Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Intususepsi adalah suatu keadaan inversi segmen usus ke segmen usus

lainnya. Intususepsi menjadi penyebab tersering obstruksi intestinal pada bayi dan

anak-anak. Puncak insidens tertinggi pada anak usia 4 – 9 bulan. Kegagalan

diagnosis dan terapi dini dapat menyebabkan iskemi usus, perforasi, dan

peritonitis yang dapat fatal.1,2

Trias gejala klasik terdiri dari nyeri perut, muntah, dan darah pada feses.

Namun, ketiga gejala ini hanya muncul pada kurang dari 1/3 anak dengan

intususepsi. Intususepsi sering terjadi pada anak – anak, dan merupakan kasus

langka pada dewasa.1,3

Adapun invaginasi itu sendiri dapat terjadi baik di usus besar, usus halus,

maupun keduanya, dan yang paling sering terjadi adalah masuknya ileum terminal ke

dalam sekum.1,2,3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana

segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan

obstruksi / strangulasi. Umumnya bagian yang peroksimal (intususeptum)

masuk ke bagian distal (intususepien).2

B. Epidemiologi

Anak : yang paling lazim pada usia 3 bulan – 6 tahun. Kelainan ini

jarang pada anak sebelum usia 3 bulan dan frekuensi menurun setelah 36

bulan. Insidens bervariasi dari 1-4 per 1000 kelahiran hidup. Laki-laki

berbanding perempuan adalah 4:1.4

Angka insidensi akurat dari invaginasi tidak tersedia untuk sebagian

besar negara berkembang, demikian juga di banyak negara maju. Di Afrika,

tidak ada penelitian yang melaporkan angka kejadian dari invaginasi. Di Asia

dalam hal ini Taiwan dan Cina, dilaporkan insidens dari invaginasi adalah

0,77 per 1000 kelahiran hidup. Di India, angka kejadiannya dilaporkan

berkisar 1,9-54,4 per tahun. Tidak ada data yang menyebutkan tentang

insidensi per kelahiran hidup. Di Malaysia lebih kurang 10,4 bayi dan anak

dirawat di RS Umum Kuala Lumpur karena invaginasi per tahun. Di

Indonesia, angka kejadian invaginasi di RS wilayah pedesaan dan perkotaan

didapatkan angka yang berbeda, yaitu masing-masing 5,8 dan 17,2 per tahun.3

2
Invaginasi umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan

frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia anak. Di Afrika, insiden

puncak invaginasi muncul antara usia 3-8 bulan. Di Asia, insiden puncak

antara usia 4-8 bulan.3 Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada

anak laki-laki. Di Afrika, tepatnya di Tunisia, rasio laki-laki dibandingkan

perempuan adalah 8:1. Di Asia, rasio perbandingannya adalah 9:1. Di Timur

Tengah, perbandingan antara laki-laki dan perempuan berkisar antara 1,4:1

sampai 4:1.3,4

Berdasarkan keterkaitan kejadian invaginasi dengan musim,

didapatkan hasil penelitian yang bervariasi di masing-masing wilayah di

dunia.2 Invaginasi dilaporkan sebagai suatu kejadian musiman dengan puncak

pada musim semi, musim panas, dan pertengahan musim dingin. Periode ini

berhubungan dengan puncak munculnya gastroenteritis musiman dan infeksi

saluran napas atas.3 Di Afrika, insidens invaginasi meningkat pada 2 musim

yaitu akhir musim panas dan akhir musim dingin. Hal ini bersamaan dengan

puncak insidens dari infeksi saluran napas dan diare. Di Asia, salah satunya

India, insidens invaginasi dilaporkan meningkat pada musim panas.5 Di

Thailand insidens invaginasi meningkat antara bulan September dan Januari

dan kemudian April. Peningkatan ini bersamaan dengan musim dingin dan

panas yang merupakan puncak dari insidens infeksi saluran napas atas dan

gastroenteritis. Di Malaysia tidak ditemukan adanya perbedaan musim terkait

dengan invaginasi.3

3
C. Etiologi dan Klasifikasi

Penyakit ini sering terjadi pada umur 3-12 bulan, dimana pada saat itu

terjadi perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan

ini dicurigai sebagai penyebab terjadi invaginasi. Invaginasi kadang-kadang

terjadi setelah/selama enteritis akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan

peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi, ternyata ditemukan

kuman rotavirus menjadi agen penyebabnya, dimana pengamatan 30 kasus

invaginasi bayi ditemukan virus ini dalam feses sebanyak 37%. Pada beberapa

penelitian terakhir ini didapati peninggian insidens adenovirus dalam feses

penderita invaginasi.6

Etiologi dari invaginasi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal.6

a. Idiopatik

Menurut kepustakaan, 90-95 % invaginasi pada anak di bawah umur satu

tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai

“infantile idiophatic intussusceptions”.5 Kepustakaan lain menyebutkan di Asia,

etiologi idiopatik dari invaginasi berkisar antara 42-100%.3

Definisi dari istilah invaginasi ‘idiopatik’ bervariasi di antara penelitian terkait

invaginasi. Sebagian besar peneliti menggunakan istilah ‘idiopatik’ untuk

menggambarkan kasus dimana tidak ada abnormalitas spesifik dari usus yang

diketahui dapat menyebabkan invaginasi seperti diverticulum meckel atau polip

yang dapat diidentifikasi saat pembedahan.3

4
Dalam kasus idiopatik, pemeriksaan yang teliti dapat mengungkapkan hipertrofi

jaringan limfoid mural (Peyer patch), yang disebabkan oleh infeksi adenovirus

atau rotavirus.7

Invaginasi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu teori untuk

menjelaskan kemungkinan etiologi invaginasi idiopatik adalah bahwa hal itu

terjadi karena Peyer patch yang membesar; hipotesis ini berasal dari 3

pengamatan: (1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi saluran pernapasan

atas, (2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi tertinggi dari kelenjar getah

bening di mesenterium, dan (3) pembesaran kelenjar getah bening sering dijumpai

pada pasien yang memerlukan operasi. Apakah Peyer patch yang membesar

adalah reaksi terhadap invaginasi atau sebagai penyebab invaginasi, masih tidak

jelas.8

b. Kausal

Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun), adanya kelainan

usus dapat menjadi penyebab invaginasi atau “lead point” seperti: inverted

Meckel’s diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue

rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus.6 Divertikulum Meckel adalah

penyebab paling utama, diikuti dengan polip seperti peutz-jeghers syndrome, dan

duplikasi intestinal. Lead point lain diantaranya lymphangiectasias, perdarahan

submukosa dengan Henoch-Schönlein purpura, trichobezoars dengan Rapunzel

syndrome, caseating granulomas yang berhubungan dengan tuberkulosis

abdominal.7

5
Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak yang

berusia di atas enam tahun. Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang

biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan

peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi

retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.6

Penyebab terjadinya invaginasi pada anak belum diketahui secara pasti. Hanya

sekitar (5 10%) dapat ditemukan penyebab antara lain: divertikulum Meckel,

polip usus, dipublikasi usus, hematoma dinding usus, lymphoma ileum,

lymphosarcoma, Henoch-Schonlein purpura, mucocele, pankreas aberant,

konstipasi, benda asing. Invaginasi terjadi karena adanya kenaikan peristaltik usus

yang berhubungan dengan adanya perubahan pola makan dari makanan lunak ke

yang lebih padat, pada keadaan infeksi (enteristis akut), dan alergi. Invaginasi

yang didasari adanya kelainan patologis lain pada usus, lebih sering pada anak

umur 2 tahun. Beberapa peneliti berpendapat bahwa adanya infeksi adenovirus

pada epitel usus mempunyai hubungan erat terhadap terjadinya invaginasi ileo-

caecal, sedangkan invaginasi pasca bedah sering disebabkan oleh edema dinding

usus, perlekatan-perlekatan dan peristaltik usus yang belum teratur. Hypertrofi

Payers Patches dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya invaginasi.7

Adanya perubahan flora usus sehingga timbul peristaltic yang meninggi.

