Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat sistemik,
yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat sistemik ini
disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi infeksi Mycobacterium
tuberculosis. Data umum tuberkulosis pada anak tidak mudah. Penelitian indeks
tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian tuberkulosis anak. Kriteria masalah tuberkulosis
di suatu negara adalah kasus BTA positif per satu juta penduduk. Jadi sampai saat ini belum ada
satu negara pun yang bebas dari tuberkulosis. TB merupakan penyakit yang dapat dicegah
dengan pemberian imunisasi BCG pada a n a k d a n p e n g o b a t a n s u m b e r i n f e k s i ,
y a i t u p e n d e r i t a T B d e w a s a . D i s a m p i n g i t u d e n g a n adanya penyakit HIV maka
perhatian pada penyakit TB harus lebih ditingkatkan. A n a k b i a s a n ya t e r t u l a r T B a t a u
j u g a d i s e b u t m e n d a p a t i n f e k s i p r i m e r T B , a k a n membentuk imunitas sehingga uji
tuberkulin akan menjadi positif. Tidak semua anak yang terinfeksi TB primer ini akan sakit TB
(Nurul Najwa Kamel, 2012).

B. Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dasar TB Paru.

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi TB Paru.
b. Mahasiswa mampu memahami etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi, pathway, komplikasi,
pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan TB Paru.
c. Mahasiswa mampu mengimplementasikan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan TB Paru
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
TB Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang terutama menyerang parenkim paru
yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (Brunner dan Suddarth, 2002 ).
TB Paru adalah Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya tuberkel
granuloma pada paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (Amin M.,1999).
TB Paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yaitu suatu bakteri tahan asam (Suriadi, 2010)
B. Etiologi
1. Mycobacterium tuberculosis dengan sifat-sifat:
a. Bentuk batang, panjang 1-4 m, diameter 0,3 – 0,6 m
b. Merupakan batang tahan asam
c. Aerob
d. Pertumbuhan lambat
e. Doubling time 2-24 jam
f. Dapat hidup intrasel (dalam makrofag) maupun ekstrasel (dalam kavitas).
g. Bakteri ini menyerang berbagai organ terutama paru-paru
(Silvia A. Price, 1995).
2. Faktor-faktor yang lainnya:
a. Herediter: resistens seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetik.
b. Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka kematian dan kesakitan lebih
banyak terjadi pada anak perempuan.
c. Usia: pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi.
d. Masa puber dan remaja di mana terjadi masa pertumbuhan yang cepat, kemungkinan infeksi
cukup tinggi karena diit yang tidak adekuat.
e. Keadaan stress: sesuatu yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang nutrisi, stress emosional,
kelelahan yang kronik).
f. Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan memindahkan untuk
penyebarluasan infeksi.
g. Anak yang mendapatkan terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah.
h. Nutrisi: status nutrisi yang kurang.
i. Infeksi berulang: HIV, Measles, pertusis.
j. Tidak mematuhi aturan pengobatan.
(Suriadi, 2010).
C. Manifestasi Klinik
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau BB tidak naik dalam satu bulan dengan
penanganan gizi.
2. Kegagalan dalam tumbuh kembang.
3. Batuk dan demam lama yang berulang yanpa sebab yang jelas, bukan tifus malaria atau infeksi
saluran nafas akut, dapat disertai keringan di malam hari
4. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit biasanya multifel.
5. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.
(Great Anoa, 2012)
6. Gejala lanjut (jaringan paru-paru sudah banyak yag rusak), pucat, anemia lemah.
7. Permulaan tuberkulosis primer biasanya sukar diketahui karena mulanya penyakit secara
perlahan. Kadang tuberkulosis ditemukan pada anak tanpa gejala atau keluhan. Tetapi secara
rutin dengan uji tuberkulin dapat ditemukan penyakit tersebut. Gejala tuberkulosis primer dapat
berupa demam yang naik turun 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek. Gambaran
klinisnya: demam, batuk, anoreksia, dan berat badan menurun.
(Suriadi, 2010)
D. Patofisiologi
Masuknya kuman tuberkulosis ke dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit. infeksi
dipengaruhi oleh virulns atau banyaknya basil tuberkulosis serta daya tahan tubuh manusia.
Segera setelah menghirup basil tuberkulosis hidup ke dalam paru-paru, maka terjadi
eksudasi dan konsolidasi yang terbatas disebut fokus primer. Basil tuberkulosis aka menyebar,
histofit mulai mengangkut organisme tersebut ke kelenjar limfe regional melalui selaput getah
bening menuju kelenjar regional sehingga terbentuk kompleks primer dan menyebabkan reaksi
eksudasi terjadi sekitar 2-10 minggu (6-8 minggu) pasca infeksi.
Bersamaan dengan terbentuknya kompleks primer terjadi pula hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein yang dapat diketahui melalui uji tuberkulin. Masa terjadinya infeksi sampai
terbentuknya kompleks primer disebut masa inkubasi.
Pada anak yang mengalami lesi dalam paru dapat terjadi di manapun terutama di perifer
dekat pleura, tetapi lebih banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding dengan lapangan atas
paru. Juga terdapat pembesaran kelenjar regional serta penyembuhannya mengalah ke klasifikasi
dan penyebarannya lebih banyak terjadi melalui hematogen.
Pada reaksi radang di mana leukosit polimorfonuklear tampak pada alveoli dan memfagosit
bakteri namun tidak membunuhnya. Kerusakan basil menyebar ke limfe dan sirkulasi. Dalam
beberapa minggu limfosit T menjadi sensitif terhadap organisme. TBC dan membebaskan
limfokin yang merubah makrofag atau mengaktifkan makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh
denga sendirinya, sehingga tidak ada sisa nekrosis yang tertinggal atau proses dapat berjalan
terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak dalam sel. Makrofag yang mengadakan
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid
yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis pada bagian sentral memberikan gambar yang relatif
padat pada keju, yang disebut nekrosis kaseosa.
Terdapat 3 macam penyebaran secara patogen pada tuberculosis anak, Penyebaran
hematogen tersembunyi yang kemudian mungkin menimbulkan gejala atau tanpa gejala klinis,
penyebaran milier, biasanya terjadi sekaligus dan menimbulkan gejala akut, kadang-kadang
kronis, penyebaran hematogen berulang.

