Anda di halaman 1dari 17

LEMBAR KERJA SISWA

Satuan Pendidikan : SMA Negeri 30 Jakarta

Kelas / Semester : XI /1

Mata Pelajaran : BAHASA INDONESIA

Tema : Teks Ceramah

A. KOMPETENSI DASAR

3.3 Mengidentifikasi informasi (pengetahuan dan urutan kejadian) dalam teks


ceramah lisan dan tulis

Indikator Pencapaian Kompetensi

1. Menggali informasi apa saja yang disampaikan dalam teks ceramah “Sedekah”

2. Identifikasi isi pokok masing-masing teks ceramah “Sedekah”

3. Menentukan isi pokok teks ceramah “Sedekah”

4. Menentukan ciri masing-masing teks ceramah “Sedekah”

4. Mengidentifikasi struktur teks ceramah “Sedekah”

5. Menentukan struktur teks ceramah “Sedekah”

6. Menujukan hubungan kejadian kasualitas teks ceramah “Sedekah”

4.3 Mengkonstruksi informasi (pengetahuan dan urutan kejadian) dalam teks


ceramah secara lisan dan tulis

Indikator Pencapaian Kompetensi

1. Mengidentifikasi isi teks ceramah “Sedekah”

2. Menetapkan isi masing-masing teks ceramah “Sedekah”

3. Menuliskan kembali isi teks ceramah yang di baca “Sedekah”

4. Menyusun rancangan teks ceramah

5. Mengembangkan rancangan menjadi karangan singkat teks ceramah


6. Mempresentasikan , menanggapi, dan merevisi teks ceramah

B. Materi Pembelajaran

Teks “ Sedekah”

C. Sintak : Discovery Learning

D. Langkah-langkah:

a. Stimulasi

Pidato adalah pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang
banyak.(KBBI:871)

Pidato adalah suatu ucapan dengan susunan yang baik untuk disampaikan kepada orang
banyak. Contoh pidato yaitu seperti pidato kenegaraan, pidato menyambut hari besar, pidato
pembangkit semangat, pidato sambutan acara atau event, dan lain sebagainya.

Pidato adalah sebuah kegiatan berbicara di depan umum untuk menyampaikan gagasan,
pikiran atau informasi serta tujuan dari pembicara kepada orang lain (audience) dengan cara
lisan. Pidato juga bisa diartikan sebagai the art of persuasion, yaitu sebagai seni
membujuk/mempengaruhi.(Putra Bahar, SS:2010:9)

Struktur Teks Ceramah

1) Pendahuluan / pembukaan pidato Dengan mengucapkan Salam atau ucapan syukur sapaan
kepada hadirin

2) Isi pidato Bagian inti pidato atau hal-hal yang penting yang perlu disampaikan kepada
pendengar 3) penutup pidato diakhiri dengan menyebutkan terima kasih , kesimpulan, ajakan,
saran, permohonan maaf, dan salam penutup.

Metode Pidato

1. Impromptu yaitu metode berpidato yang serta merta tanpa adanya persiapan

2. Memoriter yaitu metode berpidato dengan menghapalkan naskah pidato terlebih


dahulu.

3. Naskah yaitu metode berpidato dengan membacakan teks/naskah pidato.

4. Ekstemporan yaitu metode berpidato dengan terlebih dahulu menyiapkan garis-garis


berkonsep pidato yang akan disampaikan.
Penilaian Pengetahuan :

1. Materi Pembelajaran

Teks 1

Bersedekah

Yang kami hormati ………..,

beserta ……………,

dan para hadirin sekalian yang berbahagia.

Puji syukur kita sanjungkan kehadirat Allah swt, karena dengan limpahan karunianya kita
bisa berkumpul disini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi
besar Muhammad saw, karena beliau menyiarkan agama yang haq, yakni agama islam,
agama yang diridhoi oleh Allah swt. Semoga kita sekalian termasuk kedalam umatnya yang
diberkahi. Amin ya rabbal alamin

Hadirin sekalian yang berbahagia!

Dirasa amat penting sekali jiwa social untuk diterapkan dilingkungan keluarga, sanak
saudara, bahkan juga di masyarakat luas. Karena dengan jiwa social, maka terjalinlah di
antara kita saling tolong menolong, dan kasih sayang. Sehingga orang-orang yang butuh akan
pertolongan kita, akan mendapatkan haq nya.

