Geologi Regional Cekungan Jawa Barat Uta PDF
Geologi Regional Cekungan Jawa Barat Uta PDF
Gambar I.2. Penampang tektonik Cekungan Jawa Barat Utara (tanpa skala),
(Hareira, 1991)
Keterangan :
Cekungan Jawa Barat Utara telah terbukti sebagai cekungan minyak bumi yang
potensial. Kegiatan eksplorasi secara aktif telah dilakukan di Cekungan Jawa Barat
Utara dimana telah terjadi penemuan-penemuan terutama pada struktur-struktur
antiklin. Lapisan-lapisan utama yang berproduksi adalah batupasir dari Formasi
Talang Akar dan Formasi Cibulakan. Selain itu batugamping dari Formasi Baturaja
dan Formasi Parigi juga memproduksi minyak dan gas bumi. Suatu hal yang menarik
adalah pada kawasan daratan juga telah diproduksi minyak bumi dari batuan tuffa
volkanik dan breksi dari Formasi Jatibarang.
Secara tektonik, sejarah cekungan Jawa Barat Utara tidak terlepas dari tektonik
global Indonesia bagian Barat dimana tatanan tektoniknya berupa system active
margin, antara lempeng Hindia dengan lempeng Asia. Sistem ini dicirikan dengan
adanya zona subduksi (penunjaman) dan busur magmatik. Fase-fase tektonik yang
terjadi dalam sejarah geologi Cekungan ini adalah :
a. Fase Tektonik Pertama
Pada zaman akhir Kapur awal tersier, Cekungan Jawa Barat Utara dapat
diklasifikasikan sebagai fore arc basin dengan dijumpainya orientasi struktural
mulai dari Cileutuh, sub-Cekungan Bogor, Jatibarang, Cekungan Muriah dan
Cekungan Florence barat yang mengidentifikasikan kontrol Meratus Trend.
Pada awal tersier, peristiwa tumbukan antara lempeng Hindia dengan lempeng
Eurasia mengaktifkan sesar mendatar menganan utama Kraton Sunda. Sesar-
sesar ini mengawali pembentukan cekungan-cekungan Tersier di Indonesia
Bagian Barat dan membentuk Cekungan Jawa Barat Utara sebagai pull apart
basin, seperti yang ditunjukkan pada Gambar I.6.
b. Formasi Jatibarang
Formasi Jatibarang tersusun oleh endapan early synrift, terutama dijumpai
pada bagian tengah dan timur dari Cekungan Jawa Barat Utara. Pada bagian
barat cekungan ini (daerah Tambun-Rengasdengklok), kenampakan Formasi
Jatibarang tidak banyak (sangat tipis) dijumpai. Pada bagian bawah Formasi ini,
tersusun oleh tuff bersisipan lava (aliran), sedangkan bagian atas tersusun oleh
batupasir. Formasi ini diendapkan pada fasies continental-fluvial. Minyak dan
gas di beberapa tempat pada rekahan-rekahan tuff. Umur Formasi ini adalah
dari kala Eosen Akhir sampai Oligosen Awal. Formasi ini terletak secara tidak
selaras di atas Batuan Dasar.
d. Formasi Baturaja
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar. Litologi
penyusun Formasi Baturaja terdiri dari baik yang berupa paparan maupun yang
berkembang sebagai reef build up (menandai fase post rift) yang secara regional
menutupi seluruh sedimen klastik pada Formasi Talang Akar di Cekungan Jawa
Barat Utara. Pada bagian bawah tersusun oleh batugamping masif yang
semakin ke atas semakin berpori. Perkembangan batugamping terumbu
umumnya dijumpai pada daerah tinggian. Namun, sekarang diketahui sebagai
daerah dalaman. Selain itu juga ditemukan dolomit, interkalasi serpih glaukonit,
napal, chert, batubara. Formasi ini terbentuk pada kala Miosen Awal-Miosen
Tengah (terutama dari asosiasi foraminifera). Lingkungan pembentukan
Formasi ini adalah pada kondisi laut dangkal, air cukup jernih, sinar matahari
cukup (terutama dari melimpahnya foraminifera Spiroclypens Sp). Ketebalan
Formasi ini berkisar pada (50-300) m.
e. Formasi Cibulakan
Formasi ini terdiri dari perselingan antara serpih dengan batupasir dan
batugamping. Batugamping pada satuan ini umumnya merupakan batugamping
klastik serta batugamping terumbu yang berkembang secara setempat-setempat.
