Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANG

Kajian Pola Tanam Cabai Keriting (Capsicum annum L.) dengan Tanaman
Tembakau dan Bawang Putih di Desa Petarangan, Kecamatan Kledung
Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah

Disusun Oleh

Nama NPM
Ade Candra 143112500150001
Dewi Zaenati 143112500150022

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2017
RINGKASAN

Ade Candra (143112500150001), Dewi Zaenati (143112500150022). Kajian


Pola Tanam Cabai Keriting (Capsicum annum L.) dengan Tanaman
Tembakau dan Bawang Putih di Desa Petarangan, Kecamatan Kledung
Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Dibawah Bimbingan Farida dan
Etty Hesthiati
Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayuran yang
tergolong tanaman tahunan berbentuk perdu. Tanaman cabai merah termasuk
tanaman semusim yang tergolong ke dalam suku Solanaceae. Buah cabai sangat
digemari karena memilki rasa pedas dan dapat merangsang selera makan. Selain
itu, buah cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, diantaranya kalori,
protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1 dan vitamin C. Dalam rangka
Kuliah Kerja Lapang di Desa Petarangan, Kecamatan Kledung Kabupaten
Temanggung, Jawa Tengah pada tanggal 10-22 Juli 2017, penulis melakukan
penelitian survey terhadap petani cabai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
sistem pola tanam terhadap hasil tanaman cabai di Desa Petarangan, Kecamatan
Kledung Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Metode penelitian yang
digunakan yaitu metode deskriptif. Data primer yang di peroleh dari wawancara
dengan petani dan observasi lahan, sedangkan data sekunder diperoleh dari kantor
Desa, dan pustaka. Hasil penelitian menunjukan bahwa wilayah Desa Petarangan
merupakan daerah bergelombang dengan ketinggian 800-2000 m dpl. Mempunyai
suhu rata-rata 25o C sangat potensial untuk budidaya cabai. Pola tanam cabai
biasanya secara tumpang sari dengan tanaman lain. Hal ini dilakukan karena
pertimbangan efesiensi lahan sehingga mendapat hasil panen beragam yang
menguntungkan. Tumpang sari cabai biasanya dilakukan dengan tanaman
tembakau atau bawang putih. Pada pola penanaman ini agar dapat mengurangi
resiko yang ditimbulkan karena kegagalan panen tanaman pokok/ utama sehingga
menyebabkan hasil produksi menurun bahkan merugi. Disisi lain hasil panen
tanaman sela diharapkan masih bisa menutupi kegagalan produksi tanaman utama.
Dari data hasil pengamatan di lapangan didapat bahwa tumpang sari bawang
putih-cabai dengan produksi rata-rata adalah 2,3 ton/Ha. Sedangkan tumpang sari
cabai-tembakau produksi tertingginya adalah 1,6 ton/Ha. Banyak faktor yang
dapat mempengaruhi hasil produksi ini, misalnya jenis varietas yang digunakan.
Perbedaan sifat genetik dari varietas tanaman dan adanya kemungkinan perebutan
unsur hara dalam tanah, sehingga dapat mengakibatkan kebutuhan nutrisi dari
unsur hara semakin banyak lalu terdapat perbedaan respons genotip pada berbagai
kondisi lingkungan tumbuh. Semua ini berpengaruh terhadap penampilan fenotip
dari tiap varietas tersebut apabila berinteraksi dengan lingkungan tempat
tumbuhnya. Keadaan inilah yang mencirikan atau membedakan masing-masing
varietas.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat anugerah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan Kuliah Kerja Lapang (KKL) dengan judul “Kajian Pola
Tanam Cabai Keriting (Capsicum annum L.) dengan Tanaman Tembakau dan
Bawang Putih di Desa Petarangan, Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung,
Jawa Tengah”.
Serangkaian kegiatan yang penulis lakukan, meliputi penelitian survei dan
pengabdian masyarakat di Desa Petarangan, Kecamatan Kledung, Kabupaten
Temanggung, Provinsi Jawa Tengah. Penulis juga melakukan kunjungan ilmiah
ke PG PS Madukismo, Yogyakarta, Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih
Pertanian (BPSBP) Yogyakarta, dan Pertanian Salak Terpadu, Tempel, Sleman.
Adapun wisata ilmiah ke Candi Borobudur, Hutan Mangrove Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY), dan Pantai Jatimalang.
Penulis sangat menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, maka laporan ini tidak akan terwujud oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih banyak yang tulus kepada:

1. Bapak Ir I.G.S. Sukartono, M.Agr, selaku dekan Fakultas Pertanian


Universitas Nasional.
2. Ibu Ir. Farida, M.M selaku pembimbing I dan Ir. Etty Hesthiati, M.Si.
selaku pembimbing II pada penyusunan laporan ini. Tanpa petunjuk,
pengarahan dan saran dari ibu dalam penyusunan laporan ini, penulis tidak
bisa menyelesaikan laporan ini dengan baik.
3. Ibu Ir. Etty Hesthiati, M.Si selaku Ketua Panitia KKL dan pembimbing
Akademik Angkatan 2014.
4. Bapak dan Ibu dosen tercinta yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
5. Bapak Jumarno selaku Kepala Desa Petarangan yang telah menerima dan
membantu kami selama masa Kuliah Kerja Lapang (KKL) ini.

i
6. Bapak Sugito selaku Ketua Kelompok Tani Al- Fata beserta anggotanya
dan warga masyarakat atas informasi yang telah diberikan kepada penulis
selama di Desa Petarangan.
7. Karyawan dan staf administrasi Fakultas Pertanian Universitas Nasional.
8. Keluarga Ibu Har dan Mas Wignyo serta keluarga Ibu Nur selaku induk
semang selama penulis melaksaksanakan Kuliah Kerja Lapang (KKL) di
Desa Petarangan.
9. Keluarga besar penulis yang telah memberikan semangat serta doa dalam
setiap langkah dan tindakan penulis.
10. Kawan-kawan Angkatan 2014 yang telah memberikan dukungan dalam
penyelesaian laporan ini.
11. Semua pihak yang telah banyak membantu namun tidak tertulis dalam
laporan Kuliah Kerja Lapang (KKL) ini.

Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini banyak sekali
kekurangannya baik isi maupun penulisanya. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penulis memohon maaf dengan sedalam-dalamnya dan
mengharapkan keritik dan saran yang membangun untuk mendapatkan hasil yang
baik. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkanya.
Aamiin.

Jakarta, Agustus 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................ i


DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... vii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Tujuan ...................................................................................... 2
1.3. Kegunaan ................................................................................. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pola Tanam .............................................................................. 3
2.2. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai ............................... 5
2.3. Morfologi Tanaman Cabai ....................................................... 6
2.4. Syarat Tumbuh Cabai .............................................................. 7
2.5. Budidaya Tanaman Cabai ........................................................ 8
2.6. Bawang Putih ........................................................................... 13
2.7. Tembakau ................................................................................ 14

III. BAHAN DAN METODE


3.1. Waktu dan Lokasi Kegiatan ..................................................... 17
3.2. Bahan dan Alat ........................................................................ 17
3.3. Metode Pelaksanaan ................................................................ 17
3.4. Analisis Data ............................................................................ 18

iii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Desa Petarangan ........................................... 19
4.2. Budidaya Tanaman Cabai ........................................................ 23
4.3. Pola Tanam Tanaman Cabai .................................................... 36
4.4. Produksi yang di Hasilkan dengan Tumpang Sari Bawang
Putih- Cabai dan Cabai- Tembakau ......................................... 38

V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan .............................................................................. 40
5.2. Saran ........................................................................................ 40

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 41


LAMPIRAN ............................................................................................. 43

iv
DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Batas Desa Petarangan ......................................................................... 19


2. Luas Wilayah dan Penggunaan Tanah Tahun 2016 di Desa
Petarangan ............................................................................................ 19
3. Curah Hujan Desa Petarangan ............................................................ 20
4. Penduduk Berdasarkan Mata Pencarian .............................................. 21
5. Penduduk Berdasarkan Pendidikan ..................................................... 21
6. Areal Panen, Produktivitas dan Jumlah Produksi (Tanaman Pangan/
Hortikultura) Tahun 2016 di Desa Petarangan ................................... 22
7. Luas Panen Tanaman Perkebunan ...................................................... 22
8. Periode Tanam Cabai, Bawang Putih dan Tembakau Dalam Kurun
Waktu Satu Tahun di Desa Petarangan ............................................... 37
9. Total dan Rata-Rata Produksi Tumpang Sari Cabai dan Tembakau .. 38
10. Total dan Rata-Rata Produksi Tumpang Sari Cabai dan Bawang
Putih .................................................................................................... 39

v
DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Buah Cabai yang dapat Dijadikan Sebagai Benih ............................ 23


