Anda di halaman 1dari 18

REFLEKSI KASUS

PLACENTA RESTAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan
RSI Sultan Agung Semarang

Pembimbing :
dr. Muslich Ashari, Sp.OG

Disusun oleh :
Rima Wulansari
30101206717

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2017

1
TINJAUAN PUSTAKA

FISIOLOGI PERSALINAN KALA III


Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi
mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan
ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena
tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak
berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding
uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam
vagina. Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal
dibawah ini:
1. Perubahan bentuk dan tinggi fundus
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus
berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah
uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk
segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat
(seringkali mengarah ke sisi kanan).
2. Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld).
3. Semburan darah mendadak dan singkat
Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong
plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah
(retroplacental pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan
dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar
dari tepi plasenta yang terlepas.

PERDARAHAN PASCAPERSALINAN
Perdarahan pasca persalinan menurut waktu terjadinya, terdiri dari
perdarahan kala II, perdarahan kala III, dan perdarahan kala IV. Perdarahan kala II
yaitu perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir sampai saat plasenta lahir.
Perdarahan kala III adalah perdarahan yang terjadi setelah plasenta lahir sampai

2
segera sesudahnya. Perdarahan kala IV adalah perdarahan sesudah kala III sampai
dengan dua jam kemudian.
Perdarahan pasca persalinan dini yaitu perdarahan yang terjadi dalam
kurun waktu 24 jam setelah plasenta lahir. Perdarahan pasca persalinan lanjut
adalah perdarahan yang terjadi dalam kurun waktu setelah 24 jam pertama sampai
berakhirnya masa nifas. Rerata kehilangan darah pasca persalinan yang masih
dianggap dalam batas normal adalah maksima1 300 ml, sedangkan sebelum
plasenta lahir (kala II) tidak boleh lebih dari 90 ml. Peneliti lain menyatakan
perdarahan sebelum plasenta lahir (kala II) tidak boleh lebih dari 50 ml. Di
Indonesia belum ada nilai baku yang pasti untuk menentukan jumlah perdarahan
pasca persalinan.
Beberapa ketentuan yang berhubungan dengan perdarahan pasca
persalinan adalah perdarahan pasca persalinan ringan apabila jumlah perdarahan
sekitar 400 ml sampai dengan 600 ml, perdarahan pasca persalinan sedang adalah
jumlah perdarahan 600 ml sampai dengan 800 ml, dan perdarahan pasca
persalinan berat adalah jumlah perdarahan melebihi 800 ml.
Dengan tanda dan gejala secara umum antara lain perdarahan yang
membutuhkan lebih dari satu pembalut dalam waktu satu atau dua jam, sejumlah
besar perdarahan berwarna merah terang tiap saat setelah minggu pertama
pascapersalinan. Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml
dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua
bagian yaitu: Perdarahan Postpartum Primer (early postpartum hemorrhage) yang
terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir dan perdarahan postpartum sekunder (late
postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari ke-5
sampai ke-15 postpartum.
Hal-hal yang menyebabkan perdarahan postpartum adalah atonia uteri,
perlukaan jalan lahir, terlepasnya sebagian plasenta dari uterus, inversio uteri,
laserasi jalan lahir, tertinggalnya sebagian dari plasenta seperti kotiledon atau
plasenta suksenturiata, endometritis puerperalis, gangguan pembekuan darah atau
penyakit darah.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perdarahan Pascapersalinan

3
1. Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari
35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan yang
dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah
20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan
sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang
wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal
sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama
perdarahan akan lebih besar.
Perdarahan pascapersalinan yang mengakibatkan kematian maternal pada
wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi
daripada perdarahan pascapersalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun.
Perdarahan pascapersalinan meningkat kembali setelah usia 30-35tahun.
2. Perdarahan pascapersalinan dan gravida
Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk
multigravida mempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan
pascapersalinan dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk golongan
primigravida (hamil pertama kali). Hal ini dikarenakan pada multigravida,
fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya
perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar.
3. Perdarahan pascapersalinan dan paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan
pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan
paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan
pascapersalinan lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (paritas satu),
ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor
penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi
selama kehamilan, persalinan dan nifas.
4. Perdarahan pascapersalinan dan Antenatal Care
Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik
dan mental ibu serta anak selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas
sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu serta anak dapat diturunkan.

