I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi dispepsia.
2. Mengetahui klasifikasi dispepsia.
3. Mengatahui patofisiologi dispepsia.
4. Mengetahui tatalaksana dispepsia (Farmakologi & Non-Farmakologi).
5. Dapat menyelesaikan kasus terkait dispepsia secara mandiri dengan
menggunakan metode SOAP.
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys- (buruk) dan peptein
(pencernaan). Berdasarkan konsensus International Panel of Clinical
Investigators, dispepsia didefinisikan sebagai rasa nyeri atau tidak nyaman
yang terutama dirasakan di daerah perut bagian atas, sedangkan menurut
Kriteria Roma III terbaru, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai
sindrom yang mencakup satu atau lebih dari gejala-gejala berikut: perasaan
perut penuh setelah makan, cepat kenyang, atau rasa terbakar di ulu hati,
yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula
gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis.
Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah
abdomen bagian atas. Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu
atau beberapa gejala berikut yaitu: nyeri epigastrium, rasa terbakar di
epigastrium, rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung
pada saluran cerna atas, mual, muntah, dan sendawa (Koda-Kimble.
2009).
Menurut Djojoningrat (2014) kata dispepsia berasal dari
bahasaYunani, “dys”yang berarti jelek atau buruk dan “pepsia” yang
berarti pencernaan, jika digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion
atau kesulitan dalammencerna. Semua gejala-gejala gastrointestinal yang
berhubungan dengan masukan makanan disebut dispepsia, contohnya
mual, heartburn, nyeri epigastrum, rasa tidak nyaman, atau distensi.
Kasus dyspepsia didunia mencapai 13 – 40 % dari total populasi setiap
tahun. Hasil study menunjukkan bahwa di Eropa, Amerika Serikat dan
Oseania, prevalensi dyspepsia bervariasi antara 5% hingga 43 % (WHO,
2010).
Menurut Grace & Borley (2006), dispepsia merupakan perasaan
tidak nyaman atau nyeri pada abdomen bagian atas atau dada bagian
bawah. Salah cerna (indigestion) mungkin digunakan oleh pasien untuk
menggambarkan dispepsia, gejala regurgitasi atau flatus.
Menurut Tarigan (2003), dispepsia merupakan kumpulan gejala
berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap
atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh saat makan,
cepat kenyang, kembung, sendawa, anoreksia, mual, muntah, heartburn,
regurgitasi. Dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut
bagian atas atau dada yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan
penuh atau rasa sakit atau rasa terbakar di perut. Setiap orang dari
berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria maupun wanita. Sekitar
satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam beberapa waktu
(Calcaneus,2011)
Dispepsia dapat terjadi meskipun tidak ada perubahan struktural
pada saluran pencernaan yang biasanya dikenal sebagai dispepsia
fungsional. Gejalanya dapat berasal dari psikologis atau akibat intoleransi
terhadap makanan tertentu. Dispepsia juga dapat merupakan gejala dari
gangguan organik pada saluran pencernaan dan juga dapat disebabkan
oleh gangguan di sekitar saluran (Davidson, 1975).
Gambar 3. Lambung, Esofagus, dan Duodenum
Sumber : Tortora & Grabowski, 2000
Menurut Djojoningrat (2009) gastritis adalah proses inflamasi pada
lapisan mukosa dan submukosa lambung. Secara histopatologi dapat
dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut.
Berdasarkan pada manifestasi klinis, gastritis dapat dibagi menjadi akut
dan kronik akan tetapi gastritis kronik bukan merupakan kelanjutan dari
gastritis akut.
Ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang
meluas sampai di bawah epitel. Ulkus peptikum dapat terletak di bagian
saluran cerna yang terkena getah asam lambung yaitu esofagus, lambung,
duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejenum (Lindseth, 2012).