Seseorang yang mempunyai jiwa social maka akan tertanam rasa senasib sepenanggungan.
Bila kita berada dalam keadaan yang berlebih, maka hendaklah menjadin orang yang murah
tangan. Suka memberikan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan. Dengan sedekah
yang kita berikan kepada pengemis, orang miskin, dan kepada orang-orang yang amat
membutuhkan pertolongan kita dengan rasa tulus dan ikhlas, maka perbuatan semacam ini
akan mampu memadamkan kesalahan-kesalahan, bagaikan air memadamkan api.

Sehubungan dengan masalah diatas, maka Nabi Muhammad saw, menjelaskan dalam
sabdanya:
“Apakah engkau mau saya tunjukan engkau kepada pintu-pintu kebajikan? Saya (sahabat)
menjawab: Baik ya Rasulullah. Nabi berkata: Ketahuilah bahwa puasa itu sebagai perisai dan
sedekah itu memadamkan kesalahan, bagaikan air memadamkan api. (HR. TURMUDZI)

Tentang pemberian sedekah hendaknya terlebih dahulu diberikan kepada orang-orang yang
kita nafkahi, seperti memberikan nafkah kepada keluarga. Dan ini merupakan langkah yang
terbaik sekalipun harta benda yang dimiliki itu sangat sedikit, tetapi lebih diutamakan kepada
orang-orang yang dinafkahinya.

Hadirin sekalian yang berbahagia!

Sehubungan dengan ini pula, Nabi saw. Bersabda

“Sedekah yang diberikan kepada orang miskin hanya merupakan shadaqah saja, sedang yang
diberikan kepada kerabat karib itu merupakan sedekah dan penghubung silaturahmi”.

Demikianlah yang bisa kami sampaikan saat ini, mudah-mudahan kita termasuk orang yang
gemar bersedekah dengan semata-mata mencari ridho Allah swt. Cukup sekian materi yang
bisa kami sampaikan, IHDINASH SHIROOTHOL MUSTAQIIM, WABILLAAHIT
TAUFIQ WALHIDAYAT WASSALAMU’ALAIKUM WAROHMATULLOOHI
WABARAKAATUHU.

1. Tetapkan masing-masing isi teks ceramah “Sedekah”

a. Isi (informasi yang di dapat) teks ceramah “Sedekah”

......................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................

b. Kalimat pertanyaan dari teks ceramah “Sedekah”

......................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................

2. Tetapkan struktur teks ceramah “Sedekah”

......................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................

3. Tuliskan metode ceramah

a. ………………………………………………………………………………….............

b. …………………………………………………………………………………..............

c. …………………………………………………………………………………..............

d. ………………………………………………………………………………..................

Penilaian Keterampilan

1. Buatlah teks ceramah dikertas HVS F4 dengan tulisan tangan!


a. Tentukan topiknya!
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

b. Susunlah kerangka ceramah!


....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

c. Buatlah teks ceramah berdasarkan kerangka ceramah!


....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

2. Hapalkan teks ceramah tersebut!

F. Penilaian

Nilai : Nilai a + b + c + d + e =

Jakarta, Agustus 2018

Guru Mata Pelajaran

Bhs. Indonesia XI IPA/IPS


LEMBAR KERJA SISWA

Satuan Pendidikan : SMA Negeri 30 Jakarta


Kelas / Semester : XI/1
Mata Pelajaran : BAHASA INDONESIA
Tema : Teks Cerpen

KOMPETENSI DASAR
3.8 Mengidentifikasi nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam kumpulan cerita pendek
yang dibaca
4.8 Mendemonstrasikan salah satu nilai kehidupan yang dipelajari dalam cerita pendek
INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPTENSI
1. Menggali informasi apa saja yang disampaikan dalam teks cerpen
2. Mengidentifikasi isi pokok teks cerpen
3. Menentukan isi pokok teks cerpen
4. Menentukan ciri masing-masing teks cerpen
5. Mengidenfikasi struktur teks cerpen
6. Menentukan struktur teks cerpen
7. Menujukan permasalahan aktual teks cerpen

3.9 Menganalisis unsur-unsur pembangun cerita pendek dalam buku kumpulan cerita pendek
4.9 Mengkonstruksi sebuah cerita pendek dengan memerhatikan unsur-unsur pembangun
cerpen.
INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI
1. Mengidentifikasi isi teks cerpen
2. Menuliskan kembali teks cerpen yang dibaca
3. Menyusun rancangan teks cerpen.
4. Mengembangkan rancangan menjadi karangan singkat teks cerpen
5. Mempresentasikan, menanggapi, dan merevisi teks cerpen

