Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

EKOFISIOLOGI TUMBUHAN

RESPON TUMBUHAN TERHADAP SALINITAS

Di Susun Oleh :
Putri Mustika Wulandari
NIM. 131810401059

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2016
RESPON TUMBUHAN TERHADAP SALINITAS

A. Salinitas
Salinitas adalah salah satu stres abiotik yang berdampak pada
pertumbuhan tanaman dan pengurangan produktivitas hasil panen (Gao, 2015).
Pengaruh utama salinitas adalah berkurangnya pertumbuhan daun yang langsung
mengakibatkan berkurangnya fotosintesis tanaman. Salinitas mengurangi
pertumbuhan dan hasil tanaman pertanian penting dan pada kondisi terburuk dapat
menyebabkan terjadinya gagal panen (Triyani et al., 2013).
Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang
menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein serta biomassa
tanaman. Gejala pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkat salinitas yang
tinggi adalah pertumbuhan tidak normal. Daun mengering di bagian ujung dan
mengalami gejala klorosis (Triyani et al., 2013).
Lebih dari 45 juta hektar area irigasi mengalami kerusakan karena jumlah
kadar garam, dan 1,5 juta hektar setiap tahun mengalami penurunan hasil
pertanian karena tingginya kadar garam pada tanah. Tingginya kadar garam pada
tanah mempengaruhi metabolisme tumbuhan: stres air, ion toksik, nutrisi disorder,
stres oksidatif, proses alternatif metabolisme, kegagalan fungsi membran, reduksi
pembelahan dan perluasan sel, genotoksik. Kesuluruhan efek tresebut merupakan
efek dari reduksi pertumbuhan tanamanan, perkembangan dan pertahanan diri
tanaman (Carillo, 2011).
Salinisasi biasanya menjadi penyebab utama dari degradasi tanah, yang
mengakibatkan reduksi produktivitas pertanian. Pada kasus spesies kapas
(Gossypium hirsutum), akibat dari salinitas adalah pada parameter pertumbuhan,
ion, klorofil dan kandungan prolin, fotosintesis, aktivitas enzim antioksidan, dan
perooksida lipid (Carillo, 2011).

B. Respon bagian tumbuhan terhadap stres garam.


Efek garam pada tanaman adalah menggabungkan hasil interaksi kompleks
diantara perbedaan morfologi, fisiologi dan proses biokimia. Salah satu respon
pertama dari tumbuhan terhadap salinitas adalah menurunkan rata-rata
pertumbuhan daun. Terutama karena efek osmotik garam disekitar akar, yang
mengarah pada penurunan suplai air ke sel daun. Tingginya konsentrasi garam
eksternal dapat menghambat pertumbuhan akar, dengan mereduksi panjang dan
massa akar dan fungsi akar (Cassaniti & J.Flowers, 2012).
Reduksi pada perluasan dan pembelahan sel direduksi hingga ukuran
minimum, menghasilkan area daun yang mengalami reduksi sel. Area daun yang
mengalami reduksi dapat disebabkan oleh penurunan turgor pada daun, sebagai
respon dari perubahan susunan dinsing sel atau reduksi pada rata-rata fotosintesis.
Respon yang terlihat pada tanaman antara lain : ditunjukkan bahwa penurunan
berat kering pucuk dan area daun yang pertama terlihat merupakan efek dari
salinitas dari spesies yang sensitif dan toleran, misalnya Cotoneaster lacteus dan
Eugenia myrtifolia. Respon umum yang ditunjukkan pada level garam tinggi
adalah daun menebal, yang terjadi pada tanaman Coleus blumei dan Salvia
splendens (Cassaniti & J.Flowers, 2012).

Tergantung pada komposisi dari larutan garam, ion toksik atau kekurangan
nutrisi mungkin juga reduksi pertumbuhan karena kompetisi antara kation dan
anion. Pengaruh dari stres garam pada tanaman sendiri, namun tidak cukup untuk
mengevaluasi toleransi garam pada organ tambahan tumbuhan (ornamen): ujung
dan bagian tepi daun terbakar sebagai respon yang ditunjukkan karena ion toksik.
Klorida toksik menunjukkan respon tumbuhan yang kekurangan zat perunggu
dan ujung daun menguning yang diikuti oleh kematian sel ujung dan nekrosis,
oleh karena itu toksik ion Na dimulai dengan menguningnya tepi daun yang
diikuti oleh peninggkatan nekrosis (Cassaniti & J.Flowers, 2012).

