Anda di halaman 1dari 51

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 2017 didapatkan data tingginya
angka kejadian gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak usia balita khususnya
gangguan perkembangan motorik didapatkan sebesar 27,5% atau 3 juta anak mengalami
gangguan. Data nasional menurut Kementrian Kesehatan Indonesia tahun 2016, terhitung
sebesar 11,5% anak balita di Indonesia mengalami kelainan pertumbuhan dan perkembangan.
Salah satu aspek penting dalam perkembangan adalah perkembangan motorik. Perkembangan
motorik merupakan awal dari kecerdasan dan emosi sosial pada anak. Perkembangan motorik
adalah perkembangan kontrol gerak badan melalui aktivitas saraf pusat, saraf tepi dan otot.
Kontrol pergerakan tersebut muncul dari perkembangan refleks- refleks yang dimulai sejak
anak lahir. Anak menjadi tidak berdaya jika perkembangan tersebut tidak muncul.1
Makanan memegang peran penting dalam tumbuh kembang anak, dimana kebutuhan anak ber-
beda dengan kebutuhan orang dewasa. Selain untuk aktivitas sehari-hari makanan juga penting
untuk tumbuh kembang anak. Pada bayi, makanan terbaik adalah air susu ibu (ASI) karena
hampir semua zat yang dibutuhkan oleh bayi terkandung didalamnya. Air susu ibu mengan-
dung antibodi yang tidak terdapat dalam susu sapi sehingga menjadi pilihan terbaik bagi bayi.2
Air Susu Ibu (ASI) eksklusif merupakan pemberian air susu ibu tanpa makanan dan minuman
tambahan pada bayi berusia 0-6 bulan dan air putih tidak diberikan dalam tahap pemberian ASI
eksklusif. Menurut World Health Organization (WHO), ASI eksklusif merupakan pemberian
ASI saja tanpa diberikan cairan lain baik susu formula, air putih, air jeruk, maupun makanan
tambahan lain sampai usia bayi 6 bulan. Sebelum menginjak usia 6 bulan sistem pencernaan
bayi belum berfungsi dengan sempurna, sehingga bayi belum mampu mencerna makanan
selain ASI. Penegasan terkait pemberian ASI eksklusif diatur dalam PP Nomor 33 tahun 2012
Pasal 6 yang berbunyi “Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada
bayi yang dilahirkannya”.2.
Prevalensi pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih terbilang rendah, sementara target In-
donesia untuk pemberian ASI eksklusif sebesar 80% berdasarkan target Surat Kemenkes
450/Menkes/SK/IV/2004. Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015,
cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan secara nasional sebesar 55,7%.1 Usia 0-
2

24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap
diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apa-
bila pada masa ini anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal.
Sebaliknya apabila anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya,
maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kem-
bang anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.2
Hasil penelitian yang dilakukan mengenai hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan perkem-
bangan bayi usia 3-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Bangkinang tahun 2018, didapatkan
hasil ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan
bayi usia 3-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Bangkinang tahun 2018 dengan P value (0,007)
< α (0,05).3
Sedangkan berdasarkan penelitian tentang hubungan pemberian asi eksklusif dengan tumbuh
kembang anak usia toddler di wilayah kerja puskesmas tamangapa didapatkan hasil tidak ada
hubungan pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan anak (p= 0,215). Meskipun tidak
ditemukan hubungan yang signifikan dalam penelitian ini, namun tampak kecenderungan anak
yang memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang tidak normal berasal dari kelompok non
ASI eksklusif.4
Dari paparan latar belakang tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan
pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan motorik kasar balita usia 6-24 bulan di Pusk-
esmas Kecamatan Batujaya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut
:

1. Prevalensi gangguan perkembangan motorik di dunia didapatkan sebesar 27,5% atau 3


juta anak menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 2017

2. Prevalensi gangguan pertumbuhan dan perkembangan di Indonesia adalah sebesar


11,5% anak balita menurut data nasional Kementrian Kesehatan Indonesia tahun 2016

3. Prevalensi pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih rendah yaitu 55,7%


berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015.
3

1.3 Hipotesis

Terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan motorik kasar balita
usia 6-24 bulan di Puskesmas Kecamatan Batujaya

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

 Diketahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan motorik kasar
balita usia 6-24 bulan di Puskesmas Kecamatan Batujaya bulan Agustus 2019

1.4.2 Tujuan khusus

• Diketahuinya frekuensi perkembangan motorik kasar pada balita usia 6-24 bulan di Pusk-
esmas Kecamatan Batujaya bulan Agustus 2019
• Diketahuinya sebaran jenis kelamin, berat badan lahir, posisi anak dalam keluarga, status
gizi, status pendidikan ibu dan pemberian ASI ekslusif pada balita usia 6-24 bulan di Pusk-
esmas Kecamatan Batujaya bulan Agustus 2019
• Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin, berat badan lahir, posisi anak dalam keluarga,
status gizi, status pendidikan ibu dan pemberian ASI ekslusif dengan perkembangan motorik
kasar pada balita usia 6-24 bulan di Puskesmas Kecamatan Batujaya bulan Agustus 2019
4

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Menambah wawasan, kemampuan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, memenuhi tugas


penelitian sebagai syarat kelulusan kepaniteraan ilmu kesehatan masyarakat dan sebagai refer-
ensi penelitian yang dapat dilanjutkan di kemudian hari.

1.5.2 Bagi Puskesmas

Memberi masukan bagi puskesmas sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan usaha
promotif dan preventif dalam masalah pemberian ASI eksklusif sehingga dapat membantu da-
lam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya yang berada di wilayah kerja
p;/uskesmas.

1.5.3 Bagi masyarakat

Menjadi bahan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pent-
ingnya pemberian sehingga mampu berperan aktif dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
5

BAB II

TiNJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep ASI Eksklusif

2.1.1 Pengertian ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa tambahan cairan lain
seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat
seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai diberi-
kan makanan pendamping ASI (MPASI). ASI dapat diberikan sampai anak berusia 2 tahun
atau lebih.3

2.1.2 Fisiologi Laktasi

Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi ASI (prolaktin) dan pen-
geluaran ASI (Oksitosin).4
2.1.2.1 Produksi ASI (Prolaktin)
Selama kehamilan hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI belum keluar karena
pengaruh hormon estrogen yanbg masih tinggi. Kadar estrogen dan progesteron akan menurun
pada saat hari kedua atau ketiga paska persalinan, sehingga terjadi sekresi ASI. Pada proses
laktasi terdapat dua reflek yang berperan, yaitu reflek prolaktin dan reflek aliran yang timbul
akibat perangsangan puting susu dikarenakan hisapan bayi. Akhir kehamilan hormon prolaktin
memegang peranan untuk membuat kolostrum, tetapi jumlah kolostrum terbatas dikarenakan
aktivitas prolaktin dihambat oleh esterogen dan progesteron yangmasih tinggi.Paska persali-
nan, yaitu saat lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum maka estrogen dan
progesteron juga berkurang. Hisapan bayi akan merangsang putih susu dan kalang payudara,
karena ujung-ujung saraf sensorif yang berfungsi sebagai reseptor mekanik.4
Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medullaspinalis hipotalamus dan akan me-
nekan pengeluaran faktor penghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang pengelua-
ran faktor pemacu sekresi prolaktin. Faktor pemacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofise
anterior sehingga keluar keluar prolaktin. Hormon ini merangsang, sel-sel alveoli yang ber-
fungsi untuk membuat air susu. Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal 3
bulan setelah melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akanada pen-
ingkatan prolaktinwalau ada hisapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap berlangsung. Pada
6

ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin akan menjadi normal pada minggu ke 2-3. Ber-
samaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior, rangsangan yang berasal dari
hisapan bayi dilanjutkan ke hipofise posterior (neurohipofise) yang kemudian dikeluarkan
oksitosin.Melalui aliran darah, hormon ini menuju uterus sehingga menimbulkan kontraksi.
Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah diproduksi keluar dari alveoli dan masuk
ke sistem duktus dan selanjutnya mengalir melalui duktus lactiferous masuk ke mulut bayi.4
Faktor-faktor yang meningkatkan let down adalah : melihat bayi, mendengarkan suara bayi,
mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi, Faktor-faktor yang menghambat reflek let
down adalah: stres, seperti:keadaan bingung/pikiran kacau, takut, dan cemas. Refleks yang
penting dalam mekanisme hisapan bayi yaitu refleks menangkap (rooting refleks).Refleks
menghisap (sucking refleks), reflek menelan (swallowing refleks).3
a) Refleks Menangkap (Rooting Refleks) Refleks ini timbul saat bayi baru lahir tersentuh
pipinya dan bayi akan menoleh kearah sentuhan. Bila bibir bayi dirangsang oleh papilla
mamae atau jari, maka bayi akan membuka mulut dan berusaha mengkap puting susu.
b) Refleks Menghisap (Sucking Refleks) Reflek ini timbul apabila langit-langit mulut bayi
tersentuh oleh puting.Agar puting mencapai palatum, maka sebagian besar aerola masuk
kedalam mulut bayi. Dengan demikian sinus laktie ferus yang berada di bawah aerola,
tertekan antara gusi, lidah, dan palatum sehingga ASI keluar.
c) Refleks Menelan (Swallowing Refleks) Refleks ini timbul apabila mulut bayi terisi oleh
ASI, maka ia akan menelannya.
2.1.2.2 Pengeluaran ASI (Oksitosin)
Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang berirama akan menghasilkan rangsangan
saraf yang terdapat pada glandula pituitaria posterior sehingga mensekresi hormon oksitosin.
Hal ini menyebabkan sel-sel mioepitel di sekitar alveoli akan berkontaksi dan mendorong ASI
masuk dalam pembuluh ampula. Pengeluaran oksitosin selain dipengaruhi oleh hisapan bayi,
juga oleh reseptor yang terletak pada duktus.Bila duktus melebar, maka secara reflektoris oksi-
tosin dikeluarkan oleh hipofisis.4

2.1.3 Macam-macam ASI

ASI dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu kolostrum, air saat transisi/peralihan, dan air susu
matur, yaitu:5

2.1.3.1 Kolostrum
7

Setelah bayi lahir, cairan encer kekuningan atau bewarna kekuningan dan kental, yang disebut
kolostrum, mengalir dari puting ibu sebelum ASI diproduksi. ASI yang mengandung, kolos-
trum ini berlangsung selama 1 sampai 4 atau 7 hari paska persalinan. Bayi baru lahir akan
diberi ASI sesuai dengan kapasitas lambung antara 30-90 ml. Fungsi kolostrum antara lain:5
a) Neonatus baru lahir mempunyai lambung yang sangat kecil, yang hanya muat untuk di isi
sedikit, dan kolostrum ini tersedia dalam jumlah sedikit.
b) Kolostrum berisi banyak antibody dan growth factor. Growth factorini meningkatkan
perkembangan sistem pencernaan neonatus dan antibodi untuk meningkatkan sistem imun
neonatus.
c) Kolostrum berisi immunoglobulin A, yang berfungsi melindungi neonatus dari infeksi
tenggorokan, hati, dan usus.
2.1.3.2 Air susu transisi/peralihan
Air susu transisi/peralihan merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI yang
matur. ASI transisi diproduksi hari 7-10 sampai hari ke 14 paska persalinan. Kadar protein
pada ASI ini makin rendah, sedangkan kadar karbohidrat, lemak, dan volumenya akan mening-
kat.5
2.1.3.3 Air Susu Matur
Air susu matur merupakan ASI yang dikeluarkan pada hari ke sepuluh dan seterusnya, yang
memiliki komposisi relatif kostan. Pada ibu yang sehat dengan ASI yang cukup, maka ASI ini
dianggap sebagai satu-satunya makanan yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai berusia
6 bulan.5