2. Buah Cabai Setelah Penjemuran 15 dan Biji Cabai dapat
Dikeluarkan ...................................................................................... 24
3. Biji Cabai yang Sudah Dipisahkan dari Kulit Cabai ......................... 24
4. Bibit Cabai di Polibag Umur 45 Hari ............................................... 26
5. Penggemburan Lahan ........................................................................ 27
6. (A) Pupuk Urea dan (B) Pupuk ZA (Zwavelzure Ammoniak) .......... 29
7. Pasak Bambu pada Mulsa ................................................................. 30
8. Alat untuk Melubangi Mulsa Tampak Samping dan Tampak Atas .. 30
9. Lahan yang Sudah Dilakukan Pemasangan Mulsa dan Sudah
Dilubangi ........................................................................................... 31
10. Tanaman Umur 25 yang Sudah Dipasangkan Ajir .......................... 32
11. Tanaman Cabai yang Terserang Trips .............................................. 34
12. Ulat Grayak (Spodoptera Litura) ...................................................... 35
13. Pemetikan Buah Cabai yang Siap Panen .......................................... 36

vi
DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman
1. Peta Desa Petarangan ..................................................................... 44
2. Pola Tanam Tumpangsari di Desa Petarangan, Kecamatan
Kledung Kabupaten Temanggung, Jawa Barat .............................. 45
3. Total Produksi Tanaman Tumpang Sari Bawang Putih-Cabai
Dan Cabai-Tembakau di Desa Petarangan dari Responden ........... 46
4. Dokumentasi di Lapangan .............................................................. 47

vii
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pola tanam diterapkan dengan tujuan memanfaatkan sumberdaya secara


optimal dan untuk menghindari mengurangi kerugian akibat dari kegagalan pada
saat panen. Namun yang penting persyaratan tumbuh antara dua tanaman atau
lebih terhadap lahan hendaklah mendekati kesamaan.
Pola tanam di daerah tropis, biasanya disusun selama satu tahun dengan
memperhatikan curah hujan, terutama pada daerah atau lahan yang sepenuhnya
tergantung dari hujan. Maka pemilihan jenis atau varietas yang ditanam pun perlu
disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia atau curah hujan.
Pola tanam terbagi dua yaitu pola tanam monokultur dan pola tanam
polikultur. Pertanian monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman
sejenis. Misalnya sawah ditanami padi saja, jagung saja, atau kedelai saja. Tujuan
menanam monokultur adalah meningkatkan hasil pertanian. Sedangkan pola
tanam polikultur ialah pola pertanian dengan banyak jenis tanaman pada satu
bidang lahan tersusun dan terencana dengan menerapkan aspek lingkungan yang
lebih baik.
Pengetahuan mengenai pola tanam sangat perlu bagi petani. Sebab dari
usaha tani yang dilakukan, diharapkan mendapatkan hasil yang menjadi objek,
bahkan keuntungan maksimum dapat.
Cabai merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis
tinggi dan mempunyai prospek pasar bagus. Selama ini budidaya cabai dilakukan
secara musiman sehingga produksi maupun harga sangat berfluktuasi sepanjang
tahun. Umumnya budidaya cabai dilakukan awal musim kemarau dan
produksinya akan menurun selama musim penghujan.
Perencanaan dan pengaturan pola tanam diperlukan agar produksi cabai
dapat diatur sedemikian rupa merata sepanjang tahun sehingga ada keseimbangan
antara permintaan dan ketersediaan.

1
1.2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui budidaya dan pola tanam pada tanaman cabai keriting di Desa
Petarangan.
b. Mengetahui pengaruh pola tanam tanaman cabai keriting terhadap
produksi di Desa Petarangan.

1.3. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan


pengetahuan bagi penulis serta informasi tentang pengembangan budidaya dan
pola tanam pada tanaman Cabai Keriting. Selain itu, laporan ini diharapkan dapat
menjadi masukan dan referensi bagi peneliti yang membutuhkannya.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola Tanam

Pola tanam adalah usaha yang dilakukan dengan melaksanakan


penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur susunan tata letak dari tanaman
dan tata urutan tanaman selama periode waktu tertentu, termasuk masa
pengolahan tanah dan masa tidak ditanami selama periode tertentu (Zaifbio,
2014).
Menurut Fauzan (2015) ada beberapa pola tanam yang biasa diterapkan
adalah sebagai berikut:

2.1.1. Monokultur

Pertanian monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman sejenis.


Misalnya sawah ditanami padi saja, jagung saja, atau kedelai saja. Penanaman
monokultur menyebabkan terbentuknya lingkungan pertanian yang tidak mantap.
Hal ini terbukti dari tanah pertanian harus selalu diolah, dipupuk dan disemprot
dengan insektisida sehingga resisten terhadap hama.

2.1.2. Rotasi Tanaman (Crop Rotation)

Rotasi tanaman atau pergiliran tanaman adalah penanaman dua jenis atau
lebih secara bergiliran pada lahan penanaman yang sama dalam periode waktu
tertentu. Seperti tanaman semusim yang ditanam secara bergilir dalam satu tahun,
dan tanaman tersebut semisal tanaman jagung, padi, dan ubi kayu. Rotasi tanam
dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-
faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Pengolahan yang bisa dilakukan dengan menghemat tenaga kerja, biaya


pengolahan tanah dapat ditekan, dan kerusakan tanah sebagai akibat terlalu
sering diolah dapat dihindari.

3
b. Hasil panen secara beruntun dapat memperlancar penggunaan modal dan
meningkatkan produktivitas lahan.
c. Dapat mencegah serangan hama dan penyakit yang meluas
d. Kondisi lahan yang selalu tertutup tanaman, sangat membantu mencegah
terjadinya erosi.
e. Sisa komoditi tanaman yang diusahakan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
hijau.

2.1.3. Polikultur

Tanaman polikultur terbagi menjadi beberapa pola tanam, pola tanam


tersebut adalah:

a. Tumpang sari (Intercropping)

Tumpangsari adalah penanaman lebih dari satu tanaman pada waktu atau
periode tanam yang bersamaan pada lahan yang sama.

b. Tanaman Bersisipan (Relay Cropping)

Merupakan pola tanam dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis


tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu
yang berbeda). Kegunaan dari sistem ini yaitu pada tanaman yang ke dua dapat
melindungi lahan yang mudah longsor dari hujan sampai selesai panen pada
tahun itu.

c. Tanaman Campuran (Mixed Cropping)

Merupakan penanaman jenis tanaman campuran yang ditanam pada lahan


dan waktu yang sama atau jarak waktu tanam yang singkat, tanpa pengaturan
jarak tanam dan penentuan jumlah populasi. Kegunaan sistem ini dapat melawan
atau menekan kegagalan panen total.

4
2.2. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai

Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayuran


yang tergolong tanaman tahunan berbentuk perdu. Sedangkan klasifikasi cabai
merah adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)


Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae (suku terung-terungan)
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annum L
Famili ini terdiri lebih kurang 75 marga (genus) dan 2000 jenis (spesies),
ada yang berbentuk tanaman pendek, tanaman semak perdu atau pohon kecil.
Daun Cabai termasuk daun tunggal sederhana, tetapi ada juga yang berlekuk
dangkal sampai dalam, dan ada juga yang berlekuk majemuk. Letak daun
bergantian dan tidak mempunyai daun penumpu. Tanaman ini banyak terdapat di
daerah tropis sampai di daerah subtropik (Hernanda, 2010).
Tanaman cabai termasuk tanaman semusim yang tergolong ke dalam suku
Solonaceae. Buah cabai sangat digemari karena memilki rasa pedas dan dapat
merangsang selera makan. Selain itu, buah cabai memiliki banyak kandungan gizi
dan vitamin, diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A,
B1 dan vitamin C (Anonim, 2011).

5
2.3. Morfologi Tanaman Cabai

Morfologi tanaman cabai menurut Kurniawan (2010) sebagai berikut:

2.3.1. Daun

Daun tanaman cabai sangatlah bervariasi menurut spesies dan varitesnya,


ada daun yang memiliki bentuk oval lonjong, bahkan ada yang lanset. Warna
permukaan daun bagian atas hijau muda, hijau, hijau tua, bahkan kebiruan.
sedangkan permukaan daun bagian umumnya berwarna hijau muda, hijau pucat
dan hijau tua. Ukuran panjang pada daun sekitar 3-4 cm dengan lebar 1-2 cm.

2.3.2. Batang

Batang pada tanaman cabai akan tumbuh pada ketinggian tertentu saja,
kemudian membentuk banyak cabang. Batang untuk cabai bisa biasanya
berukuran panjang antara 20-50 cm bahkan bisa lebih, batang ini berwarna hijau
tua, hijau muda dan batang batang yang telah berwarna kecoklatan maka batang
sudah mengalami kerusakan pada jaringan parenkim.

2.3.3. Akar

Akar tanaman cabai memiliki akar yang sangatlah berserabut, biasanya


akar terdapat bintil-bintil yang hasil dari simbiosis dari beberapa mikroorganisme,
tidak memiliki akar tunggang, tetapi memiliki akar tunggang semu.

2.3.4. Bunga

Bunga pada tanaman cabai sangatlah bervariasi, namun memiliki bentuk


yang sama yaitu memiliki bentuk bintang. Bunga tumbuh di dekat bagian daun,
dalam keadaan tunggal atau berkelompok dalam satu tandannya. Dalam satu
tandan (kelompok) terdapat 2-3 bunga, sedangkan mahkota memiliki bermacam-
macam warna yaitu putih, putih kehijauan, dan keungguan. Memiliki dia meter
bunga antara 5-20 mm.

6
Bunga tanaman cabai merupakan bunga yang sempurna, karena bunga
jantan dan bunga betina pemasakan dilakukan dengan waktu yang sama,
sedangkan penyerbukan tanaman cabai dibantu dengan angin yang memiliki
kecepatan 10-20 km/jam.

2.3.5. Buah dan Biji

Buah cabai merupakan bagian yang sangatlah penting, memiliki warna


yang sangatlah mencolok yaitu bewarna merah dan juga bewarna hijau muda dan
hijau, sedangkan biji dihasilkan pada saat cabai sudah tua dan dilakukan
pemetikan lalu di keringkan dan dilakukan persemaian.

