Perkembangan alam pikiran manusia dapat ditinjau dari 2 aspek 1. Aspek zaman (jaman purba sampai sekarang) Dari zaman purba hingga modern, manusia selalu menghadapi berbagai masalah,Rasa keingintahuan untuk memecahkan masalah serta fenomena- fenomena alam yang ada. Meskipun semua orang memiliki rasa ingin tahu, tetapi tidak semua orang memiliki kemampuan meneliti sendiri. Dengan berbagai cara manusia menggali informasi yang diperlukan seperti dari mulut ke mulut atau bertanya pada orang lain. Hal tersebut menjadikan alam pikiran menusia terus berkembang. Pengetahuan yang terkumpul lalu diwariskan dari generasi ke generasi sehingga pengetahuan selalu bertambah. 2. Aspek Kehidupan Manusia (sejak lahir sampai akhir hayat) Rasa Ingin Tahu Sejalan dengan usianya. anak mulai mencari jawaban atas keingintahuannya dengan cara menyelidiki ataupun bertanya. Dalam perjalanan kehidupan seseorang ia akan selalu belajar sesuai dengan tahap perkembangan mental dan fisiknya hingga diperoleh kumpulan pengetahuan, baik dari hasil belajar dari lingkungan dan pengalaman pribadi maupun secara formal di sekolah. Rangsangan dari luar tanpa ada dorongan dari dalam Dapat disebabkan oleh lingkungan, dapat pula akibat keterpaksaan yang mengharuskan manusia menggunakan akal pikirannya untuk mencari pemecahannya atau desakan kebutuhan utk kelangsungan hidupnya. B. Sejarah pengetahuan manusia Menurut A. Comte, sejarah perkembangan manusia ada 3 tahap, yaitu: 1. Tahap Teologi/Metafisika/Mitos MenurutC.A. van Peursen, mitos adalah cerita yang memberikan pedoman atau arah tertentu kepada sekelompok orang. Cerita ditularkan melalui berbagai cara, seperti diceritakan kembali secara lisan kepada orang lain, diungkap kanmelalui tari-tari atau pementasan wayang. Manusia menyusun mitos/dongeng untuk mengenal realita ( tidak obyektif, subyektif) dan untuk memuaskan rasa ingin tahu. Dalam alam pikiran mitos, rasio atau penalaran belum terbentuk, yang bekerja hanya daya khayal, intuisi, atau imajinasi. Pada tahap teologi ini, manusia menemukan identitas dirinya dengan bertindak sebagai subyek yang masih terbuka dikelilingi oleh obyek alam. Mudah dimasuki oleh daya dan kekuatan alam, blm mampu memandang objek/realita dengan inderanya, manusia dan alam lebur jadi satu. Lewat mitos manusia merasa dapat menanggapi daya kekuatan alam, sehingga ia merasa nyaman karena menganggap dirinya bagian dari peristiwa alam tersebut. Contoh : gunung meletus mitosnya dewa sakti sedang murka, gerhana bulan mitosnya bulan dimakan raksasa. 2. Tahap filsafat Dengan bertambah majunya alam pikiran manusia dan makin berkembangnya cara-cara penyelidikan, manusia dapat menjawab banyak pertanyaan tanpa mitos. Rasio sudah terbentuk, tetapi belum ditemukan metode secara obyektif. obyek sudah dipahami dipahami rasio secara dangkal, belum ada metodologi yg definitif Sudah memisahkan diri dari peristiwa alam yg terjadi (objek), sehingga memandang objek lebih leluasa. Contoh: Gunung meletus, ditanggapi bukan dengan selamatan tetapi mengamati dan mempelajari mengapa gunung meletus, mengevakuasi warga sekitar. Manusia seringkali melakukan trial and error dalam hal pengobatan dengan menggunakan bahan yang tersedia di alam. Misal: daun jambu biji sbg obat diare, dll. 3. Tahap Positif / Ilmu Sifat ketidakpuasan akan apa yang sudah ada membuat alam pikiran semakin berkembang menuju tahap positif / ilmu. Pada tahap ini terdapat 2 macam penalaran.Penalaran adalah suatu proses berpikir yg membuahkan pengetahuan, atau proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip. a. Penalaran Deduktif (Rasionalisme) Penalaran deduktif adalah cara berpikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Menggunakan pola pikir silogisme. Terdiri atas 2 pernyataan (premis mayor dan premis minor) dan sebuah kesimpulan yg diperoleh berdasarkan penalaran deduktif kedua premis. Contoh: Premis mayor: Semua ikan hidup dalam air Premis minor: Nila adalah ikan Kesimpulan : Nila hidup di dalam air Kesimpulan benar bila kedua premis benar ,cara penarikan kesimpulan juga benar. Bila salah satu darinya salah maka kesimpulan salah. Contoh penalaran deduktif yang salah : Premis mayor: Semua orang yang menangis pasti sedih Premis minor: Siti menangis Kesimpulan : Jadi Siti pasti sedang sedih Kelemahan penalaran deduktif :penalaran yang digunakan bersifat abstrak, lepas dari pengalaman, tanpa ada kesepakatan yang dapat diterima semua pihak, dan kesulitan menerapkan konsep rasional pada kehidupan praktis
b. Penalaran Induktif (Empirisme)
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman konkrit yang teramati oleh panca indera, disebut juga paham empirisme. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang diperoleh secara langsung dari pengalaman konkrit. Himpunan pengetahuan tersebut harus disusun secara teratur dan dicari hubungan sebab akibatnya sehingga perlu dilakukan penalaran. Ketika melakukan penalaran, fakta yang didasarkan atas pengamatan tidak boleh dicampuradukkan dengan dugaan atau pendapat orang yang melakukan penalaran. Objek yang diamati berupa gejala alam dimana suatu gejala alam ada yang dapat ditirukan oleh manusia dan ada yang tidak. Berdasarkan pengamatan secara sistematis dan kritis terhadap gejala- gejala alam akan diperoleh pengetahuan tentang gejala itu. Hasil pengamatan akan memunculkan adanya karakteristik tertentu, kesamaan, ulangan, dan keteraturan dalam pola-pola tertentu sehingga akan diperoleh suatu generalisasi dari berbagai kasus yang terjadi. Penganut empirisme menyusun pengetahuan dengan penalaran induktif, yaitu cara berpikir dengan menarik kesimpulan umum berdasarkan pengamatan terhadap gejala-gejala yang bersifat khusus. Contoh: pengamatan berbagai jenis hewan (kambing, kucing, sapi, kelinci, dll) semua membutuhkan makan. kesimpulan: semua hewan membutuhkan makan Melalui penalaran induktif semakin lama kesimpulan yang diambil semakin umum dan bersifat fundamental. Kelemahan : Fakta yang nampaknya berkaitan belum dapat menjamin tersusunnya pengetahuan yang sistematis, batasan yang dimaksud pengalaman (stimulus pengalaman atau persepsi ), kemampuan panca indera manusia terbatas dan tidak dapat diandalkan. Contoh penalaran induktif yang salah Pengamatan: Aji suka berenang, iatinggi Akbar suka berenang, iatinggi Amin suka berenang, ia tinggi Kesimpulan : Jadi, semua anak yang suka berenang pasti tinggi.
Pengetahuan yang diperoleh baik melalui penalaran deduktif maupun
induktif tidak dapat diandalkan, sehingga himpunan pengetahuan yang diperoleh belum dapat disebut ilmu pengetahuan, tetapi sekedar pengetahuan (segala apa yang kita ketahui tentang objek tertentu).