Bentuk utama ulkus peptikum adalah ulkus duodenum dan ulkus
lambung. Ulkus peptikum terjadi bila efek-efek korosif asam dan pepsin
lebih banyak daripada efek protektif pertahanan mukosa lambung atau
mukosa duodenum. Djojoningrat (2009) mengatakan bahwa faktor yang
berperan dalam kejadian gastritis dan ulkus peptikum dengan gejala khas
dispepsia adalah pola makan atau kebiasaan makan dan sekresi asam
lambung. Pola makan atau kebiasaan makan yang buruk dengan jadwal
yang tidak teratur dapat menyebabkan dyspepsia.
Uninvestigated dyspepsia
Uninvestigated dyspepsia merupakan suatu kondisi
dimana pasien mengalami gejala nyeri atau rasa tidak nyaman
pada abdominal atas, heartburn, refluks asam lambung, dengan
atau tanpa bloating, mual atau muntah; namun bukan
merupakan tanda-tanda kondisi yang berbahaya (alarm signs)
sehingga tidak memerlukan pemeriksaan endoskopi.
Investigated dyspepsia
Investigated dyspepsia merupakan suatu kondisi
dimana pasien mengalami tanda-tanda kondisi yang berbahaya
(alarm signs) sehingga memerlukan pemeriksaan endoskopi
untuk mengetahui penyebab terjadinya dyspepsia. Investigated
dyspepsia ada empat penyebab utama
a. PUD (peptic ulcer disease) merupakan kondisi dimana
terjadi kerusakan/perforasi pada jaringan mukosa
lambung atau usus halus akibat dari asam lambung
b. GERD (gastroesophageal reflux disease) suatu kondisi
dimana terjadi refluks asam lambung yang melewati
sfingter esofagus sehingga bagian bawah esofagus
terpapar asam lambung dan pepsin dalam waktu yang
lama.
c. NUD (non-ulcer dyspepsia) suatu kondisi dimana
pasien mengalami gejala dispepsia selama beberapa
minggu dan tidak di temukan abnormalitas struktur
organ maupun biokimia.
d. keganasan (malignancy).
Menurut American College of Gastroenterology, 2005 Pengelompokan
mayor dispepsia terbagi atas dua yaitu:
1. Dispepsia Organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik
sebagai penyebabnya. Sindrom dispepsia organik terdapat kelainan
yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (ulkus peptikum),
gastritis, stomach cancer, gastro esophageal reflux disease (GERD),
hiperacidity. Jenis-jenis dispepsia organik yaitu:
a. Tukak pada saluran cerna atas Keluhan yang sering terjadi nyeri
epigastrum. Nyeri yang dirasakan yaitu nyeri tajam dan
menyayat atau tertekan, penuh atau terasa perih seperti orang
lapar. Nyeri epigastrum terjadi 30 menit sesudah makan dan
dapat menjalar ke punggung. Nyeri dapat berkurang atau hilang
sementara sesudah makan atau setelah minum antasida. Gejala
lain seperti mual, muntah, bersendawa, dan kurang nafsu
makan.
b. Gastritis Gastritis adalah peradangan/inflamasi pada mukosa
dan submukosa lambung. Penyebabnya oleh makanan atau
obat-obatan yang mengiritasi mukosa lambung dan adanya
pengeluaran asam lambung yang berlebihan. Gejala yang
timbul seperti mual, muntah, nyeri epigastrum, nafsu makan
menurun, dan kadang terjadi perdarahan.
c. Gastro esophageal reflux disease (GERD) GERD adalah
kelainan yang menyebabkan cairan lambung mengalami refluks
(mengalir balik) ke kerongkongan dan menimbulkan gejala
khas berupa rasa panas terbakar di dada (heart burn), kadang
disertai rasa nyeri serta gejala lain seperti rasa panas dan pahit
di lidah, serta kesulitan menelan. Belum ada tes standar yang
mendiagnosa GERD, kejadiannya diperkirakan dari gejala-
gejala penyakit lain atau ditemukannya radang pada esofagus
seperti esofagitis.
d. Karsinoma Karsinoma pada saluran pencernaan (esofagus,
lambung, pankreas, kolon) sering menimbulkan dispepsia.