2.3. Syarat Tumbuh Cabai

Menurut Sugeng (2013) pada umumnya cabai keriting dapat ditanam di


dataran rendah sampai pegunungan (dataran tinggi) 250-1200 meter diatas
permukaan laut yang membutuhkan iklim tidak terlalu dingin dan tidak terlalu
lembab. Temperatur yang baik untuk tanaman cabai keriting adalah 24-27C, dan
untuk pembentukan buah pada kisaran 16-23ºC. Hampir semua jenis tanah yang
cocok untuk budidaya tanaman pertanian, cocok pula bagi tanaman cabai keriting.
Untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas hasil yang tinggi, cabai keriting
menghendaki tanah yang subur, gembur, kaya akan organik, tidak mudah becek
(menggenang), bebas cacing (nematoda) dan penyakit tular tanah. Kisaran pH
tanah yang ideal adalah antara 5.5-6.8.
Curah hujan yang tinggi dan iklim yang basah dapat menyebabkan
tanaman terserang penyakit. Sebaliknya, curah hujan yang rendah dapat
menyebabkan pertumbuhan tanaman cabai terhambat dan dapat mempengaruhi
ukuran buah. Intensitas curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman adalah
600-1250 mm per tahun. Cabai sensitif terhadap sinar matahari yang terik tetapi
menghendaki penyinaran penuh sepanjang hari. Cabai rentan terhadap hujan yang
terlalu deras dan cuaca yang mendung. Namun demikian cabai toleran terhadap
naungan hingga 45%. Tanaman cabai merupakan tanaman yang memerlukan
penyinaran matahari minimal 8 jam per hari. Intensitas cahaya yang rendah dapat

7
mempengaruhi orientasi kloroplas tanaman. Tanaman cabai yang kekurangan
cahaya mengakibatkan tanaman menjadi lemah, pucat, dan pertumbuhannya
cenderung memanjang.

2.4. Budidaya Tanaman Cabai

Cara budidaya tanaman cabai menurut Wardani dan Jamhari (2008)


sebagai berikut:

2.4.1. Persemaian

 Untuk memperoleh bibit yang baik umumnya dilakukan penyemaian


biji/benih di tempat persemaian, kemudian dilakukan penyapihan
(pembumbungan) sebelum ditanam di lapangan.
 Tempat persemaian berupa bedengan berukuran lebar 1 m, diberi naungan
atap plastik transparan, dan atap menghadap ke timur. Media persemaian
terdiri dari campuran tanah halus dan pupuk kandang steril (1:1)
 Sebelum disemai bibit direndam dalam air hangat (50oC) atau larutan
Previcur N (1 cc) selama 1 jam, untuk mempercepat perkecambahan dan
menghilangkan hama/penyakit yang terbawa benih.
 Benih disebar rata pada bedengan dan ditutupi tipis tanah halus, lalu
ditutupi lagi dengan daun pisang atau karung basah
 Setelah benih berkecambah (7-8 hari) tutup daun pisang atau karung
dibuka.
 Setelah membentuk 2 helai daun (12-14 hari) bibit dipindahkan ke dalam
bumbungan dengan media yang sama (campuran tanah dan pupuk
kandang). Bumbungan dapat mengurangi kerusakan akar bila dipindahkan
ke lapangan.
 Penyiraman dilakukan secukupnya tidak terlalu basah atau kering.
 Persemaian juga disiangi dengan cara mencabut gulma yang tumbuh.
 Bibit yang tampak terserang hama atau penyakit dibuang dan
dimusnahkan.

8
 Sebelum dipindah ke lapangan dilakukan penguatan bibit dengan jalan
membuka atap persemaian supaya bibit menerima langsung sinar matahari
dan mengurangi Teknologi Budidaya Cabai Merah BB Pengkajian 5
penyiraman secara bertahap. Penguatan bibit dilakukan selama 7 hari.
 Bibit siap ditanam setelah berumur 3-4 minggu dalam bumbungan. Bibit
tersebut sudah membentuk 4-6 helai daun, dan tinggi 5-10 cm.

2.4.2. Penyiapan Lahan

 Penyiapan lahan bertujuan untuk memperbaiki drainase dan aerasi tanah,


meratakan permukaan tanah dan menghilangkan gulma.
 Pengolahan tanah berupa pembajakan/pencangkulan, pembersihan gulma,
perataan permukaan tanah, dan pembuatan bedengan, guludan, garitan,
lubang tanam.
 Untuk lahan kering/tegalan: lahan diolah sedalam 30-40 cm sampai
gembur, dibuat bedengan dengan lebar 1-1,2 m, tinggi 30 cm, jarak antar
bedeng 30 cm. Dibuat garitangaritan atau lubang tanam dengan jarak
tanam (50-60 cm) x (40-50 cm).
 Untuk lahan sawah: lahan dibuat bedengan dengan lebar 1,5 m. Antara
bedengan dibuat parit sedalam 50 cm dan lebar 50 cm. Tanah di atas
bedengan diolah sampai gembur dan lubang tanam dibuat dengan jarak
tanam 50x40 cm

2.4.3. Penanaman

 Pemilihan waktu tanam yang tepat sangat penting pada saat pemindahan
ke lahan, terutama berhubungan dengan ketersediaan air, curah hujan,
temperatur, dan gangguan hama/penyakit.
 Sebaiknya cabai ditanam pada bulan agak kering, tetapi air tanah masih
cukup tersedia.
 Waktu tanam yang baik juga tergantung jenis lahan, pada lahan kering
pada awal musim hujan, pada lahan sawah pada akhir musim hujan

9
sedangkan pada lahan beririgasi teknis akhir musim hujan (Maret-April)
dan awal musim kemarau (Mei-Juni)
 Sebelum tanam, garitan-garitan yang telah disiapkan diberi pupuk kandang
atau kompos, dengan cara dihamparkan pada garitan. Di atas pupuk
kandang atau kompos diletakkan sebagian pupuk buatan, kemudian diaduk
dengan tanah.
 Bedengan kemudian disiram dengan air sampai kapasitas lapang (lembab
tapi tidak becek
 Dipasang mulsa plastik hitam perak dan dibuat lubang tanam.
 Penanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari

2.4.4. Pemulsaan

 Penggunaan mulsa pada budidaya cabai merupakan salah satu usaha untuk
memberikan kondisi lingkungan pertumbuhan yang baik.
 Mulsa dapat memelihara struktur tanah tetap gembur, memelihara
kelembaban dan suhu tanah. Juga akan mengurangi pencucian hara,
menekan gulma dan mengurangi erosi tanah.
 Mulsa plastik hitam perak dapat digunakan untuk penanaman cabai,
dipasang sebelum tanam cabai.
 Pemasangan mulsa ini ditujukan untuk mempermudah dalam kegiatan
pemeliharaan tanaman tomat yang akan ditanam, karena mulsa dapat
mengurangi fluktiasi suhu tanah, mengurangi laju evaporasi tanah
sehingga kelembaban tanah dapt dipertahankan, mengurangi kerusakan
(erosi) tanah kearena air hujan,menekan pertumbuhan gulma, mengurangi
gulma, mengurangi pencucian hara terutama unsur nitrogen, dan
meningkatkan mikrobiologi tanah.
 Penggunaan mulsa plastik hitam perak dapat meningkatkan hasil cabai,
mengurangi kerusakan tanaman karena hama Trips dan tungau, dan
menunda insiden virus.

10
 Penggunaan mulsa jerami setebal 5 cm (10 ton/ha) juga dapat
meningkatkan hasil cabai, tetapi mulsa jerami sebaiknya digunakan pada
musim kemarau, dipasang 2 minggu setelah tanam.

2.4.5. Pengapuran

 Kemasaman (pH) tanah mempengaruhi ketersediaan hara bagi tanaman.


Pada pH netral (6,5-7,5) unsur-unsur hara tersedia dalam jumlah yang
cukup banyak (optimal). Pada pH<6,0 ketersediaan hara P, K, Ca, S, Mg,
dan Mo menurun dengan cepat. Pada pH>8 ketersediaan hara N, Fe, Mn,
Bo, Cu, dan Zn relatif sedikit.
 Cabai mempunyai toleransi yang sedang terhadap kemasaman tanah, dapat
tumbuh baik pada kisaran pH tanah antara 5,5-6,8.
 Pada tanah masam (pH<5,5) perlu dilakukan pengapuran dengan kapur
pertanian atau dolomit sebanyak 1-2 ton/ha. Pengapuran dilakukan 3-4
minggu sebelum tanam, dengan cara kapur disebar rata pada permukaan
tanah kemudian diaduk dengan tanah.
 Pada tanah masam disarankan tidak menggunakan terlalu banyak pupuk
yang bersifat asam seperti ZA dan Urea. Pupuk N paling baik untuk tanah
masam adalah Calcium Amonium Nitrat (CAN).

2.4.6. Pemupukan

 Penanaman cabai pada lahan kering di dataran tinggi/medium (jenis


Andosol/Latosol) adalah sebagai berikut: Pemupukan dasar terdiri dari
pupuk kandang kuda (20-30 ton/ha) atau pupuk kandang ayam (15-20
ton/ha) dan Pupuk SP-36 (300-400 kg/ha) dilakukan satu minggu sebelum
tanam. Pupuk susulan terdiri dari pupuk urea (200-300 kg/ha), Zwavelzure
Ammoniak (ZA) (400-500 kg/ha) dan KCl (250-300 kg/ha), diberikan 3
kali pada umur 3, 6 dan 9 minggu setelah tanam masing-masing 1/3 dosis,
dengan cara disebarkan disekitar lubang tanam kemudian ditutup dengan
tanah.

