampu
mewujudkan perilaku yang sesuai dengan timbangan moral. Selanjutnya yang disebut
dengan kepribadian interdependent personality adalah kepribadian yang ditandai oleh
kemampuan individu untuk melakukan hubungan timbal balik secara sehat antara dirinya
dengan orang lain dan lingkungan yang lebih luas. Perilaku individu dalam tingkatan
kepribadian ini lebih banyak didasarkan atas timbangan moral. Oleh karena itu tingkatan
kepribadian ini juga disebut sebagai moral intelligence atau kecerdasan moral.
Berdasarkan definisi-definisi diatas dalam penelitian ini yang dimaksud dengan
kompetensi kepribadian adalah integritas pribadi yang kuat, berkeinginan
mengembangkan diri, terbuka dan minat dalam menjalankan jabatan sebagai kepala
sekolah.

KOMPETENSI SOSIAL
Kepala Sekolah
1. Kompetensi Sosial
Pada hakekatnya manusia adalah makluk individu sekaligus sosial, dari sejak lahir hingga
meninggal manusia perlu dibantu atau kerjasama dengan manusia lain, segala
kebahagiaan yang dirasakan manusia pada dasarnya adalah berkat bantuan dan
kerjasama dengan manusia lain, manusia sadar bahwa dirinya harus merasa terpanggil
hatinya untuk berbuat baik bagi orang lain dan masyarakat (Retno Sriningsih,1999).

Kompetensi sosial menurut Sumardi (2006) adalah kemampuan seseorang dalam


berkomunikasi, bergaul, bekerjasama, dan memberi kepada orang lain. Sejalan dengan
pemikiran ini Komara (2007) mendefinisikan kompetensi sosial sebagai (1) kemampuan
seseorang untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk
meningkatkan kemampuan profesional (2) kemampuan untuk mengenal dan memahami
fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan dan (3) kemampuan untuk menjalin
kerjasama baik secara individual maupun kelompok.

Subagyo (2008) mengemukakan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan untuk


berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien, baik dengan peserta didik, guru
,orang tua/wali, dan masyarakat sekitar, sehingga seorang yang memiliki kompetensi
sosial akan nampak menarik, empati, kolaboratif, suka menolong, menjadi panutan,
komunikatif, dan kooperatif. Sedangkan Sumardi (2007:10) menyatakan bahwa
kompetensi sosial adalah kemampuan untuk berkomunikasi, membangun relasi, dan
kerjasama, menerima perbedaan, memikul tanggung jawab, menghargai hak orang lain,
serta kemampuan memberi manfaat bagi orang lain.

Wina Sanjaya dalam Hidayat (2009) menyatakan bahwa kompetensi sosial adalah
kemampuan seseorang sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya
meliputi kompetensi untuk berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan atau isyarat,
menggunakan tehnologi informasi secara fungsional, bergaul secara efektif dengan
sesama profesi, orang tua/wali secara efektif.
Berdasarkan batasan-batasan diatas maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan
kompetensi sosial adalah kemampuan seorang kepala sekolah dalam bekerjasama dengan
orang lain, peduli sosial dan memiliki kepekaan sosial .

Dalam kontek persekolahan seorang kepala sekolah dituntut memiliki kompetensi sosial
dalam menjalankan tugasnya. Kompetensi dalam bidang ini adalah meliputi : (1) terampil
bekerjasama dengan orang lain berdasarkan prinsip saling menguntungkan dan memberi
manfaat bagi sekolah, yang masuk dalam kategori ini adalah bekerjasama dengan atasan,
guru dan staff, siswa, sekolah lain serta instansi lain (2) mampu berpartisipasi dalam
kegiatan sosial di masyarakat, indikatornya adalah mampu berperan aktif dalam kegiatan
informal, organisasi kemasyarakatan, keagamaan, kesenian, olahraga (3) memiliki
kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain, indikatornya antara lain berperan
sebagai problem finder dilingkungan sekolahan, kreatif dan mampu menawarkan solusi,
melibatkan tokoh agama, masyarakat dan pemerintahan, bersikap obyektif/tidak
memihak dalam menyelesaikan konflik internal, mampu bersikap simpatik/tenggang rasa
terhadap orang lain dan mampu bersikap empati kepada orang lain (Tendik Org.2009).

Peran penting kompetensi sosial ini terletak pada dua hal yakni pertama, terletak pada
peran pribadi kepala sekolah yang hidup ditengah masyarakat untuk berbaur dengan
masyarakat. Untuk itu seorang kepala sekolah perlu memiliki kemampuan untuk berbaur
dengan msayarakat, kemampuan ini meliputi kemampuan berbaur secara santun, luwes
dengan masyarakat, dapat melalui kegiatan oleh raga, keagamaan, dan kepemudaan,
kesenian dan budaya. Keluwesan bergaul harus dimiliki oleh kepala sekolah selain sebagai
kepala maupun sebagai guru.

Ketrampilan hubungan manusiawi adalah kecekatan untuk menempatkan diri di dalam


kelompok kerja. Juga, ketrampilan menjalin komunikasi yang mampu menciptakan
kepuasan kerja pada kedua belah pihak. Hubungan manusiawi melahirkan suasana
kooperatif dan menciptakan kontak manusiawi antar pihak yang terlibat. Kepala atau
manajer sekolah, disamping disamping berhadapan dengan benda, konsep-konsep dan
situasi, juga manusianya. Bahkan inilah yang paling banyak porsinya.