Batugamping terumbu ini dikenal sebagai Mid Main Carbonate (MMC).
Formasi ini dibagi menjadi 2 (dua) anggota, yaitu anggota Cibulakan Atas dan
anggota Cibulakan Bawah. Pembagian anggota ini berdasarkan perbedaan
lingkungan pengendapan, dimana anggota Cibulakan Bawah merupakan
endapan transisi (paralik), sedangkan anggota Cibulakan Atas merupakan
endapan neritik. Anggota Cibulakan Bawah dibedakan menjadi dua bagian
sesuai dengan korelasi Cekungan Sumatera Selatan, yaitu : Formasi Talang
Akar dan Formasi Baturaja. Secara keseluruhan Formasi Cibulakan ini berumur
Miosen Awal sampai Miosen Tengah. Formasi Cibulakan Atas terbagi menjadi
tiga anggota, yaitu :
1) Massive
Anggota ini terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Baturaja.
Litologi anggota ini adalah perselingan batulempung dengan batupasir yang
mempunyai ukuran butir dari halus-sedang. Pada Massive ini dijumpai
kandungan hidrokarbon, terutama pada bagian atas. Selain itu terdapat fosil
foraminifera planktonik seperti Globigerina trilobus serta foraminifera
bentonik seperti Amphistegina (Arpandi dan Padmosukismo, 1975).
2) Main
Anggota Main terendapkan secara selaras di atas anggota Massive.
Litologi penyusunnya adalah batulempung berselingan dengan batupasir
yang mempunyai ukuran butir halus-sedang (bersifat glaukonitan). Pada
awal pembentukannya, berkembang batugamping dan juga blangket-
blangket pasir, dimana pada bagian ini dibedakan dengan anggota Main itu
sendiri yang disebut dengan Mid Main Carbonat.
3) Pre Parigi
Anggota Pre-Parigi terendapkan secara selaras di atas anggota Main.
Litologinya adalah perselingan batugamping, dolomit, batupasir dan
batulanau. Anggota ini terbentuk pada kala Miosen Tengah-Miosen Akhir
dan diendapkan pada lingkungan Neritik Tengah-Neritik Dalam (Arpandi
dan Padmosukismo, 1975), dengan dijumpainya fauna-fauna laut dangkal
dan juga kandungan batupasir glaukonitan.
f. Formasi Parigi
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Cibulakan Atas.
Litologi penyusunnya sebagian besar adalah batugamping abu-abu terang,
berfosil, berpori dengan sedikit dolomit. Adapun litologi penyusun yang lain
adalah serpih karbonatan, napal yang dijumpai pada bagian bawah. Selain itu,
kandungan koral dan alga cukup banyak dijumpai selain juga bioherm dan
biostrom. Pengendapan batugamping ini melampar ke seluruh Cekungan Jawa
Barat Utara.
Lingkungan pengendapan Formasi ini adalah laut dangkal-neritik tengah
(Arpandi dan Padmosukismo, 1975). Formasi Parigi berkembang sebagai
batugamping terumbu, namun di beberapa tempat ketebalannya menipis dan
berselingan dengan napal. Batas bawah Formasi Parigi ditandai dengan
perubahan berangsur dari batuan fasies campuran klastika karbonat dari
Formasi Cibulakan Atas menjadi batuan karbonat Formasi Parigi. Kontak
antara Formasi Parigi dengan Formasi Cisubuh yang berada di atasnya sangat
tegas yang merupakan kontak antara batugamping bioklastik dengan napal yang
berfungsi sebagai lapisan penutup. Formasi ini diendapkan pada kala Miosen
Akhir-Pliosen.
g. Formasi Cisubuh
Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Parigi. Litologi
penyusunnya adalah batulempung berselingan dengan batupasir dan serpih
gampingan. Umur Formasi ini adalah kala Miosen Akhir sampai Pliosen-
Pleistosen. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal yang semakin
ke atas menjadi lingkungan litoral-paralik.