2.1.4 Komposisi Gizi dalam ASI Biasa (Matur)

2.1.4.1 Protein

Dibandingkan dengan komposisi protein susu mamalia protein ASI paling rendah, berkisar
1,3g/ml pada bulan pertama dengan rata-rata 1,15 g/100ml dihitung berdasarkan total nitrogen
x 6,25. ASI mengandung whey protein dan casein. Casein adalah protein yang sukar dicerna
dan whey protein adalah protein yang membangun menyebabkan isi pencernaan bayi menjadi
lebih lembut atau mudah dicerna oleh usus bayi. Rasio whey casein yang tinggi pada ASI
membantu pencernaa bayi dengan pembentukan hasil akhir pencernaan bayi yang lebih lembut
dan mengurangi waktu pengosongan gaster bayi. Rasio casein: whey pada ASI adalah 60:40,
sedangkan pada susu sapi dan susu formula adalah 20:80 dan 18:82. Di sini, tampak bahwa
casein dalam ASI hanya separuh dari susu sapi. Meskipun kedua susu tersebut sama-sama
8

mengandung whey protein yang baik untuk pencernaan, namun whey ASI terdiri dari alpha-
lactalbumin yang membantu sintesa latosa, sedangkan pada susu sapi terdiri dari beta-lactoglo-
bulin. Disamping alpha-lactolbumin, ASI juga mengandung 4 unsur penting lainnya, yaitu
serum albumin, laktoferin, immunoglobin, dan lisozim.6

2.1.4.2 Lemak

Lemak ASI terdiri dari trigliserid (98-99%) yang dengan enzim lipase akan terurai menjadi
trigliserol dan asam. Enzim lipase tidak hanya terdapat pada sistem pencernaan bayi, tapi juga
dalam ASI.Lemak ASI lebih mudah dicerna karena sudah dalam emulsi. Salah satu keunggulan
lemak ASI adalah kandungan asam lemak esensial, docosabexaenoic acid (DHA) dan arach-
noic acid (AA) yang berperan penting dalam pertumbuhan otak sejak trimester 1 kehamilan
sampai 1 tahun usia anak. Yang merupakan asam lemak essensial sebenarnya adalah kelompok
omega-3 yang dapat diubah menjadi DHA dan omega-6 yang dapat diubah menjadi AA, kele-
bihan ASI dapat terjadi karena ASI selain mengandung n-3 dan n-6, juga 2,0g/100ml pada
kolostrum menjadi sekitar 4-4,5 g/100ml pada 14 hari setelah persalinan. Kadar lemak juga
bervariasi pada saat baru mulai menyusui (fore milk) menjadi 2-3 kali lebih tinggi pada akhir
menyusui (bind milk).Dibandingkan dengan lemak yang bervariasi konsentrasinya, asam le-
mak lebih stabil. Dalam ASI, asam lemak terdiri dari 42% asam lemak jenuh dan 57% lemak
tak jenuh termasuk DHA dan AA yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan otak bayi dan
anak kecil.6

2.1.4.3 Vitamin

Macam-macam vitamin yang terkandung dalam ASI adalah sebagai berikut:

a) Vitamin yang larut dalam lemak.

Vitamin adalah salah satu vitamin penting yang tinggi kadarnya dalam kolostrun dan me-
nurun pada ASI biasa. ASI adalah sumber vitamin A yang baik dengan konsentrasi sekitar
200IU/dl.Vitamin yang larut dalam lemak lainnya adalah vitamin, D, E dan K. Konsentrasi
vitamin D dan K sedikit dalam ASI.Untuk negara tropis yang terdapat cukup sinar mata-
hari, vitamin D tidak jadi masalah. Vitamin K akan terbentuk oleh bakteri di dalam usus
bayi beberapa waktu kemudian.6

b) Vitamin yang larut dalam air


9

Vitamin C, asam nicotinic, B12, B1 (tiamin), B2 (riboflavin), B6 (piridoksin) sangat di-


pengaruhi oleh makanan ibu, namun untuk ibu dengan status gizi normal, tidak perlu diberi
suplemen.6

2.1.4.4 Zat Besi

Meskipun ASI mengandung sedikit zat besi (0,5-1,0 mg/liter), namun bayi yang menyusui ja-
rang terkena anemia. Bayi lahir dengan cadangan zat besi dan zat besi dari ASI diserap dengan
baik (70%) dibandingkan dengan penyerapan 30% dari susu sapi dan 10% dari susu formula.6

2.1.4.5 Zat Anti Infeksi

ASI mengandung anti infeksi terhadap berbagai penyakit, seperti saluran nafas atas, diare, dan
penyakit saluran pencernaan.ASI sering disebut juga “darah putih” yang mengandung enzim,
immunoglobin, dan lekosit. Lekosit terdiri atas fagosit 90% dan limfosit 10%, yang meskipun
sedikit tetap dapat memberikan efek protektif yang signifikan terhadap bayi. Immunoglobin
merupakan protein yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai respon terhadap adanya imunogen
atau antigen (zat yang menstimulasi tubuh untuk memproduksi antibody). Ada 5 macam im-
munoglobin: IgA, IgN, IgE, IgD. Dan IgG. Dari kelimanya, secterory IgA (sIgA) disekresi oleh
makrofag (disentesa dan disimpan dalam payudara), yang berperan dalam fungsi antibody ASI
melalui alur limfosit (lymphosyte pathway). Antibodi IgA yang terbentuk dalam payudara ibu
(melalui ASI)setelah ibu terekspos terhadap antigen di saluran pencernaan dan saluran pernafa-
san disebut BALT (bronchuss associated immunocompetent lymphoid tissue) dan GALT (gut
associated immunocompetent lymphoid tissue).Bayi baru lahir mempunyai cadangan IgA sedi-
kit dan karena itulah bayi sangat memerlukan tambahan proteksi sIgA dalamm ASI terhadap
penyakit infeksi.6

2.1.4.6 Laktoferin

Laktoferin banyak dalam ASI (1-6mg/dl), tapi tidak terdapat dalam susu sapi. Laktoferin
bekerja sama dengan IgA untuk menyerap zat besi dari pencernaan sehingga menyebabkan
terhindarnya suplai zat besi yang dibutuhkan organisme patogenik, seperti Eschericia Coli (E.
Coli) dan Candida Albikans. Oleh karena itu, pemberian suplemen zat besi kepada bayi me-
nyusui harus dipertimbangkan.6

2.1.4.7 Faktor Bifidus


10

Faktor Bifidus dalam ASI meningkatkan pertumbuhan bakteri baik dalam usus bayi (
Lactobacillus Bifidus) yang melawan pertumbuhan bakteri pathogen ( seperti Shigela,
Salmonela dan E. Coli), yang ditandai dngan Ph rendah (5-6), bersifat asam, dari tinja bayi.6

2.1.4.8 Lisozim

Lisozim termasuk whey protein yang bersifat bakteriosidal, antiinflamasi, dan mempunyai
kekuatan beberapa ribu ksli lebih tinggi daripada susu sapi. Lizozim dapat melawan serangan
E. Coli dan Salmonela, serta lebih unik dibandingkan dengan antibody lain karena jika yang
lain menurun maka kadar lisozim akan meningkat di ASI setelah bayi berumur di atas 6 bulan
sampai saat bayi sudah mulai diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Oleh karena itu,
kemungkinan terkena infeksi semakin tinggi.6

2.1.4.9 Taurin

Taurin adalah asam amino dalam ASI yang terbanyak kedua dan tidak terdapat dalam susu
sapi. Berfungsi sebagai neurotransmitter dan berperan penting dalam maturasi otak bayi. Ka-
rena itu, susu formula bayi kebanyakan berusaha menambah taurin didalam formulanya.6

2.1.5 Manfaat Pemberian ASI

2.1.5.1 Bagi Bayi

Bagi bayi asi dapat bermanfaat sebagai berikut :

a) Dapat membantu memulai kehidupannya dengan baik


Bayi yang mendapatkan ASI mempunyai kenaikan berat badan yang baik setelah lahir,
pertumbuhan setelah periode perinatal baik, dan mengurangi kemungkinan obesitas. Ibu-
ibu yang diberi penyuluhan tentang ASI dan laktasi, umumnya berat badan bayi (pada
minggu pertama kelahiran) tidak sebanyak ibu-ibu yang diberi penyuluhan. Alasannya
ialah bahwa kelompok ibu-ibu tersebut segera menghentikan ASI-nya setelah melahirkan.
Frekuensi menyusui yang sering (tidak dibatasi) juga dibuktikan bermanfaat karena vol-
ume ASI yangdihasilkan lebih banyak sehingga penurunan berat badan bayi hanya sedi-
kit.6
b) Mengandung antibodi
Mekanisme pembentukan antibodi pada bayi adalah sebagai berikut: apabila ibu mendapat
infeksi maka tubuh ibu akan membentuk antibodi dan akan disalurkan dengan bantuan
jaringan limfosit. Antibodi di payudara disebut mammae associated immunocompetent
lymphoid tissue (MALT). Kekebalan terhadap penyakit saluran pernafasan yang ditransfer
11

disebut Bronchus Associated Immunocompetent Lymphoid Tissue (BALT)) dan untuk


penyakit saluran pencernaan ditransfer melalui Gutassociated Immunocompetent Lym-
phoid Tissue (GALT). Dalam tinja bayiyang mendapat ASI terdapat antibodi terhadap
bakteri E. coli dalam konsentrasi yang tinggi sehingga jumlah bakteri E.coli dalm tinja
bayi tersebut rendah. Didalam ASI kecuali antibodi terdapat enterotoksin E. coli, juga
pernah dibuktikan adanya anrtibodi terhadap salmonella typhi, shigela dan antibodi ter-
hadap virus, seperti rota virus, polio, dan campak.6
c) ASI mengandung komposisi yang tepat yaitu dari berbagai bahan makanan yang baik un-
tuk bayi yaitu terdiri dari proporsi yang seimbang dan cukup kuantitas semua zat gizi yang
diperlukan untuk kehidupan 6 bulan pertama.6
d) Mengurangi kejadian karies dentis
Insiden karies dentis pada bayi yang mendapat susu formula jauh lebih tinggi dibanding
yang mendapat ASI, karena kebiasaan menyusui dengan botol dan dot terutama pada
waktu akan tidur menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan susu formula dan me-
nyebabkan asam yang terbentuk akan merusak gigi.6
e) Memberi rasa nyaman dan aman pada bayi dan adanya ikatan antara ibu dan bayi. Hub-
ungan fisik ibu dan bayi baik untuk perkembangan bayi, kontak kulit ibu ke kulit bayi yang
mengakibatkan perkembangan psikomotor maupun sosial yang lebih baik.6
f) Terhindar dari alergi Pada bayi baru lahir sistem IgE belum sempurna. Pemberian susu
formula akan merangsng aktivasi sistem ini dan dapat menimbulkan alergi. ASI tidak men-
imbulkan efek ini. Pemberian protein asing yang di tunda sampai umur 6 bulan akan men-
gurangi kemungkinan alergi.6
g) ASI meningkatkan kecerdasan bagi bayi. Lemak pada ASI adalah lemak tak jenuh yang
mengandung omega 3 untuk pematangan sel-sel otak sehingga jaringan otak bayi yang
mendapat asi eksklusif akan tumbuh optimal dan terbebas dari rangsangan kejang sehingga
menjadikan anak lebih cerdas dan terhindar dari kerusakan sel-sel saraf otak.6