4
Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi
kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin terjadi setelah
persalinan yang mengakibatkan kematian maternal dapat diturunkan. Hal ini
disebabkan karena dengan adanya antenatal care tanda-tanda dini perdarahan
yang berlebihan dapat dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat.
5. Perdarahan pascapersalinan dan kadar hemoglobin
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai
hemoglobin dibawah nilai normal. Dikatakan anemia jika kadar hemoglobin
kurang dari 8 gr%. Perdarahan pascapersalinan mengakibatkan hilangnya darah
sebanyak 500 ml atau lebih, dan jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya
penanganan yang tepat dan akurat akan mengakibatkan turunnya kadar
hemoglobin dibawah nilai normal.

Tanda dan Gejala Perdarahan Postpartum


a) Uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan segera setelah anak lahir
(Atonia uteri).
b) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir, uterus berkontraksi dan
keras, plasenta lengkap (Robekan jalan lahir).
c) Plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, uterus berkontraksi
dan keras (Retensio plasenta)
d) Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap,
perdarahan segera (Sisa plasenta)
e) Sub-involusi uterus, nyeri tekan perut bawah dan pada uterus, perdarahan
sekunder, lokhia mukopurulen dan berbau (Endometritis atau sisa fragmen
plasenta)

Penanganan Umum Perdarahan Postpartum


a) Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal

5
b) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
(termasuk upaya pencegahan perdarahan postpartum)
c) Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan dan lanjutkan
pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya
d) Selalu siapkan keperluan tindakan darurat
e) Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan
dengan masalah dan komplikasi
f) Atasi syok
g) Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan
uterus, beri uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500 cc NS/RL
dengan tetesan per menit).
h) Pastikan plasenta lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan
lahir.
i) Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
j) Pasang kateter menetap dan pantau masuk keluar cairan.
k) Cari penyebab perdarahan dan lakukan tindakan spesifik

Pencegahan Perdarahan Postpartum


Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah
dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Ibu-ibu yang
mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan
untuk bersalin di rumah sakit. Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga
pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Di rumah
sakit, diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila
mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalianan, dipersiapkan
keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim.

RETENSIO PLASENTA DAN SISA PLASENTA (PLACENTAL REST)


Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa
plasenta atau selaput janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara
manual atau dikuretase disusul dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena.
Perlu dibedakan antara retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta).

6
Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam
setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya
bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum
primer atau perdarahan post partum sekunder.
Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta) merupakan penyebab
umum terjadinya pendarahan lanjut dalam masa nifas (pendarahan pasca
persalinan sekunder). Pendarahan pasca persalinan lanjut (terjadi lebih dari 24 jam
setelah kelahiran bayi) sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang
tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal. Pendarahan post partum yang terjadi
segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi
plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada
bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta
dikeluarkan. Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal,
maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat
menimbulkan perdarahan.
Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus
berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang. Sebab-sebab plasenta belum
lahir, bisa oleh karena:
1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
2. Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika
lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus bisa karena:
1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva)
2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus
desidua sampai miometrium.
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan tidak adanya usaha untuk melahirkan, atau salah penanganan kala tiga,
sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta.

7
Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa plasenta
Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan
perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke
tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
a. Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g
oral dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan
dengan 3 x 500mg oral.
b. Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah
atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan
evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase
c. Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%,
berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.

Pemeriksaan plasenta dapat mengidentifikasi kelainan yang menunjukkan


kemungkinan adanya potongan yang tertinggal. Tatalaksana pada kasus ini dapat
dilakukan dengan panduan USG.

Tindakan Operatif Dalam Kala Uri


Tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri persalinan adalah
A. Perasat Crede
Perasat Crede dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan plasenta secara
manual. Perasat crede bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas
dengan ekspresi :
1. Syarat : Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong
2. Teknik pelaksanaan
Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu
jari terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada
fundus dan permukaan belakang. Setelah uterus dengan rangsangan tangan
berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke arah jalan lahir. gerakan jari-jari

8
seperti meremas jeruk. perasat Crede’ tidak boleh dilakukan pada uterus
yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan inversion uteri.
B. Manual Plasenta
Indikasi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan
perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat
dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit
anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi
ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat
putus.
Teknik Plasenta Manual
Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan
umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer
Laktat. Anestesi diperlukan jika ada constriction ring dengan memberikan
suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk
mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan
salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain
(tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.

Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut

Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu
melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition
ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari

9
tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di
atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong
fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta,
telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala
tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.

Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas
fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di
dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu.
Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan
seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan
fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian
robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.

10
Gambar 3. Mengeluarkan plasenta

Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui


kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa.
Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah
plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan
uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus.
Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi
pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.
C. Eksplorasi Kavum Uteri
Indikasi
Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap),
setelah operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan
lain-lain, untuk menetukan apakah ada rupture uteri. Eksplosi juga dilakukan
pada pasien yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan
pervaginam.
Teknik Pelaksanaan
Tangan masuk secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara
manual dan mencari sisa plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba
apakah ada kerusakan dinding uterus. untuk menentukan robekan dinding
rahim eksplorasi dapat dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil
melepaskan plasenta secara manual.

11
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG 2017

A. IDENTITAS
1. Nama penderita : Ny. S
2. Umur : 22 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. No CM : 1257882
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan : Mahasiswa
7. Alamat : Ds. Kindal Doyong 04/01 Wonosalam
8. Pendidikan : Mahasiswa
9. Status : Kawin
10. Nama suami : Tn. M
11. Tanggal Masuk : 10 April 2017
12. Ruang : VK
13. Kelas : JKN Non-PBI

B. ANAMNESIS
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 10 februari 2017
pukul 10.00 WIB di kamar bersalin Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang.
1. Keluhan Utama :
Perdarahan dari jalan lahir
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien P1A0 usia 23 tahun, post partus spontan di bidan pada
pukul 21.00 tanggal 9 April 2017 dibawa ke IGD RSI Sultan Agung
dengan perdarahan dari jalan lahir. Keadaan umum pasien tampak lemah.
Pasien datang dengan diagnosis retensio placenta dari bidan. Di IGD
dilakukan placenta manual oleh dokter jaga dan placenta berhasil
dilahirkan. Dilakukan observasi perdarahan dan didapati masih keluar

12
darah dari jalan lahir. Kemudian pasien di kirim ke VK dengan diagnosis
dokter jaga plasenta restan.
3. Riwayat Haid
 Menarche : 12 tahun
 Siklus haid : Teratur (28 hari)
 Lama haid : 7 hari
4. Riwayat Perkawinan
Pasien menikah pertama kali dengan suami sekarang. Usia
pernikahan ± 2 tahun.
5. Riwayat Obstetri
Pasien post partum tanggal 10/04/2017
P1A0
 P1 : Laki-laki, BBL 3500 gram, usia sekarang 1 hari, kelahiran
spontan di bidan.
6. Riwayat Ante Natal Care (ANC)
ANC dilakukan rutin tiap bulan di bidan
7. Riwayat KB
Belum pernah menerapkan KB
8. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien seorang mahasiswa, suami pasien bekerja sebagai pegawai
swasta. Biaya pengobatan pasien ditanggung oleh BPJS.
Kesan ekonomi : Cukup
9. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat Asma : disangkal
 Riwayat Alergi : disangkal
10. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
 Riwayat Penyakit Paru : disangkal

13
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat asma : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Present
Keadaan Umum : Tampak Lemah
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital :
o Tekanan Darah : 125/65 mmHg
o Nadi : 70 x/menit
o RR : 20 x/menit
o Suhu : 36,5 0C
Tinggi Badan : 157 cm
Berat Badan : 56 kg
Indeks Masa Tubuh : 22,76 kg/m2 (normoweight)
2. Status Internus
- Kepala : Mesocephale
- Mata : Conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik(-/-)
- Hidung : Discharge (-), septum deviasi (-), nafas cuping
hidung (-)
- Telinga : Discharge (-)
- Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (+)
- Tenggorokan : Faring hiperemesis (-), pembesaran tonsil (-)
- Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
- Kulit : Turgor baik, ptekiae (-)
- Mamae : Simetris, benjolan abnormal (-/-), hiperpigmentasi
areola (+)
- Jantung :
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : Redup
Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
Batas pinggang : ICS III linea parasternalis sinistra