11
2.4.7. Pengairan

 Cabai termasuk tanaman yang tidak tahan kekeringan, tetapi juga tidak
tahan terhadap genangan air. Air diperlukan dalam jumlah yang cukup,
tidak berlebihan atau kurang. Kelembaban tanah yang ideal 60-80%
kapasitas lapang.
 Masa kritis yaitu saat pertumbuhan vegetatif cepat, pembungaan dan
pembuahan.
 Jumlah kebutuhan air per tanaman selama pertumbuhan vegetatif 250 ml
tiap 2 hari, dan meningkat jadi 450 ml tiap 2 hari pada masa pembungaan
dan pembuahan
 Sistem irigasi tetes pada lahan kering dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan air dan hasil cabai.
 Atau pengairan sistem digenang selama 15-30 menit kemudian airnya
dikeluarkan dari petakan.

2.4.8. Panen

 Cabai dapat di panen pertama kali pada umur 70-75 hari setelah tanam
untuk dataran rendah.dan pada umur 4-5 bulan untuk dataran tinggi,
dengan interval panen 3-7 hari.
 Buah rusak yang disebabkan oleh lalat atau antraknose segera
dimusnahkan. Buah yang akan dijual segar dipanen matang. Buah yang
dikirim untuk jarak jauh dipanen waktu buah matang hijau. Buah yang
akan dikeringkan dipanen setelah matang penuh.
 Sortasi dilakukan untuk memisahkan buah cabai merah yang sehat, bentuk
normal dan baik.
 Kemasan diberi lubang angin yang cukup atau menggunakan karung jala.
 Tempat penyimpanan harus kering, sejuk dan cukup sirkulasi udara.

12
2.5. Bawang Putih

Bawang putih (Allium sativum; bahasa Inggris: garlic) adalah nama


tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan.
Mempunyai sejarah penggunaan oleh manusia selama lebih dari 7.000 tahun,
terutama tumbuh di Asia Tengah, dan sudah lama menjadi bahan makanan di
daerah sekitar Laut Tengah, serta bumbu umum di Asia, Afrika, dan Eropa.
Dikenal di dalam catatan Mesir kuno, digunakan baik sebagai campuran masakan
maupun pengobatan. Umbi dari tanaman bawang putih merupakan bahan utama
untuk bumbu dasar masakan Indonesia. Bawang mentah penuh dengan senyawa-
senyawa sulfur, termasuk zat kimia yang disebut alliin yang membuat bawang
putih mentah terasa getir atau angur (Anonim, 2010)

2.5.1. Syarat Tumbuh

Bawang putih dapat tumbuh pada ketinggian tempat 600-1.200 meter


diatas permukaan laut. Curah hujan tahunan yang dibutuhkan 800-2.000
mm/tahun. Suhu udara yang diperlukan 15-20°C. Tanaman bawang putih
membutuhkan kelembaban yang tinggi. Jenis tanah yang paling cocok untuk
penanaman bawang putih adalah jenis tanah gromosol (ultisol). Drainase tanah
baik, kemasaman tanah (pH) berkisar 6-6,8.

2.5.2. Budidaya Tanaman

Persiapan lahan

Persiapan lahan dimulai dengan membuat selokan atau parit dengan lebar
30-40 cm dan dalamnya 30-60 cm. Tanah galian digunakan untuk bedengan yang
lebarnya 60-100 cm, panjang disesuaikan dengan kebutuhan, lalu dicangkul
sedalam 15-30 cm. Setelah 10-15 hari dicangkul kembali hingga membentuk
gumpalan halus, kemudian diberi pupuk kandang 10-15 ton/hektar.

13
Penyiapan bibit

Bibit berasal dari tanaman yang berumur cukup tua (85-135 hari), sehat
dan tidak cacat. Bibit disimpan dalam ruangan kering sekitar 5-8 bulan yang
digantung pada parapara.

Penanaman

Lubang tanam dibuat sedalam 3-4 cm dengan tugal. Bibit ditanam dengan
posisi tegak lurus, ujung siung di atas dan ¾ bagian siung tertanam dalam tanah
lalu taburkan tanah halus dan tutup merata dengan jerami. Jarak tanam 10x10 cm
atau 15x10 cm.

Pemeliharaan

Penyiangan pertama dilakukan setelah tanaman berumur 3 minggu.


Penyiangan kedua dilakukan 3 minggu kemudian. Pada saat penyiangan pertama
sekaligus diberi pupuk N sebanyak 50 kg/ha. Pada penyiangan kedua dipupuk
seperti yang pertama. Pengairan dapat dilakukan dengan menggunakan gembor.

Hama yang sering menyerang adalah Thrips tabaci. Biasanya hama ini
menyerang daun tanaman. Penyakit embun upas yang disebabkan jamur
Peronospora destructor juga menyerang daun tanaman. Kelembaban tinggi dan
suhu rendah dapat meningkatkan intensitas serangan. Penyakit busuk bawang
putih yang disebabkan oleh jamur Sclerotium cepivorum biasanya menyerang akar
dan umbi sehingga menjadi busuk.

2.6. Tembakau

2.6.1. Syarat Tumbuh

Tanaman tembakau tumbuh baik pada ketinggian antara 200-3.000 meter


diatas permukaan laut dan membutuhkan curah hujan rata-rata 2000 mm/tahun
dengan suhu udara antara 21-32º C. Keasaman tanah yang baik untuk tanaman ini
adalah pH antara 5-6. Tanaman tembakau akan tumbuh subur pada tanah gembur,
remah, mudah mengikat air, memiliki tata air dan udara yang baik.

14
2.6.2. Budidaya Tembakau

Pembibitan Tanaman Tembakau

 Jumlah benih lebih dari 8-10 gram/ha, tergantung jarak tanam.


 Biji utuh, tidak terserang penyakit dan tidak keriput
 Komposisi adalah campuran antara tanah (50%) + pupuk kandang. Dosis
pupuk untuk setiap meter persegi media semai adalah 70 gram Tripel
superfosfat (TSP) dan 35 gram Zwavelzure Ammoniak (ZA).
 Bedeng persemaian diberi naungan berupa daun-daunan, tinggi atap 1 m
sisi Timur dan sisi Barat 60 cm.
 Kecambahkan pada baki/tampah yang diberi alas kertas merang atau kain
yang dibasahi hingga agak lembab. Tiga hari kemudian benih sudah
menampakkan akarnya yang ditandai dengan bintik putih. Pada stadium
ini benih baru dapat disemaikan.
 Siram media semai sampai agak basah/lembab, masukan benih pada
lubang sedalam 0,5 cm dan tutup tanah tipis-tipis.
 Bibit sudah dapat dipindah tanamkan ke kebun apabila berumur 35-55 hari
setelah semai.

Pengolahan Media Tanam Tembakau

 Lahan dibersihkan dari sisa tanaman dan gulma


 Lahan diberi pupuk kandang dengan dosis 10-20 ton/ha lalu dibajak dan
dibiarkan ± 1 minggu
 Buat bedengan lebar 40 cm dan tinggi 40 cm. Jarak antar bedeng 90-100
cm dengan arah membujur antara timur dan barat.
 Lakukan pengapuran jika tanah masam
 Apabila diinginkan daun yang tipis dan halus maka jarak tanam harus
rapat, sekitar 90x70 cm. Tembakau Madura ditanam dengan jarak 60x50
cm yang penanamannya dilakukan dalam dua baris tanaman setiap
bedengan. Jenis tembakau rakyat/rajangan umumnya ditanam dengan jarak

15
tanam 90x90 cm dan penanamannya dilakukan satu baris tanaman setiap
bedengan, dan jarak antar bedengan 90 cm atau 120x50 cm.

Penanaman Tembakau

 Tugal tanah dengan kedalaman 5-10 cm dengan alat tugal yang terbuat
dari kayu
 Benamkan bibit sedalam leher akar
 Padatkan tanah disekitar bibit dengan cara menekan dengan jari dan hati-
hati batang tembakau patah sebeb sangat lumak.
 Waktu tanam yang baik pada pagi hari atau sore hari.

Pemeliharaan Tanaman Tembakau

 Penyulaman dilakukan 1-3 minggu setelah tanam, bibit kurang baik


dicabut dan diganti dengan bibit baru yang berumur sama.
 Penyiangan dapat dilakukan bersamaan dengan pembumbunan yaitu setiap
3 minggu sekali.

16
III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Lokasi Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan KKL ini dimulai tanggal 10 Juli sampai dengan


tanggal 22 Juli 2017, dengan lokasi KKL di Desa Petarangan, Kecamatan
Kledung Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam pelaksaana Kuliah Kerja Lapang
(KKL) ini adalah buku pedoman (KKL), buku catatan, pulpen, pH meter,
penggaris, papan jalan, kamera, alat perekam dan kuesioner yang digunakan
sebagai acuan untuk wawancara di lapangan.

3.3. Metode Pelaksanaan

Kegiatan KKL dilaksanakan dengan beberapa metode, yaitu sebagai


berikut :

3.3.1. Pengamatan Lapangan (Observasi)

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengamati secara langsung


peristiwa atau hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan KKL.

3.3.2. Wawancara

Wawancara merupakan suatu proses untuk mendapatkan informasi dengan


cara tanya jawab secara langsung dengan responden. Responden dalam hal ini
adalah Kepala Desa, Ketua Kelompok Tani Al- Fata dan anggotanya serta warga
yang bermata pencaharian sebagai petani di Desa Petarangan.