2.1.5.2 Bagi Ibu

Bagi ibu ASI bermanfaat sebagai kontrasepsi, kesehatan, penurunan berat badan dan ber-
pengaruh terhadap psikologi ibu.

a) Aspek kontrasepsi
Hisapan mulut bayi pada puting susu merangsang ujung saraf sensorik sehingga post an-
terior hipofise mengeluarkan prolaktin. Prolaktin masuk ke indung telur, menekan
produksi estrogen akibatnya tidak ada ovulasi. Menjarangkan kehamilan, pemberian ASI
12

memberikan 98% metode kontrasepsi yang efisien selama 6 bulan pertama sesudah ke-
lahiran bila diberikan hanya ASI saja (eksklusif) dan belum terjadi menstruasi kembali.6
b) Aspek kesehatan ibu
Isapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya oksitosin oleh kelenjar
hipofisis. Oksitosin membantu involusi uterus dan mencegah terjadinya perdarahan paska
persalinan. Penundaan haid dan berkurangnya perdarahan paska persalinan mengurangi
prevalensi anemia defisiensi zat besi.Kejadian karsinoma mamae pada ibu yang menyusui
lebih rendah dibanding yang tidak menyusui. Mencegah kanker hanya dapat diperoleh ibu
yang menyusui anaknya secara eksklusif.Penelitian membuktikan ibu yang memberikan
ASI secara eksklusif memiliki resiko terkena kanker payudara dan kanker ovarium 25%
lebih kecil dibanding yang tidak menyusui secara eksklusif.6
c) Aspek penurunan berat badan
Ibu yang menyusui eksklusif ternyata lebih mudah dan cepat kembali ke berat badan
semula seperti sebelum hamil. Pada saat hamil, badan terus bertambah berat, selain karena
ada janin, juga karena penimbunan lemak pada tubuh. Cadangan lemak ini sebetulnya me-
mang disiapkan sebagai sumber tenaga dalam proses produksi ASI. Dengan menyusui,
tubuh akan menghasilkan ASI lebih banyak lagi sehingga timbunan lemak yang berfungsi
sebagai cadangan tenaga akan terpakai. Logikanya, jika timbunan lemak menyusut, berat
badan ibu akan cepat kembali ke keadaan seperti sebelum hamil.6
d) Aspek psikologi
Keuntungan menyusui bukan haknya bermanfaat untuk bayi, tetapi juga untuk ibu. Ibu
akan merasa bangga dan diperlukan, rasa yang dibutuhkan oleh semua manusia.6

2.1.5.3 Bagi Keluarga

Asi juga bermanfaat bagi keluarga dalam hal ekonomi, psikologi dan kemudahan.

a) Aspek ekonomi
ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk membeli susu
formula dapat digunakan untuk keperluan lain. Kecuali itu, penghematan juga disebabkan
karena bayi yang mendapat ASI lebih jarang sakit sehingga mengurangi biaya berobat.6
b) Aspek psikologi
Kebahagian keluarga bertambah, karena kelahiran lebih jarang, sehingga suasana kejiwaan
ibu baik dan dapat mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga.6
c) Aspek kemudahan
13

Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan dimana saja dan kapan saja. Keluarga
tidak perlu repot menyiapkan air masak, botol, dan dot yang harus dibersihkan serta minta
pertolongan orang lain.6

2.1.6 Hal-Hal yang Mempengaruhi Produksi ASI

Pada ibu yang dapat menghasilkan ASI kira-kira 550-1000 ml setiap hari, menurut jumlah ASI
tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:
a) Makanan
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan ibu, apabila makanan ibu
secara teratur dan cukup mengandung gizi yang diperlukan akan mempengaruhi produksi
ASI, karena kelenjar pembuat ASI tidak dapat bekerja dengan sempurna tanpa makanan
yang cukup.Untuk membentuk produksi ASI yang baik, makanan ibu harus memenuhi
jumlah kalori, protein, lemak, dan vitamin serta mineral yang cukup selain itu ibu dianjur-
kan minum lebih banyak kurang lebih 8-12 gelas/hari. Bahan makanan yang dibatasi untuk
ibu menyusui:3
a. Yang membuat kembung, seperti: ubi, singkong, kool, sawi, dan daun bawang
b. Bahan makanan yang banyak mengandung gula dan lemak.
b) Ketenangan jiwa dan fikiran
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan
tertekan, sedih, kurang percaya diri, dan berbagai bentuk ketegangan emosional akan
menurunkan volume ASI bahkan tidak akan terjadi produksi. Untuk memproduksi ASI
yang baik harus dalam keadaan yang tenang.3
c) Penggunaan alat kontrasepsi
Pada ibu yang menyusui bayinya menggunakan alat kontrasepsi hendaknya diperhatikan
karena pemakaian kontrasepsi yang tidak tepat dapat mempengaruhi produksi ASI.3
d) Perawatan payudara
Dengan merangsang buah dada akan mempengaruhi hipofise untuk mengeluarkan hormon
progesteron dan esterogen lebih banyak lagi dan hormon oksitosin.3
e) Anatomis buah dada
Bila jumlah lobus buah dada berkurang, lobulus pun berkurang. Dengan demikian pro-
duksi ASI juga berkurang karena sel-sel acini yang menghisap zat-zat makan dari pembu-
luh darah berkurang.3
f) Faktor isapan anak
14

Bila ibu menyusui anak segera jarang dan berlangsung sebentar maka hisapan anak berku-
rang dengan demikian pengeluaran ASI berkurang.3
g) Faktor obat-obatan
Diperkirakan obat-obatan yang mengandung hormon mempengaruhi hormon prolaktin
dan oksitosin yang berfungsi dalam pembentukan dan pengeluaran ASI. Apabila hormon-
hormon ini terganggu dengan sendirinya akan mempengaruhi pembentukan dan penge-
luaran ASI.3

2.2 Konsep Perkembangan

2.2.1 Pengertian Perkembangan

Perkembangan (development) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif dan kuali-


tatif.Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) struktur dan fungsi tubuh yang
lebih kompleks, dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pema-
tangan/maturitas. Perkembangan menyangkutproses diferensiasi sel tubuh, jaringan tubuh, or-
gan, dan system organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat me-
menuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan kognitif, bahasa, motorik, emosi, dan
perkembangan perilaku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkunganya.Perkembangan meru-
pakan perubahan yang bersifat progresif, terarah, dan terpadu/koheren. Progresif mengandung
arti bahwa perubahan yang terjadi mempunyai arah tertentu cenderung maju ke depan, tidak
mundur kebelakang. Terarah dan terpadu menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang pasti
antara perubahan yang terjadi saat ini, sebelum, dan berikutnya.7

2.2.2 Faktor yang Mempengaruh Tumbuh Kembang Anak

2.2.2.1 Faktor Balita


a) Jenis Kelamin

Setiap bayi yang sehat mempunyai pola perkembangan yang sama, mulai dari tengkurap, me-
rangkak, berjalan dan seterusnya, namun faktor herediter seperti jenis kelamin mempunyai
pengaruh yang berbeda. Seperti halnya pada remaja, perubahan sistem endokrin mempengaruhi
produksi dan kinerja hormon yang lain, pun bila ada gangguan pada sistem endokrin tersebut.
Pertumbuhan dan perkembangan anak dengan jenis kelamin laki-laki setelah lahir akan cender-
ung lebih cepat dibandingkan dengan anak perempuan serta akan bertahan sampai waktu ter-
tentu. Hal tersebut dipengaruhi oleh hormon testosteron yang lebih tinggi pada bayi laki-laki
dibandingkan dengan bayi perempuan. Bayi atau anak laki-laki lebih tertarik pada kegiatan
yang terorganisir, menjadi lebih agresif dan impulsif bila dibandingkan pada bayi perempuan
yang lebih senang pada kegiatan yang tenang dan nyaman.7
15

b) Berat Badan Lahir

BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi besar terhadap kematian
pada masa perinatal. Selain itu dalam perkembangannya bayi yang lahir dengan berat badan
normal dibandingkan bayi yang lahir dengan BBLR akan sangat berbeda. Bayi BBLR berisiko
27,6 kali untuk terjadi keterlambatan perkembangan motorik halus dan 8,18 kali berisiko untuk
terjadi keterlambatan perkembangan motorik kasar dibandingkan anak dengan berat lahir nor-
mal. Anak dengan riwayat BBLR lebih berisiko untuk terjadi keterlambatan perkembangan
karena pada bayi BBLR rentan terhadap abnormalitas tanda-tanda neurologis, koordinasi dan
reflek. Hal ini disebabkan karena adanya komplikasi neonatal yang menyebabkan deficit dan
penundaan perkembangan motorik yang akan mempengaruhi fungsi tangan dan kinerja
sekolah. Faktor imunitas akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sebab dapat
menyebabkan terjadinya abortus atau kern icterus, selain itu juga kekurangan oksigen pada
janin juga akan mempengaruhi gangguan dalam plasenta yang dapat menyebabkan bayi berat
badan rendah.7

c) Nutrisi dan Status Gizi


Nutrisi adalah salah satu komponen yang penting dalam menunjang keberlangsungan proses
pertumbuhan dan perkembangan yang tmenjadi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang
selama masa pertumbuhan, terdapat kebutuhan zat gizi yang diperlukan seperti protein, kar-
bohidrat, lemak, mineral, vitamin, dan air. Kebutuhan ini sngat diperlukan pada masa-masa
tersebut, apabila kebutuhan tersebut tidak atau kurang terpenuhi maka dapat menghambat pe-
tumbuhan dan perkembangannya.Nutrisi memegang peranan penting pada pertumbuhan dan
perkembangan bayi. Selama periode perkembangan prenatal, kekurangan nutrisi akan
mempengaruhi perkembangan pada implantasi ovum hingga melahirkan. Masa pertumbuhan
pada bayi membutuhkan kalori yang cukup dan terdapat kaitan antara berat badan yang lebih
serta tingginya kadar subkutan terhadap penurunan perkembangan motorik, seperti pada kon-
disi marasmus dan kwashiorkor yang berdampak pada rendahnya kemampuan kognitif dan
nilai IQ. Bila kondisi tersebut dibiarkan terus menerus akan berakibat pada penurunan asupan
mikro/ makronutrien yang berlanjut pada gangguan neurotransmitter, gangguan pemusatan
perhatian dan penurunan integrasi sensori sehingga perkembangan motorik terganggu.7
d) Prematuritas
Kelainan perkembangan biasa ditemukan pada bayi prematur dari pada bayi cukup bulan, yang
biasanya meliputi kelainan fungsi intelektual atau motorik. Kondisi kelahiran prematur dengan
usia janin yang belum cukup maka fungsi dari alat vitalnya pun belum sempurna sehingga
muncul beberapa kelainan jangka pendek seperti gangguan napas yang sering menyebabkan
16

kematian, dan juga kelainan jangka panjang seperti keterlambatan pertumbuhan dan perkem-
bangan.7
e) Posisi Anak dalam Keluarga
Posisi anak dalam keluarga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini
dapat dilihat pada anak pertama atau tunggal, dalam aspek perkembangan secara umum ke-
mampuan intelektual lebih menonjol dan cepat berkembang karena sering berinteraksi dengan
orang dewasa, akan tetapi dalam perkembangan motoriknya kadang-kadang terlambat karena
tidak ada stimulasi yang biasanya dilakukan saudara kandungnya. Demikian juga pada anak
kedua atau berada di tengah kecenderungan orang tua yang merasa biasa dalam merawat anak
lebih percaya diri sehingga kemampuan untuk beradaptasi anak lebih cepat dan mudah, akan
tetapi dalam perkembangan intelektual biasanya terkadang kurang apabila dibanding dengan
anak pertamanya, kecenderungan tersebut juga tergantung kepada keluarga.7