Perubahan flora biasa terjadi pada usia 6-9 bulan sehubungan dengan perubahan

pola makan pada bayi. Pada saat ini peristaltic anak akan meningkat dan dapat

menyebabkan terjadinya invaginasi.

Gerakan peristaltic yang berlebihan seperti pada polip usus, divertikel Meckel,

6
limfoma, hemangioma, leiomioma, leiosarkoma, dan mesenteric hematom

merupakan pencetus pada anak di atas usia 2 tahun atau orang dewasa.

Klasifikasi

Lokasi pada saluran cerna yang sering menyebabkan terjadinya invaginasi

merupakan lokasi segmen yang bebas bergerak dalam retroperitoneal atau

segemen yang mengalami adhesive. Invaginasi diklasifikasikan menjadi 4

kategori berdasarkan lokasi terjadinya:10

a. Entero-Enterika atau ileo-ileal (6,7%): Usus halus masuk ke dalam usus halus

b. Colo-Kolika (4,7%): Kolon masuk ke dalam kolon

c. Ileo-Colica (31,5%): Ileum terminal yang masuk ke dalam kolon asendens

d. Ileo-Sekal (39,5%): Ileum terminal masuk ke dalam sekum di mana lokus

minorisnya adalah katup ileosekal.

Invaginasi umumnya berupa intususepsi Ileo-Colica yang masuk naik ke kolon

asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum.

Gambar 1 Invaginasi ileo-sekal Gambar 2 invaginasi ileo-colica

7
Gambar 3 invaginasi entero-enterica (ileo-ileal)

D. Patofisiologi

Mayoritas intususepsi pada anak bersifat idiopatik. Intususepsi dianggap

berkaitan dengan peristaltik usus yang tidak terkoordinir atau adanya hiperplasia

limfoid karena diare. Intususepsi juga berhubungan dengan pemberian makanan

pada anak, pemberian makanan pengganti ASI sebelum waktunya menimbulkan

pembengkakan payer patch di ileum terminalis, menyebabkan invaginasi segmen

ileum ke kolon proksimal. Tipe intususepsi ini yang paling sering terjadi, sesuai

dengan hasil studi yang menyatakan 88,46% kasus merupakan intususepsi

ileokolikal. Jika segmen ileum masuk ke kolon, terjadi kompresi pembuluh darah

mesenterika, menyebabkan inflamasi dan edema intestinal yang dapat berujung

pada obstruksi usus, gangguan vaskuler, dan bahkan nekrosis usus.2

Intususepsi pada dewasa jarang, hanya 5% dari total kasus. Berbeda dari

intususepsi pada anak, mayoritas intususepsi pada dewasa bersifat sekunder,

hanya 8 sampai 20% yang idiopatik. Intususepi pada dewasa selalu berhubungan

dengan lesi struktural. Adanya lesi patologis, lesi struktural, atau iritan pada

8
lumen usus mengakibatkan perubahan peristaltik yang berujung intususepsi yang

dapat menyebabkan obstruksi usus. Jika intususepsi berlanjut dan memberat,

dapat mengganggu aliran vaskuler mesenterika, dan berakibat iskemi usus.2

9
E. Manifestasi Klinis

1. Anamnesis

Pada penderita yang mengalami invaginasi keluhan-keluhan yang dapat

didapatkan pada saat anamnesis adalah:

a. Sebelum sakit bayi atau anak ada riwayat pijat dan diberi makanan

padat padahal umur bayi dibawah 4 bulan.