E. Pathway
Mycobacterium tuberculosis terhirup dari udara
Mycobacterium bovis masuk ke paru-paru
menempel pada bronchiole atau alveolus
memperbanyak 18-24 jam
Proliferasi sel epitel di sekeliling basil dan membentuk dinding
basil dan organ yang terinfeksi (tuberkel). Basil menyeba melalui
kelenjar getah bening, menuju kelenjar regional dan menimbulkan reaksi.
Lesi primer menyebabkan kerusakan jaringan
meluas ke seluruh paru-paru (bronchi atau pleura)
erosi pembuluh darah
Basil menyebar ke daerah yang dekat dan jauh (TB Milier)

otak ginjal tulang


(Suriadi, 2010)
F. Komplikasi
1. Efusi pleura
2. Sirosis hepatis
3. Meningitis
(Smeltzer dan Brenda, 2002)
4. Spondilitis
5. Pleuritis
6. Bronkopneumoni
7. Atelektasis
(Suriadi, 2010)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik
2. Riwayat penyakit: riwayat kontak dengan individu yag terinfeksi penyakit.
3. Uji tuberculin: reaksi test positif (diameter= 5 mm) menunjukkan adanya infeksi primer.
4. Pemeriksaan radiologi: terdapat kompleks primer dengan atau tanpa perkapuran pembesaran
kelenjar paratrakeal, penyebaran milier, penyebaran bronkogen, atelektasis, pleuritis dengan
efusi, cairan asites.
5. Kultur sputum: kultur bilasan lambung atau sputum, cairan pleura, urine, cairan serebrospinal,
cairan nodus limfe ditemukan basil tuberkulosis.
6. Patologi Anatomi dilakukan pada kelenjar getah bening, hepar, pleura, peritoneum, kulit
ditemukan tuberkel dan basil tahan asam.
7. Uji BCG: reaksi positif jika setelah mendapat suntikan BCG langsung terdapat reaksi lokal yang
besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan.
8. Infeksi TB: hanya diperlihatkan oleh test tuberkulosis positif.
9. Penyakit TB: gambaran radiologi positif, kultur sputum positif dan adanya gejala-gejala penyakit.
(Suriadi, 2010)
H. Asuhan Keperawatan (Suriadi, 2010)
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan: riwayat kontak dengan individu yang terinfeksi, penyakit yang pernah
diderita sebelumnya.
b. Kaji adanya gejala-gejala demam yang naik turun dan dalam jangka waktu yang lama, batuk
yang hilang timbul, anoreksia, lesu, kurang nafsu makan, hemoptysis.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko penyebaran infeksi b. d. organisme virulen.
b. Gangguan pertukaran gas b. d. kerusakan jaringan paru.
c. Tidak efektifnya pola nafas b. d. adanya batuk.
d. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b. d. adanya sekret.
e. Gangguan integritas kulit b. d. adanya rash.
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d. anoreksis.
g. Gangguan aktivitas diversional b. d. isolasi dari kelompok sebaya.
3. Tujuan
a. Perluasan infeksi tidak terjadi.
b. Anak menunjukkan tanda-tanda pertukaran gas yang adekuat.
c. Anak menunjukkan tanda-tanda pola napas efektif.
d. Anak akan menunjukkan jalan napas yang efektif.
e. Anak menunjukkan tanda-tanda terpenuhinya kebutuhan nutrisi.
f. Anak dapat melakukan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas perkembangan selama menjalani
isolasi dari teman sebaya atau anggota keluarga.