2.2.2.2 Faktor Ibu


a) Gizi saat Hamil
Nutrisi ibu hamil merupakan salah satu potensi terhambatnya perkembangan motorik pada
anak. Nutrisi sebelum anak itu lahir harus dicukupi karena sangat penting bagi kesehatan ibu
hamil dan embrionya. Diet pada saat bayi dalam kandungan harus cukup agar dapat menutupi
peningkatan beban metabolisme yang menyertai kehamilan. Kalori tambahan dibutuhkan un-
tuk mendukung pertumbuhan placenta dan pertumbuhan dari embrio yang sedang berkembang.
Total konsumsi kalorimerupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi berat kelahiran
bayi.7
Pentingnya memperoleh suplay protein yang cukup selama masa kehamilan juga tidak dapat
dilebih-lebihkan. Embrio yang sedang berkembang harus menerima nutrisi yang cukup dalam
utero, terutama karena perkembangan otak akan mencapai 25% dari berat matang sebelum em-
brio itu lahir. Selain itu juga penting agar ibu hamil menerima suplay vitamin dan mineral yang
cukup, karena kekurangan nutrien ini dapat mengakibatkan gangguan fisik dan mental dan da-
lam beberapa kasus bahkan dapat mengakibatkan kematian embrio.7
Hal yang mungkin berpengaruh buruk adalah pengaruh yang berasal dari grandmother effect.
Artinya dengan jelas memperingatkan kepada kita untuk mencegah nutrisi yang buruk selama
kehamilan dan untuk membantu daerah-daerah di dunia ini yang kekurangan makanan. Nutrisi
yang buruk, terutama selama kehamilan, merupakan suatu masalah jangka panjang. Oleh ka-
rena itu perlu diperhatikan agar bayi dan masa perkembangan motorik selanjutnya tidak terken-
dala karena faktor nutrisi tadi.7
17

Jadi, nutrisi yang baik sangat mempengaruhi ibu hamil untuk mendukung perkembangan mo-
torik selama bayi dalam kandungan dan bahkan setelah lahir hingga dewasa kelak. Perhatian
terhadap kualitas nutrisi pada ibu hamil mutlak dilakukan agar tidak menjadi penghambat bagi
perkembangan motorik maupun yang lainnnya di kemudian hari.7

b) Penggunaan Obat-obatan, Rokok, Alkohol


Banyaknya mengkonsumsi obat-obatan pada ibu hamil akan berdampak kuat terhadap perkem-
bangan motorik anak yang akan dilahirkannya. Bahkan anak yang sudah lahirpun akan me-
rasakan efek negatifnya seperti perkembangan motorik yang lambat tidak seperti anak normal
pada umumnya. Obat-obatan tertentu dapat masuk ke dalam darah, oleh karena itu obat-obatan
boleh dikonsumsi ibu hamil asal berada di bawah pengawasan dokter. Obat-obatan untuk men-
cari kepuasan sesaat adalah obat-obatan yang secara umum tidak memiliki tujuan medis. Salah
satu diantara obat seperti itu adalah kokain. Kokain merupakan obat untuk kesenangan yang
paling buruk. Salah satu pengaruh yang kemungkinan sangat merugikan dari penggunaan ko-
kain adalah oleh ibu yang sedang hamil meliputi meningkatnya frekuensi keguguran kan-
dungan (miscarriage). Kadang-kadang pembuluh darah yang menuju placenta juga ter-
pengaruh. Hal ini akan mengakibatkan nutrisi anak dalam kandungan menjadi tidak baik dan
semakin besar kemungkinan bayi lahir dengan berat badan sangat rendah, panjang badan lebih
pendek, dan keliling kepala lebih kecil dari ukuran normal. Jadi dengan banyak mengkonsumsi
obat-obatan pada ibu hamil akan berdampak kuat terhadap perkembangan motorik anak yang
akan dilahirkannya. Bahkan anak yang sudah lahirpun akan merasakan efek negatifnya seperti
perkembangan motorik yang lambat tidak seperti anak normal pada umumnya. Oleh karena
itu, ibu yang sedang hamil sebaiknya mengurangi mengkonsumsi obat-obatan agar bayi yang
dilahirkan normal dan tidak mengalami kelainan dalam perkembangan motoriknya kelak.7
Paparan asap rokok saat anak pada periode embrio dapat mengakibatkan terjadinya abortus
spontan; pada periode fetus mengakibatkan persalinan prematur dan berat badan bayi rendah;
pada periode bayi meningkatnya risiko asma dan keterlambatan perkembangan mental.
Keadaan ini disebabkan komponen kimia yang terkandung di dalam asap rokok yang berba-
haya. Nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah utero-
plasenta, berakibat pada penurunan sirkulasi darah fetomaternal. Sirkulasi darah fetomaternal
sangat menentukan kecukupan oksigen dan nutrisi janin. Sehingga jika terjadi penurunan sir-
kulasi, maka akan berpengaruh terhadap perkembangan embrio. Demikian juga dengan alkohol
yang juga dapat mengakibatkan cacat permanen baik fisik maupun mental pada janin atau
18

bayinya bila dikomsumsi ibu pada saat kehamilan. Bila dikonsumsi pada masa awal kehamilan,
alkohol dapat menyebabkan berbagai efek teratologis pada janin yang sedang berkembang.7

c) Pendidikan
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang bayi.
Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari
luar tentang cara merawat bayi yang baik terutama cara pemberian stimulasi perkembangan
motorik, bagaimana menjaga kesehatan bayinya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
semakin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki. Se-
baliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap
nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Hal ini yang menyebabkan ibu tidak mampu memberikan
tindakan stimulasi secara optimal.7

d) Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.Hal ini
dapat terlihat anak dengan sosial ekonomi tinggi, tentunya pemenuhan kebutuhan gizi sangat
cukup baik dibandingkan dengan anak dengan sosial ekonominya rendah. 7

e) Adat Istiadat/Budaya
Budaya lingkungan dalam hal ini adalah masyarakat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak dalam memahami atau mempersepsikan pola hidup sehat.Hal ini dapat
terlihat apabila kehidupan atau berperilaku mengikuti budaya yang ada kemungkinan besar
dapat menghambat dalam aspek pertumbuhan dan perkembangan. Sebagai contoh anak yang
dalam usia tumbuh kembang membutuhkan makanan yang bergizi karena terdapat adat atau
budaya tertentu terdapat makanan yang dilarang. Pada masa tertentu padahal makanan tersebut
dibutuhkan untuk perbaikan gizi, maka tentu akan mengganggu atau menghambat pada masa
tumbuh kembang. Seperti halnya budaya kehidupan kota akan berbeda dengan kehidupan desa
dalam pola kebiasaan sehingga kemungkinan besar dapat mempengaruhi tumbuh kembang.7
19

2.2.3 Ciri-Ciri Perkembangan Anak


Ciri-ciri perkembangan anak dibagi menjadi 6 antara lain sebagai berikut :

1. Perkembangan Menimbulkan Perubahan


Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan. Setiap pertumbuhan disertai
dengan perubahan fungsi. Misalnya perkembangan intelegensia pada seorang anak akan
menyertai pertumbuhan otak dan serabut saraf.8
2. Perkembangan dan Pertumbuhan Pada Tahap Awal
Menentukan perkembangan selanjutnya. Setiap anak tidak akan bisa melewati satu tahap
perkembangan sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Sebagai contoh, seorang anak
tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri. Seorang anak tidak akan bisa berdiri jika
pertumbuhan kaki dan bagian tubuh lain yang terkait dengan fungsi berdiri anak terham-
bat. Karena itu perkembangan awal ini merupakanmasa kritis karena akan menentukan
perkembangan selanjutnya.8
3. Perkembangan dan Pertumbuhan
Mempunyai kecepatan yang berbeda. Sebagaimana pertumbuhan, perkembangan mempu-
nyai kecepatan yang berbeda-beda, baik dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan
fungsi organ dan perkembangan pada masing-masing anak.8
4. Perkembangan Berkorelasi dengan Pertumbuhan.
Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembanganpun demikian, terjadi pening-
katan mental, memori, daya nalar, asosiasi dan lain-lain. Anak sehat akanbertambah umur,
bertambah berat dan tinggi badannya serta bertambah kepandaiannya.8
5. Perkembangan Mempunyai Pola yang Tetap. Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi
menurut dua hukum yang tetap, yaitu:8
a. Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala, kemudian menuju ke arah
kaudal/ anggota tubuh (pola sefalokaudal)
b. Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerak kasar) lalu berkembang
ke bagian distal seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan gerak halus (pola
proksimodistal).
6. Tahap perkembangan seorang anak mengikuti pola yang teratur dan berurutan.
Tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik, misalnya anak terlebih dahulu mampu
membuat lingkaran sebelum mampu membuat gambar kotak, anak mampu berdiri sebelum
berjalan dan sebagainya.8
20

2.2.4 Kebutuhan Dasar Anak


Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang, secara umum diggolongkan menjadi 3 kebu-
tuhan dasar:
1. Kebutuhan Fisik-Biomedis (ASUH)
Kebutuhan fisik-biomedis meliputi pangan/gizi (kebutuhan terpenting), perawatan
kesehatan dasar (antara lain imunisasi, pemberian ASI, penimbangan bayi/anak yang tera-
tur, pengobatan kalau sakit), papan/pemukiman yang layak, kebersihan perorangan, sanitasi
lingkungan, sandang, kebugaran jasmani, rekreasi, dan lain-lain.9
2. Kebutuhan Emosi/Kasih Sayang (ASUH)
Pada tahun pertama kehidupan, hubungan penuh kasih sayang, erat, mesra, dan selaras an-
tara ibu/pengasuh dan anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin tumbuh kembang
yang optimal, baik fisik, mental maupun psikososial. Peran dan kehadiran ibu/pengasuh
sedini dan selanggeng mungkin akan menjalin rasa aman bagi bayi. Hubungan ini di-
wujudkan dengan kontak fisik (kulit/tatap mata) dan psikis sedini mungkin, misalnya
dengan menyusui secepat mungkin segera setelah lahir (inisiasi dini).Peran ayah dalam
memberikan kasih sayang menjaga keharmonisan keluarga juga merupakan media yang ba-
gus untuk tumbuh kembang anak. Kekurangan kasih sayang ibu pada tahun-tahun pertama
kehidupan mempunyai dampak negatif pada tumbuh kembang anak secara fisik, mental,
sosial, emosi, yang disebut sindrom deprivasi maternal. Kasih sayang dari orangtuanya
(ayah-ibu) akan menciptakan ikatan yang erat dan kepercayaan dasar (basic trust).9
3. Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)
Stimulasi mental merupakan cikal bakal untuk proses belajar (pendidikan dan pelatihan)
pada anak. Stimulasi mental (ASAH) ini merangsang perkembangan kepribadian, moral-
etika, produktivitas, dan sebagainya.9

2.2.5 Aspek Perkembangan

Aspek perkembangan dibagi mejadi 4 kategori yaitu:

1. Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget dalam buku ajar keperawatan pediatric (2014) tahap pertama teori perkem-
bangan kognitif Jean Piaget disebut sebagai tahap sensorimotor (lahir sampai 2 ta-
hun).Bayi belajar tentang diri mereka sendiri dan dunia melalui kemampuan sensorik dan
motorik mereka yang sedang berkembang. Perkembangan bayi sejak lahir sampai usia 1
21

tahun dapat dibagi menjadi empat subtahap di dalam tahap sensorimotor: refleks, reaksi
sirkular primer, reaksi sirkular sekunder, dan koordinasi skema sekunder. Penyebab dan
efek memandu sebagian besar perkembangan kognitif yang terlihat di masa bayi. Konsep
permanensi obyek mulai terbentuk antara usia 4 dan 7 bulan dan diperkuat sekitar usia 8
bulan. Jika sebuah obyek disembunyikan dari pandangan bayi, ia akan mencarinya di tem-
pat terakhir benda tersebut terlihat, mengetahui bahwa benda tersebut masih ada. Perkem-
bangan permanensi obyek sangat penting untuk perkembangan citra diri. Pada usia 12 bu-
lan bayi tahu bagaimana ia berpisah dari orang tua atau pengasuh. Citra diri juga diting-
katkan melalui penggunaan cermin. Pada usia 12 bulan, bayi dapat mengenali diri mereka
sendiri di cermin. Bayi berusia 12 bulan akan mengeksplorasi objek dalam cara berbeda,
seperti melempar, membanting, menjatuhkan, dan mengguncang. Bayi dapat meniru ges-
ture dan tahu bagaimana menggunakan beberapa obyek tertentu secara tepat (misalnya
menempatkan telpon ke telinga, menengadah cangkir untuk minum, mencoba menyisir
rambut).10
2. Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik terbagi menjadi 2 yaitu motorik kasar dan motorik halus:
a. Perkembangan Motorik Halus (Finemotor adaptive)
Perkembanagan motorik halus merupakan aspek yang berhubungan dengan kemam-
puan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-ba-
gian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi melakukan koordinasi
yang cermat, misalnya kemampuan untuk menggambar, memegang sesuatu benda,
dan lain-lain.10
b. Perkembangan Motorik Kasar (gross motor)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. Perkembangan motorik
kasar merupakan aspek perkembangan yang menarik perhatian, karena mudah dia-
mati.Seorang ibu biasanya mengetahui saat bayinya dapat tengkurap, duduk atau
berdiri dan berjalan.Ibu atau orangtua sangat bangga bila perkembangan motorik ce-
pat. Yang perlu diingat oleh bidan atau para orangtua adalah perkembangan motorik
kasar sangat sedikithubungannya dengan intelegensi dikemudian hari. Anak dengan
perkembangan motorik yang cepat belum tentu merupakan anak yang pintar, se-
baliknya anak yang perkembangan motoriknya lambat belum tentu merupakan anak
yang bodoh.10
3. Perkembangan Bahasa
22

Perkembangan bahasa merupakan aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak un-
tuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan. Fungsi
bicara yang sangat berkaitan dengan perkembangan bahasa seorang anak untuk berkomu-
nikasi dengan orang lain, merupakan fungsi yang paling kompleks dalam perkembangan
anak, dan merupakan petunjuk yang paling akurat bagi perkembangan anak dikemudian
hari. Untuk dapat berbicara, anak harus dapat mendengar, dapat mengartikan apa yang di
dengar, memerintahkan mulut untuk berbicara dan mampu menggerakkan alat bicara
dengan baik.10
4. Perkembangan Kepribadian/Tingkah Laku Sosial
Perkembangan kepribadian atau tingkah laku sosial pada bayi dan balita merupakan aspek
yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Sejak awal perkembangan, seorang bayi/anakakan menjalani hubungan
yang serasi dengan alam sekitarnya dan dengan orang-orang yang bermakna untuknya.
Dimulai dengan lingkungan keluarga sendiri kemudian akan meluas ke lingkungan teman
sebaya, tetangga, sekolah, dan akhirnya ke dalam lingkungan masyarakat yang lebih
luas.10

2.2.6 Denver Developmental Screening Test (DDST)

2.2.6.1 Pengertian DDST

DDST adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan atau tes IQ. DDST memenuhi
semua persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini mudah dan cepat
(15- 20menit), dapat diandalkan dan menunjukkan validitas yang tinggi.11

2.2.6.2 Aspek Perkembangan yang Dinilai

Semua tugas perkembangan disusun berdasarkan urutan perkembangan dan diatur dalam 4 ke-
lompok besar yang disebut sektor perkembangan, yang meliputi:11
a) Personal Social (perilaku sosial )
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya.
23

b) Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)


Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatau,
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-otot
kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.
c) Language (bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara
spontan.
d) Gross Motor (gerakan motorik kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

2.2.6.3 Alat yang digunakan

a) Alat peraga: benang wol merah, kismis/manic-manik, kubus warna merah-kuning, hijau-
biru, permainan anak, botol kecil,bola tenis,bel kecil, kertas dan pensil.11
b) Lembar formulir DDST.11
c) Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara
penilaiannya.11

2.2.6.4 Prosedur DDST terdiri dari 2 tahap, yaitu:

a) Tahap I: secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia: a. 3-6 bulan b. 9-12
bulan c. 18-24 bulan d. 3-5 tahun.11
b) Tahap II: dilakukan pada merekan yang dicurigai adanya hambatan perkembangan pada
tahap I. Kemudian dilanjutkan pada evaluasi diagnostik yang lengkap.11

2.2.6.5 Penilaian

Dari buku petunjuk terdapat penjelasan bagaimana melakukan penilaian apakah lulus
(Passed=P), gagal (Fail=F), ataukah anak tidak mendapat kesempatan melakukan tugas (No.
Opportunity=N.O). Kemudian digaris berdasarkan umur kronologis yang memotong garis hor-
izontal tugas perkembangan pada formulir DDST. Dikategorikan normal Bila anak gagal/ me-
nolak tugas pada item disebelah kanan garis umur, lulus/gagal/menolak pada item antara 25-
75% (warna putih).Caution bila gagal/menolak pada item antara 75-100% (warna hijau) dan
Delay bila gagal/menolak item yang ada disebelah kiri dari garis umur. Setelah dihitung pada
masing-masing sector, berapa yang D dan berapa yang C, selanjutnya berdasarkan pedoman,
hasil tes diklasifikasikan dalam: Normal, Suspek dan tidak dapat di tes (Untestable).11
a) Suspek
24

Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih. Bila pada 1 sektor atau lebih
didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak
yang berpotongan dengan garis vertikal usia

b) Tidak dapat dites (Untestable)


Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau meragukan.
c) Normal
Tidak ada keterlambatan atau hanya ada paling banyak 1 caution.

2.3 Konsep Balita

2.3.1 Definisi Balita

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia 1 tahun atau lebih popular dengan
pengertian usia anak dibawah lima tahun. Masa balita merupakan usia penting dalam tumbuh
kembang anak secara fisik. Pada usia balita , pertumbuhan seorang anak sangatlah pesat se-
hingga memerlukan asupan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhannya. Menurut Sutomo B dan
Anggraeni DY, Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak pra-
sekolah (3-5 tahun).12
2.3.2 Gizi pada Balita
Kebutuhan gizi balita adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan.
Secara garis besar, kebutuhan gizi di tentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan,
dan tinggi badan. Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya harus ada keseimbangan sehingga
di peroleh status gizi yang baik. Status gizi dapat di pantau dengan menimbang anak setiap
bulan dan di cocokkan dengan kartu KMS.12
2.3.2.1 Kebutuhan energi
Kebutuhan energi bayi dan balita relatif besar di bandingkan orang dewasa, sebab pada usia
tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat. Kecukupannya akan semakin menurun seiring
bertambahnya usia.12
2.3.2.2 Kebutuhan zat pembangun
Secara fisiologis, balita sedang dalam masa pertumbuhan sehingga kebutuhannya relatif besar
daripada orang dewasa.Namun, jika dibandingkan dengan bayi yang usianya kurang dari 1 ta-
hun kebutahannya relatif lebih kecil.12
2.3.2.3 Kebutuhan zat pengatur
25

Kebutuhan air bayi dan balita dalam sehari berfluktuasi seiring dengan bertambahnya usia.
Untuk pertumbuhan dan perkembangan, balita memerlukan 6 zat gizi utama, yaitu karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Zat gizi tersebut dapat diperoleh dari maknanan yang
di konsumsi sehari-hari. Agar balita dapat tumbuh kembang dengan baik, maka makanan yang
dikonsumsi tak boleh hanya sekedar mengenyangkan perut saja. Makanan yang di konsumsi
balita seharusnya :12
a. Beragam jenisnya
b. Jumlahnya atau porsinya cukup (tidak kurang/berlebihan)
c. Higienis dan aman
d. Makan dilakukan secara teratur
26

2.4 Kerangka Teori

Perkembangan
ASI Eksklusif motorik kasar balita
usia 6-24 bulan

Faktor Balita Faktor Ibu

 Jenis Kelamin  Gizi saat Hamil


 Berat badan lahir  Penggunaan Obat-obatan,
 Nutrisi dan Status Gizi Rokok, Alkohol
 Prematuritas Bayi  Pendidikan
 Posisi Anak dalam  Sosial Ekonomi
Keluarga  Adat Istiadat/Budaya
27

2.5 Kerangka Konsep

Perkembangan
ASI Eksklusif motorik kasar balita
usia 6-24 bulan

Faktor Balita Faktor Ibu

 Jenis Kelamin  Pendidikan


 Berat Badan Lahir
 Posisi Anak dalam
Keluarga
 Status Gizi
28

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat yang dilaksanakan di Ja-
karta. Desain penelitian analitik ini menggunakan pendekatan cross-sectional. Penelitian
ini, bertujuan untuk mencari hubungan pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan
motorik kasar dengan menggunakan alat ukur Denver II.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2019, bertempat di Puskesmas Kecamatan Ba-
tujaya, Kabupaten Karawang.

3.3 Populasi Penelitian

3.3.1 Populasi Target

Populasi target adalah seluruh balita yang berobat ke Puskesmas Kecamatan Batujaya.

3.3.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau adalah seluruh balita usia 6-24 bulan yang berobat ke Puskesmas Keca-
matan Batujaya pada bulan Agustus 2019

3.4 Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah balita usia 6-24 bulan yang berobat ke Puskesmas Ba-
tujaya dengan kriteria sebagai berikut:

3.4.1 Kriteria Inklusi

- Balita usia 6-24 bulan yang berkunjung di puskesmas Kecamatan Batujaya


- Orang tua/wali yang bersedia diwawancarai dan mendapat informed consent untuk di-
periksa.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

- Balita usia 6-24 bulan yang tidak koperatif saat dilakukan pemeriksaan
29

3.5 Sampling

Jenis sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Convenient sampling. Peneliti
memilih responden tanpa sistematika tertentu. Berdasarkan perhitungan rumus dibawah ini
maka besar sampel yang diambil dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut :

N-1 = Zα2. P. Q
D2
N-1 = (1,96)2.0,557.0,443
0,01
N-1 = 95 Sampel

Keterangan :

N-1 : Besar sampel pada tahap pertama

Zα : α = 5% (two tail) = 1,96

P : proporsi cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan secara nasional ber-
dasarkan kepustakaan yaitu 0,557

Q : 1 – p = 0,443

D : Kesalahan sampling yang masih dapat toleransi, dalam hal ini diambil 10% = 0,1

Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini minimal sebanyak 95 sampel.