b. Bayi yang awalnya sehat mendapatkan serangan nyeri perut yang

terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung dalam beberapa menit

c. Serangan nyeri perut yang diikuti dengan muntah berisi cairan dan

makanan

d. Lelah dan Lesu

e. Feses bercampur darah segar dan lendir

Tabel 1 Perbedaan manifestasi klinis invaginasi pada anak dan dewasa

Tanda dan gejala invaginasi


Anak Dewasa
 Nyeri abdomen berat yang hilang  Tidak spesifik tetapi biasanya
timbul (intermiten), biasanya terdapat gejala :
berlangsung tiap 15-20 menit.  Nyeri abdomen intermiten / kronik
Pada saat serangan, anak (70-90%)
mengangkat kedua tungkainya  Perubahan pola defekasi
sampai ke abdomen, disertai  Urgency
hiperextensi  Perdarahan rektum (30%)
 Feses yang bercampur darah dan  tegang pada abdomen (10-40%)
mukus (kadang-kadang berbentuk  Pembengkakan abdomen, teraba
sebagai feses “currant jelly”)

10
 Perut kembung, Distended massa ‘shiffting mass’ atau sausage
abdomen shape (24-42%)
 Muntah  Nausea, vomit (80%)
 Diare  Penurunan Berat badan (10%)
 Demam  Akut (24 jam), intermiten / kronik
 Dehidrasi (5 tahun)
 Letargi

2. Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik pada pasien yang mengalami invaginasi adalah

seperti yang tertera berikut:7

a. Inspeksi

 Os kelihatan lemah dan lesu

b. Auskultasi

 Bising usus terdengar meninggi selama serangan kolik dan

menjadi normal kembali di luar serangan

c. Palpasi

 Perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri

bawah teraba suatu massa tumor berbentuk curved sausage

 Perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut “dance’s

sign”.

d. Perkusi

 Pada tempat invaginasi terkesan suatu rongga kosong.

11
e. Pemeriksaan Rectal Toucher

 Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba

berupa massa seperti portio(pseudoportio)

 Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.

F. Diagnosis Banding

1. Gastroenteritis, bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika

dijumpai perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.

2. Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.

3. Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta

adanya obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut,

tenesmus dan demam.

4. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.

5. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali

dan pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit

perianal, sedangkan pada intususepsi didapati adanya celah

f. Diagnosis

Diagnosis invaginasi ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik,

serta pemeriksaan penunjang.

1. Pemeriksaan Laboratorium

Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan

diagnosis intususepsi, sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan

12
abnormalitas elektrolit yang berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan

atau peningkatan jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3).10

2. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis dengan Barium enema dan atau USG akan

sangat membantu dalam menegakkan diagnose invaginasi. Foto abdomen

3 posisi biasanya normal, kadang didapatkan gambaran dilatasi ringan

bagian proksimal usus atau tidak tampak gambaran udara pada abdomen

kanan bawah. Sedangkan pada keadaan invaginasi yang lanjut, tampak

tanda-tanda ileus obstruktif dan bayangan massa.11

Foto Polos Abdomen

Gambaran foto polos sebagai berikut: 12

1. Tanda-tanda obstruksi mekanik usus halus bagian distal, kadang-

kadang tampak sebagai bayangan meyerupai sosis dibagian tengah

abdomen. Multipel air fluid level dan tidak ada bayangan udara pada

bagian distal usus.

2. Bayangan masa tubular pada abdomen yang merupakan bayangan

dari usus yang masuk ke lumen usus yang lain

13
Gambar 4 tampak bayangan massa (tanda panah) merupakan bagian usus yang masuk ke
lumen usus proksimal

Gambar 5 invaginasi lanjut, sudah tampak tanda-tanda obstruksi

14
Gambar 6. Jaringan lunak yang berbentuk sosis di tengah-tengah foto. X-ray
menunjukkan opasitas jaringan lunak yang besar di kuadran kanan atas yang tampaknya
menonjol ke dalam suatu intralumen (mungkin kolon transversum).