1) Lacustrine Shale
Lacustrine Shale terbentuk pada suatu periode syn rift dan berkembang
dalam 2 macam fasies yang kaya material organik. Fasies pertama adalah
fasies yang berkembang selama initial-rift fill. Fasies ini berkembang pada
Formasi Banuwati dan ekuivalen Formasi Jatibarang sebagai lacustrine
clastic dan vulkanik klastik. Fasies kedua adalah fasies yang terbentuk
selama akhir syn rift dan berkembang pada bagian bawah ekuivalen dengan
Formasi Talang Akar. Pada Formasi ini, batuan induk dicirikan oleh klastik
non-marin berukuran kasar dan interbedded antara batupasir dengan
lacustrine shale.
3) Marin Lacustrine
Batuan induk ini dihasilkan oleh Formasi Parigi dan Cisubuh pada
cekungan laut. Batuan induk ini dicirikan oleh proses methanogenic bacteria
yang menyebabkan degradasi material organik pada lingkungan laut.
b. Reservoar
Semua Formasi dari Jatibarang sampai Parigi merupakan interval dengan
sifat fisik reservoir yang baik sehingga banyak lapangan mempunyai daerah
dengan cadangan yang berlipat. Cadangan terbesar adalah yang mengandung
batupasir pada Main atau Massive dan Formasi Talang Akar. Selain itu, minyak
telah diproduksi dari rekahan volkanoklastik dari Formasi Jatibarang. Pada
daerah dimana batugamping Baturaja mempunyai porositas yang baik,
akumulasi endapan yang agak besar mungkin dapat dihasilkan. Timbunan
pasokan sedimen dan laju sedimentasi yang tinggi pada daerah shelf,
diidentifikasi dari clinoforms yang menandakan adanya progradasi. Pemasukan
sedimen ini disebabkan oleh perpaduan ketidakstabilan tektonik yang
merupakan akibat dari subsiden yang terus-menerus pada daerah foreland dari
Lempeng Sunda (Hamilton, 1979). Pertambahan yang cepat dalam sedimen
klastik dan laju subsiden pada Miosen Awal diinterprestasikan sebagai sebab
dari perhentian deposisi batugamping Baturaja. Anggota Main dan Massive
menjadi dasar dari sequence transgressive marin yang sangat lambat, kecuali
yang berdekatan dengan akhir dari deposisi anggota Main. Ketebalan seluruh
sedimen bertambah dari 400 feet pada daerah yang berdekatan dengan
paleoshoreline menjadi lebih dari 5000 feet pada sub-Cekungan Ardjuna.
Arpandi, D., Patmokismo, S., 1975 The Cibulakan Formation as One of The Most
Prospective Stratigraphic Unitsin The Northwestjava Basinal Area, IPA
Proceeding, Vol 4th Annual Convention, Jakarta.
Hareira Ichwan. 1991. Tinjauan Geologi dan Prospek Hidrokarbon cekungan Jawa
Barat Utara, PERTAMINA UEP III. Jakarta
Koesoemadinata, R,P., 1980, Geologi minyak dan gas bumi Jilid 1 Edisi ke II, Institut
Teknologi Bandung, Bandung.
Martodjojo, S., 2003, Evaluasi Cekungan Bogor, Penerbit ITB, Indonesia.
Narpodo, J., 1996. Studi Konversi Kedalaman dengan Metode Stacking Velocity dan
Layer Cake di daerah Jawa Barat Utara, Skripsi-S1 Geofisika FMIPA UGM,
Yogyakarta.
Nopyansyah, T., 2007, Studi Penyebaran Reservoar Berdasarkan Data Log, Cutting,
dan Atribut Seismik Pada Lapangan “TNP” Formasi Cibulakan Atas
Cekungan jawa Barat Utara, Skripsi-S1 Teknik Geologi FTM UPN Veteran
Yogyakarta. (Tidak dipublikasikan).
Reminton, C, H., Nasir, H., 1986, Potensial Hidrokarbon Pada Batuan Karbonat
Miosen Jawa Barat Utara. PIT IAGI XV, Yogyakarta.
Sinclair, S., Gresko, M., Sunia, C., 1995, Basin Evolution of The Ardjuna Rift System
and its Implications for Hydrocarbon Exploration, Offshore Northwest Java,
Indonesia, IPA Proceedings, 24th Annual Convention, Jakarta.