17
3.3.3. Studi Pustaka

Pengumpulan data dengan cara memanfaatkan data yang tersedia yang


berhubungan dengan kegiatan praktik lapangan. Data tersebut berupa buku, arsip,
dan lain sebagainya yang bersifat informatif dan relevan.

3.4. Analisis Data

Data-data yang didapatkan dari hasil wawancara ditulis dalam transkip


wawancara. Data-data hasil wawancara dan pengamatan di lapangan dianalisis
secara deskriptif dan sebagian data kemudian ditabulasikan.

18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Desa Petarangan


4.1.1. Kondisi Geografi
A. Lokasi Desa Petarangan

Lokasi Desa Petarangan terletak di lereng gunung Sindoro tepatnya di


Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung dengan batas-batas sebagai berikut:

Tabel 1. Batas Desa Petarangan


Batas Desa/ Kelurahan
Sebelah Utara Wilayah desa Paponan
Sebelah Timur Sungging Sari
Sebelah Selatan Kruwisan
Sebelah Barat Perhutani

Luas Wilayah Desa Petarangan 461,13 Ha dan terbagi dalam 5 wilayah


Dusun yaitu: Petarangan I, Petarangan II Petarangan III, Tumpang dan Padelesan
dan terdapat 33 RT. Peta Desa Petarangan disajikan pada Lampiran 1.

4.1.2. Karakteristik Wilayah

Desa Petarangan terletak di lereng gunung Sindoro dengan tinggi tempat


berkisar 800 s/d 2000 m/dpl.Topografi tanah Desa Petarangan merupakan tanah
miring bergelombang. Berikut tabel luas wilayah dan penggunaan tanah di Desa
Petarangan:
Tabel 2. Luas Wilayah dan Penggunaan Tanah Tahun 2016 di Desa Petarangan

No Penggunaan Lahan Luas Lahan ( Ha )


1 Lahan Sawah Kering 33
2 Tegal 431,44
Jumlah 467,44

19
4.1.3. Iklim
Curah Hujan

Curah hujan yang terjadi di Desa Petarangan dengan rata-rata jumlah


hujan harian 64 hari dan banyaknya curah hujan 22 mm/th. Ditinjau lebih jauh
data curah hujan di Kecamatan Kledung selama lima tahun terakhir (2012-2016)
disajikan pada table berikut ini:
Tabel 3. Curah Hujan Tahunan Desa Petarangan
2012 2013 2014 2015 2016
No Bulan
CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH
1. Januari 207 21 127 19 859 25 342 28 304 19
2. Februari 193 14 108 11 365 18 384 18 366 22
3. Maret 174 27 130 13 461 18 592 25 366 21
4. April 124 27 115 14 293 22 547 23 336 26
5. Mei 165 15 156 19 239 16 91 8 303 27
6. Juni 140 5 135 6 231 14 215 12 221 15
7. Juli 100 5 97 6 222 13 159 13 145 13
8. Agustus 1 1 56 4 24 3 2 1 93 10
9. September 60 1 65 10 13 1 2 1
10. Oktober 93 13 68 13 112 6 1 1
11 November 104 19 118 23 239 17 192 13
12 Desember 223 19 237 19 513 27 413 20
Jumlah 204 204 1363 204 1412 157 3340 180
Rata-Rata 135 17 135 17 117 13 278 15
*Keterangan: Curah Hujan (CH) dalam satuan millimeter (mm)

Suhu dan Kelembaban

Keadaan suhu dan kelembaban yang demikian sangat mendukung usaha


pertanian di wilayah ini. Sumber daya alam yang ada harus dimanfaatkan secara
optimal serta harus dibarengi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia
yaitu pengetahuan, ketrampilan dan penerapan teknologi usaha tani.

Pola tanam yang dianjurkan di lahan sawah berpengairan di kecamatan


Kledung tidak ditanami padi secara terus menerus. Pola tanam yang dapat
digunakan yaitu pola tanam Hortikultura-Hortikultura-Tembakau atau Jagung-
Hortikultura-Tembakau.

20
Data Penduduk Desa Petarangan

Jumlah Penduduk Desa Petarangan berjumlah 3.624 jiwa dengan jumlah


Laki-laki: 1835 Orang dan Perempuan: 1789 orang.

Tabel 4. Penduduk Berdasar Mata Pencaharian

Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase


Petani 1996 84,9
Peternak 26 1,11
Buruh Bangunan 12 0,5
Jasa-Jasa 106 4,51
Pedagang 156 6,63
Industri Pengolahan 58 2,47
Lainnya 9 0,38

Tabel 5. Penduduk Berdasarkan Pendidikan


Pendidikan Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase
Tamat SLTP 388 11,7
Tamat SLTA 143 4,31
Akademik 15 0,45
Tamat S1 15 0,45
Tamat SD 1396 42,12
Belum Tamat SD 1357 40,95

Berdasarkan data di atas (Tabel 4. dan Tabel 5.) didapat bahwa mata
pencarian penduduk di Desa Petarangan umumnya berprofesi sebagai petani
dengan jumlah 1996 jiwa dan persentase 84,9 % serta pendidikan warga di desa
ini adalah tamat SD dengan jumlah 1396 jiwa dengan persentase 42 %.

Dalam rangka meningkatkan SDM pertanian maka diperlukan pendidikan


di luar sekolah (non formal) atau biasa disebut dengan penyuluhan pertanian.
Kenyataan di lapangan sebagian besar yang bekerja sebagai petani pada umumnya
berpendidikan rendah (SD) dan dengan modal yang kecil sehingga inovasi yang
dimiliki sangat lambat.

21
Tinjauan Tentang Sektor Pertanian

Lahan pertanian yang ada terdiri dari lahan sawah dan lahan kering.
ditanami, jagung, sayuran dan tanaman perkebunan tembakau. Spesifik
penggunaan tanaman di sektor pertanian yaitu untuk tanaman tembakau sebagai
tanaman perkebuan, tanaman Bawang Putih/merah sebagai tanaman intesifikasi
dan investasi, dan tanaman jagung sebagai pangan serta ternakan yang umumnya
ada di desa ini adalah sapi, domba, ayam buras, ayam broiler, entok, dan itik.
Tabel areal panen, produktivitas dan jumlah produksi disajikan pada tabel berikut:

Tabel 6. Areal Panen, Produktivitas Dan Jumlah Produksi (Tanaman Pangan/


Hortikultura) Tahun 2016 di Desa Petarangan

I. Pertanian
No Komoditas Luas panen (Ha) Produksi Ton/Ha
1 Bawang Putih 345 9,7
2 Jagung 25 5,5
3 Bawang merah 167 8,9
4 Sawi 1,2 13
5 Kubis 2 16
6 Koro merah 14 1,2
7 Cabai 35 9,8
II Peternakan
No Komuditas Ekor Ket
1 Sapi 115 -
2 Domba 382 -
3 Ayam Buras 430 -
4 Marmot 175 -

Tabel 7. Luas Panen Tanaman Perkebunan Desa Petarangan


Luas panen Produktivitas
No Komoditi Ket
(Ha) kw/ha
1. Tembakau 345 3,8 kw kering -
2. Kopi 7 14,3 kw (G B) -

22
4.2. Budidaya Tanaman Cabai
4.2.1. Pembibitan Benih Cabai

Bibit yang ditanam petani di Desa Petarangan adalah jenis varietas Bianca,
JKO, TM999, dan UR42. Namun petani di desa ini menggunakan bibit Bianca
karena varietas bianca mempunyai pertumbuhan tanaman yang kuat, seragam dan
kokoh dengan adaptasi yang baik, cocok ditanam di dataran menengah sampai
tinggi. Buah berwarna merah mengkilat, rasanya pedas dan padat sehingga tahan
penyimpanan & pengangkutan jarak jauh. Panjang buah 16 sampai 17 cm,
diameter 0,6 sampai 0,7 cm, berat buah rata-rata 6 sampai 8 gram. umur panen
sekitar 85 sampai 90 hari setelah pindah tanam.

Pengadaan benih cabai di Desa Petarangan ada yang dilakukan secara


mandiri namun kebanyakan petani memperoleh benih dari toko- toko pertanian
yang ada disekitar wilayah desa petarangan. Untuk pengadaan benih yang
dilakukan secara mandiri dapat dilakukan sebagai berikut:

 Pemilihan buah cabai yang mempunyai keseragaman jenis yang akan


dipakai sebagai indukan, pastikan bahwa buah cabai sudah benar-benar
tua, dapat dilakukan dengan melihat warna merah, ukuran dan bentuk buah
yang seragam, buah yang sehat dan tidak terserang hama penyakit
(Gambar 1)

23
Gambar 1. Buah Cabai yang dapat Dijadikan Sebagai Benih
 Buah Cabai kemudian dijemur dan hindari dari sinar matahari langsung,
dapat dijemur di bawah atap yang tidak terlalu terang. Penjemuran ini
bertujuan agar pemisahan biji tidak terlalu sulit.

Gambar 2. Buah Cabai Setelah Penjemuran 15 dan Biji Cabai dapat Dikeluarkan

Gambar 3. Biji Cabai yang Sudah Dipisahkan dari Kulit Cabai

 Setelah pemisahan biji dari daging buah, biji dapat langsung dijemur
hingga ± 3 hari jika tidak ada hujan. Penjemuran bertujuan untuk
mengurangi kadar air yang terdapat di biji cabai.