3.6 Bahan, Alat dan Cara Pengambilan Data

3.6.1 Bahan Penelitian

Bahan yang di perlukan dalam penelitian adalah tabel Denver II, kuisioner yang berisi per-
tanyaan mengenai data diri pasien dan formulir informed consent.

3.6.2 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, pengaris

3.6.3 Cara Pengambilan Data

- Melakukan konsultasi mengenai persetujuan pembimbing


- Melaporkan pada pemerintah setempat dalam hal ini puskesmas Kecamatan Batujaya
- Menjelaskan kepada responden mengenai maksud dan tujuan penelitian
- Menanyakan identitas responden berdasarkan buku KMS
30

- Menyerahkan format persetujuan kesediaan untuk diwawancarai dan menandatangani


persetujuan informed consent.
- Mempersiapkan responden penelitian untuk dilakukan pemeriksaan perkembangan mo-
torik kasar dengan alat bantu Denver II.
- Mencatat dan mengumpulkan data yang sudah didapatkan.
- Menginformasikan kepada subjek penelitian bahwa semua data mengenai subjek
penelitian bersifat aman.
- Semua hasil dicatat dengan menggunakan Microsoft Excel 2019 dan kemudian di olah
dengan menggunakan program SPSS versi 22.0
- Penulisan laporan penelitian setelah melakukan proses analisa data.

3.7 Parameter yang di Periksa

Parameter yang diperiksa adalah perkembangan motorik kasar berdasarkan penilaian Den-
ver II

3.8 Variabel Penelitian

- Variabel terikat (dependen): perkembangan motorik kasar berdasarkan penilaian Den-


ver II
- Variabel bebas (independen): pemberian ASI eksklusif

3.9 Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data berhasil di kumpulkan langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengolah
data sehingga jelas sifat yang dimiliki oleh data tersebut. Proses pengolahan data di lakukan
dengan menggunakan beberapa tahap sebagai berikut :
- Editing
Pada tahap ini data dikumpulkan dan diperiksa kembali apakah sudah lengkap jawa-
bannya atau tidak, memeriksa nama dan identitas responden, data yang diberikan
berkesinambungan atau tidak dalam arti tidak ditemukan data yang bertentangan satu
dengan yang lain.
- Coding
Yaitu dengan melakukan pengkodean data dengan angka atau kode tertentu sehingga
lebih mudah dan sederhana menggunakan Microsoft Excel 2019, SPSS versi 22.0
- Tabulating
Pada tahap ini data dikelompokkan ke dalam tabel tertentu menurut sifat yang dimiliki
sesuai tujuan penelitian.
31

- Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat
dengan menampilkan tabel distribusi untuk melihat gambaran distribusi frekuensi balita
dan mencari hubungan menurut variabel yang diteliti yaitu variabel dependen dan var-
iabel independen.

3.10 Definisi Operasional

3.10.1 Variabel Dependen

a) Perkembangan motorik kasar


Definisi : Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Alat ukur : pemeriksaan Denver Developmental Screening Test (DDST) II
Cara ukur : melakukan pemeriksaan pergerakan dan sikap tubuh yang dinilai berdasar-
kan usia balita perbulan menggunakan pemeriksaan Denver II
Berikut pemeriksaan yang di lakukan :
32

Pada usia 6 bulan Pada usia 16 bulan


• Duduk tanpa pegangan • Berjalan naik tangga
• Bangkit kepala tegak • Berlari
• Membalik • Berjalan mundur
• Dada terangkat menumpu satu lengan • Berjalan dengan baik
• Kepala terangkat 900 darejat • Membungkuk kemudian berdiri
• Mengangkat kepala • Berdiri sendiri
• Gerakan seimbang Pada usia 17 bulan
Pada usia 7 bulan • Menendang bola kedepan
• Berdiri dengan pegangan • Berjalan naik tangga
• Duduk tanpa pegangan • Berlari
• Bangkit kepala tegak • Berjalan mundur
• Membalik • Berjalan dengan baik
• Dada terangkat menumpu satu lengan • Membungkuk kemudian berdiri
Pada usia 8 bulan • Berdiri sendiri
• Berdiri dengan pegangan Pada usia 18 bulan
• Duduk tanpa pegangan • Menendang bola kedepan
• Bangkit kepala tegak • Berjalan naik tangga
• Membalik • Berlari
Pada usia 9 bulan • Berjalan mundur
• Bangkit terus duduk • Berjalan dengan baik
• Bangkit untuk berdiri • Membungkuk kemudian berdiri
• Berdiri dengan berpegangan Pada usia 19 bulan
• Duduk tanpa pegangan • Melempar bola lengan ke atas
• Bangkit kepala tegak • Menendang bola kedepan
• Membalik • Berjalan naik tangga
Pada usia 10 bulan • Berlari
• Berdiri dua detik • Berjalan mundur
• Bangkit terus duduk • Berjalan dengan baik
• Bangkit untuk berdiri • Membungkuk kemudian berdiri
• Berdiri dengan berpegangan Pada usia 20 bulan
• Duduk tanpa pegangan • Melempar bola lengan ke atas
• Bangkit kepala tegak • Menendang bola kedepan
33

Pada usia 11 bulan • Berjalan naik tangga


• Berdiri sendiri • Berlari
• Berdiri dua detik • Berjalan mundur
• Bangkit terus duduk • Berjalan dengan baik
• Bangkit untuk berdiri Pada usia 21 bulan
• Berdiri dengan berpegangan • Melempar bola lengan ke atas
Pada usia 12 bulan • Menendang bola kedepan
• Berjalan dengan baik • Berjalan naik tangga
• Membungkuk kemudian berdiri • Berlari
• Berdiri sendiri • Berjalan mundur
• Berdiri dua detik • Berjalan dengan baik
• Bangkit terus duduk Pada usia 22 bulan
• Bangkit untuk berdiri • Melempar bola lengan ke atas
• Berdiri dengan berpegangan • Menendang bola kedepan
Pada usia 13 bulan • Berjalan naik tangga
• Berjalan mundur • Berlari
• Berjalan dengan baik • Berjalan mundur
• Membungkuk kemudian berdiri • Berjalan dengan baik
• Berdiri sendiri
• Berdiri dua detik Pada usia 23 bulan
• Bangkit terus duduk • Melempar bola lengan ke atas
• Bangkit untuk berdiri • Menendang bola kedepan
Pada usia 14 bulan • Berjalan naik tangga
• Berlari • Berlari
• Berjalan mundur • Berjalan mundur
• Berjalan dengan baik Pada usia 24 bulan
• Membungkuk kemudian berdiri • Melompat
• Berdiri sendiri • Melempar bola lengan ke atas
• Berdiri dua detik • Menendang bola kedepan
• Bangkit terus duduk • Berjalan naik tangga
Pada usia 15 bulan • Berlari
• Berjalan naik tangga • Berjalan mundur
• Berlari
34

• Berjalan mundur
• Berjalan dengan baik
• Membungkuk kemudian berdiri
• Berdiri sendiri
• Berdiri dua detik
35

Hasil ukur :
1. Normal : apabila tidak ada skor delay (D), dan hanya boleh 1 caution
2. Suspek : apabila  2 caution atau  1delay
3. Untestable : apabila responden menolak untuk diperiksa/tidak koperatif
Skala ukur : kategorik – ordinal
36

3.10.2 Variabel Independen

a) Pemberian ASI eksklusif


Definisi : Air susu ibu yang diberikan dari bayi lahir sampai dengan usia 6 bulan tanpa
makanan tambahan.
Alat ukur : wawancara
Cara ukur : menanyakan kepada ibu/wali yang memberikan air susu ibu kepada re-
sponden penelitian.
Hasil ukur :
1. ASI ekslusif
2. ASI non-eksklusif
Skala ukur : kategorik - nominal
b) Usia
Definisi : Waktu hidup terhitung dari tanggal, bulan dan tahun kelahiran sampai dengan
tanggal, bulan, dan tahun pasien berkunjung ke Puskesmas Kecamatan Batujaya yaitu
pada bulan Agustus 2019.
Alat ukur : Kartu menuju sehat (KMS)
Cara ukur : melihat tanggal, bulan, dan tahun lahir responden berdasarkan kartu menuju
sehat, bila tanggal <15 hari maka dibulatkan kebawah dan bila tanggal >15 hari maka
dibulatkan ke atas.
Hasil ukur :
1. 6-18 bulan
2. 19-24 bulan
Skala ukur : numerik-rasio
c) Jenis kelamin
Definisi : Perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis dan anatomi
sejak seseorang lahir.
Alat ukur : Kartu Menuju Sehat (KMS)
Cara ukur : melihat jenis kelamin berdasarkan KMS
Hasil ukur :
1. Laki-laki
2. Perempuan
Skala ukur : kategorik – nominal
d) Berat Badan Lahir
37

Definisi : Berat bayi yang ditimbang dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir
Alat ukur : KMS ibu
Cara ukur : Diukur dengan cara menimbang bayi menggunakan timbangan bayi. Dalam
hal ini pengambilan data diambil dari KMS ibu
Hasil ukur : Berat badan lahir bayi dalam satuan gram (gr)
 BBLR : < 2500 gr
 BBLN : 2500 gr – 3500 gr
 BBLL : > 3500 gr
Skala ukur : kategorik – ordinal
e) Posisi anak dalam keluarga
Definisi : Urutan kelahiran anak berdasarkan tanggal, bulan, tahun lahirnya
Alat ukur : wawancara
Cara ukur : menanyakan kepada ibu/wali posisi anak dalam keluarga
Hasil ukur :
 Anak ke-1
 Anak ke-2
 Anak ke-3
 Anak ke-4 dan posisi seterusnya dilanjutkan seperti hitungan biasa
Skala ukur : Numerik
f) Status gizi
Definisi : Status gizi merupakan ukuran derajat pemenuhan gizi yang dibutuhkan gizi
pada balita usia 6-24 bulan yang di peroleh dari pangan dan makanan yang berdampak
pada fisik
Alat ukur : KMS
Cara ukur : diukur dengan antropometri yaitu index BB/U dengan metode z-skore.
Hasil ukur :
a) Gizi baik = z-skore -2 SD s/d < 2 SD
b) Gizi kurang = z-skore >-3 SD s/d <-2 SD
c) Gizi buruk = z-skore <-3 SD
Skala ukur : kategorik – nominal
g) Status Pendidikan
Definisi : Tingkat pendidikan yang pernah diikuti oleh ibu secara formal.
Alat ukur : Wawancara
38

Cara ukur : Menanyakan kepada ibu tingkat pendidikan terakhir yang pernah diikuti
secara formal
Hasil ukur :
a) Sarjana
b) Sekolah Menengah Atas (SMA)
c) Sekolah Menengah Pertama (SMP)
d) Sekolah Dasar (SD)
Skala ukur : kategorik – nominal
39

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di puskesmas Kecamatan Batujaya, Kabupaten Kara-


wang pada bulan Agustus 2019 tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dengan perkem-
bangan motorik kasar balita usia 6-24 bulan, maka diperoleh dari hasil pengolahan dan analisa
data sebanyak 95 subyek penelitian menggunakan Convenient sampling adalah sebagai berikut
:

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Berat Badan
Lahir, Status Gizi, Status Pendidikan Ibu, Posisi Anak dalam Keluarga, Pemberian ASI
dan Perkembangan Motorik Kasar.