B. Materi Pembelajaran
Teks cerpen ”Juru masak”
C. Sintak : Discovery Learning
D. Langkah-langkah:
a. Stimulasi

Pengertian Cerpen
Cerpen atau dapat disebut juga dengan cerita pendek merupakan suatu bentuk prosa naratif
fiktif. Cerpen cenderung singkat, padat, dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-
karya fiksi lain yang lebih panjang, seperti novella dan novel.
Cerpen merupakan salah satu jenis karya sastra yang memaparkan kisah atau cerita mengenai
manusia beserta seluk beluknya lewat tulisan pendek dan singkat. Atau pengertian cerpen
yang lainnya yaitu sebuah karangan fiktif yang berisi mengenai kehidupan seseorang ataupun
kehidupan yang diceritakan secara ringkas dan singkat yang berfokus pada suatu tokoh saja.
Cerita pendek biasanya mempunyai kata yang kurang dari 10.000 kata atau kurang dari 10
halaman saja. Selain itu, cerpen atau cerita pendek hanya memberikan sebuah kesan tunggal
yang demikian serta memusatkan diri pada salah satu tokoh dan hanya satu situasi saja.

Menurut KBBI
Cerpen berasal dari dua kata yaitu cerita yang mengandung arti tuturan mengenai bagaimana
sesuatu hal terjadi dan relatif pendek berarti kisah yang diceritakan pendek atau tidak lebih
dari 10.000 kata yang memberikan sebuah kesan dominan serta memusatkan hanya pada satu
tokoh saja dalam cerita pendek tersebut.

Ciri-Ciri Cerpen
1. Jalan ceritanya lebih pendek dari novel
2. Sebuah cerpen memiliki umlah kata yang tidak lebih dari 10.000 (10 ribu) kata
3. Biasanya isi cerita cerpen berasal dari kehidupan sehari-hari
4. Tidak menggambarkan semua kisah para tokohnya, hal ini karena dalam cerpen yang
digambarkan hanyalah inti sarinya saja.
5. Tokoh dalam cerpen digambarkan mengalami masalah atau suatu konflik hingga pada
tahap penyelesainnya.
6. Pemakaian kata yang sederhana serta ekonomis dan mudah dikenal pembaca.
7. Kesan yang ditinggalkan dari cerpen tersebut sangat mendalam sehingga pembaca
dapat ikut merasakan kisah dari cerita tersebut.
8. Biasanya hanya 1 kejadian saja yang diceritakan.
9. Memiliki alur cerita tunggal dan lurus.
10. Penokohan pada cerpen sangatlah sederhana, tidak mendalam serta singkat
Struktur Cerpen
1. Abstrak
Abstrak merupakan ringkasan atau inti dari cerita pendek yang akan dikembangkan menjadi
sebuah rangkaian-rangkaian peristiwa atau bisa juga sebagai gambaran awal dalam cerita.
Abstrak bersifat opsional atau dalam artian bahwa setiap cerpen boleh tidak terdapat struktur
abstrak tersebut.
2. Orientasi
Orientasi berkaitan dengan waktu, suasana, dan tempat yang berkaitan dengan jalan cerita
dari cerpen tersebut.
3. Komplikasi
Komplikasi berisi urutan kejadian-kejadian yang dihubungkan secara sebab dan akibat. Pada
komplikasi, biasanya mendapatkan karakter ataupun watak dari berbagai tokoh cerita pendek
tersebut, hal ini karena pada bagian komplikasi kerumitan mulai bermunculan.
4. Evaluasi
Evaluasi yaitu struktur konflik yang terjadi dan mengarah pada klimaks serta sudah mulai
mendapatkan penyelesaiannya dari konflik yang terjadi tersebut.
5. Resolusi
Pada bagian resolusi, pengarang mulai mengungkapkan solusi yang dialami tokoh.
6. Koda
Pada bagian koda, terdapat nilai ataupun pelajaran yang dapat diambil dari cerita pendek
tersebut oleh pembacanya.