Pada keadaan lanjut telah terlihat tanda-tanda obstruksi usus

berupa multiple air fluid level, dilatasi loop usus atau minimal feses pada

kolon. Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone

(gambaran plika circularis usus.

 Barium enema (Colon in loop)

Colon In loop berfungsi sebagai :

- Diagnosis : cupping sign, letak invaginasi

- Terapi : Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda

obstruksi dan kejadian <24 jam.

15
Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus

barium keluar bersama feses dan udara. Pada orang dewasa diagnosis

preoperatif keadaan intususepsi sangatlah sulit, meskipun pada

umumnya diagnoasis preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa

dapat memastikan kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan fisik

saja tidaklah cukup sehingga diagnosis memerlukan pemeriksaan

penunjang yaitu dengan radiologi (barium enema, ultra sonography

dan computed tomography), meskipun umumnya diagnosisnya

didapat saat melakukan pembedahan.

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas

dan pemeriksaan fisik. Pada penderita dengan intususepsi yang

mengenai kolon, barium enema mungkin dapat memberi

konfirmasi diagnosis. Mungkin akan didapatkan obstruksi aliran

barium pada apex dari intususepsi dan suatu cupshaped appearance

pada barium ditempat ini. Ketika tekanan ditingkatkan, sebagian

atau keseluruhan intususepsi mungkin akan tereduksi. Jika barium

dapat melewati tempat obstruksi, mungkin akan diperoleh suatu

coil spring appearance yang merupakan diagnostik untuk

intususepsi. Jika salah satu atau semua tanda-tanda ini ditemukan,

dan suatu masa dapat diraba pada tempat obstruksi, diagnosis telah

dapat ditegakkan.

16
Gambar 7. A. colon in loop pada intususepsi, bagian usus masuk hingga fleksura

lienalis. B. intususepsi di daerah colon asenden

CUPPING SIGN

Gambar 8. Cupping sign atau Meniscus sign pada foto dengan barium enema

 Ultrasonografi (USG)

Tujuan untuk melokalisir area usus yang mengalami invaginasi dan

untuk menyingkirkan diagnosis invaginasi. Positif palsu dihasilkan karena

feces yang prominen, Chron’s disease pada ileum terminal, volvulus, dan lain-

lain.

USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran

target sign atau doughnut sign pada potongan melintang invaginasi yang

17
menunjukkan lapisan konsentris dari usus. Halo hipoechoic dihasilkan oleh

mesenterium dan dinding yang oedem dari intussuscipien. Hiperechoic di

sentral dihasilkan oleh permukaan mukosa, submukosa, dan serosa dari

intususceptum. Sedangkan gambaran berupa pseudo kidney sign atau

sandwich sign pada potongan longitudinal invaginasi menunjukkan gambaran

hiperechoic pada pusat yang diasumsikan sebagai bentuk tubular yang

bersambung dengan lumen usus dan ditutupi pada masing-masing sisi oleh

intussusescpien yang hipoechoic. Cairan intraperitoneal jarang ditemukan.

Color Doppler sonografi dapat mendetksi lebih awal iskemia. Keterbatasan

paling besar dari USG adalah adanya udara dalam usus yang mencegah

transmisi dari sinar. Positif palsu dihasilkan karena feces yang prominen,

Chron’s disease pada ileum terminal, volvulus, dan lain-lain.

Gambar 9. Longitudinal sonography menunjukkan gambaran sandwich sign

18
Gambar 10 Transverse sonography menunjukkan gambaran doughnut sign

Gambar 11. Tampak gambaran doughnut sign, serta tampak target sign atau
pseudokidney

19
Gambar 12. Target’s appearance atau gambaran donat pada irisan melintang
invaginasi pemeriksaan USG

Gambar 14. A. irisan melintang dan B. irisan memanjang dari invaginasi pada
USG

20
 CT Scan

Modalitas pilihan untuk penilaian dan keluhan abdomen akut pada orang

dewasa. Gambaran terbaik adalah apa yang disebut sebagai “gambaran

usus-dalam-usus”, di mana lapisan usus yang banyak membentuk cincin

konsentris (CT setara dengan target sign pada ultrasonografi) ketika

dicitrakan dari sudut kanan ke lumen, dan gambaran jaringan lunak seperti

sosis ketika dicitrakan longitudinal.