Gambar. Daerah-daerah nekrosis karena efek dari stes garam pada beberapa
bagian tumbuhan.

Tanaman Herba
Tanaman herba, tanaman menahun dan tanaman perenial, menunjukkan
respon yang berbeda terhadap salinitas dibandingkan tanaman berkayu, meskipun
memiliki mekanisme yang terlibat adalah sama. Karena tipe daratan adalah
mencampur semua spesies. Tanaman herba menunjukkan respon yang bervariasi
terhadap stress garam, dari tumbuhan halofit yang toleran sampai halofit yang
sensitif dan sensitifitas tumbuhan tersebut terhadap pengairan dapat
mempengaruhi seleksi tumbuhan, metode irigasi dan frekuensi pengairan
(Cassaniti & J.Flowers, 2012).
Semak dan pohon berkayu
Salinitas kemungkinan mempengaruhi pertumbuhan dari semak dengan
cara reduksi pertumbuhan dan perluasan daun hasil dari efek osmotik atau toksik
yang disebabkan oleh tingginya konsentrasi dari Na dan Ca pada air. Seperti pada
tumbuhan, komposisi ion pada air irigasi dapat berpengaruh terhadap respon dari
tumbuhan semak dan pohon terhadap stres garam. Stres garam klorida lebih
merusak dibandingkan garam SO4, dan garam Mg yang berasosiasi dengan Cl
lebih merusak dibandingkan Na dan Cl. Tumbuhan seperti Eucalyptus
accidentalis dan Eucalyptus sargentii dapat mentoleransi salinitas sekitar 30 ppm
(Cassaniti & J.Flowers, 2012).

C. Mekanisme toleransi
Untuk mengatasi stres salinitas tumbuhan melakukan beberapa mekanisme
adaptasi dan pertahanan diri terhadap lingkungan salinitas. Perbedaan mekanisme
disesuaikan dengan kondisi salinitas yang menekan tumbuhan. Diantara beberapa
mekanisme dari toleransi terhadap salinitas yaitu membatasi masuknya ion garam
ke akar dan cabang rendah, mekanisme ini sangat penting dalam semua karakter
tumbuhan yang toleran terhadap salinitas.
Untuk semua spesies, mereka memiliki organ yang berbeda untuk karakter
toleransi. Misalnya pada Rudbeckia hirta dan Phlox paniculata mengakumulasi
garam Cl pada daun yang mengarah kepada reduksi berat keringsekitar 25 %,
sedangkan pada Lantana hybrida dan Cuphea hyssopifolia sangat baik mentolerir
salinitas yang ekstrim dengan mengakumulasi sedikit Cl. Rendahnya reduksi dan
hilangnya garam menunjukkan gejala luka-luka pada tumbuhan Eugenia
myrtifolia yang berasosiasi tidak hanya dengan penyimpanan akar terhadap Na
dan Cl tetapi juga dengan membatasi penyerapan yang dapat meningkatkan kadar
salinitas didalam tubuh tumbuhan. Spesies Bougainvillea glabra, Ceanothus
thyrsiflorus dan Leucophyllum frutescens mengakumulasi konsentrasi tinggi dari
Na dan Cl pada daun tetapi tanpa menunjukkan gejala nekrosis. Diantara faktor
yang digunakan untuk mengkarakteristikkan toleransi garam terhadap hasil panen,
perlakuan terhadap tingginya rasio garam K atau Na pada jaringan tumbuhan
adalah diagnosa karakter yang paling penting. Karena efek dari kompetisi
konsentrasi ion Na di rizhosfer dapat menyerap ion K. (Cassaniti & J.Flowers,
2012)

Proses fisiologi pada akar yang melibatkan adaptasi tumbuhan


Berdasarkan literatur, padi sebelum perlakuan dengan level NaCl rendah
menunjukkan peningkatan yang umum pada akumulasi ion K daripada tumbuhan
setelah perlakuan pada akar, pucuk dan diikuti pemanjangan akar. Sedangkan
adaptasi kedelai menghasilkan akumulasi ion Na yang tinggi pada daun. Adaptasi
terhadap garam yang menyebabkan modifikasi kanal ion melibatkan upaya
optimasi dari sitosolik rasio K/Na. Ion K sangat diperlukan sebagai kunci dari
proses metabolik di sitoplasma, misalnya reaksi enzimatik, sintesis protein dan
ribosom. Sedangkan ion Na dapat secara signifikan bersaing dengan ion K karena
adanya kesamaan sifat fisikokimianya (Pandolfia, Mancusoa, & Shabalab, 2012)
Kontrol penyerapan ion Na dan distribusi dalam tanaman sangat penting
terhadap toleransi garam dan beberapa mekanisme mungkin menurunkan
toksisitas Na di akar. Pembatasan penyerapan ion Na dilakukan dengan
mengeluarkan Na kembali ke tanah atau dengan meningkatkan pembagian
kelebihan ion Na ke vakuola akar secara merata. Pada beberapa fakta, membran
plasma salt overly sensitive (SOS1) yang aktif menjadi dasar bagi tekanan Na dari
akar, dan ekspresi akhir bertanggung jawab pada rendahnya penerimaan
penyerapan ion Na di akar. Efisiensi akumulasi ion Na di vakuola memberikan
manfaat ganda pada kondisi salinitas yaitu meningkatkan vakuola cadangan untuk
menghindari akumulasi toksik Na di sitosol, sebaik mungkin berkontribusi
terhadap pertahanan turgor (Pandolfia, Mancusoa, & Shabalab, 2012).

Regulasi muatan ion pada xylem yang penting untuk adaptasi.


Pengeluaran ion pada bagian pucuk seringkali disebut sebagai ciri-ciri
yang sangat penting dari tumbuhan yang toleran terhadap salinitas. Menurunkan
akumulasi ion Na di daun merupakan adaptasi salinitas pada tanaman kedelai
(Pandolfia, Mancusoa, & Shabalab, 2012)
Tumbuhan berdasarkan perkembangan adaptasinya dapat digolongkan menjadi du
a tipe, yaitu halofit (tumbuhan yang tahan terhadap salinitas) dan glukofit
(tumbuhan yang tidak tahan terhadap salinitas dan pada akhirnya akan mati)
(Gupta & Huang, 2014)
Stres salinitas melibatkan berbagai fisiologi dan proses metabolik,
bergantung pada waktu dari stres dan penghambat hasil produksi. Awalnya
salinitas tanah diketahui menekan pertumbuhan tumbuhan pada bentuk stres
osmotik yang diikuti oleh toksisitas ion. Selama fase stres salinitas, kapasitas
penyerapan air pada sistem perakaran menurun dan percepatan kehilangan air
pada daun karena stres osmotik yang disebabkan tingginya akumulasi garam pada
tanah dan tumbuhan, dan oleh karena itu stres salinitas juga dikatakan sebagai
stres hiperosmotik. Stres osmotik pada tahapan awal menyebabkan berbagai
fisiologi berubah, misalnya memecahkan membran, ketidakseimbangan nutrisi,
merusak kemampuan detoksifikasi Reactive Oxygen Species (ROS), perbedaan
enzim antioksidan dan menurunnya aktivitas fotosintesis dan menurunnya celah
stomata. Stres salinitas disebut juga stres hiperionik. Salah satu efek kerusakan
karena stres salinitas adalah akumulasi ion Na dan Cl pada jaringan tumbuhan
yang terpapar langsung dengan tanah dengan konsentrasi NaCl yang tinggi (Gupta
& Huang, 2014).
Masuknya kedua ion Na dan Cl kedalam sel karena ketidakseimbangan ion
dan penyerapan yang berlebihan menyebabkan kacaunya fisiologi yang
signifikan. Tingginya konsentrasi Na menghambat penyerapan ion K yang
merupakan elemen esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan yang
menyebabkan produktifitas yang rendah dan memicu kematian . Pada respon stres
salinitas, produksi dari ROS misalnya oksigen tunggal, superoksigen, hidroksil
radikal dan hidrogen peroksida akan meningkat. Efek salinitas bentuk ROS
memicu kerusakan oksidatif pada komponen sel misalnya protein, lemak dan
DNA yang merupakan fungsi seluller yang vital bagi tumbuhan (Gupta & Huang,
2014).
D. Efek Fisiologi Stres Garam
Efek salinitas terhadap fotosintesis
Respon stomata pasti berhubungan dengan efek osmotik pada garam diluar
akar. Penurunan aktifitas stomata selalu diikuti oleh reduksi dari asimilasi CO2
dan rata-rata respirasi pada berbagai spesies dan level salinitas (Torabi, 2014).
Kondisi salinitas yang tinggi menyebabkan jumlah air dalam tanaman berkurang
sehingga turgor sel-sel penutup stomata turun. Penurunan turgor stomata
mengakibatkan proses fotosintesis terhambat sehingga jumlah asimilat yang
dihasilkan oleh tanaman semakin berkurang (Triyani et al., 2013).
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rata-rata reduksi fotosintesis
dan translokasi dari asimilasi dibawah kondisi salinitas bergantung pada spesies
dan konsentrasi garam (Torabi, 2014). Penurunan kondisi salinitas pada rata-rata
laju fotosintesis dihasilkan dari faktor yang berkaitan dibawah ini :
 Tingginya potensial osmotik dan reduksi ketersediaan air.
 Toksisitas ion NaCl
 Penutupan stomata karena reduksi suplai CO2
 Percepatan penuaan yang dipicu oleh salinitas
 Perubahan struktur sitoplasmik aktivitas enzim (Torabi, 2014).
Pengaruh garam yang dapat menginduksi cekaman air dapat menurunkan
laju fotosintesis oleh adanya tiga kombinasi yaitu menutupnya stomata,
meningkatnya resistensi mesofil dan menurunnya efesiensi sistem fotosintesis.
pengaruh salinitas terhadap salinitas terhadap fotosintesis tanaman paling sedikit
dapat dibagi dalam tiga kategori: (1) mempengaruhi sifat pertumbuhan daun, yang
kemudian berpengaruh terhadap fotosintesis, (2) mempengaruhi resistensi stomata
terhadap difusi CO2 dan (3) berpengaruh terhadap reaksi-reaksi biokimia dalam
fotosintesis (Dahlan et al.,2013).

Efek salinitas terhadap pigmen fotosintesis


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa umumnya klorofil dan total
karotenoid penyusun daun menurun dibawah salinitas, dimana klorosis dimulai
dari penuaan daun selama stres salinitas. Pada penelitian efek NaCl terhadap
pigmen fotosintesis, total klorofil menurun karena stres NaCl (Zhang et al., 2014).

Efek salinitas pada air


Banyak penelitian menunjukkan bahwa potensial osmotik dan potensial air
menjadi negatif oleh peningkatan kadar garam, yang memicu peningkatan tekanan
turgor. Berdasarkan beberapa hasil penelitian, ada dua jaringan yang sama :
 Tingginya konsentrasi garam, tumbuhan akan mengakumulasi Na dan Cl
kedalam daun
 Konduktan akar hidrolik menurunkan jumlah air yang mengalir dari akar
ke daun, karena stres air di jaringan daun (Mulry et al., 2015).

Efek salinitas terhadap level ion dan nutrisi.


Pada kondisi salinitas, penyerapan ion Na dan Cl bersaing dengan
pengambilan elemen nutrisi misalnya seperti K, N, P dan Ca oleh tumbuhan,
kerusakan nutrisi merupakan hasil kuantitas dan kualitas reduksi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi NaCl pada zona akar
tumbuhan karena akumulasi dari Na dan Cl di pucuk jaringan dan penurunan level
ion Ca, K dan Mg pada tumbuhan.

Efek salinitas terhadap pertumbuhan daun dan akar


Peningkatan salinitas menyebabkan perubahan anatomi pada daun,
peningkatan diameter jaringan gabus, diameter palisade, pemanjangan sel
palisade, penebalan jaringan mesofil dan epidermis. Akar merupakan organ
pertama yang dipengaruhi oleh salinitas.akar mempengaruhi akumulasi ion dan
perumbuhan daun dan itu merupakan mekanisme toleransi garam (Torabi, 2014).
Pada beberapa tumbuhan mangrove, mereka memiliki kelenjar pengeluaran garam
yang terdapat pada daun. Untuk mencegah akumulasi garam, beberapa tumbuhan
mangrove merespon konsentrasi garam tinggi dengan memproduksi daun dalam
jumlah yang besar. Tumbuhan yang memiliki kelenjar pengeluaran garam
ditemukan jumlah dan konsentarasi Na dan Cl yang tinggi pada daun muda.
Tingkat konsentrasi garam yang tinggi dapat mengakibatkan daun cepat gugur
(Hutahaean et al.,1999).