N %

Jenis Kelamin Laki-Laki 47 49,5

Perempuan 48 50,5

Berat Badan Lahir BBLR 19 20

BBLN 76 80

Status Gizi Gizi Buruk 25 26,3

Gizi Baik 70 73,7

Status Pendidikan SD 22 23,2

SMP 24 25,3

SMA 34 35,8

Sarjana 15 15,8

Posisi Anak dalam Keluarga Anak Pertama 17 17,9

Anak Kedua 37 38,9

Anak Ketiga 32 33,7

Anak Keempat 9 9,5


40

Pemberian ASI ASI Eksklusif 56 58,9

ASI Non Eksklusif 39 41,1

Perkembangan Motorik Kasar Normal 66 69,5

Suspek 29 30,5

Sampel penelitian ini adalah bayi usia 6-24 bulan. Jumlah sampel sebanyak 95 orang, berikut
ini merupakan deskripsi karakteristik sampel yang terdiri dari jenis kelamin, berat badan lahir,
status gizi, status pendidikan ibu, posisi anak dalam keluarga, pemberian asi dan perkembangan
motorik kasar. Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa responden berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 47 orang (49,5%) sedangkan perempuan sebanyak 48 orang (50,5%), responden
dengan BBLR sebanyak 19 orang (20%), responden dengan gizi buruk sebanyak 25 orang
(26,3%), tingkat pendidikan ibu dibagi menjadi SD sebanyak 22 orang (23,2%), SMP 24 orang
(25,3%), SMA 34 orang (35,8%) dan sarjana 15 orang (15,8%). Responden dengan posisi anak
pertama dalam keluarga sebanyak 17 orang (17,9%), anak kedua 37 orang (38,9%), anak ketiga
32 orang (33,7%) dan anak keempat sebanyak 9 orang (9,5%), responden yang diberi ASI ek-
sklusif 56 orang (58,9%) dan yang mengalami perkembangan motorik kasar normal (sesuai
umur) sebanyak 66 orang (69,5%).
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis terhadap karakteristik pemberian ASI didapatkan
sebanyak 56 orang (58,9%) diberi ASI eksklusif dan 39 orang (41,1%) diberi ASI non-ek-
sklusif. Hasil tergolong belum memenuhi target cakupan ASI ekslusif nasional yaitu 80% ka-
rena banyak hal yang membuat ibu tidak bisa memberi ASI eksklusif pada bayinya. Salah satu
faktor yang membuat kurang berhasilnya pemberian ASI eksklusif adalah metode melahirkan.
Lebih dari setengah bayi yang diberi ASI non-eksklusif lahir dengan metode bedah sesar atau
cesarean section dimana biasanya bayi langsung diberi susu formula walaupun setelahnya bayi
diberi ASI namun tetap didampingi oleh susu formula. Namun hal ini bertentangan dengan
pengertian ASI eksklusif yang merupakan pemberian ASI segera setelah persalinan selama 6
bulan tanpa diberi makanan lain bahkan air putih.13
41

Tabel 4.2 Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Perkembangan Motorik
Kasar

Perkembangan Motorik Kasar Nilai P


(Uji Chi
Normal Suspek
Square)
N % N %

Pemberian ASI Eksklusif 46 82,1 10 17,9


0,142
ASI
ASI Non-Eksklusif 27 69,2 12 30,8

Total 73 76,8 22 23,2

Berdasarkan Tabel 4.2 pada kelompok yang diberi ASI eksklusif dapat dilihat sebanyak 46
orang (82,1%) mengalami perkembangan yang normal dan sebanyak 10 orang (17,9%) men-
galami perkembangan suspek. Sedangkan pada kelompok yang diberi ASI non-eksklusif dapat
dilihat sebanyak 27 orang (69,2%) mengalami perkembangan yang normal dan sebanyak 12
orang (30,8%) mengalami perkembangan suspek.
Pengujian hasil penelitian dengan Chi-square test diperoleh nilai p =0,142 yang menunjukkan
tidak terdapat hubungan antara perkembangan motorik kasar balita usia 6-24 bulan dengan
pemberian ASI eksklusif.
Berdasarkan kepustakaan, secara garis besar tumbuh kembang anak dipengaruhi dua faktor
yaitu faktor genetik dan lingkungan. Selain faktor nutrisi, faktor lingkungan pada masa prena-
tal, pasca natal dan faktor sosial ekonomi juga berperan penting dalam tumbuh kembang anak,
sehingga hal ini kemungkinan mempengaruhi hasil dari penelitian.18
Namun, penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Nanggalo tidak
terdapat hubungan pemberian ASI terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi usia 6 bulan.
Hal ini dibuktikan dengan analisis statistik menggunakan Chi-square test dengan (p=0,696)
untuk pertumbuhan bayi dan p=0,062 untuk perkembangan bayi. 17
Selain itu, penelitian tentang hubungan pemberian asi eksklusif dengan tumbuh kembang anak
usia bawah dua tahun di wilayah kerja Puskesmas Tamangapa didapatkan hasil tidak ada
hubungan pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan anak (p=0,215). 4
42

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Karachi, Pakistan didapatkan
tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara perkembangan motorik kasar dengan durasi
pemberian ASI dengan nilai (p > 0,05).19
Namun, penelitian ini bertentang dengan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas
Bangkinang tahun 2018, mengenai hubungan pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan
bayi usia 3-6 bulan, didapatkan hasil ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI
eksklusif dengan perkembangan bayi usia 3-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Bangkinang
tahun 2018 dengan nilai P (0,007).3
Berdasarkan kepustakaan, air susu ibu (ASI) memegang peran penting dalam tumbuh kembang
anak, karena hampir semua zat yang dibutuhkan oleh bayi terkandung didalamnya. Sehingga
ASI dianggap menjadi sumber nutrisi yang paling tepat untuk tumbuh kembang bayi. Tetapi
banyak faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif sehingga bayi diberikan ASI non-
eksklusif yaitu dengan memberikan tambahan susu formula selain ASI. Sehingga hal ini dapat
mempengaruhi hasil penelitian.15

Tabel 4.3 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Perkembangan Motorik Kasar

Perkembangan Motorik Kasar Nilai P


(Uji Chi Square)
Normal Suspek

N % N %

Jenis ke- Laki-laki 38 80,9 9 19,1


0,359
lamin
perempuan 35 72,9 13 27,1

Total 73 76,8 22 23,2

Berdasarkan kepustakaan setiap bayi yang sehat mempunyai pola perkembangan yang sama,
mulai dari tengkurap, merangkak, berjalan dan seterusnya, namun faktor herediter seperti jenis
kelamin mempunyai pengaruh yang berbeda. Seperti halnya pada remaja, perubahan sistem
endokrin mempengaruhi produksi dan kinerja hormon yang lain, pun bila ada gangguan pada
sistem endokrin tersebut. Pertumbuhan dan perkembangan anak dengan jenis kelamin laki-laki
43

setelah lahir akan cenderung lebih cepat dibandingkan dengan anak perempuan serta akan ber-
tahan sampai waktu tertentu. Hal tersebut dipengaruhi oleh hormon testosteron yang lebih
tinggi pada bayi laki-laki dibandingkan dengan bayi perempuan. Bayi atau anak laki-laki lebih
tertarik pada kegiatan yang terorganisir, menjadi lebih agresif dan impulsif bila dibandingkan
pada bayi perempuan yang lebih senang pada kegiatan yang tenang dan nyaman.20
Namun berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa perempuan lebih banyak mengalami
perkembangan yang suspek (27,1%) dibanding laki-laki (19,1%). Namun pengujian dengan
Chi-square diperoleh nilai p=0,359 yang menunjukan tidak terdapat hubungan antara perkem-
bangan motorik kasar balita usia 6-24 bulan dengan jenis kelamin anak.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Karanganyar tahun 2015
tentang faktor-faktor yang memperngaruhi perkembangan motorik kasar balita usia 6-24 bulan
dimana didapatkan p-value = 0,394.20

Tabel 4.4 Hubungan antara Berat Badan Lahir dengan Perkembangan Motorik Kasar

Perkembangan Motorik Kasar Nilai P


(Uji Chi Square)
Normal Suspek

N % N %

Berat Badan BBLR 11 57,9 8 42,1


Lahir 0,22
BBLN 55 72,4 21 27,6

Total 66 69,5 29 30,5

Berdasarkan Tabel 4.4, responden dengan BBLR yang mempunyai perkembangan motorik
kasar normal adalah 11 orang (57,9%), manakala suspek sebanyak 8 orang (42,1%). Pengujian
hasil penelitian dengan Chi-square test diperoleh nilai p =0,22 yang menunjukkan tidak ter-
dapat hubungan antara perkembangan motorik kasar balita usia 6-24 bulan dengan berat badan
lahir.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di RSUD Al-Ihsan pada tahun
2017 menyatakan bahwa terdapat hubungan antara berat badan lahir dengan perkembangan
motorik kasar dengan hasil uji Chi-square p=0,008 dan OR=0,293, maka disimpulkan bahwa
44

terdapat hubungan antara keterlambatan perkembangan motorik dengan riwayat berat bayi la-
hir rendah. Beberapa faktor yang berperan seperti faktor perinatal, riwayat keluarga, dan faktor
psikososial. Selain faktor yang disebutkan, sebelumnya didapatkan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi antara lain faktor lingkungan, tingkat pendidikan orang tua, jenis kelamin dan
riwayat keluarga dengan gangguan bicara dan bahasa.21
Penelitian lain yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Babat menyatakan bahwa ada hub-
ungan antara riwayat BBLR dengan perkembangan motorik kasar dengan nilai p=0,019. Kes-
impulan pada penelitian ini adalah ada hubungan riwayat berat badan lahir rendah dengan
perkembangan motorik kasar bayi. Hal ini menunjukkan pentingnya dilakukan pemeriksaan
skrining perkembangan motorik kasar bayi dengan riwayat BBLR supaya jika ada keterlam-
batan dapat dideteksi secara dini.22 Berat badan lahir rendah dianggap sebagai faktor risiko
yang kuat untuk keterlambatan perkembangan motorik. Bayi BBLR rentan terhadap abnormal
tanda-tanda neurologis, koordinasi dan reflex, karena komplikasi neonatal yang menyebabkan
perkembangan defisit motor dan penundaan pada anak yang menunjukkan gangguan motorik
yang akan mempengaruhi fungsi tangan.22

Tabel 4.5 Hubungan antara Posisi Anak Dalam Keluarga dengan Perkembangan Mo-
torik Kasar

Perkembangan Motorik Kasar Nilai P


(Uji Likelihood Ratio)
Normal Suspek

N % N %

Posisi Anak Anak Pertama 11 64,7 6 35,3


Dalam 0,637
Anak Kedua 30 81,1 7 18,9
Keluarga
Anak Ketiga 25 78,1 7 21,9

Anak Keempat 7 77,8 2 22,2

Total 73 76,8 22 23,2

Menurut kepustakaan, jumlah anak yang banyak akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi
makanan, yaitu jumlah dan distribusi makanan dalam rumah tangga. Dengan jumlah anak yang
45

banyak diikuti dengan distribusi makanan yang tidak merata akan menyebabkan anak balita
dalam keluarga tersebut menderita kurang gizi sehingga akan memperngaruhi perkembangan
anak termasuk perkembangan motoriknya.23
Namun berdasarkan Tabel 4.5 didapatkan p= 0,637 yang menunjukan tidak ada hubungan an-
tara posisi anak dalam keluarga dengan perkembangan motorik kasar balita usia 6-24 bulan.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewati dimana menunjukan tidak
terdapat hubungan antara jumlah anak dengan status gizi balita (p=0,776).