Gambar 15. CT Scan abdomen pada pasien invaginasi (target sign)

g. Komplikasi

Beberapa hal yang dapat terjadi apabila invaginasi atau intususepsi ini
dibiarkan tanpa penanganan sesegera mungkin dapat mengalami berbagai macam
komplikasi. Hal ini biasanya disebabkan oleh karena penanganan yang kurang
cepat dan tidak tepat. Golden time penanganan invaginasi adalah <24 jam. Lebih
dari 24 jam maka akan mengalami komplikasi sebagai berikut:
 Enterocolitis
 Perforasi

21
 Anemia
 Sepsis
 Penurunan kesadaran
 Kematian

h. Tata Laksana

Pada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi,

penatalaksanaan lini pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah

komplikasi yang lebih lanjut. Selang lambung (Nasogastric tube) harus dipasang

sebagai tindakan kompresi pada pasien dengan distensi abdomen sehingga bisa

dievaluasi produksi cairannya. Setelah itu, rehidrasi cairan yang adekuat

dilakukan untuk menghindari kondisi dehidrasi dan pemasangan selang catheter

untuk memantau ouput dari cairan. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit

darah dapat dilakukan.“Pneumatic” atau kontras enema masih menjadi pilihan

utama untuk diagnosa maupun terapi reduksi lini pertama pada intususepsi di

banyak pusat kesehatan. Namun untuk meminimalisir komplikasi, tindakan ini

harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa panduan. Salah satunya adalah

menyingkirkan kemungkinan adanya peritonitis, perforasi ataupun gangrene pada

usus. Semakin lama riwayat perjalanan penyakitnya, semakin besar kemungkinan

kegagalan dari terapi reduksi tersebut.

A. Tindakan Non Operatif

Hydrostatic Reduction

Metode reduksi hidrostatik tidak mengalami perubahan signifikan sejak

dideskripsikan pertama kali pada tahun 1876. Meskipun reduksi hidrostatik

22
dengan menggunakan barium di bawah panduan fluoroskopi telah menjadi

metode yang dikenal sejak pertengahan 1980-an, kebanyakan pusat pediatrik

menggunakan kontras cairan saline (isootonik) karena barium memiliki potensi

peritonitis yang berbahaya pada perforasi intestinal.

Pelaksanaannya memperhatikan “Rule of three” yang terdiri atas: (1)

reduksi hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien; (2) tidak boleh lebih

dari 3 kali percobaan; (3) tiap percobaan masing-masing tidak boleh lebih dari 3

menit. Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan hidrostatik

konstan dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung.

Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas

melalui katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada rentang 45-95%

dengan kasus tanpa komplikasi. Selain penggunaan fluoroskopi sebagai pemandu,

saat ini juga dikenal reduksi menggunakan air (dilusi antara air dan kontras

soluble dengan perbandingan 9:1) dengan panduan USG. Keberhasilannya

mencapai 90%, namun sangat tergantung pada kemampuan expertise USG dari

pelakunya.

Pneumatic Reduction.

Reduksi udara pada intususepsi pertama kali diperkenalkan pada tahun

1897 dan cara tersebut telah diadopsi secara luas hingga akhir tahun 1980.

Prosedur ini dimonitor secara fluroskopi sejak udara dimasukkan ke dalam

rectum. Tekanan udara maksimum yang aman adalah 80 mmHg untuk bayi dan

110-120 mmHg untuk anak. Penganut dari model reduksi ini meyakini bahwa

metode ini lebih cepat, lebih aman dan menurunkan waktu paparan dari radiasi.