14
Batas kanan : ICS V linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V 2 cm medial linea midclavicularis
sinistra
 Auskultasi : suara jantung I dan II murni, reguler, suara
tambahan (-)
- Paru :
 Inspeksi : Hemithorax dextra dan sinistra simetris
 Palpasi : Stem fremitus +/+ , nyeri tekan (-)
 Perkusi : sonor seluruh lapang paru
 Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
- Abdomen :
 Inspeksi : cembung, striae gravidarum (+), bundle of ring (-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-), Uterus teraba kontraksi kurang
kuat
 Perkusi : timpani (+)
 Auskultasi : Bising usus (+)
- Extremitas :
Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Varises -/- -/-
Reflek fisiologis +/+ +/+
Reflek patologis -/- -/-

3. Status Obstetrikus
- Abdomen
o Inspeksi : Perut datar, striae gravidarum (+), linea nigra (+),
bekas operasi (-)
o Palpasi : Uterus teraba 3,5 jari dibawah umbilikus,
kontraksi kurang kuat, nyeri tekan (-)
o Perkusi : Timpani (+), Pekak sisi (-), Pekak alih (-)
o Auskultasi : Bising usus (+)

15
- Genitalia
 Externa : Vulva : DBN, Ostium urethra externa : tak
tampak kemerahan, tak tampak discharge,
Vagina : tampak fluksus (+)
 Interna (VT) : Dilatasi Ostium Uteri (-), Effacement (-),
nyeri (-), teraba gumpalan jaringan di
vagina. Di handscoon menempel jaringan
plasenta
 Inspikulo : Tidak dilakukan

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah (tgl 24 februari 2017 Pukul 13.30
WIB)
 Darah Rutin
Hb : 11,9 gr/dL
Hematokrit : 34,0 %
Leukosit : 19,56 ribu/uL
Trombosit : 202 ribu/uL
Golongan darah : B, Rhesus (+)
APTT/PTTK : 25,6 detik
Kontrol : 24,2 detik
PPT : 8,6 detik
Kontrol : 10,2 detik
 Kimia Darah
Gula Darah Sewaktu : 121 mg/dl
E. RESUME
Pasien P1A0 usia 23 tahun kiriman dari IGD, post partus spontan di
bidan pada pukul 09.00 tanggal 9 April 2017 dengan perdarahan dari jalan lahir.
Keadaan Umum : lemah
Tanda vital : dbn
Indeks Masa Tubuh : normoweight
Status internus : dbn

16
Status Obstetri : P1A0
Pemeriksaan Obstetrikus
Abdomen
o Uterus teraba 3,5 jari dibawah umbilikus, konsistensi keras, nyeri
Genitalia
 Inspeksi : Vagina : tampak fluksus (+)
 Vaginal Toucher : Dilatasi Ostium Uteri (-), Effacement (-),
nyeri (-), teraba gumpalan jaringan di
vagina. Di handscoon menempel jaringan
plasenta
Pemeriksaan Penunjang
 Darah Rutin
Leukositosis

F. DIAGNOSA
Pasien usia 23 tahun P1A0 Perdarahan post partum e.c plasenta restan

G. SIKAP
1. Rencana program kuretase
2. Ijin tindakan (informed consent)
3. Konsul anestesi

H. PROGNOSA
1. Ad vitam : ad bonam
2. Ad sanam : ad bonam
3. Ad fungsional : ad bonam

I. EDUKASI
1. Memberitahu kondisi pasien kepada keluaga.
2. Memberitahu rencana tindakan terapi yang akan dilakukan
3. Memberitahu tujuan terapi yang diberikan.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, H. Ilmu Kebidanan. Ed.3, Cet. 8. Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 2006. Hal 522-529

2. Cuningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, et al. Obstetrical Hemorrhage.

In : William Obstetrics. 24th ed. Conecticut : Appleton and Lange, 2014 :

780-808.

3. Pramana C. Catatan Kuliah Ilmu Kebidanan. Semarang: CP Production,

Oktober 2013.

4. Margit E, Charlotte G, and Sissel S. Epidemiology of Retained Placenta.

American College of Obstetrician and Gynecologists. Available from:

http://sigo.it/pdf/epidem_retained_placenta_obstet_gynecol_2012.pdf.

2012.

5. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F.Obstetri Patologi

ilmu kesehatan reproduksi Edisi 2. Gestosis. Jakarta: EGC; 2005; h.64-82.

18

Anda mungkin juga menyukai