24
Teknik yang digunakan untuk menanam bibit cabai ada 2 cara yaitu:

 Menanam bibit ke lahan secara langsung pada lahan yang telah diberi
perlakuan dan diatur jarak tanamannya.
 Menyemaikan bibit pada bedengan yang diberikan naungan dan
penanaman juga dapat dilakukan pada polybag kecil sampai muncul daun
pertama kemudian di transplanting pada lahan atau sawah yang telah
disiapkan.
 Mengecambahkan bibit dahulu sampai muncul daun pertama lalu
ditransplanting pada polybag setelah dirasa benih cukup dewasa baru
ditransplanting pada lahan yang telah disiapkan.

Teknik yang digunakan petani di Desa Petarangan memakai teknik kedua.


Teknik yang digunakan oleh petani umumnya adalah dengan menyemai biji
tanaman cabai pada bedengan dengan media tanam berupa campuran pupuk
kandang dengan perbandingan 1:1. Waktu transplanting biasanya dilakukan
setelah tanaman tumbuh dan memiliki setidaknya 4-6 daun, tinggi 10-15 cm dan
berumur 40-45 hari setelah penyemaian. Namun tidak jarang petani juga
melakukan penyemaian dengan menggunakan polybag kecil yang digunakan
sebagai wadah untuk media tanam bibit cabai. Penggunaan polybag ini memakan
waktu yang lama dalam proses penyemaiannya karena media tanam dan bibit
harus dimasukkan satu persatu ke dalam polybag, dalam satu polybag biasanya
terdapat dua biji benih cabai. Penyemaian bibit cabai menggunakan polybag
disajikan pada Gambar 4.

25
Gambar 4. Bibit Cabai di Polibag Umur 45 Hari

Setelah media tanam selesai dibuat, bibit segera dipindahkan dari tempat
penyemaian ke media tanam. Pekerjaan ini biasa dilakukan pada waktu pagi atau
sore hari, saat matahari tidak bersinar terlalu terik, sehingga tanaman yang
dipindahkan tidak cepat layu.

Keuntungan penggunaan polybag pada saat semai adalah pada saat


transplanting atau pemindahan bibit ke lahan, bibit yang telah dipindahkan tidak
layu karena pada saat pemindahan bibit masih terdapat media tanam yang masih
menempel diakar sehingga plastik polybag bisa langsung disobek dan dan
kemudian memasukkan tanah yang menempel pada tanaman ke dalam lubang
tanaman, berbeda dengan bibit yang hanya disemai pada bedengan, bibit harus
dicabut berserta tanah yang ada di sekitar tanaman kemudian dimasukkan ke
dalam lubang tanama. Saat mencongkel bibit dilakukan dengan hati-hati agar
tidak melukai atau merusak akar tanaman
Teknik persemaian dengan menggunakan polybag maupun bedengan
keduanya menggunakan naungan. Naungan ini terbuat dari bambu dengan ukuran
ideal tinggi 1 m dan lebar 1 m serta panjang menyesuaikan tempat dan untuk

26
atapnya bisa menggnakan plastik sebagai naungan, plastik yang digunakan
memiliki tebal 0,8 mm agar tahan terhadap hujan dan panas. Naungan ini
berfungsi untuk menjaga kelembaban bibit di bedengan ataupun di polybag serta
dilakukan penyiraman secara rutin pagi dan sore.
Sedangkan kebanyakan petani di desa Petarangan memperoleh bibit
tanaman cabai dengan cara membeli bibit di penyedia bibit yang ada di desa
tersebut.

4.2.2. Persiapan Lahan

Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan dilakukan dengan penggemburan tanah terlebih dahulu,


selanjutnya pemberian gamping atau dolomite (pengapuran) pada lahan. Gambar
penggemburan tanah disajikan pada berikut:

Gambar 5. Penggemburan Lahan


Penggunaan pengapuran karena sebagian besar kondisi tanah atau lahan
pertanian itu sendiri memiliki kecenderungan untuk menjadi lebih asam karena
berbagai faktor. Adapun faktor yang memicu terjadinya keasaman tanah antara
lain seperti erosi, penggunaan pupuk-pupuk kimia berlebihan, pencucian dan

27
dekomposisi bahan-bahan organik. Penggunaan Dolomite dalam 1 rol mulsa
dengan panjang 500 m dapat menghabiskan 250 kg dolomite. Pemberian dolomit
bisa dilakukan dengan cara disebar pada lahan, kemudian lahan tersebut
didiamkan selama 1-2 minggu. Apabila pemupukan dan pengapuran dilakukan
bersamaan, akibatnya akan terjadi reaksi antar kapur dan pupuk, perlu diketahui
bahwa pupuk kimia seperti Urea maupun ZA (Zwavelzure Ammoniak) adalah
pupuk yang bersifat asam, sehingga akan berdampak pada pH tanah yang tidak
naik dan justru akan menurun, sehingga nutrisi untuk tanaman tidak tersedia.
Kendala yang dialami petani saat pengolahan lahan adalah kemiringan
lahan yang cukup curam sehingga dalam pengolahan lahan para petani tidak
memungkinkan untuk penggunaan traktor, sehingga sebagian besar petani di desa
Petarangan hanya menggunakan cangkul sebagai alat untuk mengolah lahan
tersebut.

Pemupukan Dasar

Pembuatan bedengan dilakukan setelah didiamkan 1 minggu setelah lahan


diberi perlakuan penggemburan dan pemberian dolomit, kemudian dilakukan
pemupukan dasar pada lahan. Secara umum pemberian pupukan kimia dapat
dilakukan dengan 2 cara, sebagai berikut:

 Pemupukan sebelum dilakukan pemasangan mulsa


Pemupukan ini dilakukan dengan cara menaburkan pupuk diatas
bedengan, kemudian ditutup kembali dengan tanah setelah itu dapat dilakukan
pemasangan mulsa pada bedengan.
 Pemupukan setelah pemasangan mulsa
Setelah pelubangan mulsa dapat dilakukan pemberian pupuk dengan cara
menaburkan pupuk tersebut ke masing-masing lubang mulsa.

Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik seperti kandang (kotoran


sapi) dan pupuk kimia seperti Urea dan ZA. Pemberian pemberian pupuk ini
untuk memperbaiki dan menyediakan unsur hara pada tanah, sehingga tanaman
yang akan diproduksi tidak mengalami kekurangan unsur hara yang menjadi

28
penghambat bagi pertumbuhan dan hasil produksi tanaman. Gambar pupuk kimia
yang digunakan petani di Desa Petarangan disajikan pada gambar berikut:

(a) (b)
Gambar 6. (a) Pupuk Urea dan (b) Pupuk ZA (Zwavelzure Ammoniak)

Bedengan dibentuk dengan ukuran lebar 1 m dan tinggi bedengan 40-50


cm dengan jarak antar bedengan adalah 80 cm, dan panjang bedengan disesuaikan
dengan lahan yang ada. Pembuatan bedengan bertujuan untuk tempat
menanamnya bibit cabai serta untuk jalur lewatnya air ketika saat terjadinya
penggenangan.

Pemasangan Mulsa dan Pembuatan Lubang Tanam

Bedengan yang selesai buat kemudian dipasang mulsa hitam perak dengan
menghamparkan plastik mulsa di atas bedengan setelah itu tarik masing-masing
ujung secara bersamaan kemudian kedua ujung tersebut dipasak dari bambu.
Gambar pasak mulsa dari bambu dapat dilihat pada Gambar 7. Setelah itu dapat
dilakukan pelubangan pada mulsa. Gambar alat yang digunakan untuk melubangi
mulsa dapat dilihat pada Gambar 8.

29
Gambar 7. Pasak Bambu Pada Mulsa

Gambar 8. Alat untuk Melubangi Mulsa Tampak Samping dan Tampak Atas.

Setelah pelubangan mulsa kemudian bedengan didiamkan selama kurang


lebih 15 hari. Pendiaman ini ditujukan agar pupuk kandang dan kimia yang
diberikan menjadi menyatu (homogen) dengan tanah. Gambar mulsa yang sudah
dilubangi dapat dilihat pada Gambar 9.

30
Gambar 9. Lahan yang Sudah Dilakukan Pemasangan Mulsa dan Sudah
Dilubangi

4.2.4. Pemindahan Bibit Cabai ke Lahan

Penanaman bibit dari persemaian ke lahan dilakukan pada bibit yang telah
berumur 40-45 hari, maka bibit tersebut telah siap untuk di tanam di lahan. Bibit
yang diambil biasanya memiliki tinggi 10-15 cm dan jumlah daun 4-6 helai.
Waktu pemindahan lebih baik dilakukan pada pagi atau sore hari sehingga bibit
yang dipindahkan tidak mudah layu.

4.2.5. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman cabai antara lain, yaitu: pengairan, pemasangan


ajir, pemupukan, penyiangan, serta pengendalian hama dan penyakit.

Pengairan

Secara umum pertanian yang diterdia desa Petarangan yaitu pertanian


tadah hujan yang sepenuhnya memanfaatkan hujan sebagai sumber air. Namun
apabila masih terdapat sumber air seperti sungai penyiraman dapat dilakukan
dengan menggunakan alat gembor.

31
Pemasangan Ajir

Ajir dipasang pada sehari setelah pemindahan tanaman cabai ke lahan,


semakin cepat pemasangan ajir semakin bagus karena pemasangan ajir tepat
setalah pemindahan akar tanaman belum menyebar sehingga diharapkan
pemasangan ajir tidak melukai akar. Sedangkan panjang ajir bambu ± 80 cm dan
dapat digunakan 4 kali tanam cabai. Tujuan utama pemasangan ajir adalah untuk
membantu memperkokoh tanaman. Gambar tanaman yang sudah dipasangi ajir
dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 10. Tanaman Umur 25 yang Sudah Dipasangkan Ajir

Pemupukan Lanjutan

Tanaman cabai membutuhkan asupan nutrisi yang cukup dan tepat agar
tumbuh dan berproduksi secara maksimal. Selain pupuk dasar, tanaman cabai juga
membutuhkan pemupukan susulan, yaitu pemberian pupuk setelah tanam sampai
tanaman berproduksi. Pemberian pupuk susulan dimaksudkan agar tanaman cabai
tidak kekurangan nutrisi pada saat pertumbuhan vegetatif hingga tanaman
berbuah.

32
Pemberian pupuk susulan biasanya 10 hari setelah tanam dengan cara
ditaruh/dikocor ditengah-tengah antara 4 tanaman Pemberian pupuk harus sesuai
dengan dosis yang sudah direkomendasikan oleh para penyuluh pertanian maupun
petunjuk pemakaian pupuk. Pemberian pupuk yang berlebihan dapat
menyebabkan kondisi tanah telalu panas dan tanaman menjadi layu bahkan dapat
mati. Sebaliknya jika pemberian pupuk yang terlalu sedikit, maka pertumbuhan
tanaman menjadi relatif terhambat. Pupuk yang digunakan biasanya pupuk dengan
merek dagang Phonsca dan Triple Super Fosfat (TSP).

Penyiangan

Kegiatan penyiangan ini dilakukan untuk menekan atau menghilangkan


kompetisi antara tanaman dengan gulma. Meskipun pada bedengan sudah diberi
mulsa plastik kegiatan penyiangan ini tetap dilakukan karena pada bagian yang
tidak tertutup mulsa tetap tumbuh gulma, sehingga hal ini nantinya juga akan
mengganggu tanaman cabai merah keriting. Kegiatan penyiangan ini biasanya
dilakukan bersama-sama dengan waktu pemberian pupuk susulan hal ini
dimaksudkan untuk efisiensi waktu, tenaga dan biaya.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pada prinsipnya usaha perlindungan ini adalah untuk melindungi dan


mencegah (preventif) kerusakan yang ditimbulkan oleh adanya jasad pengganggu
tersebut, bukan untuk mengobati (kuratif). Untuk tindakan kuratif penggunaan
pestisida dilakukan dengan berbagai ketepatan, yaitu tepat jenis, dosis, waktu, dan
cara penggunaan. Hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman cabai,
yaitu:

A. Kutu Putih (Trips)

 Gejala : Permukaan daun bagian bawah berlubang-lubang dan daun


berwarna keperakan/ berkilau seperti tembaga. Pengendalian dilakukan
dengan pestisida kimia Demolish 18 EC dengan cara disemprot dengan

33
menggunakan sprayer. Gambar tanaman yang terserang kutu putih dapat
dilihat pada gambar berikut:

Gambar 11. Tanaman Cabai yang Terserang Trips

B. Ulat Grayak (Spodoptera Litura)

 Gejala : daun berlubang-lubang dan rontok sehingga tanamanmenjadi


gundul kadang-kadang buahnya juga dimakan. Pengendalian dilakukan
dengan pestisida kimia: Prevathon 50 SC dan abamectin 1.8 EC cara
disemprot dengan menggunakan sprayer. Gambar hama ulat Grayak yang
menyerang tanaman cabai dapat dilihat pada Gambar 12.

34
Gambar 12. Ulat Grayak (Spodoptera Litura)

4.2.6. Panen

Tanaman cabai dapat dipanen pada umur 4-6 bulan setelah penanaman.
Panen dapat dilakukan sebanyak dua kali pemanenan dalam seminggu, sehingga
dalam satu kali musim tanam buah cabai dapat dipanen sebanyak13-20 kali panen.

Panen buah cabai merah dilakukan setelah buah masak dalam areal
pertanaman sebesar 60%. Kriteria buah yang masak adalah apabila warna merah
pada buah mencapai 60% atau lebih. Pada tingkat kemasakan seperti ini buah
cabai sudah benar-benar masak. Adapun karena masaknya buah cabai tidak
bersamaan maka untuk pemetikan hasil dilakukan dengan interval waktu 3-4 hari
sekali. Dengan diadakannya interval waktu ini dimaksudkan agar waktu panen
buah yang dapat dipanen jumlahnya sudah cukup banyak yang masak. Gambar
pemetikan cabai pada saat panen dapat dilihat pada Gambar 13.
Pemanenan cabai biasanya dilakukan dalam beberapa tahap. Pada
pemanenan yang pertama hasil yang diperoleh adalah relatif rendah kemudian
secara perlahan akan mengalami peningkatan dan panenan yang optimum akan
diperoleh pada panenan yang keenam atau ketujuh. Setelah itu hasil panenan akan

35
menurun kembali. Pemanenan buah cabai dilakukan dengan tangan, dan dilakukan
pada saat cuaca cerah, karena panenan yang diperoleh pada saat terjadi hujan atau
cuacanya kurang baik ternyata buah hasil panen akan lebih cepat rusak dan
membusuk.

Gambar 13. Pemetikan Buah Cabai yang Siap Panen

4.3. Pola Tanam Tanaman Cabai

Pola tanam cabai biasanya dilakukan dengan tumpang sari tanaman, hal ini
dilakukan karena pertimbangan efesiensi lahan sehingga mendapat hasil panen
beragam yang menguntungkan. Menanam dengan lebih darisatu tanaman tentu
menghasilkan panen lebih dari satu atau beragam tanaman. Pemilihan ragam
tanaman yang tepat dapat menguntungkan karena jika satu jenis tanaman memiliki
nilai harga rendah dapat ditutupi oleh nilai harga tanaman pendamping lainnya.

Waktu penanaman cabai dengan tanaman tumpang sarinya berbeda. Waktu


tanam cabai dilakukakan pada bulan April dan panen pada Juli. Dari hasil survey
didapat bahwa petani menanam beberapa jenis tanaman dalam kurun waktu
setahun.

36
Cabai merupakan tanaman sampingan karena produk pertanian unggulan
di desa ini adalah tembakau dan bawang. Namun dapat dilihat pada Tabel 4,
produksi cabai 9,8 ton/ Ha dan produksi bawang putih 9,7 ton/ Ha. Produksi cabai
lebih unggul sedikit dibandingkan produksi bawang putih. Sehingga secara umum
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani juga menanam cabai meskipun
cabai bukan produk unggulan di desa tersebut. Periode tanam cabai, bawang putih
dan tembakau dalam waktu satu tahun disajikan pada tabel berikut:

Tabel 8. Periode Tanam Cabai, Bawang Putih dan Tembakau dalam Kurun
Waktu Satu Tahun di Desa Petarangan
Waktu Tanam
No. Komoditi
Penanaman Panen
1. Bawang Putih Desember (akhir tahun) April
2. Cabai April Juli
3. Tembakau Mei Agustus

Pola Tumpang Sari Bawang Putih-Cabai

Hasil pengamatan tumpang sari bawang putih-cabai dari didapat dalam


satu bedengan yang sudah diberikan mulsa plastik hitam perak dengan ukuran
lebar 1 m. Dalam satu bedengan tanaman Cabai ditanam 2 baris pada sisi pinggir
bedengan dan tanaman bawang putih di tanam ditengah bedengan antara tanaman
cabai. Untuk gambar pola dan jarak tanam dapat dilihat pada Lampiran 2.
Cabai dipanen memasuki umur 4 bulan dan tanaman bawang putih
dipanen pada saat tanaman memasuki usia 90-120 hari. Setelah proses panen
selesai yang dilakukan selama beberapa hari maka lahan bekas tanaman bawang
putih dibersihkan namun tidak ditanami kembali. Hal ini dipengaruhi oleh usia
tanaman cabai yang sudah mulai memasuki usia produktif, sedangkan jika ingin
menanam jenis tanaman lain, waktu yang dimiliki tidak lagi cukup dan
pertumbuahan tanaman itu sendiri tidak maksimal karena tanaman cabai sudah
mulai tinggi.

37
Pola Tumpang Sari Cabai-Tembakau

Bedengan yang sudah siap pakai dengan mulsa dan sudah dilubangi sesuai
ukuran yang sudah ditetapkan. Pada tumpangsari cabai-tembakau, dalam satu
bedengan tanaman cabai ditanam 2 baris pada sisi pinggir bedengan dan tanaman
Tembakau ditanam di antara jarak antar bedengan (tanaman tembakau tidak
menggunakan mulsa). Untuk gambar pola dan jarak tanam dapat dilihat pada
lampiran 2.
Cabai dipanen memasuki umur 4 bulan dan tanaman tembakau 90-120
hari. Setelah proses panen selesai yang dilakukan selama beberapa hari maka
lahan bekas tanaman cabai dibersihkan namun tidak ditanami kembali. Hal ini
dipengaruhi oleh usia tanaman tembakau yang sudah mulai memasuki usia
produktif, sedangkan jika ingin menanam jenis tanaman lain, waktu yang dimiliki
tidak lagi cukup dan pertumbuahan tanaman itu sendiri tidak maksimal karena
tanaman tembakau sudah mulai tinggi.