Keluhan utama yaitu rasa nyeri di perut, nafsu makan menurun,
timbul anoreksia yang menyebabkan berat badan turun
e. Pankreatitis Gambaran yang khas dari pankreatitis akut ialah
rasa nyeri hebat di epigastrum. Nyeri timbul mendadak dan
terus menerus, seperti ditusuk-tusuk dan terbakar. Rasa nyeri
dimulai dari epigastrum kemudian menjalar ke punggung.
Perasaan nyeri menjalar ke seluruh perut dan terasa tegang
beberapa jam kemudian. Perut yang tegang menyebabkan mual
dan kadang-kadang muntah. Rasa nyeri di perut bagian atas
juga terjadi pada penderita pankreatitis kronik. Pada
pankreatitis kronik tidak ada keluhan rasa pedih, melainkan
disertai tanda-tanda diabetes melitus.
f. Dispepsia pada Sindrom Malabsorbsi Malabsorpsi adalah suatu
keadaan terdapatnya gangguan proses absorbsi dan digesti
secara normal pada satu atau lebih zat gizi. Penderita ini
mengalami keluhan rasa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering
flatus, kembung dan timbulnya diare berlendir.
g. Gangguan Metabolisme Diabetes Mellitus (DM) dapat
menyebabkan gastroparesis yang hebat sehingga muncul
keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, mual dan
muntah. Definisi gastroparesis yaitu ketidakmampuan lambung
untuk mengosongkan ruangan. Ini terjadi bila makanan
berbentuk padat tertahan di lambung. Gangguan metabolik lain
seperti hipertiroid yang menimbulkan nyeri perut dan vomitus.
h. Dispepsia akibat Infeksi bakteri Helicobacter pylori Penemuan
bakteri ini dilakukan oleh dua dokter peraih nobel dari
Australia, Barry Marshall dan Robin Warre yang menemukan
adanya bakteri yang bisa hidup dalam lambung manusia.
Penemuan ini mengubah cara pandang ahli dalam mengobati
penyakit lambung. Penemuan ini membuktikan bahwa infeksi
yang disebabkan oleh Helicobacter pylori pada lambung dapat
menyebabkan peradangan mukosa lambung yang disebut
gastritis. Proses ini berlanjut sampai terjadi ulkus atau tukak
bahkan dapat menjadi kanker.
2. Dispepsia non organik (fungsional), atau dispepsia non ulkus (DNU),
bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa disertai
kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis,
laboratorium, radiologi, dan endoskopi. Beberapa hal yang dianggap
menyebabkan dispepsia fungsional antara lain:
a. Sekresi Asam Lambung Kasus dengan dispepsia fungsional,
umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung baik
sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin dapat
dijumpai kadarnya meninggi, normal atau hiposekresi
b. Dismotilitas Gastrointestinal Dismotilitas Gastrointestinal yaitu
perlambatan dari masa pengosongan lambung dan gangguan
motilitas lain. Pada berbagai studi dilaporkan dispepsia
fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan
hipomotilitas antrum hingga 50% kasus.
c. Diet dan Faktor Lingkungan Intoleransi makanan dilaporkan
lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional. Dengan
melihat, mencium bau atau membayangkan sesuatu makanan
saja sudah terbentuk asam lambung yang banyak mengandung
HCL dan pepsin. Hal ini terjadi karena faktor nervus vagus,
dimana ada hubungannya dengan faal saluran cerna pada proses
pencernaan. Nervus vagus tidak hanya merangsang sel parietal
secara langsung tetapi efek dari antral gastrin dan rangsangan
lain sel parietal
d. Psikologik Stress akut dapat mempengaruhi fungsi
gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat.
Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang
mendahului keluhan mual setelah stimulus stress sentra
Gambar 2.3 Penilaian Klinis dan Diagnosis Dispepsia (Putri & Suryaningsih,
2017)
2.5. Penatalaksanan Terapi Dispepsia
PHARMACEUTICAL CARE
PATIENT PROFILE
Tn. / Ny. Xy
Presenting Complaint : Mengeluh sesak, kembung, tidak enak diperut bagian ulu
hati
Drug Allergies:-
RR
LABORATORY TEST
Test (normal range) tgl tgl
WBC (4000-10000/mm3)
Hb (L: 13-17 g/dL)
RBC (4-6x106/mm3)
Hct (L:40-54%)
PLT (150000-450000/mm3)
Gula darah puasa (76-110 mg/dL)
Gula darah 2 jam PP (90-130 mg/dL)
Cholesterol (150-250 mg/dL)
TG (50-200 mg/dl)
Uric acid (L:3,4-7 mg/dL)
Albumin (3,5-5,0 g/dL)
SGOT (0-35 u/L)
SGPT (0-37 u/L)
BUN (10-24 mg/dL)
Kreatinin (0,5-1,5 mg/dl)
Natrium (135-15 mEq/L)
Kalium (3,5-5,0 mEq/L)
Pharmaceutical problem
Subjective ( symptom )
Pasien mengeluh sesak, kembung, tidak enak diperut bagian ulu hati.
Objective ( signs )
Berat badan dan tinggi badan pasien ideal
Assessment ( with evidence )
Pasein mengkonsumsi polysiline : M 1.1 obat tidak efektif / pengobatan gagal
P 3.1 Dosis terlalu rendah
Plan ( including primary care implication )
Terapi Farmakologi
Penggantian obat polysiline karena pengguanan obat tersebut tidak efektif
diganti menggunakan Golongan PPI yaitu Omeprazole 20 mg 1 x sehari
Terapi Non Farmakologi (Hadi Sujono, 2010)
Kurangi makanan pedas, makanan asam, dan kurangi mengkonsumsi
alcohol.
Manajemen stres
Cukup istirahat
Diet dengan makanan yang sedikit kalori.
Diet dengan makanan yang banyak mengandung susu dan dalam porsi yang
kecil.
Makanan-makanan yang lembek sehingga mudah untuk dicerna, tidak bisa
dan dapat menetralisir asam HCl.
Monitoring
Efektivitas
- Cek tingkat penurunan gejala
- Sesak dimonitoring apakah membaik atau memburuk
- Pemberian terapi obat dipantau, apakah dapat menurunkan gejala
dyspepsia yang dialami atau tidak
Efek Samping
- Omeprazole: Sakit kepala, nyeri abdominal, diare, mual
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
Berdasarkan kasus pasien Xy yang didiagnosa mengalami dispepsia, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. dispepsia merupakan perasaan tidak nyaman atau nyeri pada abdomen
bagian atas atau dada bagian bawah. Salah cerna (indigestion) mungkin
digunakan oleh pasien untuk menggambarkan dispepsia, gejala regurgitasi
atau flatus.
2. Patofisiologi yang berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah
hipersekresri asam lambung, infeksi helicobakter pylori, dismotilitas
gastrointestinal, dan hipersensitivitas visceral.
3. Klasifikasi dyspepsia dilakukan untuk tindakan endoskopi dapat dibedakan
menajdi uninvestigated dyspepsia dan investigated dyspepsia
:Uninvestigated dyspepsia merupakan suatu kondisi dimana pasien
mengalami gejala nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdominal atas,
heartburn, refluks asam lambung dengan atau tanpa bloating mual muntah,
namun bukan merupakan tanda kondisi yang berbahaya (alarm signs)
vsehingga tidak memerlukan pemeriksaan endoskopi. Dan Investigated
dyspepsia merupakan suatu kondisi dimana pasien mengalami tanda
kondisi yang berbahaya (alarm signs) sehingga memerlukan pemeri8ksaan
edoskopi untuk mengetahui penyebab terjadinya dyspepsia.
4. Tatalaksana penyakit dispepsia sebagai berikut :
Terapi Farmakologi :
Golongan PPI yaitu Omeprazole 20 mg 1 x sehari
Terapi Non Farmakologi (Hadi Sujono, 2010) :
Kurangi makanan pedas, makanan asam, dan kurangi
mengkonsumsi alcohol.
Manajemen stress
Cukup istirahat
Diet dengan makanan yang sedikit kalori.
Diet dengan makanan yang banyak mengandung susu dan dalam
porsi yang kecil.
Makanan-makanan yang lembek sehingga mudah untuk dicerna,
tidak bisa dan dapat menetralisir asam HCl.