Tabel 4.6 Hubungan antara Status Gizi dengan Perkembangan Motorik Kasar

Perkembangan Motorik Kasar Nilai P


(Uji Chi Square)
Normal Suspek

N % N %

Status gizi Gizi buruk 15 60 10 40


0,02
Gizi baik 58 82,9 12 17,1

Total 73 76,8 22 23,2

Berdasarkan Tabel 4.6, responden dengan status gizi buruk yang mempunyai perkembangan
motorik kasar normal adalah 15 orang (60%), manakala suspek sebanyak 10 orang (40%).
Manakala, responden yang mempunyai status gizi baik dengan perkembangan motorik normal
sebanyak 73 orang (76,8%), dan suspek sebanyak 12 orang (17,1%). Pengujian hasil penelitian
dengan Chi-square test diperoleh nilai p =0,02 yang menunjukkan terdapat hubungan antara
perkembangan motorik kasar balita usia 6-24 bulan dengan status gizi responden.
Hasil penelitian ini seiring dengan penelitian yang dilakukan di Kelurahan Bitung Kecamatan
Amurang yang menunjukan terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan
perkembangan motorik kasar pada anak usia 1-3 tahun. Uji statistik Chi-square didapatkan
hasil p=0,006. Status gizi kurang akan mengakibatkan anak mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang lambat, dimana menandakan ketidakseimbangan antara jumlah asupan
gizi yang didapat dengan kebutuhan penggunaan zat-zat gizi oleh tubuh terutama oleh otak,
akibatnya akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Kemampuan motorik
46

kasar memerlukan kinerja otak dan otot yang baik, karena itu tubuh sangat memerlukan asupan
nutrisi yang baik. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa anak yang mendapatkan
asupan gizi yang baik biasanya terlihat lebih aktif. Sedangkan anak yang mendapatkan asupan
zat gizi yang kurang atau tidak sesuai akan menyebabkan gangguan perkembangan karena
mempengaruhi tingkat kecerdasan dan perkembangan otak. Adapun faktor yang
mempengaruhi status gizi diantaranya yaitu faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan
dan lingkungan.24

Tabel 4.7 Hubungan antara Status Pendidikan Ibu dengan Perkembangan Motorik
Kasar

Perkembangan Motorik Kasar Nilai P


(Uji likelihood Ratio)
Normal Suspek

N % N %

Status pen- SD 17 77,3 5 22,7


didikan ibu
SMP 20 83,3 4 16,7 0,704

SMA 24 70,6 10 29,4

Sarjana 12 80,0 3 20,0

Total 73 76,8 22 23,2

Berdasarkan kepustakaan perbedaan tingkat pendidikan menyebabkan perbedaan pengetahuan


kesehatan, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah mereka menerima serta
mengembangkan pengetahuan dan teknologi sehingga akan meningkatkan kesejahteraan
keluarga. pendidikan seorang ibu juga berpengaruh terhadap cara asuh terhadap anaknya dan
informasi yang ibu dapat. Bila pendidikan ibu tinggi pendidikan maka akan meningkatkan
kesadaran akan status kesehatan keluarganya dan ibu cenderung lebih sering menstimulasi
anaknya.20
Namun bedasarkan tabel 4.7 didapatkan p= 0,704 yang menunjukan tidak ada hubungan antara
status pendidikan ibu dengan perkembangan motorik kasar balita usia 6-24 bulan.
47

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di kabupaten Karanganyar tahun 2015
tentang faktor-faktor yang memperngaruhi perkembangan motorik kasar balita usia 6-24 bulan
dimana didapatkan p=0,946.20
48

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 74 balita usia 6-24 bulan yang berobat ke Pusk-
esmas Batujaya dapat disimpulkan bahwa:

a. Tidak terdapat hubungan pemberian ASI ekslusif dengan perkembangan motorik kasar
balita usia 6-24 bulan di Puskesmas Batujaya bulan Agustus 2019 dengan nilai p-value
sebesar 0,906.

b. Frekuensi yang mengalami perkembangan motorik kasar normal (sesuai umur) pada
balita usia 6-24 bulan di Puskesmas Batujaya bulan Agustus 2019 sebanyak 66 orang
(69,5%).

c. Dari total responden balita usia 6-24 bulan di Puskesmas Batujaya bulan Agustus 2019
terdapat yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 47 orang (49,5%) sedangkan per-
empuab sebanyak 48 orang (50,5%), responden dengan BBLR sebanyak 19 orang
(20%), responden dengan gizi buruk sebanyak 25 orang (26,3%), tingkat pendidikan
ibu dibagi SD sebanyak 22 orang (23,2%), SMP 24 orang (25,3%), SMA 34 orang
(35,8%) dan sarjana 15 orang (15,8%). Responden dengan posisi anak pertama dalam
keluarga sebanyak 17 orang (17,9%), anak kedua 37 orang (38,9%), anak ketiga 32
orang (33,7%) dan anak keempat sebanyak 9 orang (9,5%), dan yang diberi ASI ekslu-
sif adalah 56 orang (58,9%).

d. Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin, berat badan lahir, posisi anak dalam
keluarga, dan status pendidikan ibu dan pemberian ASI ekslusif dengan perkembangan
motorik kasar pada balita usia 6-24 bulan di Puskesmas Kecamatan Batujaya bulan
Agustus 2019 namun terdapat hubungan antara status gizi dengan perkembangan mo-
torik kasar pada balita usia 6-24 bulan di Puskesmas Kecamatan Batujaya bulan
Agustus 2019 dengan nilai p-value sebesar 0,02.

5.2 Saran

a. Bagi Puskesmas
49

Diharapkan untuk meningkatkan program sosialisasi untuk masalah pentingnya pemberian


ASI Eksklusif dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak.

b. Bagi Masyarakat

Diharapkan masyarakat mendukung setiap program dan kegiatan yang dilakukan oleh
puskesmas dengan cara mengikuti setiap kegiatan yang ditujukan untuk masyarakat terkait
masalah pemberian ASI ekslusif dan usaha peningkatan kesehatan ibu dan anak lainnya.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya meneliti aspek lain dari perkembangan anak dan faktor
lain yang dapat mempengaruhi perkembangan tersebut.

5.3 Keterbatasan Penelitian

a. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik non probability yaitu
convenience sampling sehingga tidak dapat merepresentasikan keseluruhan populasi.

b. Variabel yang diteliti pada penelitian sangat terbatas.

c. Variabel lain dapat menimbulkan bias pada hasil penelitian ini.

d. Keterbatasan waktu penelitian

e. Mood bayi yang tidak dapat dikontrol selama aktivitas pengambilan data
50

DAFTAR PUSTAKA

1. Ghebreyesus TA, Fore HH. World Breastfeeding Week. WHO. 2018. Diakses dari
https://www.who.int/news-room/commentaries/detail/world-breastfeeding-week-2018
pada Agustus 2019.

2. Kementerian kesehatan RI. INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kemeterian Kesehatan
RI Situasi dan Analisis ASI Eksklusif 2016.

3. Ade DP. Hubungan pemberian asi eksklusif dengan perkembangan bayi usia 3-6 bulan di
wilayah kerja puskesmas bangkinang tahun 2018. Prepotif jurnal kesehatan masyarakat.
2018; 2(1) hal 28

4. Charis S. hubungan pemberian ASI eksklusif dengan tumbuh kembang anak usia toddler di
wilayah kerja puskesmas tamangapa antang makassar. Universitas islam negeri alauddin
makassar. 2013; hal. 54-60

5. Utami R. Mengenal ASI Ekslusif. Jakarta: Niaga Swadaya; 2000. hal. 73.

6. Desiyani N. Fisiologi manusia: Siklus reproduksi wanita. Jakarta: Penebar Swadaya; 2018.
Hal 106-9.

7. Hubertin SP. Konsep Penerapan ASI ekslusif. Jakarta: EGC; 2008. Hal 25-9.

8. Helen F. Perawatan Maternitas. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2001. Hal. 113-21.

9. Ahmad S. Perkembangan anak usia dini. Edisi 1. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group;
2011. Hal 19-25.

10. Singgid D.G, Yulia S.G. Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: Gunung Mulia;
2008. Hal. 4-7.

11. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC; 1995. Hal 11-4.

12. Yudrik J. Psikologi perkembangan. Edisi 1. Jakarta: Prenadamedia; 2011. Hal. 169-72.

13. Heru S.W.N. Petunjuk paktis Denver developmental screening test. Jakarta: EGC; 2008.
Hal.3-7.

14. Budi S. Dwi Y.A. Menu sehat alami untuk batita & balita. Jakarta: Demedia; 2010. Hal. 1-
3, 21-37.

13. Purwati,S. Hubertin. Konsep penerapan ASI eksklusif. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2004. Hal.2-6
51

14. Soetjiningsih. Ilmu Tumbuh Kembang. Jakarta: EGC; 2002. Hal 1-3.

15. Prasetyono. Buku Pintar ASI Eksklusif. Yogyakarta: Diva Pers 14; 2009. Hal 5-7

16. BPOM RI. SK Pengawasan formula bayi dan formula bayi Untuk keperluan medis. 2009.
Diakses dari http://jdih.pom.go.id pada 03 Agustus 2019.

17. Fitri, Dian I, Chundrayetti, E. Semiarty, E. Hubungan Pemberian ASI dengan tumbuh kem-
bang bayi umur 6 bulan di Puskesmas Naggalo. Jurnal kesehatan andalas. 2014; 3(2): 136-
140. Diakses dari http://jurnal.fk.unand.ac.id.

18. Nur S, Ni LNA, Made KD. Perbedaan tingkat perkembangan bayi yang diberi ASI ek-
sklusif dan ASI non-eksklusif di Wilayah kerja Puskesmas Padang Karambia Kecamatan
Payakumbuh Selatan. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia. 2012; 5(3) :45-8.

19. Anosh AK, osama M, bareerah SK, sulhera HK. Predicting the Relationship Between
Breastfeeding and Gross Motor Milestones Development: The Practice and Prevalence of
Breastfeeding in Metropolitan Areas of Sindh, Pakistan. University of Health Sciences,
Karachi, Pakistan. 2019. Hal 2-16

20. Utami RW. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar bayi usia 6-
24 bulan di kabupaten karanganyar tahun 2015. Jurnal Kesehatan UNS. 2015; 9(7): 136-
140.

21. Arisma MR, Widjajanegara H, Suryani YD. Hubungan Berat Bayi Lahir Rendah Dengan
Keterlambatan Perkembangan Motorik Anak Tahun 2017. Universitas Islam Bandung.
2017;660-4.

22. Izzah A, Kurnia. Hubungan riwayat BBLR (berat badan lahir rendah) dengan perkem-
bangan motorik halus dan kasar bayi usia 6-12 bulan di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Kecamatan Babat. 2018;24-5.
23. Dewati NS. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Pusk-
esmas Sewon I Bantul. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2015; 6(3): 128-40.
24. Wauran CG, Kundre R, Silolonga W. Hubungan status gizi dengan perkembangan motorik
kasar pada anak usia 1-3 tahun di Kelurahan Bitung Kecamatan Amurang Kabupaten Mi-
nahasa Selatan. Universitas Sam Ratulangi Manado. 2016;4(2) : 1-7.

Anda mungkin juga menyukai