Unsur Intrinsik Cerpen


1. Tema
Tema adalah sebuah gagasan pokok yang mendasari dari jalan cerita sebuah cerpen. Tema
biasanya dapat langsung terlihat jelas di dalam cerita atay tersurat dan tidak langsung, dimana
si pembaca harus teliti dan dapat menyimpulkan sendiri atau tersirat.
2. Alur / Plot
Jalan dari sebuah kisah cerita merupakan karya sastra. Secara garis besar, alur merupakan
urutan tahapan jalannya cerita, antara lain : perkenalan > muncul konflik atau suatu
permasalahan > peningkatan konflik > puncak konflik (klimaks) > penurunan konflik >
selesaian.
3. Setting
Setting sangat berkaitan dengan tempat atau latar, waktu, dan suasana dalam cerpen tersebut.
4. Tokoh
Tokoh merupakan pelaku yang terlibat dalam cerita tersebut. Setiap tokoh biasanya
mempunyai karakter tersendiri. Dalam sebuah cerita terdapat tokoh protagonis atau tokoh
baik dan antagonis atau tokoh jahat serta ada juga tokoh figuran yaitu tokoh pendukung.
5. Penokohan
Penokohan yaitu pemberian sifat pada tokoh atau pelaku dalam cerita tersebut. Sifat yang
telah diberikan dapat tercermin dalam pikiran, ucapan, dan pandangan tokoh terhadap sesuatu
hal.
6. Sudut Pandang
Adalah cara pandang pengarang dalam memandang suatu peristiwa di dalam cerita. Sudut
pandang ada 4, antara lain: Sudut Pandang Orang Pertama Pelaku Utama
Dalam sudut pandang ini, tokoh ”aku” mengisahkan tentang berbagai peristiwa yang terjadi
serta tingkah laku yang dialaminya. Tokoh ”aku” akan menjadi pusat perhatian dari kisah
cerpen tersebut. Dalam sudut pandang ini, tokoh "aku" digunakan sebagai tokoh utama.
7. Sudut Pandang Orang Pertama Pelaku Sampingan
Tokoh ”aku” muncul tidak sebagai tokoh utama lagi, melainkan sebagai pelaku tambahan.
Tokoh ”aku” hadir dalam jalan cerita hanya untuk membawakan cerita kepada pembaca,
sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan kemudian ”dibiarkan” untuk dapat mengisahkan
sendiri berbagai pengalaman yang dialaminya. Tokoh dari jalan cerita yang dibiarkan
berkisah sendiri itulah yang pada akhirnya akan menjadi tokoh utama, sebab ialah yang lebih
banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, serta berhubungan dengan tokoh-tokoh
yang lainnya. Dengan demikian tokoh ”aku” cuman tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap
berlangsungnya sebuah cerita yang ditokohi oleh orang lain. Tokoh ”aku” pada umumnya
hanya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.
Contoh:
Sekarang aku tinggal di Jakarta, kota metropolitan yang memiliki beribu-ribu kendaraan.
Dulu, aku sempat menolak untuk dipindahkan ke ibukota. Tapi, pada kali ini aku sudah tidak
kuasa untuk menghindar dari tugas ini. Ternyata, bukan aku saja yang mengalaminya. Teman
asramaku yang bernama Andi, juga mengalami hal yang sama. Kami berdua sangatlah akrab
dan berjuang bersama-sama dalam menghadapi kerasnya kota Jakarta
Amanat
Amanat merupakan sebuah pesan dari seorang penulis atau pengarang cerita tersebut kepada
pembaca agar pembaca dapat bertindak atau melakukan sesuatu.

Unsur Ekstrinsik Cerpen


Unsur ekstrinsik cerpen merupakan sebuah unsur yang membentuk cerpen dari luar, berbeda
dengan unsur intrinsik cerpen yang membentuk cerpen dari dalam. Unsur ekstrinsik cerpen
tidak terlepas dari keadaan masyarakat saat dimana cerpen tersebut dibuat oleh pengarang.
Unsur ini sangat memiliki banyak sekali pengaruh terhadap penyajian amanat ataupun latar
belakang dari cerpen tersebut. Berikut unsur ekstrinsik cerpen.
Latar Belakang Masyarakat
Latar belakang masyarakat yaitu suatu pengaruh dari kondisi latar belakang masyarakat
terhadap terbentuknya sebuah jalan cerita. Pemahaman tersebut dapat berupa pengkajian
Ideologi negara, kondisi politik, sosial masyarakat, sampai dengan kondisi ekonomi pada
masyarakat itu sendiri.
Latar Belakang Pengarang
Latar belakang pengarang dapat meliputi pemahaman pengarang terhadap sejarah hidup serta
sejarah hasil karangan yang telah dibuat sebelumnya.
Biografi
Biografi biasanya berisikan tentang riwayat hidup pengarang cerita tersebut yang ditulis
secara keseluruhan

Penilaian Pengetahuan :
1. Materi Pembelajaran
Teks Cerpen

Perihal Orang Miskin yang Bahagia


Cerpen Agus Noor
1.
“AKU sudah resmi jadi orang miskin,” katanya, sambil memperlihatkan Kartu Tanda Miskin,
yang baru diperolehnya dari kelurahan. “Lega rasanya, karena setelah bertahun-tahun hidup
miskin, akhirnya mendapat pengakuan juga.”
Kartu Tanda Miskin itu masih bersih, licin, dan mengkilat karena di-laminating. Dengan
perasaan bahagia ia menyimpan kartu itu di dom-petnya yang lecek dan kosong.
“Nanti, bila aku pingin berbelanja, aku tinggal menggeseknya.”
2.
Diam-diam aku suka mengintip rumah orang mis-kin itu. Ia sering duduk melamun,
sementara anak-anaknya yang dekil bermain riang me-nahan lapar. “Kelak, mereka pasti
akan men­jadi orang miskin yang baik dan sukses,” gumamnya.
Suatu sore, aku melihat orang miskin itu me-nik-mati teh pahit bersama istrinya. Kudengar
orang miskin itu berkata mesra, “Ceritakan ki­sah paling lucu dalam hidup kita….”
“Ialah ketika aku dan anak-anak begitu kelaparan, lalu menyembelihmu,” jawab istrinya.
Mereka pun tertawa.
Aku selalu iri menyaksikan kebahagiaan me-reka.
3.
Orang miskin itu dikenal ulet. Ia mau bekerja serabutan apa saja. Jadi tukang becak, kuli
angkut, buruh bangunan, pemulung, tukang parkir. Pendeknya, siang malam ia membanting
tulang, tapi alhamdulillah tetap miskin juga. “Barangkali aku memang run-temurun dikutuk
jadi orang miskin,”ujarnya, tiap kali ingat ayahnya yang miskin, kakeknya yang miskin, juga
simbah buyutnya yang miskin.
Ia pernah mendatangi dukun, berharap bisa mengubah garis buruk tangannya. “Kamu
memang punya bakat jadi orang miskin,” kata dukun itu. “Mestinya kamu bersyukur, karena
tidak setiap orang punya bakat miskin seperti kamu.”
Kudengar, sejak itulah, orang miskin itu berusaha konsisten miskin.
4.
Pernah, dengan malu-malu, ia berbisik pada­ku. “Kadang bosan juga aku jadi orang miskin.
Aku pernah berniat memelihara tuyul atau babi ngepet. Aku pernah juga hendak jadi
pelawak, agar sukses dan kaya,” katanya. “Kamu tahu kan, tak perlu lucu jadi pelawak.
Cukup bermodal tampang bego dan mau dihina-hina.”
“Lalu kenapa kau tak jadi pelawak saja?”
Ia mendadak terlihat sedih, lalu bercerita, “Aku kenal orang miskin yang jadi pelawak.
Ber-tahun-tahun ia jadi pelawak, tapi tak pernah ada yang tersenyum menyaksikannnya di
panggung. Baru ketika ia mati, semua orang tertawa.”
5.
Orang miskin itu pernah kerja jadi badut. Kos-tumnya rombeng, dan menyedihkan. Setiap
meng-hibur di acara ulang tahun, anak-anak yang menyaksikan atraksinya selalu menangis
ketakutan.
“Barangkali kemiskinan memang bukan hi­buran yang menyenangkan buat anak-anak,”
ujarnya membela diri, ketika akhirnya ia dipecat jadi badut.
Kadang-kadang, ketika merasa sedih dan la-par, orang miskin itu suka mengibur diri di depan
kaca dengan gerakan-gerakan badut paling lucu yang tak pernah bisa membuatnya tertawa.
6.
Orang miskin itu akrab sekali dengan lapar. Se-tiap kali lapar berkunjung, orang miskin itu
selalu mengajaknya berkelakar untuk sekadar me-lupakan penderitaan. Atau, seringkali,
orang mis-kin itu mengajak lapar bermain teka-teki, untu-k menghibur diri. Ada satu teka-
teki yang selalu diulang-ulang setiap kali lapar da-tang ber-tandang.
“Hiburan apa yang paling menyenangkan ke­tika lapar?” Dan orang miskin itu akan
menja­wabnya sendiri, “Musik keroncongan.”
Dan lapar akan terpingkal-pingkal, sambil menggelitiki perutnya.
7.
Yang menyenangkan, orang miskin itu memang suka melucu. Ia kerap menceritakan kisah
orang miskin yang sukses, kepadaku. “Aku punya kolega orang miskin yang aku kagumi,”