23
Pengukuran tekanan yang akurat dapat dilakukan, dan tingkat reduksi lebih tinggi

daripada reduksi hidrostatik.

Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan kateter,

dan udara dinaikkan perlahan hingga mencapai tekanan 70-80 mmHg (maksimum

120 mmHg) dan diikuti dengan fluoroskopi. Kolum udara akan berhenti pada

bagian intususepsi, dan dilakukan sebuah foto polos. Jika tidak terdapat

intususepsi atau reduksinya berhasil, udara akan teramati melewati usus kecil

dengan cepat. Foto lain selanjutnya dibuat pada sesi ini, dan udara akan

dikeluarkan duluan sebelum kateter dilepas.Untuk melengkapi prosedur ini, foto

post reduksi (supine dan decubitus/upright views) harus dilakukan untuk

mengkonfirmasi ketiadaan udara bebas.

B. Tindakan Operatif

Tindakan operatif dilakukan apabila usia penderita lebih dari 1 tahun,

reposisi dengan Ba-enema maupun dengan pneumatic gagal, terjadi invaginasi

yang berulang, terdapat penyebab invaginasu yang spesifik, terdapat nekrosis

usus, perforasi ataupun peritonitis.

Sewaktu operasi akan dicoba reposisi manual yaitu reduksi intraabdominal

invaginasi bila mungkin direduksi intraabdominal dengan melakukan milking

mulai dari usus distal sampai ke usus bagian

proksimal. Milking merupakan suatu tindakan pembedahan dengan cara

melakukan massage manual dengan mendorong inavaginatum secara perlahan

dan terus menerus tanpa tarikan dari distal usus yang mengalami invaginasi ke

arah proksimal sampai terjadinya reduksi ke posisi normalnya. Milking

24
dilakukan secara perlahan terutama pada bagian proksimal usus yang

invaginasi.

Tindakan operasi merupakan penatalaksanaan standar pada invaginasi

yang terjadi pada dewasa tanpa didahului oleh tindakan reduksi. Reseksi usus

dilakukan apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara

manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis

sebagai penyebab invaginasi. Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari

tepi – tepi segmen usus yang terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal

minimum 30 cm dari lesi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomose end to

end apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan

enterostomi.

C. Perawatan pasca operasi

Pada kasus tanpa reseksi, Nasogastric tube berguna sebagai

dekompresi pada saluran cerna selama 1-2 hari dan penderita tetap dengan

infus. Setelah oedem dari intestine menghilang, pasase dan peristaltik akan

segera terdengar. Kembalinya fungsi intestine ditandai dengan

menghilangnya cairan kehijauan dari nasogastric tube. Abdomen menjadi

lunak, tidak distensi. Dapat juga didapati peningkatan suhu tubuh pasca

operasi yang akan turun secara perlahan. Antibiotika dapat diberikan satu kali

pemberian pada kasus dengan reduksi. Pada kasus dengan reseksi perawatan

menjadi lebih lama.

25
i. Prognosis

Faktor penentu prognosis adalah diagnosa dini dan pengobatan yang cepat

dan tepat. Faktor lain yang mempengaruhi prognosis adalah kondisi penderita

waktu datang di rumah sakit dan fasilitas yang ada. Keterlambatan diagnosa

dan tindakan menyebabkan progosa yang jelek dan tingginya angka kematian.

