Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Ensefalitis

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus
atau mikroorganisme lain yang non purulent.

Ensefalitis adalah merupakan proses radang akut yang melibatkan meningen dan sampai
tingkat yang bervariasi, infeksi ini relative lazim dan dapat disebabkan oleh agen yang berbeda.
(Donna.L. Wong, 2000)

Ensefalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen yang disebabkan oleh
virus, bakteri, jamur, dan parasit. (Dewanto, 2007)

2.2 Etiologi

1. Mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing, jamur,spirokaeta, dan virus

Macam-macam encephalitis virus menurut Robin

a. Infeksi virus yang bersifat epidermik

- golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO

- golongan virus ARBO : western equire encephalitis, St. Louis encephalitis,


Eastern equire encephalitis, Murray valley encephalitis

b. Infeksi virus yang bersifat sporadic : rabies, herpes simpleks, herpes zoster,
limfogranuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas

c. Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca
vaksinia, pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi
traktus respiratorius yang tidak spesifik.

2. Reaksin toxin seperti pada thypoid fever, campak, chicken pox

3. Keracunan : arsenik, CO
2.3 Patofisiologi

Virus atau agen penyebab lainnya masuk ke dalam susunan saraf pusat melalui peredaran
darah, saraf perifer atau saraf kranial, menetap dan berkembang biak menimbulkan proses
peradangan. Kerusakan pada Myelin pada akson dan white matter dapat pula terjadi. Reaksi
peradangan juga dapat menyebabkan pendarahan, edema, nekrosis yang selanjutnya dapat terjadi
peningkatan tekanan intrakranial. Kematian dapat terjadi karena adanya herniasi dan peningkatan
tekanan intrakranial. (Tarwoto, Wartonah. 2007)

Virus masuk ke tubuh klien melalui kulit, saluran napas, dan saluran cerna. Setelah masuk
kedalam tubuh virus akan menyebar keseluruh tubuh dengan berbagai cara :

a. Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.

b. Penyebaran hematogen primer : virus masuk kedalam darah kemudian menyebar ke


organ dan kemudian berkembang biak di organ tersebut.

c. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan
dan menyebar melalui sistem saraf

Setelah terjadi penyebaran virus ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis. Masa prodormal
berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah nyeri tenggorokan,
malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit kepala, muntah-
muntah, letargi, kadang disertai kaku kuduk bila infeksi mengenai meningen. Pada anak, tampak
gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan,
pendengaran, bicara, serat kejang. Gejala lain berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku,
gangguan kesadaran, kejang. Kadang disertai tanda neurologis fokal berupa affassia, hemiparesis,
hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf otak.

2.4 Manifestasi Klinis

1. Demam

2. Sakit kepala dan biasanya pada bayi disertai jeritan

3. Pusing

4. Muntah

5. Nyeri tenggorokan dan ekstremitas

6. Malaise

7. Pucat
8. Halusinasi

9. Kejang

10. Gelisah

11. Gangguan kesadaran

2.5 Komplikasi

Komplikasi ensefalitis berupa :

1. Retardasi mental

2. Irritabel

3. Gangguan motorik

4. Epilepsi

5. Emosi tidak stabil

6. Sulit tidur

7. Halusinasi

8. Anuresis

2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan cairan serebrospinalis

Warna dan jernih terdapat pleocytosis berkisar antara 50-200 sel dengan dominasi
sel limfosit. Protein agak meningkat sedangkan glukosa dalam batas normal.

2. Pemeriksaan EEG

Memperhatikan proses inflamasi yang difuse "bilateral" dengan aktivitas rendah.

3. Thorax photo

4. Darah tepi : leukosit meningkat

5. CT Scan untuk melihat keadaan otak


6. Pemeriksaan virus

2.7 Penatalaksanaan

1. Isolasi bertujuan mengurangi stimulus/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan


pencegahan.

2. Terapi antibiotik, sesuai hasil kultur

3. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara signifikan
dapat menurunkan mortalitas dan morbili HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara
intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk
mencegah kekambuhan.