Bahkan bagi pimpinan puncak (Top managemen) yang disebutkan terakir menduduki
posisi terbesar, lebih dari separoh aktifitasnya yang rutin. Manusia yang menduduki posisi
sentral itu sering dilukiskan sebagai the man behind the gun, manusialah yang
mengendalikan senjata. Tanpa memiliki kemampuan dalam hubungan manusiawi,
kelompok kerja sama tidak mungkin terjalin dengan harmonis. Ketrampilan hubungan
manusiawi ini antara lain tercermin dalam (Sudarwan Danim,2009:99) : (1) ketrampilan
menempatkan diri dalam kelompok, (2) ketrampilan menciptakan kepuasan pada diri
bawahan, (3) sikap terbuka terhadap kelompok kerja, (4) kemampuan mengambil hati
melalui keramahtamahan dan (5) penghargaan terhadap nilai-nilai etis, (6) pemerataan
tugas dan tanggung jawab (7) itikad baik, adil, menghormati, dan menghargai orang lain.

Pada sisi lain realitas peran dan kiprah seorang kepala sekolah dinilai dan diamati baik
oleh guru, anak didik, teman sejawat, dan atasannya maupun oleh masyarakat. Bahkan
tidak jarang juga kebaikan dan kekurangan kepala sekolah dibicarakan oleh masyarakat
secara luas, oleh karena itu penting bagi seorang kepala sekolah untuk meminta pendapat
baik dari guru, karyawan, siswa maupun teman sejawat tentang penampilannya sehari-
hari baik di sekolah, di masyarakat dan segera memanfaatkan pendapat/kritik untuk
memperbaiki.

Menurut Mulyasa (2007:176) ada tujuh kompetensi sosial yang harus dimiliki agar dapat
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dan efisien yakni (1) memiliki pengetahuan
tentang adat istiadat baik sosial maupun agama (2) memiliki pengetahuan tentang budaya
dan tradisi (3) memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi (4) memiliki pengetahuan
tentang estetika (5) memiliki pengetahuan tentang apresiasi dan kesadaran sosial (6)
memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan (7) memiliki kesetiaan
terhadap harkat dan martabat manusia. Ketujuh kompetensi sosial ini penting, agar
seseorang dapat melaksanakan dua fungsi di sekolah yakni : (a) fungsi pelestarian dan
pewarisan nilai-nilai kemasyarakatan dan (b) fungsi agen perubahan. Sekolah berfungsi
untuk menjaga kelestarian nilai-nilai kemasyarakatan yang positif agar pewarisan nilai
tersebut dapat berjalan secara baik. Di samping itu sekolah juga berfungsi sebagai
lembaga yang dapat mendorong perubahan nilai dan tradisi menuju kemajuan dan
tuntutan kehidupan dan pembangunan bangsa.

Berkaitan dengan pembudayaan nilai-nilai ini Sudibyo (2008) menjelaskan bahwa


pendidikan hakikatnya merupakan proses pelembagaan nilai-nilai budaya nasional,
termasuk dalam hal ini adalah budaya daerah. Banyak nilai budaya lokal atau daerah yang
mempunyai keberlakuan secara nasional. Lebih lanjut dikatakan bahwa membangkitkan
etos kerja juga berdimensi sosial ini selain kewirausahaan. Etos kerja yang melingkupi
sikap positif terhadap pekerjaan antara lain menghargai setiap bentuk kerja halal, kerja
keras, untuk meningkatkan taraf hidup, motif untuk maju, sikap rajin dan tekun dalam
mengelola waktu, ingin bersaing secara sehat, ingin berprestasi, kreatif dan sebagainya.

Untuk mengembangkan kompetensi sosial ini Sudibyo (2008) menyatakan bahwa


setidaknya ada beberapa kegiatan yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan
kompetensi sosial ini yakni (1) pendidikan dan latihan pengembangan kompetensi baik
dilakukan secara reguler maupun insidental tergantung situasi dan tujuan yang hendak
dicapai, pelatihan yang dapat membangkitkan kepekaan sosial , keraifan budaya,
merupakan linji yang dapat dipilih, (2) berbagi pengelaman melalui forum yang dapat
merupakan bentuk untuk saling merefleksi masing-masing (3) penyusunan program dan
kegiatan secara teratur disekolah.

Sedangkan menurut Mudiyono (2008 :12) mengusulkan bahwa ada beberapa kegiatan
yang dapat dijadikan sarana peningkatan kompetensi sosial kepala sekolah antara lain :
(1) mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi sosial atau subkompetensi
sosial, identifikasi ini pada satu sisi harus tepat dari sisi kebutuhan kepala sekolah dan
guru dan pada sisi lain mengidentifikasi kebutuhan masyarakat. Hasil dari kedua
kepentingan ini kita gunakan untuk merancang program kerjasama antara kepala
sekolah/guru dalam sekolah,antara guru/kepala sekolah dalam satu sub rayon maupun
rayon, serta antar guru, kepala sekolah dan masyarakat sekitar, (2) melakukan kegiatan
kerjasama antar kepala sekolah terutama baik dalam satu sub-rayon, rayon terdekat
secara terprogram dalam rangka mengembangkan sekolah pada umumnya dan
pengembangan kompetensi kepala sekolah khususnya, (3) implementasi pengembangan
kompetensi kepala sekolah dilakukan dengan pendampingan konsultan atau bantuan
tehnis dari pakar, sehingga pengembangan sekolah akan berjalan seimbang, (4) segera
setelah kegiatan pelaksanaan pengembangan kompetensi sosial ini perlu dilakukan refleksi
secara kolaboratif bersama dengan kepala sekolah lain, guru dan bahkan masyarakat
sekitar, (5) hasil laporan final pengembangan kegiatan ini dapat dipresentasikan pada
forum ilmiah yang bermanfaat.

Dari penjelasan diatas dapat kita pahami betapa kompetensi sosial merupakan hal yang
tidak hanya penting bagi kepala sekolah secara individu tetapi juga penting bagi institusi
sekolah yang dikelola dan bagi masyarakat sekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai