Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia sampai saat ini penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat. Malaria dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi
yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia
dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Penyakit ini juga masih endemis di sebagian besar
wilayah Indonesia. Angka kesakitan penyakit ini pun masih cukup tinggi, terutama di daerah
Indonesia bagian timur. Di daerah trasmigrasi dimana terdapat campuran penduduk yang
berasal dari daerah yang endemis dan tidak endemis malaria, di daerah endemis malaria
masih sering terjadi letusan kejadian luar biasa (KLB) malaria Oleh karena kejadian luar
biasa ini menyebabkan insiden rate penyakit malaria masih tinggi di daerah tersebut.
Di Indonesia penderita malaria mencapai 1-2 juta orang pertahun, dengan angka
kematian sebanyak 100 ribu jiwa. Kasus tertinggi penyakit malaria adalah daerah papua, akan
tapi sekitar 107 juta orang Indonesia tinggal di daerah endemis malaria yang tersebar dari
Aceh sampai Papua, termasuk di Jawa yang padat penduduknya(Adiputro,2008).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa defenisi malaria ?
1.2.2 Bagaimana tanda dan gejala dari malaria ?
1.2.3 Apa etiologi dari malaria ?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi dari malaria ?
1.2.5 Bagaimana pathway dari malaria ?
1.2.6 Bagaimana pemeriksaan penunjang pada malaria ?
1.2.7 Apa pencegahan dan pengobatan pada kasus malaria ?
1.2.8 Apasaja komplikasi dari malaria ?
1.2.9 Manifestasi klinis pada malaria ?
1.2.10 Apasaja diangnosis banding dari malaria ?
1.2.11 Bagaimana penataklasanaan medis dan keperawatan klien dengan malaria?
1.2.12 Apa saja manajemen kasus pada klien dengan malaria ?

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 1


1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah dilakukan presentasi makalah ini diharapkan mahasiswa mampu
memahami tentang teori malaria serta mampu melakukan asuhan keperawatan
pada pasien dengan malaria.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu memahami tentang konsep dasar malaria meliputi;


defenisi, tanda dan gejala, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
komplikasi,patway,pencegahan dan pengobatan, diagnosis banding,
penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan dan
pemeriksaan laboratorium
b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada penderita
malaria
c. Mahasiswa mampu menetapkan intervensi keperawatan pada pasien
malaria
d. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan dan
mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah dilkukan pada pasien
malaria.
e. Mahasiswa dapat mengetahui manajemen kasus pada klien dengan
malaria

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 2


BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Teori
2.1 Definisi
Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik disebabkan oleh protozoa genus
Plasmodium dengan manifestasi berupa demam, anemia dan pembesaran limpa.
Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun
kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai
dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil,
anemia, dan pembesaran limpa.
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup
dan berkembang biak di dalam sel darah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan
melalui gigitan nyamuk anopheles betina.
2.2Tanda dan Gejala
Gejala malaria berdasarkan jenis malaria (Sudoyo. 1999: 1733):
1. Gejala malaria vivax(M.benigna/tertiana)
 Demam ringan
 Keringan dingin dan menggigil
 Masa inkubasi 12-1 hari
 Limfa akan terasa pada minggu ke dua
 Oedema tungkai
 Terjadinya relaps
2. Gejala malaria falcifarum(M.tropica)
 Demam tinggi
 Anemia
 Suhu tubuh naik bertahap
 Inkubasi 9-14 hari
 Nyeri tungkai
 Lesu
3. Gejala malaria malariae (M.quartana)
 Serangan menyerupai malaria vivax
 Oedema
 Selang waktu setiap 72 jam
 Masa inkubasi 18-40 hari
4. Gejala malaria ovale
 Masa inkubasi 11-16 hari
 Pucat

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 3


2.3 Etiologi
Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu parasit malaria
(yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina. Parasit malaria memiliki
siklus hidup yang kompleks, untuk kelangsungan hidupnya parasit tersebut
membutuhkan host (tempatnya menumpang hidup) baik pada manusia maupun nyamuk,
yaitu nyamuk anopheles. Ada empat jenis spesies parasit malaria di dunia yang dapat
menginfeksi sel darah merah manusia, yaitu :
1 Plasmodium falciparum
2 Plasmodium vivax
3 Plasmodium malariae
4 Plasmodium ovale
Keempat spesies parasit malaria tersebut menyebabkan jenis penyakit malaria yang
berbeda, yaitu:
1 Plasmodium falciparum
Menyebabkan malaria falsiparum (disebut juga malaria tropika), merupakan jenis
penyakit malaria yang terberat dan satu-satunya parasit malaria yang
menimbulkan penyakit mikrovaskular., karena dapat menyebabkan berbagai
komplikasi berat seperti cerebral malaria (malaria otak), anemia berat, syok,
gagal ginjal akut, perdarahan, sesak nafas, dll.
2 Plasmodium vivax
Menyebabkan malaria tertiana. Tanpa pengobatan: berakhir dalam 2 – 3 bulan.
Relaps 50% dalam beberapa minggu –5 tahun setelah penyakit awal.
3 Plasmodium malariae
Menyebabkan malaria quartana. Asimtomatis dalam waktu lama.
4 Plasmodium ovale
Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat.
Lebih ringan. Seringkali sembuh tanpa pengobatan. Seorang penderita dapat
dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut
infeksi campuran (mixed infection). Biasanya campuran P.Falciparum dengan
P.Vivax atau P.Malariae. Infeksi campuran tiga jenis sekaligus jarang sekali
terjadi. Infeksi jenis ini biasanya terjadi di daerah yang tinggi angka
penularannya. Malaria yang disebabkan oleh P.Vivax dan P.Malariae dapat
kambuh jika tidak diobati dengan baik. Malaria yang disebabkan oleh spesies
selain P.Falciparum jarang berakibat fatal, namun menurunkan kondisi tubuh;
lemah, menggigil dan demam yang biasanya berlangsung 10-14 hari.
Parasit Plasmodium sebagai penyebab (agent). Agar dapat hidup terus menerus, parasit
penyebab penyakit malaria harus berada dalam tubuh manusia untuk waktu yang cukup
lama dan menghasilkan gametosit jantan dan betina yang sesuai untuk penularan. Parasit
juga harus menyesuaikan diri dengan sifat-sifat spesies nyamuk Anopheles yang
antropofilik agar sporogoni memungkinkan sehingga dapat menghasilkan sporozoit yang
infektif.
Sifat-sifat spesifik parasitnya berbeda untuk setiap spesies Plasmodium dan hal ini
mempengaruhi terjadinya manifestasi klinis dan penularan. P.falciparummempunyai

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 4


masa infeksi yang paling pendek diantara jenis yang lain, akan tetapi menghasilkan
parasitemia yang paling tinggi. Gametosit P.falciparum baru berkembang setelah 8-15
hari sesudah masuknya parasit ke dalam darah. Parasit P.vivax dan P.ovale pada
umumnya menghasilkan parasitemia yang rendah, gejala yang lebih ringan dan
mempunyai masa inkubasi yang lebih lama daripada P.falciparum. Walaupun begitu,
sporozoit P.vivax dan P.ovale di dalam hati dapat berkembang menjadi skizon jaringan
primer dan hipnozoit. Hipnozoit ini menjadi sumber terjadinya relaps.
Setiap spesies Plasmodium terdiri dari berbagai strain yang secara morfologis tidak dapat
dibedakan. Strain suatu spesies yang menginfeksi vektor lokal, mungkin tidak dapat
menginfeksi vektor dari daerah lain. Lamanya masa inkubasi dan pola terjadinya relaps
juga berbeda menurut geografisnya. P.vivax dari daerah Eropa Utara mempunyai masa
inkubasi yang lama, sedangkan P.vivaxdari daerah Pasifik Barat (antara lain Irian Jaya)
mempunyai pola relaps yang berbeda. Terjadinya resistensi terhadap obat anti malaria
juga berbeda menurutstrain geografis parasit. Pola resistensi di Irian Jaya juga berbeda
dengan di Sumatera dan Jawa.
Nyamuk Anopheles. Pada manusia, nyamuk yang dapat menularkan malaria hanya
nyamuk Anopheles betina. Pada saat menggigit host terinfeksi (manusia yang terinfeksi
malaria), nyamuk Anopheles akan menghisap parasit malaria (plasmodium) bersamaan
dengan darah, sebab di dalam darah manusia yang telah terinfeksi malaria banyak
terdapat parasit malaria. Parasit malaria tersebut kemudian bereproduksi dalamtubuh
nyamuk Anopheles, dan pada saat menggigit manusia lain (yang tidak terinfeksi
malaria), maka parasit malaria masuk ketubuh korban bersamaan dengan air liur
nyamuk. Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina anopheles.
Dari lebih 400 spesies anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung
sporozoit dan dapat menularkan malaria.
Nyamuk Anopheles terutama hidup di daerah tropik dan subtropik, namun bisa juga
hidup di daerah beriklim sedang dan bahkan di daerah Antarika. Anopheles jarang
ditemukan pada ketinggian 2000 – 2500 m, sebagian Anopheles ditemukan di dataran
rendah. Semua vektor tersebut hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat, antara lain
ada nyamuk yang hidup di air payau pada tingkat salinitas tertentu (An. sundaicus,
An.subpictus), ada yang hidup di sawah (An. aconitus), air bersih di pegunungan (An.
maculatus), genangan air yang terkena sinar matahari (An. punctulatus, An. farauti).
Kehidupan nyamuk sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan yang ada, seperti suhu,
kelembaban, curah hujan, dan sebagainya.Efektifitas vektor untuk menularkan malaria
ditentukan hal-hal sebagai berikut:
1 Kepadatan vektor dekat pemukiman manusia.
2 Kesukaan menghisap darah manusia atauantropofilia.
3 Frekuensi menghisap darah (ini tergantung dari suhu).
4 Lamanyasporogoni(berkebangnya parasit dalam nyamuk sehingga menjadi
efektif).
5 Lamanya hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni dan kemudian menginfeksi
jumlah yang berbeda-beda menurutspesies.

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 5


Nyamuk Anopheles betina menggigit antara waktu senja dan subuh, dengan jumlah yang
berbeda-beda menurut spesiesnya. Kebiasaan makan dan istrahat nyamuk Anopheles
dapat dikelompokkan menjadi:
1 Endofilik : suka tinggal dalam rumah/bangunan.
2 Eksofilik : suka tinggal diluar rumah.
3 Endofagi : menggigit dalam rumah/bangunan.
4 Eksofagi : menggigit diluar rumah/bangunan.
5 Antroprofili : suka menggigit manusia.
6 Zoofili : suka menggigit binatang.
Jarak terbang nyamuk Anophelesadalah terbatas, biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari
tempat perkembangbiakan. Bila ada angin yang kuat nyamuk Anophelesbisa terbawa
sampai 30 km. Nyamuk Anopheles dapat terbawa pesawat terbang atau kapal laut dan
menyebarkan malaria ke daerah yang non endemik.
Nyamuk Anopheles menggigit penderita malaria dan menghisap juga parasit malaria
yang ada di dalam darah penderita. Parasit malaria berkembang biak di dalam tubuh
nyamuk Anopheles (menjadi nyamuk yang infektif). Nyamuk Anopheles yang infektif
menggigit orang yang sehat (belum menderita malaria). Sesudah +12-30 hari (bervariasi
tergantung spesies parasit) kemudian, bila daya tahan tubuhnya tidak mampu meredam
penyakit ini maka orang sehat tsb berubah menjadi sakit malaria danmulai timbul gejala
malaria.
2.4 Patofisiologi
Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Demam mulai
timbul bersamaan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan macam-macam antigen.
Antigen ini akan merangsang makrofag, monosit atau limfosit yangmengeluarkan
berbagai macam sitokin, diantaranya Tumor Necrosis Factor (TNF). TNF akan dibawa
aliran darah ke hipothalamus, yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh manusia.
Sebagai akibat demam terjadi vasodilasi perifer yang mungkin disebabkan oleh bahan
vasoaktif yang diproduksi oleh parasit. Limpa merupakan organ retikuloendotelial.
Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadi peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi
parasit, teraktifasinya sistem retikuloendotelial untuk memfagositosis eritrosit yang
terinfeksi parasit dan sisa eritrsit akibat hemolisis. Anemia terutama disebabkan oleh
pecahnya eritrosit dan fagositosis oleh sistem retikuloendotetial. Hebatnya hemolisis
tergantung pada jenis plasmodium dan status imunitas penjamu. Anemia juga disebabkan
oleh hemolisis autoimun, sekuentrasi oleh limpa pada eritrosit yang terinfeksi maupun
yang normal dan gangguan eritropoisis. Hiperglikemi dan hiperbilirubinemia sering
terjadi. Hemoglobinuria dan Hemoglobinemia dijumpai bila hemolisis berat. Kelainan
patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika, disebabkan kartena sel darah
merah terinfeksi menjadi kaku dan lengket, perjalanannya dalamkapiler terganggu
sehingga melekat pada endotel kapiler karena terdapat penonjolan membran eritrosit.
Setelah terjadi penumpukan sel dan bahan-bahan pecahan sel maka aliran kapiler
terhambat dan timbul hipoksia jaringan, terjadi gangguan pada integritas kapiler dan
dapat terjadi perembesan cairan bukan perdarahan kejaringan sekitarnya dan dapat
menimbulkan malaria cerebral, edema paru, gagal ginjal dan malobsorsi usus.

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 6


2.5 Patway

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 7


2.6 Pencegahan dan pengobatan
2.6.1 pencegahan
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila
terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada
orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu
lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain Untuk kelompok atau
individu yang akan bepergian/tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya
menggunakan personaI protection seperti pemakaian kelambu, repellent, kawat kassa
dan Iain-lain.
Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium falciparum
terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk kemoprofilaksis
Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgbb selama tidak Iebih dari 4-6
minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak umur < 8 tahun dan ibu hamil.
Kemoprofilaksis untuk Plasmodium vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5
mg/kgbb setiap minggu. Obat tersebut diminum satu minggu sebelum masuk ke
daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali. Dianjurkan tidak menggunakan
klorokuin lebih dan 3-6 bulan.
2.6.2 Pengobatan
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila
terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada
orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu
lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain Untuk kelompok atau
individu yang akan bepergian/tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya
menggunakan personaI protection seperti pemakaian kelambu, repellent, kawat kassa
dan Iain-lain.
Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium falciparum
terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk kemoprofilaksis
Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgbb selama tidak Iebih dari 4-6
minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak umur < 8 tahun dan ibu hamil.
Kemoprofilaksis untuk Plasmodium vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5
mg/kgbb setiap minggu. Obattersebut diminum satu minggu sebelum masuk ke daerah
endemis sampai 4 minggu setelah kembali. Dianjurkan tidak menggunakan klorokuin
lebih dan 3-6 bulan.
Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi
1. Malaria Falsiparum Lini pertama pengobatan malaria falsiparum adalah seperti
yang tertera dibawah ini:
Lini pertama = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin
Setiap kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri dari 2 blister, yaitu blister
amodiakuin terdiri dari 12 tablet @ 200 mg = 153 mg amodiakuin basa, dan blister
artesunat terdiri dari 12 tablet @ 50 mg. Obat kombinasi diberikan per-oral selama

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 8


tiga hari dengan dosis tunggal harian sebagai berikut: Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb
dan Artesunat = 4 mg/kgbb. Primakuin tidak boleh diberikan kepada:

1 Ibu hamil
2 Bayi ≤ 1 Thn
3 Penderita defisiensi G6-PD 2
Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan, jika pengobatan lini pertama
tidak efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual
tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi).
Lini kedua = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin
Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7(tujuh)
hari.Doksisiklin diberikan 2 kali per-hari selama 7 (tujuh) hari, dengandosis orang
dewasa adalah 4 mg/Kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2
mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia <8 tahun. Bila
tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklin. Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari
selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis 4-5 mg/kgbb/kali Seperti halnya doksisiklin,
tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak dengan umur di bawah. 8 tahun dan ibu
hamil. Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama.
2. Pengobatan malaria vivaks, malaria ovale, malaria malariae
A. Malaria vivaks dan ovale
Lini pertama pengobatan malaria vivaks dan malaria ovale adalah seperti yang tertera
dibawah ini:
Lini Pertama = Klorokuin + Primakuin
Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria vivaks dan
malaria ovale. Klorokuin diberikan 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25
mg basa/kgbb. Dosis Primakuin adalah 0.25 mg/kgbb per hari yang diberikan selama
14 hari dan diberikan bersama klorokuin.Seperti pengobatan malaria falsiparum,
primakuin tidak boleh diberikan kepada: ibu hamil, bayi <1 tahun, dan penderita
defisiensi G6-PD. Pengobatan malaria vivaks resisten klorokuin
Lini kedua : Kina + Primakuin
Dosis Primakuin adalah 0,25 mg/kgbb per hari yang diberikan selama 14 hari. Seperti
pengobatan malaria pada umumnya, primakuin tidak boleh diberikan kepada Ibu hamil,
bayi < 1tahun, dan penderita defisiensi G6-PD. Dosis kina adalah 30mg/kgbb/hari yang
diberikan 3 kali per hari. Pemberian kina pada anak usia di bawah 1 tahun harus
dihitung berdasarkan berat badan. Dosis dan cara pemberian primakuin adalah sama
dengan cara pemberian primakuin pada malaria vivaks terdahulu yaitu 0.25 mg/kgbb
perhari selama 14 hari.
B. Pengobatan malaria vivaks yang relaps

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 9


Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) sama dengan regimen sebelumnya
hanya dosis perimakuin ditingkatkan Klorokuin diberikan 1 kali per-hari selama 3 hari,
dengan dosis total 25 mg basa/kgbb dan primakuin diberikan selama 14 hari dengan
dosis 0,5 mg/kgbb/hari. Untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dapat diketahui
melalui anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah
minum obat (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain), maka
pengobatan diberikan secara mingguan. Klorokuin diberikan 1 kali per-minggu selama
8 sampai dengan 12 minggu, dengan dosis 10 mg basa/kgbb/kali Primakuin juga
diberikan bersamaan dengan klorokuin setiap minggu dengan dosis 0,76 mg/kgbb/kali.
C. Pengobatan malaria malariae
Pengobatan malaria malariae cukup diberikan dengan klorokuin 1 kali per-hari selama
3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgbb Pengobatan juga dapat diberikan
berdasarkan golongan umur penderita
Pengobatan Malaria Dengan Komplikasi
Definisi malaria berat/komplikasi adalah ditemukannya Plasmodium falciparum
stadium aseksual dengan satu atau beberapa manifestasi klinis meliputi; Malaria
serebral (malaria otak), Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%), Gagal ginjal
akut (urin<400 mI/24 jam pada orang dewasa atau<1 ml/kgbb/jam padä anak setelah
dilakukari rehidrasi; dengan kreatinin darah >3 mg%), Edema paru atau Acute
Respiratory Distress Syndrome, Hipoglikemi: gula darah< 40 mg%, Gagal sirkulasi
atau syok: tekanan sistolik <70 mm Hg (pada anak: tekanan nadi_ ≤20 rnmHg); disertai
keringat dingin, Perdarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan/atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulast intravaskuler, Kejang berulang > 2
kali per 24 jam setelah pendinginan pada hipertermia, Asidemia (pH:< 7,25) atau
asidosis (bikarbonat plasma < 15 mmol/L), Makroskopik hemoglobinuri oleh karena
infeksi malaria akut (bukan karena obat anti malaria pada seorang dengan defisiensi G-
6-PD).
Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat:
1 Gangguan kesadaran ringan (GCS <15)
2 Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan) tanpa kelainan neurologik
3 Hiperparasitemia > 5 %.
4 lkterus (kadàr bilirubin darah > 3 mg%) 5. Hiperpireksia (temperatur rektal >
40° C pada orang dewasa, >41° C pada anak-anak)

Pengobatan malaria berat ditujukan pada pasien yang datang dengan manifestasi klinis
berat termasuk yang gagal dengan pengobatan lini pertama. Apabila fasilitas tidak atau
kurang memungkinkan, maka penderita dipersiapkan untuk dirujuk ke rumah sakit atau
fasilitas pelayanan yanglebih lengkap. Penatalaksanaan kasus malaria berat pada
prinsipnya meliputi:
1 Tindakan umum
2 Pengobatan simptomatik
3 Pemberian obat anti malaria

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 10


4 Penanganan komplikasi

Pemberian obat anti malaria berat


Artesunat parenteral direkomendasikan untuk digunakan di Rumah Sakit atau
Puskesmas perawatan, sedangkan artemeter intramuskular direkomendasikan untuk di
lapangan atau Puskesmas tanpa fasilitas perawatan. Obat ini tidak boleh diberikan pada
ibu hamil trimester 1 yang menderita malaria berat.
Kemasan dan cara pemberian artesunat
Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam
artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Untuk
membuat larutan artesunat dengan mencampur 60 mg serbuk kering artesunik dengan
larutan 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Kemudian ditambah larutan Dextrose 5%
sebanyak 3-5 ml. Artesunat diberikan dengan loading dose secara bolus: 2,4 mg/kgbb
per-iv selama ± 2 menit, dan diulang setelah 12 jam dengan dosis yang sama.
Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv satu kali sehari sampai penderita
mampu minum obat. Larutan artesunat ini juga bisa diberikan secara intramuskular
(i.m.) dengan dosis yang sama. Bila penderita sudah dapat minum obat, maka
pengobatan dilanjutkan dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (Lihat
dosis pengobatan lini pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi).
Kemasan dan cara pemberian artemeter
Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam
larutan minyak Artemeter diberikan dengan loading dose: 3,2mg/kgbb intramuskular
Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb intramuskular satu kali sehari sampai
penderita mampu minum obat. Bila penderita sudah dapat minum obat, maka
pengobatan dilanjutkan dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (Lihat
dosis pengobatan lini pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi).
Obat alternatif malaria berat : Kina dihidroklorida parenteral
Kemasan dan cara pemberian kina parenteral
Kina per-infus masih merupakan obat alternatif untuk malaria berat pada daerah yang
tidak tersedia derivat artemisinin parenteral, dan pada ibu hamil trimester pertama Obat
ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%, Satu ampulberisi 500 mg /2
ml.Dosis dan cara pemberian kina pada orang dewasa termasuk untuk ibu hamil:
Loading dose : 20 mg garam/kgbb dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5% atau NaCI
0,9% diberikan selama 4 jam pertama. Selanjutnyá selama 4 jam ke-dua hanya
diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu, diberikan kina dengan dosis
maintenance 10 mg/kgbb dalam larutan 500 mldekstrose 5 % atau NaCI selama 4 jam
Empat jam selanjutnya, hanya diberikan lagi cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%
Setelah itu diberikan lagi dosis maintenance seperti diatas sampai penderita dapat

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 11


minum kina per-oral. Bila sudah sadar / dapat minum obat pemberian kina iv diganti
dengan kina tablet per-oral dengan dosis 10 mg/kgbb/kali, pemberian 3 x sehari
(dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian kina perinfus yang pertama).
Dosis anak-anak: Kina.HCI 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan :
6-8 mg/kg bb) diencerkan dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 % sebanyak 5-10
cc/kgbb diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita sadar dan dapat
minum obat. 2 Kina dihidrokiorida pada kasus pra-rujukan: Apabila tidak
memungkinkan pemberian kina per-irifus, maka dapat diberikan kina dihidroklorida 10
mg/kgbb intramuskular dengan masing-masing 1/2 dosis pada paha depan kiri-kanan
(jangan diberikan pada bokong) Untuk pemakaian intramuskular, kina diencerkan
dengan 5-8 cc NaCI 0,9% untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml.
Catatan :
Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena toksik bagi jantung dan
dapat menimbulkan kematian. Pada penderita dengan gagal ginjal, loading dose tidak
diberikan dan dosis maintenance kina diturunkan 1/2 nya. Pada hari pertama pemberian
kina oral, berikan primakuin dengan dosis 0,75 mg/kgbb.Dosis rnaksimum dewasa :
2.000 mg/hari.
2.7 Komplikasi dan Cara Penanganan
1. Malaria Serebral
Gangguan kesadaran pada malaria serebral dapat disebabkan adanya berbagai
mekanisme, yaitu sekuestrasi dan rosetting knob, peningkatan asam laktat, dan
peningkatan sitokin dalam darah yang menyebabkan gangguan metabolisme di otak.
Prinsip penatalaksanaan : Penatalaksanaan malaria serebral sama seperti pada malaria
berat umumnya.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah:
a. perawatan pasien dengan gangguan kesadaran;
b. deteksi dini dan pengobatan komplikasi berat lainnya;
c. waspadalah akan terjadinya infeksi bakteri, terutama pada pasien dengan
pemasangan iv-line, intubasi endotrakeal atau kateter saluran kemih dan
terhadap kemungkinan terjadinya aspirasi pneumonia.
Perawatan pasien tidak sadar meliputi:
d. Hal-hal yang perlu dimonitor :
(1) Tensi, nadi, suhu, dan pernafasan setiap 30 menit
(2) Pemeriksaan derajat kesadaran setiap 8 jam
(3) Hitung parasit tiap 24 jam
(4) Hitung parasit tiap 24 jam
(5) Ht dan atau Hb setiap hari, bilirubin dan kreatinin pada hari ke I dan III
(6) Gula darah tiap 8 jam
(7) Pemeriksaan lain sesuai indikasi (missal ureum, kreatinin dan kalium darah
pada komplikasi gagal ginjal)
e. Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan infeksi yang
sering terjadi melalui iv-line maka iv-line sebaiknya diganti setiap 2-3 hari.

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 12


f. Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan infeksi yang
sering terjadi melalui iv-line maka iv-line sebaiknya diganti setiap 2-3 hari.
g. Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan infeksi yang
sering terjadi melalui iv-line maka iv-line sebaiknya diganti setiap 2-3 hari.
h. Pasang kateter urethra dengan drainase/kantong tertutup. Pemasangan kateter
dengan memperhatikan kaidah a/antisepsis.
i. Pasang gastric tube (maag slang) dan sedot isi lambung untuk mencegah
aspirasi pneumonia.
j. Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus kornea yang
dapat terjadi karena tidak adanya refleks mengedip pada pasien tidak sadar.
k. Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi kelenjar parotis karena
kebersihan rongga mulut yang rendah pada pasien yang tidak sadar.
l. Ubah atau balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus
dan hypostatic pneumonia.
Obat-obatan yang tidak direkomendasikan dipakai pada malaria berat yaitu :
1 Kortikosteroid dosis tinggi
2 Heparin
3 Prostacyclin
4 Iron chelating agent (desferrioxamine B)
5 Pentoxifylline
6 Dextran berat molekul rendah
7 Anti edema serebral (urea)
8 Acetyl salisilic acid
9 Obat anti inflamasi lainnya
10 Epinephrine (adrenalin)
11 Cyclosporin A
12 Hyperimmune globulin
13 Dichloroacetate
14 Anti-tumor necrosis factor antibodies
2. Anemia Berat
Anemia berat pada malaria adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin <5 g/dL
atau hematokrit <15 %. Anemia berat sering menyebabkan distress pernafasan yang
dapat mengakibatkan kematian. Oleh karena itu, pemberian transfusi darah harus
segera dilakukan.
Tindakan pada anak-anak:
a. Rencanakan transfusi darah segera, lebih baik dengan Pack Red Cell/PRC
diberikan secara bertahap. Di daerah endemis rendah dapat dipertimbangkan
pemberian transfusi pada Hb < 7 g/dl
b. Hitunglah jumlah kebutuhan PRC untuk menaikkan Hb yang dihitung dengan
rumus sebagai berikut:

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 13


Keterangan : ∆ Hb = selisih antara Hb yang diinginkan setelah transfusi dengan Hb
sebelum transfusi.
Misal : Hb anak 4 g% dengan berat badan = 10 kg. Hb yang diinginkan setelah
transfusi adalah 12 g%. Total PRC transfusi adalah 8 x 10 x 4 ml = 320 ml.
Bila PRC tidak tersedia dapat diberikan whole blood dengan perhitungan sebagai
berikut:
Kebutuhan total = ∆ Hb x BB x 6 ml
Tindakan pada orang dewasa:
a. Berikan transfusi darah paling baik PRC 10-20 ml/kgBB. Setiap 4 ml/kgBB
akan menaikkan Hb 1 g %.
b. Volume transfusi dimasukkan sebagai input dalam catatan keseimbangan
cairan.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah sewaktu <40 mg%.
Sering terjadi pada penderita malaria berat terutama anak usia <3 tahun, ibu hamil,
dan penderita malaria berat lainnya dengan terapi kina. Kina dapat menyebabkan
hiperinsulinemia sehingga terjadi hipoglikemi. Penyebab lain hipoglikemia diduga
karena terjadi peningkatan uptake glukosa oleh parasit malaria.
Tindakan:
a. Berikan bolus glukosa 40% intra vena sebanyak 50-100 ml (anakanak : 2-4
ml/kgBB dengan pengenceran 1:1 dengan akuadest, untuk neonatus
maksimum konsentrasi glukosa 12,5%)
b. Dilanjutkan infus glukosa 10% perlahan-lahan untuk mencegah hipoglikemia
berulang.
c. Pemantauan teratur kadar gula darah setiap 4-6 jam.
Apabila sarana pemeriksaan gula darah tidak tersedia, pengobatan sebaiknya
diberikan berdasarkan kecurigaan klinis adanya hipoglikemia, seperti perfusi buruk,
keringat dingin, hipotermi, dan letargi.
4. Syok
Syok adalah keadaan gangguan hemodinamik yang ditandai dengan:
a. Mean Arterial Pressure (MAP)< 65 mm Hg (pada dewasa)
b. TD sistolik <80mmHg. tekanan nadi (selisih sistolik dan diastolik) < 20 mm
Hg (pada anak)

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 14


c. Nadi kecil dan cepat kecil dan cepat, kulit dingin. Keadaan ini terjadi pada
penderita malaria yang disertai:
d. Waktu pengisisan kapiler > 2 detik
Kondisi syok pada malaria dapat disebabkan oleh:
a. Malaria algida
b. Dehidrasi dengan hipovolemia (akibat muntah-muntah dan intake cairan
kurang)
c. Sepsis
d. Perdarahan karena stress ulcer (perdarahan masif saluran pencernaan)
e. Diare
Tatalaksana Syok:
a. Resusitasi cairan :
Pada orang dewasa :
Hipovolemia dikoreksi dengan pemberian cairan kristaloid (Ringer atau NaCl 0,9
%) 20 ml/kg bb dalam waktu 1/2 - 1 jam pertama. Bila tidak ada perbaikan
tekanan darah dan tidak ada overhidrasi diberikan cairan koloid. Bila terjadi
hipotensi menetap, diberikan vasopresor (dopamin, norepinefrin).

Pada anak :
Rehidrasi dengan pemberian cairan infus loading dose : cairan kristaloid (Ringer)
sebanyak 10 - 20 ml/kgbb secepatnya sampai nadi teraba, selanjutnya: Bila nadi
belum teraba dalam 20 menit ulangi loading dose. Bila sesudah 2 kali loading
dose nadi belum teraba: maka berikan loading dose dengan plasma expander 20
ml/kgbb secepatnya. Bila syok belum teratasi, berikan dopamin 3 - 5
μg/kgbb/menit.

b. Bila nadi sudah teraba, dilanjutkan pemberian rehidrasi dengan cairan Ringer
sesuai keadaan pasien.
c. Bila memungkinkan, tekanan vena dimonitor dengan CVP. Apabila CVP tidak
mungkin dilakukan, monitoring dan pencatatan balans cairan secara akurat sangat
membantu agar tidak terjadi overhidrasi.
d. Kadar gula darah diperiksa untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia.
e. Penatalaksanaan selanjutnya disesuaikan dengan tatalaksana syok secara
umum.
5. Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal dengan cepat dan mendadak
yang antara lain ditandai adanya peningkatan ureum dan kreatinin darah, dan
gangguan produksi urin.
Gagal ginjal akut terjadi apabila volume urin < 0.5 ml/kg bb/jam pada dewasa, pada
anak-anak < 1 ml/kgbb/jam setelah diobservasi selama 6 jam. Pada neonatus volume
urin <0.5 ml/kgbb/jam observasi 8 jam.

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 15


GGA terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah
ke ginjal sehingga terjadi iskemik dengan terganggunya mikrosirkulasi ginjal yang
menurunkan filtrasi glomerulus. Penyebab GGA pada malaria yang tersering adalah
gagal ginjal pre-renal akibat dehidrasi (>50%), sedangkan gagal ginjal renal akibat
tubuler nekrosis akut terjadi pada 5-10% penderita. GGA sering terdeteksi terlambat
setelah pasien sudah mengalami overload (dekompensasi kordis) akibat rehidrasi yang
berlebihan (overhidrasi) pada penderita yang tidak tercatat keseimbangan cairannya.
Tindakan :
a. Pada semua penderita malaria berat kadar ureum dan kreatinin diperiksa
setiap hari.
b. Apabila pemeriksaan ureum dan kreatinin tidak memungkinkan, produksi urin
dapat dipakai sebagai acuan.
c. Bila terjadi anuria dilakukan force diuresis (diuresis paksa) dengan furosemid
40 mg, kemudian 20 mg/jam selama 6 jam. Pada anak diberikan furosemid 1
mg/kgbb/kali. Bila tidak ada repons setelah 8 jam, pemberian dapat diulang
dengan dosis 2 mg/kgbb sampai maksimum 2 kali.
d. GGA biasanya reversibel apabila ditanggulangi secara cepat dan tepat. Pada
keadaan tertentu dialisis perlu dilakukan sehingga perlu di rujuk penderita ke
RS tingkat Provinsi atau RS dengan fasilitas dialisis.
e. Tanda-tanda overload :
1 Batuk-batuk,
2 sesak nafas
3 Nadi cepat
4 Tekanan darah meningkat,
5 JVP meningkat,
6 Pada auskultasi paru ada ronki basah di bagian basal kedua paru,
7 Pada auskultasi jantung dapat terdengar bunyi jantung tambahan
(bunyi ke 3).
Bila ada tanda-tanda overload, pemberian cairan memerlukan pemantauan yang ketat.
6. Perdarahan dan Gangguan Pembekuan Darah (koagulopati)
Perdarahan dan koagulopati jarang ditemukan pada kasus malaria di daerah endemis
pada negara tropis, keadaan ini dapat terjadi pada penderita non-imun. Manifestasi
perdarahan pada kulit berupa petekie, purpura, hematom, atau perdarahan hidung, gusi
dan saluran pencernaan. Gangguan koagulasi intra vaskular dapat terjadi.
Tindakan:
a. Apabila protrombin time atau partial tromboplastin time memanjang,
diberikan suntikan vitamin K dengan dosis 10 mg intravena.
b. Apabila ditemukan tanda-tanda Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID),
berikan fresh frozen plasma
7. Ikterus
Manifestasi ikterus (kadar bilirubin darah >3 mg%) sering dijumpai pada dewasa,
sedangkan jika ditemukan pada anak prognosisnya buruk. Tidak ada tindakan khusus
untuk ikterus, tetapi fokus pada penanganan untuk malaria. Apabila disertai hemolisis

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 16


berat dan Hb sangat rendah maka diberikan transfusi darah. Biasanya kadar bilirubin
kembali normal dalam beberapa hari setelah pengobatan dengan anti malaria.
8. Asidosis metabolik
Asidosis pada penderita malaria berat disebabkan berbagai faktor, antara lain:
a. obstruksi mikrosirkulasi;
b. disfungsi renal;
c. peningkatan glikolisis;
d. anemia;
e. hipoksia.
Oleh karena itu asidosis metabolik sering ditemukan bersamaan dengan komplikasi
lain, seperti anemia berat, GGA, hipovolemia, udema paru, dan hiperparasitemia.
Asidosis metabolik ditandai dengan pernafasan cepat dan dalam, penurunan pH, dan
bikarbonat darah. Diagnosis dan manajemen yang terlambat akan mengakibatkan
kematian.
Tindakan:
a. Berikan oksigen bila sesak nafas.
b. Periksa analisa gas darah dan koreksi dengan pemberian larutan natrium
bikarbonat. Koreksi pH arterial harus dilakukan secara perlahan-lahan.
Natrium Bikarbonat diberikan sebanyak 0,3xBBxBE (base excess) meq.
Apabila tidak ada analisa gas darah dapat diberikan dengan dosis 1 – 2
meq/kgBB/kali.
c. Apabila tidak tersedia fasilitas yang memadai sebaiknya penderita segera di
rujuk ke RS provinsi.
9. Blackwater fever (malarial haemoglobinuria)
Hemoglobinuria disebabkan hemolisis masif intravaskuler pada infeksi berat, keadaan
ini tidak berhubungan dengan disfungsi renal. Blackwater fever dapat juga terjadi
pada penderita defisiensi G6PD yang diberikan primakuin atau obat oksidan lainnya.
Blackwater fever bersifat sementara, tetapi dapat menjadi gagal ginjal akut pada
kasuskasus berat.
Tindakan:
a. Berikan cairan rehidrasi
b. Monitor CVP
c. Apabila Hb <5 g% atau Ht <15 %, berikan transfusi darah
d. Periksa kadar G6PD
e. Apabila ditemukan defisiensi G6PD, hentikan pemberian primakuin, kina, SP.
Dianjurkan pemberian anti malaria golongan artemisinin.
f. Apabila berkembang menjadi GGA, rujuk ke RS dengan fasilitas hemodialisis.

10. Hiperparasitemia.
Kondisi hiperparasitemia meningkatkan terjadinya risiko multiple organ failure
Tindakan:
a. Berikan anti malaria parenteral.

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 17


b. Evaluasi respon pengobatan dengan memeriksa ulang sediaan darah.
c. Bila tidak tersedia fasilitas yang memadai sebaiknya penderita segera di rujuk.

11. Edema Paru


Edema paru pada malaria berat sering timbul dibandingkan dengan komplikasi
lainnya. Edema paru terjadi akibat:
a. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Tanda-tanda ARDS:
 timbul akut;
 ada gambaran bercak putih pada foto toraks di kedua paru;
 rasio PaO2 : FiO2 <200; dan
 tidak dijumpai tanda gagal jantung kiri.
Manifestasi klinis ARDS:
 takipnoe (nafas cepat) pada fase awal;
 pernafasan dalam;
 sputum ada darah dan berbusa;
 pada foto thoraks ada bayangan pada kedua sisi paru;
 hipoksemia.
b. Over hidrasi (fluid overload) akibat pemberian cairan
Dijumpai tanda gagal jantung kiri, biasanya akibat adanya gagal ginjal akut yang
disertai pemberian cairan yang berlebihan.
ARDS dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler di paru. ARDS dan
overload, dapat terjadi bersamaan atau sendirisendiri, perbedaannya dapat dilihat
pada Tabel.

12. Distress Pernafasan


Komplikasi ini sering terjadi pada anak-anak. Penyebab terbanyak adalah asidosis
metabolik. Asidosis biasa berhubungan dengan malaria serebral.
Tindakan:
Penatalaksanaan distres pernafasan sebaiknya bertujuan mengoreksi
penyebabnya.

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 18


2.8 Pemeriksaan penunjang
Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan pemeriksaan sediaan
darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara berikut.
1 Pemeriksaan dengan mikroskop Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold
standard (standar baku) untuk diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop
dilakukan dengan membuat sediaan darah tebal dan tipis. Pemeriksaan sediaan
darah (SD) tebal dan tipis di rumah sakit/Puskesmas/lapangan untuk menentukan:
a. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif)
b. Spesies dan stadium Plasmodium
c. Kepadatan parasit

1) Semi Kuantitatif
(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang besar)
(+) = positif 1 (ditemukan 1 –10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11 –100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) = positif 3 (ditemukan 1 –10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)

Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:


- Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %

2) Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau
sediaan darah tipis (eritrosit).
Contoh :
Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit 8.000/uL maka
hitung parasit = 8.000/200 X 1500 parasit = 60.000 parasit/uL.
Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit 4.500.000/uL
maka hitung parasit = 4.500.000/1000 X 50 = 225.000 parasit/uL.

2 Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT)


Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda imunokromatografi. Tes ini digunakan pada unit gawat
darurat, pada saat terjadi KLB, dan di daerah terpencil yang tidak tersedia
fasilitas laboratorium mikroskopis. Hal yang penting yang perlu diperhatikan
adalah sebelum RDT dipakai agar terlebih dahulu membaca cara penggunaannya
pada etiket yang tersedia dalam kemasan RDT untuk menjamin akurasi hasil
pemeriksaan. Saat ini yang digunakan oleh Program Pengendalian Malaria adalah
yang dapat mengidentifikasi P. falcifarum dan non P. Falcifarum.

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 19


3 Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequensing DNA
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia. Pemeriksaan ini
penting untuk membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P. falcifarum.
Selain itu dapat digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium yang jumlah
parasitnya rendah atau di bawah batas ambang mikroskopis. Pemeriksaan dengan
menggunakan PCR juga sangat penting dalam eliminasi malaria karena dapat
membedakan antara parasit impor atau indigenous.
4 Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan adalah:
a. pengukuran hemoglobin dan hematokrit;
b. penghitungan jumlah leukosit dan trombosit;
c. kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali
fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium,
analisis gas darah); dan
d. urinalisis.

2.9 Diagnosis Banding


Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai berat,
terutama dengan penyakit-penyakit di bawah ini.
1. Malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai
berikut.
a. Demam tifoid Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit
perut (diare, obstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia,
limfositosis relatif, aneosinofilia, uji serologi dan kultur.
b. Demam dengue Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai keluhan
sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji torniquet positif,
penurunan jumlah trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit pada
demam berdarah dengue, tes serologi (antigen dan antibodi).
c. Leptospirosis Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah,
conjunctival injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata), dan nyeri betis
yang mencolok. Pemeriksaan serologi Microscopic Agglutination Test (MAT)
atau tes serologi positif.
2. Malaria berat dibedakan dengan penyakit infeksi lain sebagai berikut.
a. Infeksi otak Penderita panas dengan riwayat nyeri kepala yang progresif,
hilangnya kesadaran, kaku kuduk, kejang dan gejala neurologis lainnya. Pada
penderita dapat dilakukan analisa cairan otak dan imaging otak.
b. Stroke (gangguan serebrovaskuler) Hilangnya atau terjadi gangguan kesadaran,
gejala neurologik lateralisasi (hemiparese atau hemiplegia), tanpa panas dan ada
penyakit yang mendasari (hipertensi, diabetes mellitus, dan lain-lain).
c. Tifoid ensefalopati Gejala demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran
dan tandatanda demam tifoid lainnya (khas adalah adanya gejala abdominal,
seperti nyeri perut dan diare). Didukung pemeriksaan penunjang sesuai demam
tifoid.

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 20


d. Hepatitis A Prodromal hepatitis (demam, mual, nyeri pada hepar, muntah, tidak
bisa makan diikuti dengan timbulnya ikterus tanpa panas), mata atau kulit kuning,
dan urin seperti air teh. Kadar SGOT dan SGPT meningkat > 5 kali tanpa gejala
klinis atau meningkat > 3 kali dengan gejala klinis.
e. Leptospirosis berat/penyakit Weil Demam dengan ikterus, nyeri pada betis, nyeri
tulang, riwayat pekerjaan yang menunjang adanya transmisi leptospirosis
(pembersih selokan, sampah, dan lain lain), leukositosis, gagal ginjal. Insidens
penyakit ini meningkat biasanya setelah banjir.
f. Glomerulonefritis akut Gejala gagal ginjal akut dengan hasil pemeriksaan darah
terhadap malaria negatif.
g. Sepsis Demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan kesadaran, gangguan
sirkulasi, leukositosis dengan granula-toksik yang didukung hasil biakan
mikrobiologi.

h. Demam berdarah dengue atau Dengue shock syndrome Demam tinggi terus
menerus selama 2 - 7 hari, disertai syok atau tanpa syok dengan keluhan sakit
kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, manifestasi perdarahan (epistaksis, gusi,
petekie, purpura, hematom, hemetemesis dan melena), sering muntah, penurunan
jumlah trombosit dan peningkatan hemoglobin dan hematokrit, uji serologi positif
(antigen dan antibodi).

Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan pemeriksaan sediaan darah.
Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara berikut.
1. Pemeriksaan dengan mikroskop Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard
(standar baku) untuk diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan
membuat sediaan darah tebal dan tipis.

Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di rumah sakit/Puskesmas/lapangan untuk
menentukan:
a. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif);
b. Spesies dan stadium Plasmodium;
c. Kepadatan parasit:

1) Semi Kuantitatif
(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang besar)
(+) = positif 1 (ditemukan 1 –10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11 –100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) = positif 3 (ditemukan 1 –10 parasit dalam 1 LPB)

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 21


(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
 Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 %
 Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %
 Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %
2) Kuantitatif Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal
(leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).
Contoh :
Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit 8.000/uL maka hitung
parasit = 8.000/200 X 1500 parasit = 60.000 parasit/uL.
Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit 4.500.000/uL maka
hitung parasit = 4.500.000/1000 X 50 = 225.000 parasit/uL.

2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT)


Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan
metoda imunokromatografi. Tes ini digunakan pada unit gawat darurat, pada saat terjadi
KLB, dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium mikroskopis.
Hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah sebelum RDT dipakai agar terlebih dahulu
membaca cara penggunaannya pada etiket yang tersedia dalam kemasan RDT untuk
menjamin akurasi hasil pemeriksaan. Saat ini yang digunakan oleh Program Pengendalian
Malaria adalah yang dapat mengidentifikasi P. falcifarum dan non P. Falcifarum.

3. Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequensing DNA


Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia. Pemeriksaan ini penting untuk
membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P. falcifarum. Selain itu dapat digunakan
untuk identifikasi spesies Plasmodium yang jumlah parasitnya rendah atau di bawah batas
ambang mikroskopis. Pemeriksaan dengan menggunakan PCR juga sangat penting dalam
eliminasi malaria karena dapat membedakan antara parasit impor atau indigenous.

4. Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan adalah:
a. pengukuran hemoglobin dan hematokrit;
b. penghitungan jumlah leukosit dan trombosit;
c. kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali fosfatase,
albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah); dan
d. urinalisis.
2.10 Manifestasi Klinis
Menurut berat-ringannya gejala malaria dapat dibagi menjadi 2 jenis:
A. Gejala malaria ringan (malaria tanpa komplikasi) Meskipun disebut malaria ringan,
sebenarnya gejala yang dirasakan penderitanya cukup menyiksa (alias cukup berat).

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 22


Gejala malaria yang utama yaitu: demam, dan menggigil, juga dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare, nyeri otot atau pegal-pegal. Gejala-gejala yang timbul dapat
bervariasi tergantung daya tahan tubuh penderita dan gejala spesifik dari mana parasit
berasal.
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala
utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni
(pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol) atau
terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi
(misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala.
Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali.
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1 Masa inkubasi Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari
spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P.
malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat
resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan
nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium
aseksual).
2 Keluhan-keluhan prodromal Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum
terjadinya demam, berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang,
nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-
kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi padaP.
vivaxdanP. ovale, sedangkanP. falciparumdanP. malariaekeluhan prodromal tidak
jelas.
3 Gejala-gejala umum Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria
(malaria proxym) secara berurutan yang disebut trias malaria, yaitu :
a. Stadium dingin (cold stage) Stadium ini berlangsung + 15 menit sampai
dengan 1 jam. Dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi
gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat kebiru-biruan
(sianotik), kulit kering dan terkadang disertai muntah.
b. Stadium demam (hot stage) Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam.
Penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering, sakit kepala dan
sering kali muntah. Nadi menjadi kuat kembali, merasa sangat haus dan
suhu tubuh dapat meningkat hingga 41oC atau lebih. Pada anak-anak,
suhu tubuh yang sangat tinggi dapat menimbulkan kejang-kejang.
c. Stadium berkeringat (sweating stage) Stadium ini berlangsung + 2 – 4
jam. Penderita berkeringat sangat banyak. Suhu tubuh kembali turun,
kadang-kadang sampai di bawah normal. Setelah itu biasanya penderita
beristirahat hingga tertidur. Setelah bangun tidur penderita merasa lemah
tetapi tidak ada gejala lain sehingga dapat kembali melakukan kegiatan
sehari-hari.
Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam, biasanya dialami oleh
penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria, penderita yang belum
mempunyai kekebalan(immunitas) terhadap malaria atau penderita yang baru pertama
kali menderita malaria.Di daerah endemik malaria dimana penderita telah mempunyai
kekebalan (imunitas) terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak berurutan, bahkan tidak

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 23


selalu ada, dan seringkali bervariasi tergantung spesies parasit dan imunitas penderita. Di
daerah yang mempunyai tingkat penularan sangat tinggi (hiperendemik) seringkali
penderita tidak mengalami demam, tetapi dapat muncul gejala lain, misalnya: diare dan
pegal-pegal. Hal ini disebut sebagai gejala malaria yang bersifat lokal spesifik.
Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria vivax, sedangkan pada
malaria falciparum, gejala menggigil dapat berlangsung berat atau malah tidak ada.
Diantara 2 periode demam terdapat periode tidak demam yang berlangsung selama 12
jam pada malaria falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan ovale, dan 60 jam pada
malaria malariae.

B. Gejala malaria berat (malaria dengan komplikasi)


Penderita dikatakan menderita malaria berat bila di dalam darahnya ditemukan parasit
malaria melalui pemeriksaan laboratorium Sediaan Darah Tepi atau Rapid Diagnostic
Test (RDT) dan disertai memiliki satu atau beberapa gejala/komplikasi berikut ini:
1 Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat (mulai dari koma sampai penurunan
kesadaran lebih ringan dengan manifestasi seperti: mengigau, bicara salah, tidur
terus, diam saja, tingkah laku berubah)
2 Keadaan umum yang sangat lemah (tidak bisa duduk/berdiri)
3 Kejang-kejang
4 Panas sangat tinggi
5 Mata atau tubuh kuning
6 Tanda-tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir
kering, produksi air seni berkurang)
7 Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 24


8 Nafas cepat atau sesak nafas
9 Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum
10 Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman
11 Jumlah air seni kurang sampai tidak ada air seni
12 Telapak tangan sangat pucat (anemia dengan kadar Hb kurang dari 5 g%) Penderita
malaria berat harus segera dibawa/dirujuk ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan
penanganan semestinya.

2.11 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


2.11.1 penataklasaan Medis
Tujuan pengobatan adalah penyebuhan penderita, mencegah kematian,
mencegah komplikasi dan relaps.

Pemberian obat:
Obat yang ideal, obat yang memenuhi syarat:
 Membunuh semua parasit dan stadium
 Mudah cara pemberiannya
 Harga murah dan terjangkau
 Efek samping sedikit
Ada beberapa jenis obat umum:
1. Golongan astemisinin
 Artesunant
 Arte meter
 Artemisinin
 Artheeter
 Dehidraastemisinin
2. Golongan ACT (Artemisin base combination therapy)
 CO-Artem
 Artekin
3. Pengobatan malaria dengan obat-obatan non ACT
 Klorokuin disfufat
 Sulfa doksia
 Kina sulfat
 Primakuin

2.11.2 Penataklasanaan Keperawatan

a. Pertahankan fungsi vital (sirkulasi,kebutuhan cairan dan infuse)

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 25


b. Hindari trauma (bagaimana tindakan yang dilakukan supaya klien tidak mengalami
trauma)
c. Hati-hati komplikasi (perhatikan keadaan klien agar tidak terjadi akibat lanjut)
d. Posisi tidur sesuai dengan kebutuhan (mengatur posisi klien agar lebih nyaman)
e. Monitoring (temperatur,nadi,TD,dan respirasi)
f. Perhatikan diet (diet yang digunakan pada pasien)
Selain itu juga dilaksanakan pencegahan malaria dengan cara:
a. Mengguanakan kelambu
b. Menggunkan pembasmi nyamuk
c. Tempat tinggal jauhkan dari kandang ternak
d. Membersihkan srang nyamuk dan tempat hinggap nyamuk
e. Memasang kawat kassa pada jendela dan ventilasi
f. Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprot (bubuk obat)
g. Hindari rumah yang gelap, kotor lembab dari genangan air.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1 PENGKAJIAN
A. Identitas
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, agama, tanggal MRS,
diagnosa medis, keluarga yang dapat dihubungi, catatan keberangkatan,
MRS. (Wijaya, 2013, hal. 190)
B. Status kesehatan saat ini
a. Keluhan utama
Biasanya pasien dengan penyakit malaria datang ke rumah sakit dengan keluhan
keletihan, kelemahan, malaise, demam, tidak mau makan, kepala terasa pusing,
terasa mual muntah. (Kunoli, 2012, hal. 194)
b. Alasan masuk rumah sakit
Pasien masuk rumah sakit karena mengalami demam, pusing, mual dan
muntah. (Kunoli, 2012, hal. 194)
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya pasien yang menderita penyakit malaria pada saat dilakukan pengkajian
keluhan utama yang dirasakan oleh pasien masih terasa demam, lemas, mual,
tidak mau makan. (Kunoli, 2012, hal. 195)

C. Riwayat kesehatan terdahulu


a. Riwayat penyakit sebelum
Biasanya pasien yang mengalami penyakit malaria mempunyai riwayat pernah
mengalami penyakit malaria sebelumnya, dan pernah dirawat dirumah sakit atau
berobat dengan gejala atau penyakit yang sama. (Wijaya, 2013, hal. 190)
b. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya pasien yang menderita penyakit malaria ini, didalam keluarganya juga
ada yang menderita penyakit malaria. (Wijaya, 2013, hal. 190)

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 26


D. Riwayat pengobatan
Tanyakan kepada pasien apakah pernah menjalani pengobatan seperti:
1 Pemeriksaan tetes darah untuk malaria (misalnya tetesan preparat darah tebal, dan
tetsan preparat darah tipis)
2 Tes Antigen: p-f test
3 Tes serologi
4 Pemeriksaan PCR (polymrase chain reaction)(Padila, 2013, hal. 172)

2 PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan umum
a. Kesadaran
Pasien dengan malaria biasanya mengalami keletihan, kelemahan, malaise
umum. (Wijaya, 2013, hal. 190)

B. Tanda-tanda vital
Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan cepat (fase
demam) kulit hangat, diuresis (diaphoresis) karena vasodilatasi. Pucat dan lembab
(vaso kontriksi), hipovolemia, penurunan aliran darah. (Wijaya, 2013, hal. 190)

C. Body sistem
a. Sistem pernafasan
Pasien yang menderita penyakit malaria biasanya mengalami takipnea dengan
penurunan kedalaman pernafasan sakit napas pendek pada istirahat dan
aktivitas. (Wijaya, 2013, hal. 191)
b. Sistem kardiovaskuler
Pasien yang menderita penyakit malaria biasanya mengalami takipnea dengan
penurunan kedalaman pernafasan sakit napas pendek pada istirahat dan
aktivitas. (Wijaya, 2013, hal. 191)
c. Sistem perysarafan
Pasien yang menderita penyakit malaria biasanya mengalami sakit kepala,
pusing, pingsan, gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas derilium atau
koma. (Wijaya, 2013, hal. 190)
d. Sistem perkemihan
Pasien yang menderita penyakit malaria mengalami penurunan haluaran urine.
(Wijaya, 2013, hal. 190)
e. Sistem pencernaan Pasien yang menderita penyakit malaria biasanya
mengalami diare atau konstipasi distensi abdomen. (Wijaya, 2013, hal. 190)
f. Sistem integumen
Pasie yang menderita penyakit malaria kulit turgor membaik, mukosa bibir
lembab (Wijaya, 2013, hal. 193)
g. Sistem muskuloskeletal
Pasien yang menderita penyakit malaria mengalami kelemahan otot dan
penurunan kekuatan. (Kunoli, 2012, hal. 194)
h. Sistem endokrin
Tidak ada gangguan kecuali terdapat komplikasi. (Wijaya, 2013, hal. 193)
i. Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan pada bentuk alat kelamin laki-laki maupun
perempuan (Wijaya, 2013, hal. 193)

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 27


j. Sistem penginderaan
Temukan pada pasien yang menderita penyakit malaria ditemukan lesi pada
mata (taenia, trypanosoma) (Jefri, 2012, hal. 419)
k. Sistem imun
Pada pasien malaria terjadi respon imun peningkatan dari IgM. Respon
imunitas seluler dan homoral normal terhadap antigen. (Setiati, 2014, hal. 606)

2. DIAGNOSA
Menurut SDKI (2017) diagnosa keperawatan pada pasien. Malaria yang muncul sebagai
berikut:

1. Hipertermi
Definisi: Suhu tubuh meningkat diatas rentan normal tubuh.(PPNI, 2017, hal. 284)
Penyebab:
 Dehidrasi
 Terpapar lingkungan panas
 Proses penyakit (nis. Infeksi, kanker)
 Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
 Peningkatan laju metabolisme
 Respon trauma
 Aktiviyas berlebihan
 Penggunaan inkubator(PPNI, 2017, hal. 284)
Batasan karakteristik
Data Subjek:
tidak tersedia
Data Objek:
suhu tubuh diatas nilai normal, kulit merah, kejang, takikardi, takipnea, kulit terasa
hangat. (PPNI, 2017, hal. 284)

2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit


Definisi: beresiko mengalami perubahan kadar serum elektrolit(PPNI, 2017, hal. 88).
Batasan karakteristik
Subjektif:
tidak tersedia
Objektif:
kekurangan volume cairan, diare, disfungsi endokrin, kelebihan volume cairan,
gangguan mekanisme regulasi, disfungsi ginjal, efek samping terkait terapi.
(M.Wilkinson, 2016, hal. 150)

3. Intoleransi aktivitas

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 28


Definisi: ketidak cukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari(PPNI, 2017, hal.
128)
Penyebab:
 Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
 Tirah baring
 Kelemahan
 Imobilitas
 Gaya hidup monoton(PPNI, 2017, hal. 128)
Batasan karakteristik
Subjek:
mengeluh lelah, dispnea saat setelah aktivitas, merasa tidak nyaman, setelah
beraktivitas, merasa lemah.
Objek:
frekuensi jantung >20% dari kondisi istirahat, tekanan darah berubah >20% dari
kondisi istirahat, gambaran EKG menunjukkan aritmia saat setelah aktivitas,
gambaran EKG menunjukkan iskemia, sianosis. (PPNI, 2017, hal. 128)

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Definisi: asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
metabolik(M.Wilkinson, 2016, hal. 282)
Batasan karakteristik
Data Subjek:
kram abdomen, nyeri abdomen, menolak makan, indigesti, persepsi ketidak mampuan
untuk mencerna makanan, melaporkan perubahan senasasi rasa, kurangnya makanan,
merasa cepat kenyang setelah mengonsumsi makanan.
Data Objek:
pembuluh kapiler rapuh, diare, kekurangan makanan, kehilangan rambut yang
berlebihan, bising usus hiperaktif, kurang informasi, kurangnya minat terhadap makanan,
salah paham, membran mukosa pucat, tonus otot buruk, menolak utuk makan, rongga
mulut terluka, kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau
mengunyah. (M.Wilkinson, 2016, hal. 282)

5. Nyeri
Definisi: pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya
kerusakan jaringan yang aktual dan atau potensial, atau digambarkan dengan istilah
seperti kerusakan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat
dengan akhir yang dapat diantipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari 6
bulan.(M.Wilkinson, 2016, hal. 296)
Batasan karakteristik
Subjek:
melaporkan (nyeri) dengan isyarat, melapporkan nyeri
Objek:
respon otonom(misalnya:perubahan tekanan darah, pernapasan,), perilaku
distraksi(misalnya, modar-mandir, aktivitas berulang), perilaku ekspresif (misalnya:
gelisah, merintis, menangis,), wajah topeng, sikap melindungi, fokus menyempit
(misalnya gangguan proses pikir, interaksi dengan orang lain dan lingkungan menurun),
bukti nyeri yang dapat dimati, posisi untuk menghindari nyeri, perilaku untuk menjaga
atau sikap melindungi, gangguan tidur. (Wilkinson, 2014, hal. 296)

6. Resiko disfungsi neurovaskuler perifer

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 29


Definisi: beresiko mengalami gangguan sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada
ekstremitas
Batasan karakteristik
 Hiperglikemia
 Obstruksi vaskuler
 Fraktur
 Imobilisasi
 Penekanan mekanis ( mis. Torniket, gips, balutan, restraint)
 Pembedahan ortopedi
 Trauma
 Luka bakar

3. INTERVENSI
Hipertermi
1. Kriteria hasil
 Pasien dan keluarga akan: menggunakan metode yang tepat untuk mengukur
suhu, melaporkan tanda dan gejala hipertermi, menjelaskan tindakan untuk
mencegah atau meminimalkan peningkatan suhu tubuh.
 Bayi akan: tidak mengalami gawat napas, gelisah,atau letargi. menggunakan
sikap tubuh untuk mengurangi panas.(M.Wilkinson, 2016, hal. 217)

2. Aktivitas keperawatan
 Pantau aktivitas kejang
 Pantau hidrasi (misalnya turgor kulit, kelembapan membran mukosa)
 Pantau tekanan darah, denyut nadi dan frekuens pernapasan

3. Aktivitas kolaboratif
 Regulasi suhu
Berikan obat antipiretik jika perlu gunakan matras dingin dan mandi air hangat
untuk mengatasi gangguan suhu tubuh jika perlu. (Wilkinson, 2014, hal. 217)

Resiko ketidak seimbangan elektrolit


1. Kriteria hasil
 Tidak mengalami oedema
 Tidak mengalami kehilangan turgor kulit
 Tidak mengalami disritmia, kegelisahan atau parestesia
 Asupan dan haluaran cairan akan seimbang(M.Wilkinson, 2016, hal. 151)
2. Aktivitas keperawatan
 Pantau tanda dan gejala ketidakseimbangan elektrolit yang relevan
(hipo/hiperkalemia, hipo/hipernatremia) misalnya kelemahan, mual, iritabiltas
otot, perubahan elektrokardiogram.(M.Wilkinson, 2016, hal. 151)
3. Aktivitas kolaboratif
 Pantau efek samping dan respon terapeutik terhadap elektrolit tambahan

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 30


 Lakukan konsultasi dengan dokter jika ketidakseimbangan elektrolit
memburuk. (Wilkinson, 2014, hal. 152)

Resiko syok
1. Kriteria hasil
 Tanda-tanda vital dalam rentan nomal untuik pasien (sebagai aturan tekanan
dararah minimal 90 mmHg, denyut jantung antara 60 dan 100 kali permenit
dengan irama normal, dan kecepatan pernapasan 12 hingga 20 kali/menit)
 Haluaran urine normal
 Asupan dan haluaran cairan seimbang
 Kulit hangat dan kering(M.Wilkinson, 2016, hal. 395)
2. Aktivitas keperawatan
 Pantau kondisi yang dapat mengarah ke hipovolemia (misalnya pembedahan,
terapi antikoagulan, diare dan muntah yang lama, gagal jantung kongesif
berat)
 Kaji kondisi jantung (infark jantung, disritmia ventrikel, henti jantung,
hipertensi maligna, gagal jantung kongesif)
 Kaji kondisi sirkulasi (misalnya embolus paru, Itension pneumotorax, stenosis
aorta)
 Pantau tanda-tanda vital (TRP dan tekanan darah)
 Pantau warna adan kelembapan kulit(M.Wilkinson, 2016, hal. 396)
3. Aktivitas kolaboratif
 Pantau parameter hemodinamik invasif, jika ada (misalnya tekanan vena
sentral, curah jantung, tekanan arteri rerata).
 Berikan medikasi yang diprogramkan untuk menangani faktor resiko
(misalnya obat vasoaktif, antimikroba, glikosida jantung)
 Berikan oksigen, jika gejala mengidentifikasikan perkembangan ke syok
aktual atau jika diperlukan untuk pengobatan tanpa henti faktor resiko.
 Rujuk kedokter gizi jika diperlukan diet khusus untuk meningkatkan kesehatan
atau penyembuhan sistem imun.(Wilkinson, 2014, hal. 396)

Nyeri
1. Kriteria hasil
 Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan
 Mempertahankan tingkat nyeripada atau kurang (dengan skala 0-10)
 Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
 Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi
faktor tersebut
 Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
 Mengguanakn tindakan meredakan nyeri dengan analgesik dan non analgesik
secara tepat
 Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernafasan, denyut jantung, atau
tekanan darah.
 Mempertahankan selera makan yang baik
 Melaporkan pola tidur yang baik
 Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan peforma peran dan hubungn
personal. (M.Wilkinson, 2016, hal. 297)
2. Aktivitas keperawatan

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 31


 Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian
 Mibta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0-10
(0=tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10=nyeri hebat)
 Gunakan bagan alir nyeri untuk memanatau peredaan nyeri oleh analgesik dan
kemungkinan efeksampingnya.
 Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri dan
respon pasien
 Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai dan tingkat
perkembangan pasien(M.Wilkinson, 2016, hal. 298)
3. Aktivitas kolaboratif
 Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian obat yang terjadawal misalnya
setiap 4 jam selama 36 jam atau PCA.(Wilkinson, 2014, hal. 298)

Intoleransi aktivitas
1. Kriteria hasil
 Mengidentifikasi aktivitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang
dapat mengakibatkan intoleransi aktivitas
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan denyut
jantung, frekuensi peranapasan, dan tekanan darah serta memantau pola dalam
bats normal.
 Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas(uraikan tingkat yang
diharapkan darai daftar pada saran penggunaan)
 Menungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, obat, dan/
peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas.
 Menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) dengan beberapa bantuan
(mis. Eleminasi dengan bantuan ambulasi untuk kekamar mandi)
 Menampilakan manajemen pemeliharaan rumah dengan bebrapa bantuan (mis.
Membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu) (Wilkinson, 2014, hal.
16)
2. Aktivitas keperawatan
 Kaji tingkat kemampuan pasien berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi,
dan melakukan AKS dan AKSI
 Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
 Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untik meningkatkan
aktivitas.(M.Wilkinson, 2016, hal. 17)
3. Aktivitas kolaboratif
 Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakansalah satu
faktor penyebab
 Kolaborasi dengan ahli terapi okupasi, fisik (misalnya untuk latihan ketahanan),
atau reaksi untuk merencanakan dan memantau program aktivitas jika perlu
 Untuk pasien yang mengalami penyakit jiwa rujuk ke layanan kesehatan jiwa
 Rujuk pasien pelayanan kesehatan kesehatan rumah untuk mendapatkan
pelayanan bantuan perawatan rumah, jika perlu.
 Rujuk pasien ke ahli gizi untuk perencanaan diet guna meningkatkan asupan
makanan yang kaya energi
 Rujuk pasien kepusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan
penyakit jantung(M.Wilkinson, 2016, hal. 18)

Ketidakseimbangan nutrisi

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 32


1. Kriteria hasil
 Mempertahankan berat badan
 Menjelaskan komponen diet bergizi yang adekuat
 Menungkapkan tekat untuk mematuhi diet
 Menoleransi diet yang dianjurkan
 Mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam batas normal
 Memiliki nilai laboratorium (mis. Transferin, albumin, dan elektrolit) dalam
batsa normal
 Melaporkan tingkat energi yang adekuat (M.Wilkinson, 2016, hal. 284)
2. Aktivitas keperawatan
 Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
 Tentukan motivasi pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
 Pantau laboratorium khusunya tranfusi albumin dan elektrolit(M.Wilkinson,
2016, hal. 284)
3. Aktivitas kolaboratif
 Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang
mengalami ketidakadekuatan asupan protein atau kehilangan protein
 Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan
pelengkap, pemberian makanan melalui selang atau nutrisi parenteral total
agar asupan kalori yang adekuat dapat dipertahankan
 Rujuk kedokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
 Rujuk ke program gizi di komunitas yang tepat jika pasien tidak dapat
membeli atau menyiapkan makanan yang adekuat.(Wilkinson, 2014, hal. 285)

Resiko disfungsi neurovaskuler perifer


1. Kriteria hasil
 Memiliki sistem saraf dan perifer yang utuh
 Mendemonstrasikan fungsi sensori motorik kranial yang utuh
 Mendemonstrasikan tingkat kesadaran normal
 Menunjukkan fungsi otonom utuh
 Memiliki pupil yang sam dan reaktif
 Tidak mengalami sakit kepala
 Terbebas dari aktivitas kejang(M.Wilkinson, 2016, hal. 444)
2. Aktivitas keperawatan
 Pantau TTV
 Hitung sel darah putih
 PO2, PCO, PH, dan kadar bikarbonat
 PaCO2, SaO dan kadar hemogobin untuk menentukan pengiriman oksigen ke
jaringan
 Ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil diplopia, nistagmus,
penglihatan kabur, ketajaman penglihatan sakit kepala
 Tingkat kesadaran dan orientasi
 Memori, alam perasaan dan afek
 Curah jantung
 Reflek korneal, batuk, dan muntah
 Tonus otot, pergerakan motorik, gaya berjalan, dan kesesuaian(M.Wilkinson,
2016, hal. 444)
3. Aktivitas kolaboratif
 Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intravaskular, sesuai
program

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 33


 Pertahankan parameter hemodinamika (misalnya tekanan atreri sistemik dalam
rentang yang dianjurkan
 Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0-45 derajat, bergantumng pada kondisi
pasien dan program dokter
 Induksi hipertensi untuk memoertahankan tekanan perfusi serebral sesuai
program.
 Berikan loop diuretik dan osmotik sesuai program (Wilkinson, 2014, hal. 444)

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 34


BAB III
MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA
3.1 Penemuan Penderita Malaria
a) Jenis kasus malaria di kabupaten Bulukumba
Kasus malaria yang ada di kabupaten Bulukumba dari tahun 2012-2014 merupakan kasus
impor, sebagaimana yang disebutkan oleh in-forman pengelola malaria sebagai berikut :
“Kasus-kasus yang ditemukan itu bisa dikata didominasi sama kasus-kasus impor,...” (IA, 29
Tahun, 19/05/2015)
Keluarga penderita umumnya mengungkapkan bahwa penderita berasal dari dae-rah
endemis malaria sebagaimana yang diungkap-kan informan sebagai berikut :
“iye, nudari itu perantauan anakku na dapat itu penyakit, apanamanya nakenna itu ma-laria.
Dari di maluku....” (AR, 29 Tahun, 11/07/ 2015)
b) Metode penemuan penderita malaria
Dari hasil wawancara diketahui bahwa dalam penemuan penderita malaria dilakukan
dengan metode aktif sebagaimana yang diungkap-kan informan pengelola malaria sebagai
berikut :
“... kita datangi rumahnya langsung untuk cari penderita.” (IA, 29 Tahun, 19/05/2015)
Penemuan penderita malaria juga dil-akukan melalui metode pasif seperti yang
diungkapkan informan pengelola malaria sebagai berikut :
“... tapi yang umum itu dilakukan sebenarnya anu toh, yang datang pasien ke Pusk-esmas
kalo ada gejala dia rasakan ....” (IA, 29 Tahun, 19/05/2015)
Penemuan penderita malaria juga menggunakan metode surveilens migrasi sesuai
dengan pernyataan informan pengelola malaria sebagai berikut :
“Biasanya kita lakukan surveilens migrasi ....” (IA, 29 Tahun, 19/05/2015)
Kegiatan survey kontak (contact survey) juga dilakukan dalam menemukan penderita
malaria sebagaimana yang diungkapkan informan pengelola malaria sebagai berikut :
“... biasanya kita lakukan ... sama penyelidikan epidemiologi ....” (IA, 29 Tahun,
19/05/2015)
Metode Mass Blood Survey (MBS) juga dilakukan dalam upaya penemuan penderita
malar-ia sebagaimana yang diungkapkan oleh informan pengelola malaria sebagai berikut:
“... ada juga mass blood survey ....” (IA, 29 Tahun, 19/05/2015)
Pelaksanaan penemuan penderita malaria dilakukan tiap saat sebagaimana yang
diungkapkan oleh informan pengelola malaria sebagai berikut :

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 35


“Pelaksanaan penemuan penderita kan dilakukan tiap hari, ....” (IA, 29 Tahun, 19/05/2015)
c) Fasilitas dalam penemuan penderita malaria
Fasilitas di Puskesmas untuk pemeriksaan sediaan darah penderita malaria sudah tersedia,
sebagaimana yang diungkapkan informan sebagai berikut :
“... kalo di Puskesmas itu sudah adami fasilitas penemuan penderita malaria kayak mikros-
kop, sering juga dibagikan RDT, ….” (IA, 29 Tahun, 19/05/2015)
Fasilitas yang ada di laboratorium sudah ada sebagaimana yang diungkapkan oleh
informan petugas laboratorium yaitu sebagai berikut :
“... iya lengkap, ada mikroskop, ada slide untuk sediaan darah, ada reagentnya ....” (RW, 29
Tahun, 22/05/2015)
Petugas laboratorium diberikan pelatihan mengenai cara pemeriksaan sediaan darah
se-bagaimana yang diungkapkan informan pengelola malaria sebagai berikut :
“... kalo mengenai SDMnya sudah juga diadakn pelatihan jadi dia taumi caranya....” (IA, 29
Tahun, 19/05/2015)
d) Peran serta pemerintah dalam kegiatan penemuan penderita malaria
Informan pengelola malaria mengungkap-kan bahwa beberapa petugas kesehatan yang ada di
Puskesmas seperti dokter, pengelola malaria, dan pengelola laboratorium berperan aktif
dalam penemuan penderita malaria seperti yang diungkap-kan informan sebagai berikut :
“Yaa, yang terlibat itu petugas kesehatan, dari dinas, Puskesmas, bidan desa ....” (IA, 29
Tahun, 19/05/2015)
Peran pemerintah setempat dalam penemuan penderita malaria adalah melaporkan
kepada pihak Puskesmas apabila ada masyarakat pendatang yang masuk ke wilayahnya. Hal
ini se-bagaimana yang diungkapkan informan pemerintah sebagai berikut :
“... kalo ada pendatang biasanya dari dusun atau warga yang melapor ke kita. kitami yang
telpon ke Puskesmas....” (MF, 43 Tahun, 25/05/2015)
e) Kendala dalam penemuan penderita malaria
Dari segi fasilitas tidak ditemukan kendala dalam penemuan penderita malaria
sebagaimana diungkapkan oleh informan pengelola malaria se-bagai berikut :
“... kalo fasilitas nubilang, tidak terlalu iniji, apa. Bisa dibilang tidak adaji kendala berarti
karena bantuan selalu ada....” (IA, 29 Tahun, 19/05/2015)

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 36


3.2 Pengobatan Penderita Malaria
a) Jenis pengobatan malaria
Jenis pengobatan yang dilakukan yaitu pen-gobatan terapi kombinsasi sebagaimana yang
diungkapkan informan pengelola malaria sebagai berikut :
“Mengenai pengobatan itu pastinya kita mengacu sama aturan yang dari nasional, kan ada
memang itu aturannya dibuat mengenai itu malar-ia.” (IA, 29 Tahun, 19/05/2015)
b) Ketersediaan Obat Malaria
Obat malaria tersedia setiap waktu se-bagaimana diungkapkan informan sebagai berikut :
“Obatnya tersedia setiap waktu, kan kalo mau habis itu obat dilapor untuk minta lagi
persedi-aan....”. (IA, 29 Tahun, 19/05/2015)
c) Keterjangkauan obat oleh masyarakat
Obat malaria mudah dijangkau oleh masyarakat karena obat tersebut diberikan secara
gratis kepada penderita sebagaimana yang diungkapkan informan sebagai berikut :
“... kan itu obat memang gratis jadi Kalo dibilang terjangkau ya terjangkauji.” (IA, 29
Tahun, 19/05/2015)
d) Pemeriksaan Sediaan Darah Sebelum Pengobatan
Pengobatan yang dilakukan pada penderita malaria terlebih dahulu harus melalui
pemeriksaan darah yang menunjukkan bahwa orang tersebut benar-benar positif menderita
malaria sebagaimana yang diungkapkan informan pengelola malaria se-bagai berikut :
Jadi penderita itu harus dulu diambil sedi-aan darahnya terus diperiksa di laboratorium
untuk konfirmasi apakah memang positif malaria atau tidak..... (IA, 29 Tahun, 19/05/2015)
e) Pemantauan Pengobatan
Pemantauan pengobatan dilakukan secara langsung oleh pihak Puskesmas sebagaimana
yang diungkapkan informan pengelola malaria sebagai berikut :
“... Kalo yang awasi itu biasanya dari petu-gas di Puskesmas langsung....” (IA, 29 Tahun,
19/05/2015)
Pengawasan pengobatan juga dilakukan oleh keluarga penderita secara langsung
sebagaima-na yang diungkapkan informan keluarga penderita sebagai berikut :
“Bahinenna to’jinjo sangnging ansuroi angnginung ile. ....”
“Pada saat pengobatan Istrinya sendiri yang sering menyuruh suaminya untuk minum obat
....” (MS, 40 Tahun, 11/07/ 2015)
Pihak Puskesmas juga mendatangi lang-sung rumah penderita atau melakukan
komunikasi melalui telepon seluler sebagaimana yang diungkap-kan informan sebagai
berikut :

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 37


“... Tergantungji bagaimana caranya yang diPuskesmas apakah dia datangi langsung atau
natelponji, biasa kan lewat telponji itu ditanyai pasien apakah minumji obat atau tidak ....”
(IA, 29 Tahun, 19/05/2015)
f) Pemeriksaan sediaan darah penderita setelah pengobatan
Dilakukan penilaian ulang seperti dari gejala dan pemeriksaan darah ulang pada pen-
derita malaria untuk menyatakan penderita malaria sudah sembuh atau tidak. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan informan petugas malaria se-bagai berikut :
“Kalo sudahmi diobati toh, diambil ulang darahnya penderita untuk diperiksa di laboratori-
um,...” (AM, 28 Tahun, 23/05 /2015)

3.3 Pembahasan
a. Penemuan penderita malaria
Gambaran tentang pelaksanaan penemuan penderita yang dilakukan di kabupaten
Bulukumba yaitu sebagai berikut :
1) Jenis kasus malaria
Dari penelitian yang dilakukan informan mengungkapkan jenis kasus malaria yang ada di
kabupaten Bulukumba pada tahun 2010-2012 merupakan gabungan antara kasus malaria
lokal dan kasus malaria impor, sedangkan pada tahun 2012-2014 semuanya merupakan kasus
malaria impor yang berasal dari beberapa daerah endemis di Indonesia seperti Papua dan
Maluku.
Kasus impor tersebut didapatkan oleh penduduk asli kabupaten Bulukumba pada saat
merantau untuk bekerja di wilayah endemis malar-ia. Pendatang yang memasuki daerah
endemis rentan terkena penyakit malaria sebagaimana yang diungkapkan oleh Santi dan
Hakim (2011) bahwa pekerja migrasi rentan dengan faktor penularan malaria yang
disebabkan karena pendatang yang berkunjung ke daerah endemis memiliki risiko lebih besar
untuk tertular malaria dibandingkan dengan penduduk yang berdomisili di daerah tersebut.
San-ti dan hakim (2010) juga mengungkapkan bahwa kejadian malaria impor dipengaruhi
karena adanya mobilitas penduduk yang berkunjung dan keluar dari daerah endemis malaria.
2) Metode Penemuan Penderita
Penemuan kasus (case detection) adalah kegiatan rutin maupun khusus dalam penemuan
kasus malaria dengan gejala klinis antara lain demam, menggigil, berkeringat, sakit kepala,
mual atau muntah dan gejala khas daerah setempat, melalui pengambilan sediaan darah (SD)
dan pemeriksaan lainnya (DITJEN PPPL, 2014).

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 38


a) Active Case Detection (ACD)
Berdasarkan hasil penelitian yang dil-akukan, semua informan pengelola malaria
mengungkapkan bahwa pihak Puskesmas aktif mencari penderita malaria dimasyarakat.
Informasi tersebut dikuatkan oleh informasi yang diperoleh dari informan keluarga
penderita bahwa pihak Puskesmas mendatangi langsung rumah penduduk untuk mencari
penderita malaria.
b) Passive Case Detection (PCD)
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan, semua informan pengelola malaria
mengungkapkan bahwa pihak Puskesmas melakukan metode pasif dalam upaya
menemukan penderita malaria yaitu dengan melakuka pemerik-saan terhadap sediaan
darah masyarakat yang memiliki gejala klinis malaria yang berkunjung ke Puskesmas
setempat.
c) Mass Blood Survey (MBS)
Berdasarkan hasil penelitian yang dil-akukan, dua informan pengelola malaria
mengungkapkan bahwa pihak Puskesmas pernah melakukan kegiatan pemeriksaan darah
secara massal dimasyarakat tetapi hasilnya tidak menemukan penderita positif. Informasi
tersebut dikuatkan oleh informasi yang diperoleh dari in-forman masyarakat yang
mengungkapkan bahwa pihak masyarakat secara keseluruhan pernah diam-bil darahnya
oleh pihak Puskesmas untuk diperiksa.
d) Surveilans migrasi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, semua informan pengelola malaria
mengungkap-kan bahwa pihak Puskesmas melakukan survei migrasi untuk mendeteksi
secara dini kasus impor dari luar pulau. Informan juga mengungkapkan bahwa kegiatan
survey migrasi merupakan kegiatan rutin yang dilakukan mengingat bahwa jenis kasus
malaria di kabupaten Bulukumba dari tahun 2012-2014 merupakan jenis kasus impor.
Informasi ter-sebut dikuatkan oleh informasi yang diperoleh dari informan keluarga
penderita yang mengungkapkan bahwa keluarganya didatangi secara langsung oleh pihak
Puskesmas untuk diperiksa sediaan darahnya pada saat keluarganya datang dari merantau
diluar daerah.
e) Survey kontak (contact survey)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, semua informan pengelola malaria
mengungkapkan bahwa penemuan penderita dengan metode survey kontak juga
dilakukan untuk memeriksa sediaan darah masyarakat yang berada disekitar rumah pen-
derita malaria untuk memastikan tidak adanya pen-ularan penyakit malaria. Informasi

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 39


tersebut dikuat-kan oleh informasi dari informan keluarga penderita yang
mengungkapkan bahwa pada saat keluarganya dinyatakan positif malaria darahnya juga
diperiksa oleh pihak Puskesmas.
3) Fasilitas dalam penemuan penderita malaria
Berdasarkan hasil penelitian, semua in-forman pengelola malaria mengungkapkan bahwa
fasilitas yang tersedia di Puskesmas dalam upaya penemuan penderita yaitu fasilitas
laboratorium yang ditunjang oleh peralatan yang lengkap seperti Rapid diagnosis test (RDT)
dan Mikroskopis serta petugas laboratorium yang memiliki pengetahuan yang baik karena
telah diberikan pelatihan mengenai pmeriksaan sediaan darah. Menurut in-forman pengelola
malaria bahwa fasilitas yang tersedia tersebut cukup menunjang dalam pemerik-saan sediaan
darah untuk diagnosis malaria.
Hasil penelitian yang dilakukan berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Felix Kasim dan Immanuel Indra Pratama (2011) yang menyebutkan bahwa manajemen
penanggulangan malaria di kabupaten Sumba Timur masih menemui kendala karena
disebabkan oleh fasilitas penunjang dalam penemuan penderita seperti stok RDT di
POLINDES dan PUSTU yang sering kosong dan petu-gas kesehatan yang kurang disetiap
Puskesmas. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ester, dkk (2013) di kabupaten Nabire
provinsi Papua me-nyebutkan bahwa belum tersedianya sarana labora-torium dan tenaganya
untuk menunjang penegakan diagnosis dan pengobatan yang tepat menjadi salah satu
penyebab tingginya kejadian penyakit malaria diwilayah tersebut.
4) Peran serta pemerintah dalam kegiatan penemuan penderita malaria
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, semua informan pengelola malaria
mengungkapkan bahwa pihak Puskesmas melakukan kerjasama di lintas sektor yaitu dengan
bekerjasama dengan pihak pemerintah setempat melalui kebijakan pelaporan bagi pendatang
yang memasuki wilayah kerja Puskesmas tersebut untuk diperiksa sediaan darahnya
mengingat bahwa kasus malaria di kabu-paten Bulukumba adalah jenis kasus impor.
Hasil penelitian yang diperoleh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Erick Setyo Darmawan (2013) di Puskesmas Wongsorejo kabupaten Banyuwangi yang
mengungkapkan bah-wa kepedulian pak RT diwilayah tersebut masih ku-rang dalam
melaporkan penderita kepada pihak Puskesmas.
Peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu wajib lapor bagi pendatang sangat
efektif dalam penemuan penderita malaria impor sebagaimana yang diungkapkan oleh
Widoyono (2009) bahwa peraturan yang mewajibkan kepada para pendatang untuk

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 40


melaporkan diri kepada pemerintah efektif untuk mewaspadai kasus impor yang dapat
menjadi indeginous sekaligus mencegah terjadinya wabah.
5) Kendala dalam penemuan penderita malaria
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh informasi bahwa dalam penegakan
diag-nosa tidak terdapat kendala yang berati yang ditemukan pihak Puskesmas karena pelatan
yang ada di Puskesmas telah tersedia selain itu petugas laboratorium telah mengikuti
pelatihan sehingga sudah memiliki kemapuan dalam pemeriksaan sedi-aan darah.
Kemampuan yang dimiliki oleh petugas malaria memudahkan dalam penemuan penderita
malaria, berbeda dengan keadaan yang terjadi di Puskesmas Wongsorejo Kabupaten
Banyuwangi sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Erick Setyo Darmawan
(2013) bahwa pihak mikros-kopis yang ada di Puskesmas Wongsorejo mengala-mi kesulitan
dalam pemeriksaan sediaan darah yang disebabkan kurangnya pengetahun dan keterampilan
untuk pengambilan sampel oleh Juru Malaria Desa sehingga sampel sediaan darah sering
rusak terbakar akibat terkena panas matahari.

b. Pengobatan Penderita Malaria


1) Jenis pengobatan malaria
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, informan pengelola malaria menyebutkan bahwa
jenis pengobatan yang dilakukan di kabupaten Bulukumba adalah pengobatan dengan
menggunakan obat-obat program yang berasal dari kementrian kesehatan yaitu ACT
(Artemisin Combi-nation Therapy). Pengobatan ini termasuk standar yang digunakan dalam
program pengendalian ma-laria di Indonesia yang selaras dengan acuan yang telah ditetapkan
oleh World Health Organization (WHO).
Metode pengobatan yang dilakukan di kabupaten Bulukumba telah sesuai dengan aturan,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Harijanto dan Paul (2011) bahwa pengobatan yang
dianjurkan untuk penderita malaria adalah pengobatan yang efektif, radikal, membunuh
semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh, dengan tujuan pen-gobatan ini adalah
penyembuhan klinis, parasitolo-gi dan memutuskan mata rantai penularan.
2) Ketersediaan obat malaria
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, semua informan pengelola malaria yang ada di
Puskesmas mengungkapkan bahwa stok obat yang ada di Puskesmas selalu ada. Dari hasil
penelitian yang dilakukan diketahui bahwa upaya untuk mem-bangun sistem logistik yang
dilakukan di kabupaten Bulukumba menampakkan hasil yang maksimal karena stok obat anti
malaria di Puskesmas tersedia setiap waktu.

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 41


Hasil peneltian yang dilakukan berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tri
Rini Puji Lestari (2011) yang mengungkapkan bahwa upaya membangun sistem logistik di
provinsi Malu-ku Utara belum baik sehingga stok obat anti malar-ia di Puskesmas tidak
tersedia. Hal tersebut dikare-nakan adanya kendala pada informasi stok yang dilaporkan oleh
pihak Puskesmas.
3) Keterjangkauan obat oleh masyarakat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan masyarakat sangat mudah dalam mendapatkan
obat malaria karena obat malaria di Puskesmas yang ada di Bulukumba bisa diperoleh secara
gratis, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jullen P.S Cotesea, dkk (2013)
bahwa obat sangat terjangkau bagi penderita malaria disebabkan kare-na pengobatan malaria
di Puskesmas tidak menge-luarkan biaya, karena obat yang mereka ambil di Puskesmas
adalah gratis.
Dari hasil penelitian informan pengelola malaria menyebutkan masyarakat sangat mudah
mendapatkan pengobatan karena jarak yang cukup dekat antara rumah penderita dan
Puskesmas. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh in-forman keluarga penderita
bahwa penderita malar-ia mudah mendapatkan pengobatan karena jarak yang sangat dekat
dengan Puskesmas. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dil-akukan oleh Felix
Kasim dan Imanuel Indra Pratama (2011) yang mengungkapkan bahwa manajemen
penanggulangan malaria di kabupaten Sumba Ti-mur belum berjalan maksimal karena
adanya ken-dala yang dihadapi oleh masyarakat dalam pen-gobatan karena jarak rumah
penderita yang jauh dengan Puskesmas yang ada sehingga masyarakat malas untuk
mendapatkan pengobatan di Pusk-esmas.
4) Pemeriksaan sediaan darah sebelum pengobatan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, program penegakan diagnosa hasil pengambilan
spesimen sediaan darah dilakukan melalui pemerik-saan mikroskopis. Informan pengelola
malaria men-jelaskan bahwa terdapat dua alat dalam menen-tukan positif malaria, alat yang
pertama yaitu Rapid diagnosis test (RDT) dan Mikroskopis. Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan, informan pengel-ola malaria dan informan petugas laboratorium mengungkapkan
bahwa pengobatan penderita ma-laria dilaksanakan dengan menunggu hasil konfir-masi
positif dari laboratorium sebelum diberikan pengobatan. Jika hasil pemeriksaan mikroskopis
menujukkan hasil positif maka dilakukan pengobatan sesuai dengan jenis malaria yang
diderita. Hal ini sudah sejalan dengan aturan yang berlaku sebagaimana yang disebutkan oleh
Betty Roosiher-miatie dan Rukmini (2012) bahwa kebijakan malaria mensyaratkan bahwa
setiap kasus malaria harus dibuktikan dengan hasil pemeriksaan sediaan darah.

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 42


Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktavianus
Hulu, dkk (2009) yang menyatakan bahwa pengobatan malaria sematamata diberikan atas
dasar keinginan dan pengalaman dokter dan tidak ada monitoring pen-gobatan dengan
pemeriksaan apusan darah sehingga terjadi kesalahan dama pngobatan.
5) Pemantauan pengobatan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, informan pengelola malaria mengungkapkan
bahwa pemantauan pengobatan dilakukan dengan melakukan rawat inap kepada penderita
selama tiga hari untuk pengawasan kepatuhan minum obat pa-da pasien. Selain itu informan
pengelola malaria lainnya mengungkapkan bahwa dilakukan pengawasan pengobatan dengan
kunjungan petu-gas ke rumah pasien ataupun dengan melakukan komunikasi dengan
penderita melalui telepon seluler. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkap-kan oleh
informan keluarga penderita bahwa pengawasan pengobatan terhadap penderita malar-ia
dilakukan oleh petugas Puskesmas yang berkun-jung langsung ke rumah penderita maupun
melalui komunikasi telepon seluler. Informan keluarga pen-derita juga mengungkapkan
bahwa pengawasan pengobatan juga dilakukan langsung oleh keluarga penderita malaria.
Hasil penelitian yang diperoleh berbeda dengan hasil peneltian yang dilakukan Veronica,
dkk (2014) di kota Tomohon Manado bahwa efikasi obat belum dilaksanakan di semua
Puskesmas yang ada di kota Tomohon, karena biasanya penderita tidak memeriksakan diri
kembali apabila merasa dirinya telah sembuh. Petugas di Puskesmas juga kesulitan untuk
memantau keadaan pasien saat dia pulang ke rumah karena alamat yang tidak jelas dan
petugas yang ada biasanya memiliki tugas rangkap sehingga dia tidak punya waktu yang
cukup untuk bisa melakukan kunjungan rumah bagi penderita yang minum obat anti malaria.

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN MALARIA 43

Anda mungkin juga menyukai