Efek salinitas terhadap Perkecambahan iji


Cekaman salinitas berdampak buruk terhadap laju perkecambahan,
persentase perkecambahan, kecambah panjang, panjang tunas dan indeks
viabilitas benih (Novita et al., 2015). Hubungan antara ukuran biji dan inisiasi
pertumbuhan biji adalah hubungan yang positif dan berhubungan dengan
kemampuan toleransi terhadap kondisi salinitas (Eom, DiTommaso, & Weston,
2013).

DAFTAR ISI

Carillo, P. (2011). Salinity Stress and Salt Tolerance.


Cassaniti, C., & J.Flowers, D. R. (2012). The Response of Ornamental plants to
Saline Irrigation Water.
Dachlan, A., Kasim, N., & Sari, A. K. (2013). Uji Ketahanan Salinitas Beberapa
Varietas Jagung (Zea mays L.) Dengan Menggunakan Agen Seleksi
NaCl. BIOGENESIS. Jurnal Ilmiah Biologi. Vol 1, No. 1, Juni 2013,
, 9-17.
Eom, S. H., DiTommaso, A., & Weston, L. A. (2013). Effects of SOil Salinity In
The Growth of AMbrosia artemisiifolia Biotypes Collected from
Roadside and Agricultural Field. Journal of Plant Nutrition , 2191-
2204.
Gao, H.-J. (2015). Ultrastructural and physiological responses of potato (Solanum
tuberosum L.) plantlets to gradient saline stress. frontiers in PLANT
SCIENCE .
Gupta, B., & Huang, B. (2014). Mechanism of Salinity Tolerance in Plants:
Physiological, Biochemical, and Molecular Characterization.
International Journal of Genomics, Volume 2014, Article ID 701596,
, 18.
Hutahaean, e. E., kusmana, c., & dewi, h. R. (1999). STUDI KEMAMPUAN
TUMBUH ANAKAN MANGROVE JENIS Rhizophora mucronata,
Bruguiera gimnorrhiza DAN Avicennia marina PADA BERBAGAI
TINGKAT SALINITAS. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V,
No. 1 , 77-85.
Mulry, K. R., Hanson, B. A., & Dudle, D. A. (2015). Alternative Strategies in
Response to Saline Stress in Two Varieties of Portulaca oleracea
(Purslane). PLOS ONE | DOI:10.1371/journal.pone.0138723
September 23, 2015 .
Novita, A., .Siregar, L. A., & Rosmayati. (2015). RESPON PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) PADA
TANAH SALIN DENGAN PEMBERIAN ASAM SALISILAT
DAN GIBERELLIN (GA3). Jurnal Pertanian Tropik Vol.2, No.3.
Desember 2015. (31) : 258- 263 .
Pandolfia, C., Mancusoa, S., & Shabalab, S. (2012). Physiology of acclimation to
salinity stress in pea (Pisum sativum). Environmental and
Experimental Botany 84 (2012) 44– 51 .
Torabi, M. (2014). PHYSIOLOGICAL AND BIOCHEMICAL RESPONSES OF
PLANTS TO SALT STRESS.
Triyani, A., Suwarto, & Nurchasanah, S. (2013). Toleransi Genotip Kedelai
(Glycin max L. Merril.) terhadap Konsentrasi Garam NaCl pada Fase
Vegetatif. Agronomika Vol. 13, No. 1 Januari 2013 .
Zhang, L., Ma, H., Chen, T., Pen, J., Yu, S., & Zhao, X. (2014). Morphological
and Physiological Responses of Cotton (Gossypium hirsutum L.)
Plants to Salinity. PLOSE ONE. Vol 9. November 2014 .

Anda mungkin juga menyukai