katanya. “Dia merintis karier jadi pengemis untuk membesarkan empat anaknya. Sekarang
satu anaknya di ITB, satu di UI, satu di UGM, dan satunya lagi di Undip.”
“Wah, hebat banget!” ujarku. “Semua kuliah, ya?”
“Tidak. Semua jadi pengemis di kampus itu.”
8.
Orang miskin itu sendiri punya tiga anak yang ma-sih kecil-kecil. Paling tua berumur 8 tahun,
dan bungsunya belum genap 6 tahun. “Aku ingin mereka juga menjadi orang miskin yang
baik dan benar sesuai ketentuan undang-undang. Setidaknya bisa mengamalkan kemiskinan
me­reka secara adil dan beradab berdasarkan Pan­casila dan UUD 45,” begitu ia sering
berkata, yang kedengaran seperti bercanda. “Itulah sebabnya aku tak ingin mereka jadi
pengemis!”
Tapi, seringkali kuperhatikan ia begitu bahagia, ketika anak-anaknya memberinya recehan.
Hasil dari mengemis.
9.
Pernah suatu malam kami nongkrong di wa-rung pinggir kali. Bila lagi punya uang hasil
anak-anaknya mengemis, ia memang suka me-manjakan diri menikmati kopi. “Orang miskin
per-lu juga sesekali nyantai, kan? Lagi pula, be-ginilah nikmatnya jadi orang miskin. Punya
ba-nyak waktu buat leha-leha. Makanya, sekali-kali, cobalah jadi orang miskin,” ujarnya,
sam-bil menepuk-nepuk pundakku. “Kalau kamu miskin, kamu akan punya cukup tabungan
pen-de-ritaan, yang bisa digunakan untuk membia-yaimu sepanjang hidup. Kamu bakalan
punya cadangan kesedihan yang melimpah. Jadi kamu nggak kaget kalau susah.” Kemudian
pelan-pe-lan ia menyeruput kopinya penuh kenikmatan.
Saat-saat seperti itulah, diam-diam, aku suka mengamati wajahnya.
10.
Wajah orang miskin itu mengingatkanku pada wajah yang selalu muncul setiap kali aku
berkaca. Dalam cermin itu kadang ia menggodaku dengan gaya badut paling lucu yang tak
pernah membuatku tertawa. Bahkan, setiap kali ia meniru gerakanku, aku selalu pura-pura
tak melihatnya.
Pernah, suatu malam, aku melihat bayangan orang miskin itu keluar dari dalam cermin,
ber-jalan mondar-mandir, batuk-batuk kecil minta diperhatikan. Ketika aku terus diam saja,
kulihat ia kembali masuk dengan wajah kecewa.
Sejak itu, bila aku berkaca, aku kerap melihat-nya tengah berusaha menyembunyikan isak
ta-ngisnya.
11.
Ada saat-saat di mana kuperhatikan wajah orang miskin itu diliputi kesedihan. “Jangan sa­lah
paham,” katanya. “Aku sedih bukan ka­rena aku miskin. Aku sedih karena banyak se­kali
orang yang malu mengakui miskin. Banyak sekali orang bertambah miskin karena selalu
berusaha agar tidak tampak miskin.”
Entah kenapa, saat itu mendadak aku merasa ki-kuk dengan penampilanku yang perlente.
Se-jak itu pula aku jadi tak terlalu suka berkaca.
12.
Bila lagi sedih orang miskin itu suka datang ke pengajian. Tuhan memang bisa menjadi
hiburan menyenangkan buat orang yang lagi kesusahan, katanya. Ia akan terkantuk-kantuk
sepanjang ceramah, tapi langsung semangat begitu makanan dibagikan.
13.
Ada lagi satu cerita, yang suka diulangnya padaku:
Suatu malam ada seorang pencuri menyatroni rumah orang miskin. Mengetahui hal itu, si
miskin segera sembunyi. Tapi pencuri itu memergoki dan membentaknya, “Kenapa kamu
sembunyi?” Dengan ketakutan si orang miskin menjawab, “Aku malu, karena aku tak punya
apa pun yang bisa kamu curi.”
Ia mendengar kisah itu dalam sebuah pengajian. “Kisah itu selalu membuatku punya alasan
untuk bahagia jadi orang miskin,” begitu ia selalu mengakhiri cerita.
14.
Orang miskin itu pernah ditangkap polisi. Saat itu, di kampung memang terjadi beberapa kali
pencurian, dan sudah sepatutnyalah orang miskin itu dicurigai. Ia diinterogasi dan digebugi.
Dua hari kemudian baru dibebaskan. Kabarnya ia diberi uang agar tak menuntut. Berminggu-
minggu wajahnya bonyok dan memar. “Beginilah enaknya jadi orang miskin,” katanya.