4.4. Produksi Yang Dihasilkan Dengan Tumpang Sari Bawang Putih-Cabai


Dan Cabai-Tembakau

Salah satu alasan pemilihan pola tanam tumpang sari adalah mendapatkan
hasil produksi yang lebih beragam sehingga petani bisa menambah pendapatan
dan dapat menggunakan lahan lebih efisien dan pada pola penanaman ini juga
dapat mengurangi resiko yang ditimpulkan karena kegagalan budidaya. Data
produksi tumpang sari Bawang Putih-Cabai dan Cabai-Tembakau dari responden
dapat dilihat pada tabel di bawah:

Tabel 9. Total dan Rata-Rata Produksi Tumpang Sari Cabai dan Tembakau

Produksi Cabai Produksi Tembakau


No Nama Responden
(Ton/Ha) (Ton/Ha)
1 Iswadi 2 0,1
2 Ahmad Gozali 1 0,1
3 Suradi 2
4 Mislan 1,2 0,2
Total Produksi 6,2 0,4
Rata-rata 1,6 0.13

38
Tabel 10. Total dan Rata-Rata Produksi Tumpang Sari Cabai dan Bawang Putih

Nama Produksi Cabai Produksi Bawang Putih


No
Responden (Ton/Ha) (Ton/Ha)
1 Parmidi 5 0,8
2 Sabari 2 0,66
3 Muhibun 1,2 0,3
4 Sugito 3 1,6
5 Jumono 1,6 0,6
6 Nunung 1,2 2
Total Produksi 14 6
Rata-rata 2,3 1

Dari data hasil pengamatan di lapangan didapat bahwa pola tanam


berpengaruh pada produksi tanaman cabai dimana pengamatan dilapangan
menunjukkan bahwa pada tumpang sari Bawang putih-Cabai dengan produksi
cabai tertinggi adalah 2,3 ton/ Ha, sedangkan tumpang sari Cabai-Tembakau
produksi cabai tertingginya adalah 1,6 ton/ Ha.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil produksi ini, misalnya jenis
varietas yang digunakan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan sifat genetik dari
varietas yang dicobakan, seperti yang dikemukakan oleh Harjadi (1984), Gardner,
Pearce dan Mitchell (1991) di dalam jurnal Nurahmi (2011) yang menyatakan
bahwa pada setiap varietas tanaman dan adanya kemungkinan perebutan unsur
hara dalam tanah, sehingga dapat mengakibatkan kebutuhan nutrisi dari unsur
hara semakin banyak selalu terdapat perbedaan respons genotip pada berbagai
kondisi lingkungan tumbuh. Semua ini ternyata berpengaruh terhadap penampilan
fenotip dari tiap varietas tersebut apabila berinteraksi dengan lingkungan tempat
tumbuhnya. Keadaan inilah yang mencirikan atau membedakan masing-masing
varietas.

39
V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian di Desa Petarangan, Kecamatan Kledung
Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, dapat disimpulkan bahwa:

 Budidaya cabai di desa ini yaitu: Pembibitan cabai, pengolahan lahan,


Pemupukan, pemindahan bibit cabai ke lahan, pemeliharaan, dan pemanenan.
Sedangkan pola tanam pada saat di lapangan didapat pola tanam tumpang sari
bawang putih-cabai dan cabai-tembakau.
 Pola tanam berpengaruh terhadap produksi tanam cabai, dimana hasil
pengamatan dilapang menunjukkan bahwa pada tumpang sari bawang putih-
cabai menghasilkan produksi cabai 2,3 ton/ Ha sedangkan tumpang sari
cabai-tembakau hanya menghasilkan 1,6 ton/ Ha.

5.2. Saran

Saran dari penulis terhadap budidaya cabai di Desa Petarangan,


Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah adalah sebaiknya
perlu lebih ditingkatkan penyuluhan tentang pola tanam tumpang sari yang lebih
menguntungkan untuk dikembangkan oleh petani di Desa Petarangan sehingga
petani bisa meningkatkan pendapatan dan dapat menggunakan lahan lebih efisien.

40
DAFTAR PUSTAKA

Adiyoga, et al. 1999. Teknologi Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman


Cabai Di Jawa Barat. Jurnal Hortikultura, Tahun 1999, Volume 9, Nomor
(1): 67-83

Anonim. 2010. Simplisia Umbi. http://webcache.googleusercontent.com/searc


h?q=cache:zjilqnvcpbkj:ocw.usu.ac.id/course/download/314-agronomi-tana
man-obat-obatan/agr.312_handout_simplisia_umbi.pdf+&cd=1&hl=en&ct=
clnk&gl=id [Diakses pada tanggal 22 Juli 2017]

Anonim. 2011. Tinjauan Pustaka. http://digilib.unila.ac.id/9/7/bab%20ii.pdf


[Diakses pada tanggal 22 Juli 2017]

Budiono. 2004. Adanya Kemungkinan Perebutan Unsur Hara Dalam Tanah,


Dapat Mengakibatkan Kebutuhan Nutrisi Dari Unsur Hara Semakin
Banyak. Jurnal Buletin Teknik Pertanian, Vol 9 No. 2.
Fauzan. 2015. Pola Tanam. http://digilib.unila.ac.id/7586/10/bab%20ii.pdf
[Diakses pada tanggal 22 Juli 2017]
Ginting, S. 2017. Sripsi Pendapatan Usahatani Tanaman Sayuran Pola
Tumpangsari Di Mujagi Farm Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.

Hasyim, et al. 2015. Inovasi Teknologi Pengendalian OPT Ramah Lingkungan


Pada Cabai: Upaya Alternatif Menuju Ekosistem Harmonis. Jurnal
Pengembangan Inovasi Pertanian Vol. 8 No. 1 Maret 2015: 1-10.

Hernanda, T. 2010. Budidaya Cabai Merah Keriting (Capsicum Annum L.) Di


Tawangmangu. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Kurniawan, F. 2017. Klasifikasi Dan Morfologi Tanaman Cabe Rawit.


http://fredikurniawan.com/morfologi-tanaman-cabe-rawit/ [Diakses pada
tanggal 22 Juli 2017]

Nurahmi, et al. 2011. Efektivitas Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Dan


Hasil Cabai Merah. Jurnal Floratek 6: 158 – 164

Pujisiswanto, H. 2011. Penggunaan Mulsa Alang - Alang Pada Tumpangsari


Cabai Dengan Kubis Bunga Untuk Meningkatkan Pengendalian Gulma,
Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman. Jurnal Agrin Vol. 15, No. 2.

Sugeng. 2013. Klasifikasi Tanaman. http://www.klasifikasitanaman.com/2013/11/


klasifikasi-tanaman-cabe-keriting.html . [Diakses pada tanggal 22 Juli 2017]

41
Wardani, N dan Jamhari. 2008. Teknologi Budidaya Cabai Merah. Bogor: Balai
Penelitiandan Pengembangan Pertanian.

Zaifbio. 2014. Pola Tanam Tumpangsari. https://zaifbio.wordpress.com/tag/pola-


tanam/. [Diakses pada tanggal 22 Juli 2017]

42
LAMPIRAN

43
Lampiran 1. Peta Desa Petarangan

44
Lampiran 2. Pola Tanam Tumpangsari di Desa Petarangan, Kecamatan Kledung
Kabupaten Temanggu, Jawa Barat.

Pola Tanam Tembakau-Cabai

Keterangan:
: Tembakau
: Cabai

Jarak Tanam:

L : 50 cm
P : 20 cm

Pola Tanam Bawang Putih-Cabai Keterangan:


: Bawang
: Cabai

Jarak Tanam:

L : 60 cm
P : 20 cm

45
Lampiran 3. Total Produksi Tanaman Tumpang Sari Bawang Putih-Cabai dan
Cabai-Tembakau di Desa Petarangan dari Responden
Total Produksi
No Nama Jenis Tanaman
(ton/ Ha)
Cabai 2
1 Iswadi
Tembakau 0,1
Cabai 5
2 Parmidi
Bawang Putih 0,8
Cabai 2
3 Sabari
Bawang Putih 0,66
Cabai 1,2
4 Muhibun
Bawang Putih 0,3
Cabai 3
5 Sugito
Bawang Putih 1,6
Cabai 1,6
6 Jumono
Bawang Putih 0,6
Cabai 1
7 Ahmad Gozali
Tembakau 0,1
Cabai 2
8 Suradi
Tembakau
Cabai 1.2
9 Nunung
Bawang Putih 2
Cabai 1,2
10 Mislan
Tembakau 0,2

46
Lampiran 4. Dokumentasi di Lapangan

Kegiatan Sebelum Berangkat Menuju Lokasi KKL

Kegiatan Foto Bersama di Kantor Kelurahan Desa Petarangan

47
Kegiatan Penyuluhan Bersama Penyuluh, Kepala Desa, Kelompok Tani Al- Fata
dan Warga Desa

Kegiatan Gotong Royong di Kantor Desa

48
Kegiatan Wawancara dengan Petani Desa Petarangan

Tumpang sari Cabai dan Bawang Putih

49
Pola Tanam Tumpang sari Cabai dan Tembakau

Alat penyemprotan Pestisida

50
Kegiatan Pertandingan Olah Raga (Sepak Bola)

Kegiatan Diskusi dan Evaluasi

51
Kegiatan Foto Bersama dengan Kepala Desa Petarangan Sebelum Meninggalkan
Desa Petarangan

Kegiatan Kunjungan ke Pabrik Gula Madukisme

52
Kegiatan Kunjungan ke Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian
(BPSBP) Yogyakarta

Kunjungan ke Kebun Salak Terpadu, Tempel, Sleman.

53
Wisata ke Candi Borobudur

Wisata ke Mangrove Daerah Istimewa Yogyakarta

54

Anda mungkin juga menyukai