Penderita invaginasi yang tidak diobati hampir semua meninggal. Angka

kematian sangat bervariasi, tergantung dari kondisi penderita sewaktu datang,

penanganan yang cepat dan lamanya menderita/mengalami invaginasi, yaitu

berkisar antara 0%-50%. Beberapa penulis melaporkan angka kematian

hampir 0% jika pengobatan dilakukan dalam 24 jam pertama dan meningkat

jika penanganan dilakukan setelah 24 jam. Angka kekambuhan invaginasi

umumnya rendah. Angka rekurensi dari invaginasi untuk reduksi nonoperatif

dan operatif masing-masing rata-rata 5% dan 1-4%..6

Kematian disebabkan oleh invaginasi idiopatik akut pada bayi dan anak-

anak sekarang jarang di negara maju. Sebaliknya, kematian terkait dengan

invaginasi tetap tinggi di beberapa negara berkembang. Pasien di negara

berkembang cenderung untuk datang ke pusat kesehatan terlambat, yaitu

lebih dari 24 jam setelah timbulnya gejala, dan memiliki tingkat intervensi

bedah, reseksi usus dan mortalitas lebih tinggi..2

Mortalitas secara signifikan lebih tinggi (lebih dari sepuluh kali lipat

dalam kebanyakan studi) pada bayi yang ditangani 48 jam setelah timbulnya

gejala daripada bayi yang ditangani dalam waktu 24 jam setelah onset

pertama.2

26
BAB III

KESIMPULAN

Invaginasi merupakan suatu kegawatdaruratan medis yang perlu

penanganan sesegera mungkin. Invaginasi ataupun intususepsi umumnya dapat

mengenai anak-anak. Namun demikian, invaginasi dapat pula dialami oleh

beberapa orang dewasa karena penyebab tertentu yang telah diketahui etiologinya.

Invaginasi dapat ditegakkan dengan melakukan diagnosis dengan cara anamnesis,

pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang yang tepat. Dalam hal ini,

pemeriksaan penunjang radiologi yang digunakan yaitu dengan foto polos

abdomen, barium enema (colon in loop), USG dan CT-Scan. Sedangkan untuk

penatalaksanaannya untuk bayi dan anak-anak dapat dilakukan tindakan non-

operatif dan untuk dewasa adalah dengan tindakan operratif.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Mario A, Djaya S. Diagnosis dan Tatalaksana Intususepsi RSUD dr.

Loekmono Hadi, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia CDK-274/ vol. 46 no. 3

th. 2019

2. Intussusception. 2015. Available at: http://www.mayoclinic.org/diseases-

conditions/intussusception/home/ovc-20166951.

3. Bines J, Ivanoff B. Acute Intussusception in Infants and Children:

Incidence, Clinical Presentation and Management: A Global Perspective.

Geneva, Switzerland: World Health Organization, 2002

4. Wyllie R. Ileus, adhesi, intususepsi dan obstruksi lingkar-tertutup. In:

Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R dan Arvin AM. Ilmu kesehatan

anak. Jakarta: EGC;2012.p 1319-21.

5. Boudville IC, Phua KB, Quak SH, Lee BW, Han HH, Verstraeten T, et al.

The epidemiology of Paediatric Inturssusception in Singapore: 1997 to

2004. Ann Acad Med Singapore 2006;35:674-9.

6. Santoso MIJ, Yosodiharjo A dan Erfan F. Hubungan antara lama

timbulnya gejala klinis awal hingga tindakan operasi dengan lama rawatan

pada penderita invaginasi yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara: Medan. 2011.

7. Irish MS. Pediatric intussusception surgery. 2011. Medscape Reference

[serial online] Available from: URL:

http://emedicine.medscape.com/article/937730-overview#showall.

(Accessed: june 4th, 2016)

28
8. Blanco FC. Intussusception. Medscape Reference [Online] 2012 Jan 13

[cited 2016 June 4]

9. Iskandar Z, Peranan Radiologi Dalam Diagnosis Dan Terapi Invaginasi.

Jakarta:EGC;2012.p.99-107.

10. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. 2nd ed. Jakarta: EGC;

2004

11. Zakaria, Iskandar. Peranan Radiologi dalam Diagnosis dan Terapi

Invaginasi. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 7. 2007.

12. Rasad, Syahriar. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta : Balai penerbit

FKUI.2008. p 245-253, p 256-258, p 415-416.

29

Anda mungkin juga menyukai