“Di­tu­duh mencuri, dipukuli, dan dikasih duit!”
Sejak itu, setiap kali ada yang kecurian, orang miskin itu selalu mengakui kalau ia pelakunya.
De-ngan harapan ia kembali dipukuli.
15.
Banyak orang berkerumun sore itu. “Ada yang mati,” kata seseorang. Kukira orang miskin itu
te­was dipukuli. Ternyata bukan. “Itu perempuan yang kemarin baru melahirkan. Anaknya
sudah selusin, suaminya minggat, dan ia merasa repot kalau mesti menghidupi satu jabang
bayi lagi. Ma­kanya ia memilih membakar diri.”
Perempuan itu ditemukan mati gosong, sambil mendekap bayi yang disusuinya. Orang-orang
yang mengangkat mayatnya bersumpah, kalau air susu perempuan itu masih menetes-netes
dari putingnya.
16.
Sepertinya ini memang lagi musim orang mis-kin bunuh diri. Dua hari lalu, ada seorang ibu
sengaja menabrakkan diri ke kereta api sambil menggendong dua anaknya. Ada lagi
sekeluarga orang miskin yang kompak menenggak racun. Ada juga suami istri gantung diri
karena bosan dililit hutang.
“Tak gampang memang jadi orang miskin,” ujar orang miskin itu. “Hanya orang miskin
ga-dungan yang mau mati bunuh diri. Untunglah, sekarang saya sudah resmi jadi orang
miskin,” ujarnya sembari menepuk-nepuk dompet di pantat teposnya, di mana Kartu Tanda
Miskin itu dirawatnya. “Ini bukti kalau aku orang miskin sejati.”
17.
Orang miskin punya ponsel itu biasa. Hanya orang-orang miskin yang ketinggalan zaman
sa-ja yang tak mau berponsel. Tapi aku tetap sa-ja kaget ketika orang miskin itu muncul di
ru-mahku sambil menenteng telepon genggam.
“Orang yang sudah resmi miskin seperti aku, boleh dong bergaya!” katanya dengan gagah.
Lalu ia sibuk memencet-mencet ponselnya, menelepon ke sana kemari dengan suara yang
sengaja dikeras-keraskan, “Ya, hallo, apa kabar? Bagaimana bisnis kita? Halooo….”
Padahal ponsel itu tak ada pulsanya.
18.
Ia juga punya kartu nama sekarang. Di kartu na-ma itu bertengger dengan gagah namanya,
tem-pat tinggal, dan jabatannya: Orang Miskin.
19.
Ia memang jadi kelihatan keren sebagai orang mis-kin. Ia suka keliling kampung, menenteng
pon­sel, sambil bersiul entah lagu apa. “Sekarang anak-anakku tak perlu lagi repot-repot
me-ngemis dengan tampang dimelas-melaskan,” ka­tanya. “Buat apa? Toh sekarang kami
sudah nya-man jadi orang miskin. Tak sembarang orang bisa punya Kartu Tanda Miskin
seperti ini.”
Ia mengajakku merayakan peresmian kemiskinannya. Dibawanya aku ke warung yang biasa
dihutanginya. Semangkuk soto, ayam goreng, sam-bal terasi dan nasi—yang tambah sampai
tiga kali—disantapnya dengan lahap. Sementa-ra aku hanya memandanginya.
“Terima kasih telah mau merayakan kemiskinanku,” katanya. “Karena aku telah benar-benar
resmi jadi orang miskin, sudah sepantasnya kalau kamu yang membayar semuanya.”
Sambil bersiul ia segera pergi.
20.
Ketika tubuhnya digerogoti penyakit, dengan enteng orang miskin itu melenggang ke rumah
sakit. Ia menyerahkan Kartu Tanda Miskin pada suster jaga. Karena banyak bangsal kosong,
suster itu menyuruhnya menunggu di lorong. “Beginilah enaknya jadi orang miskin,”
batinnya, “dapat fasilitas gratis tidur di lantai.” Dan orang miskin itu dibiarkan menunggu
berhari-hari.
Setelah tanpa pernah diperiksa dokter, ia disuruh pulang. “Anda sudah sumbuh,” kata
pe-rawat, lalu memberinya obat murahan.
Orang miskin itu pulang dengan riang. Kini tak akan pernah lagi takut pada sakit. Saat anak-
anaknya tak pernah sakit, ia jadi kecewa. “Apa gunanya kita punya Kartu Tanda Miskin kalau
kamu tak pernah sakit? Tak baik orang miskin selalu sehat.”
Mendengar itu, mata istrinya berkaca-kaca.
21.
Beruntung sekali orang miskin itu punya istri yang tabah, kata orang-orang. Kalau tidak,