4. Mempertahankan hidrasi, monitor balance cairan, jenis dan jumlah cairan diberikan
tergantung keadaan pasien.

5. Mengontrol kejang obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat
yang diberikan adalah valium dan atau luminal. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-
0,5 mg/kgBB/kali. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bisa diulang dengan dosis
yang sama. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium
drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.

6. Mempertahankan ventilasi; Bebaskan jalan napas, berikan O² sesuai kebutuhan (2-3


liter/menit).

7. Penatalaksanaan shock septik.

8. Untuk mengatasi hiperpireksia, dapat diberikan kompres pada permukaan tubuh atau
dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah
memungkinkan pemberian obat per oral.

2.8 Diagnosa

1. Hipertermia b.d reaksi inflamasi

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. Nyeri akut b.d adanya proses infeksi/inflamasi,toksin dalam sirkulasi

4. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan/ketahanan


5. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d edema serentak yang mengubah atau
menghentikan aliran darah arteri/Vena

6. Resiko cedera b.d aktivitas kejang umum

7. Ketidak mampuan koping keluarga b.d prognosis penyakit, perubahan psikososial,


perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam struktur dan fungsi
ketidakberdayaan

8. Distress spiritual b.d ketidakmampuan berinteraksi sosial, perubahan hidup, sakit kronis

9. Resiko infeksi b.d diseminata hematogen dari patogen

10. Defisit perawatan diri b.d kerusakan sensorik, motorik (kerusakan susunan saraf pusat),
pergerakan terganggu.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Biodata
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan
klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan kotor dapat
mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. keluhan
utama pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan
kesadaran, demam dan kejang.
c. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan hebatnya
keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang pernah dialami
sebelumnya. Biasanya pada masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari
ditandai dengan demam,s akit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan,
malaise, nyeri ekstrimitas dan pucat. Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang
berat ringannya tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala
terebut berupa gelisah, irritable, screaning attack, perubahan perilaku,
gangguan kesadaran dan kejang kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal
berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisi saraf otak.
d. Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal.
Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita
oleh ibu terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi
lahi rdalam usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi system
kekebalan terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga
mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak.
Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah lahir.
Contoh : BBLR, apgar score, yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit yang lalu.
Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan meningkatkan
kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada jaringan otak (J.G.
Chusid, 1993). Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana kekebalan
tubuh anak. Alergi pada anak perlu diketahui untuk dihindarkan karena dapat
memperburuk keadaan.
f. Riwayat kesehatan keluarga.
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan
penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu
diketahui, apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular
yang ada hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh klien (Soemarno
marram, 1983).
g. Riwayat social.
Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhdap pertumbuhan dan
perkembangan anak. Perjalanan klinik dari penyakit sehingga mengganggu
status mental, perilaku dan kepribadian. Perawat dituntut mengkaji status
klien ataukeluarga agar dapat memprioritaskan maslaah
keperawatnnya.(Ignatavicius dan Bayne, 1991).
h. Kebutuhan dasar (aktfitas sehari-hari).
Pada penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan sehari-hari
antara lain : gangguan pemenuahan kebutuhan nutrisi karena mual muntah,
hipermetabolik akibat proses infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial.
Pola istirahat pada penderita sering kejang, hal ini sangat mempengaruhi
penderita. Pola kebersihan diri harus dilakukan di atas tempat tidur karena
penderita lemah atau tidak sadar dan cenderung tergantung pada orang lain
perilaku bermain perlu diketahui jika ada perubahan untuk mengetahui akibat
hospitalisasi pada anak.
i. Pemeriksaan fisik.
Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pad apemeriksaan
neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum
meliputi :
a) Keadaan umum.
Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami
perubahan atau penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran
dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi serebral yang
berkaitan dengan kegagalan neural akibat prosses peradangan otak.
b) Gangguan system pernafasan.
Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial
menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan
tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan
terjadi paralisa otot pernafasan (F. Sri Susilaningsih, 1994).
c) Gangguan system kardiovaskuler.
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik
pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan
menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor
menyebabkan meningkatnya transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
d) Gangguan system gastrointestinal.
Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan
intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus
sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat pula terjd diare
akibat terjadi peradangan sehingga terjadi hipermetabolisme (F. Sri
Susilanigsih, 1994).

Anda mungkin juga menyukai