4. Intervensi
a. Mencegah terjadinya perluasan infeksi
1. Tempatkan anak pada ruang khusus.
2. Pertahankan isolasi yang ketat di rumah sakit pada anak dengan TB aktif.
3. Gunakan prosedur perlindungan infeksi jika melakukan kontak dengan anak.
4. Lakukan uji tuberkulin dan memberikan penilaian hasil uji tersebut, mengambil bahan untuk
pemeriksaan bakteri (analisa bilasan lambung pada anak yang masih sangat muda).
5. Berikan antituberkulosis sesuai kolaborasi dengan dokter.
b. Meningkatkan pertukaran gas yang adekuat
1. Monitor tanda-tanda vital.
2. Observasi adanya siaosis pada mulut.
3. Kaji trauma, kedalaman, dan ekspansi pernapasan.
4. Lakukan auskultasi suara napas dan dokumentasikan adanya suara tambahan (ronchi, wheezing).
5. Ajarkan cara bernapas efektif.
6. Berikan oksigen sesuai indikasi.
7. Monitor hasil analisa gas darah.
c. Meningkatkan pola napas yang efektif dan kepatean jalan napas.
1. Kaji ulang status pernapasan (irama, kedalaman, suara napas, penggunaan otot bantu pernapasan,
bernapas melalui mulut).
2. Kaji ulang tanda-tanda vital (denyut nadi, irama, dan frekuensi).
3. Berikan posisi tidur semi fowler/ fowler.
4. Bantu klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan kemampuannya.
5. Anjurkan anak untuk banyak minum.
6. Berikan oksigen sesuai indikasi.
7. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian obat-obatan (bronkodilator, antikolinergik, dan
antiinflamasi).
d. Memenuhi kebutuhan nutrisi
1. Kaji ketidakmampuan anak untuk makan.
2. Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk
memeperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan meningkat.
3. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake
nutrisi.
4. Kolaborasi untuk pemberian nutrisi parenteral jika kebutuhan nutrisi melalui oral tidak
mencukupi kebutuhan gzi anak.
5. Nilai indikator terpenuhinya kebutuhan nutrisi (berat badan, lingkar lengan, membran mukosa)
6. Anjurkan kepada orangtua untuk memberikan makanan dengan porsi kecil tetapi sering.
7. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama.
8. Pertahankan kebersihan mulut anak.
9. Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.
e. Membantu memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas perkembangan.
1. Berikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak (permainan, keterampilan tangan, video
game, televisi).
2. Berikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus yag bervariasi bagi anak.
3. Perlihatkan kepada anak dalam mengatur jadwal harian dan memilih aktivitas yang diinginkan.
4. Ijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah di rumah sakit, anjurkan anak untuk berhubungan
dengan teman melalui telepon jika memungkinkan.
5. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama
melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.

6. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan
obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau
belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa
masalah selanjutnya

Anda mungkin juga menyukai