perempuan itu pasti sudah lama bunuh diri. Atau memilih jadi pelacur ketimbang terus hidup
dengan orang miskin seperti itu.
Tak ada yang tahu, diam-diam perempuan itu sering menyelinap masuk ke rumahku. Sekadar
untuk uang lima ribu.
22.
Suatu sore yang cerah, aku melihat orang mis-kin itu mengajak anak istrinya pergi berbelanja
ke mal. Benar-benar keluarga miskin yang sa-kinah, batinku. Ia memborong apa saja
sebanyak-banyaknya. Anak-anaknya terlihat begitu gembira.
“Akhirnya kita juga bisa seperti mereka,” bi­sik orang miskin itu pada istrinya, sambil
me-nunjuk orang-orang yang sedang antre memba-yar dengan kartu kredit. Di kasir, orang
mis­kin itu pun segera mengeluarkan Kartu Tan­da Miskin miliknya, “Ini kartu kredit saya.”
Tentu saja, petugas keamanan langsung mengusirnya.
23.
Ia tenang anak-anaknya tak bisa sekolah. “Buat apa mereka sekolah? Entar malah jadi kaya,”
katanya. “Kalau mereka tetap miskin, malah banyak gunanya, kan? Biar ada yang terus
berdesak-desakan dan saling injak setiap kali ada pembagian beras dan sumbangan. Biar ada
yang terus bisa ditipu setiap menjelang pemilu. Kau tahu, itulah sebabnya, kenapa di negeri
ini orang miskin terus dikembangbiakkan dan dibudidayakan.”
Aku diam mendengar omongan itu. Uang dalam amplop yang tadinya mau aku berikan,
pelan-pelan kuselipkan kembali ke dalam saku.
24.
Takdir memang selalu punya cara yang tak terduga agar selalu tampak mengejutkan. Tanpa
firasat apa-apa, orang miskin itu mendadak mati. Anak-anaknya hanya bengong memandangi
mayatnya yang terbujur menyedihkan di ranjang. Sementara istrinya terus menangis, bukan
karena sedih, tapi karena bingung mesti beli kain kafan, nisan, sampai harus bayar lunas
kuburan.
Seharian perempuan itu pontang-panting cari utangan, tetapi tetap saja uangnya tak cukup
buat biaya pemakaman. “Bagaimana, mau dikubur tidak?” Para pelayat yang sudah lama
menunggu mulai menggerutu.
Karena merasa hanya bikin susah dan merepotkan, maka orang miskin itu pun memutuskan
untuk hidup kembali.
25.
Sejak peristiwa itu, kuperhatikan, ia jadi sering murung. Mungkin karena banyak orang yang
kini selalu mengolok-oloknya.
“Dasar orang miskin keparat,” begitu sering orang-orang mencibir bila ia lewat, “mau mati
sa­ja pakai nipu.”
“Apa dikira kita nggak tahu, itu kan akal bulus biar dapat sumbangan.”
“Dasarnya dia emang suka menipu, kok! Ingat nggak, dulu ia sering keliling minta
sumbangan, pura-pura buat bikin masjid. Padahal hasilnya ia tilep sendiri.”
“Kalian tahu, kenapa dia tak jadi mati? Kare­na neraka pun tak sudi menerima orang miskin
kayak dia!”
Orang-orang pun tertawa ngakak.
26.
Nasib buruk kadang memang kurang ajar. Suatu hari, orang miskin itu berubah jadi anjing.
Itulah hari paling membahagiakan dalam hidupnya. Anak istrinya yang kelaparan segera
menyembelihnya.

Peserta didik mengerjakan latihan dan tugas yang diberikan guru untuk mengembangkan
kompetensi yang sesuai dengan teks cerpen “ Perihal Orang Miskin yang Bahagia”
1. Menjawab pertanyaan isi teks cerpen “ Perihal Orang Miskin yang Bahagia”
a. Menyimpulkan isi pokok teks cerpen “ Perihal Orang Miskin yang Bahagia”
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
b. Menyipulkan struktur teks cerpen “ Perihal Orang Miskin yang Bahagia”
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
c. Menyimpulkan kejadian kasualitas teks cerpen “ Perihal Orang Miskin yang Bahagia”
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................

2. Penilaian

Nilai : Nilai a + b + c + d + e =

Jakarta, Agustus 2018


Guru Mata Pelajaran
Bhs. Indonesia XI IPA/IPS

Anda mungkin juga menyukai