Cara sitasi: Pasaribu E, Nurhayati T, Nurilmala M. 2018. Ekstraksi dan karakterisasi enzim pepsin dari
lambung ikan tuna (Thunnus albacares). Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 21(3): 486-496.
Abstrak
Lambung ikan merupakan limbah hasil samping perikanan yang memiliki potensi untuk dikembangkan
sebagai sumber enzim pepsin, misalnya dari lambung ikan tuna. Tujuan penelitian ini adalah melakukan
ekstraksi enzim pepsin dari lambung tuna dan karakterisasi enzim pepsin hasil dialisis. Proses ekstraksi
pepsin diawali dengan memisahkan cairan dinding lambung ikan dengan penambahan buffer Tris-HCl pH
7,5, lalu dilanjutkan dengan presipitasi fraksi ammonium sulfate (NH4)2SO4 dari 20% hingga 80% secara
bertingkat dilanjutkan dengan dialisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kasar enzim pepsin
memiliki aktivitas spesifik 0,251 mg/mL. Ekstrak enzim pepsin hasil presipitasi dengan fraksi 30-40%
memiliki aktivitas 4,274 U/mg dan enzim pepsin hasil dialisis memiliki aktivitas 5,137 U/mg. Enzim
pepsin lambung tuna hasil dialisis memiliki suhu kerja pada kisaran 20-60°C dan pH kerja pada kisaran pH
2-3,5. Ion logam FeCl3 dan ZnCl2 meningkatkan aktivitas enzim pepsin sebesar 2,97 kali dan 1,92 kali.
Abstract
Fish gastric is a by-product of fishery waste that has the potential to be developed as a source of
pepsin enzyme, such as tuna gastric. The purpose of this study was to extract pepsin from tuna gastric
and characterize the enzyme pepsin after dialysis step. The extraction process of pepsin carried out by
separating the gastric wall fluid by adding Tris-HCl buffer pH 7.5, then proceed by ammonium sulphate
(NH4)2SO4 fractional precipitation from 20% to 80% followed by dialysis. The results showed that the crude
extract of the pepsin enzyme had a specific activity of 0.251 mg/mL. Pepsin extract from precipitation with
30-40% fraction had 4.274 U / mg activity and after dialysis, pepsin had 5.137 U / mg activity. The pepsin
obtained from gastric tuna had a working temperature in the range of 20-60°C and the working pH is in
the pH range 2-3.5. The metal ion, namely FeCl3 and ZnCl2 increased the activity of the pepsin by 2.97
times and 1.92 times.
hidroksiapatit, dan fortifikasi kalsium pada dan karakterisasi enzim pepsin yang berasal
kerupuk ikan (Riyanto et al. 2013; Hanura dari ikan. Tujuan penelitian ini adalah
2017; Yuliani et al. 2018), kulit ikan untuk ekstraksi enzim pepsin dari lambung tuna dan
penyamakan (Alami 2017) dan ekstraksi karakterisasi enzim pepsin hasil dialisis.
kolagen (Nalinanon 2010; Hardiyanti 2014).
Jeroan ikan termasuk lambung, usus serta BAHAN DAN METODE
limfa dimanfaatkan dalam pembuatan pupuk Bahan dan Alat
(Giyatmi dan Irianto 2017), media bakteri Bahan yang digunakan adalah EDTA
yaitu pepton (Saputra dan Nurhayati 2013) (Titriplex III) (Merck, Jerman), HCl, Sephadex
dan recovery enzim (Bougatef et al. 2008; G-75 (Sigma Aldrich, US), Hemoglobin
Wu et al. 2009). Lambung ikan tuna (Sigma Aldrich, US), TCA (Merck, Jerman),
merupakan salah satu sumber peptida bovine serum albumin (AppliChem, Jerman),
dan asam amino yang baik, namun belum coomassie brilliant blue (CBB) R-250 staining
termanfaatkan secara maksimal. Ekstraksi dan solution (Bio-Rad Laboratories, US), kertas
recovery enzim merupakan salah satu tindakan saring Whatman 1, etanol 96% (Merck,
pengolahan limbah industri perikanan Jerman).
menjadi hasil samping yang termanfaatkan. Peralatan yang digunakan untuk preparasi
Lambung ikan merupakan sumber protease sampel, ekstraksi dan purifikasi enzim pepsin
salah satunya adalah enzim pepsin. Pepsin di antaranya sentrifuse (J2-21 BECKMAN,
disintesis dan disekresikan di dalam membran Jerman), spektrofotometer (Spectro UV-VIS
lambung dalam keadaan tidak aktif yang 2500, Jerman), pipet mikro (Thermo Scientific
disebut pepsinogen dengan berat molekul 40 Vantaa, Finlandia), pH meter (Thermo
kDa. Pepsinogen mengandung 44 asam amino Electron, Finlandia).
tambahan dan stabil dilingkungan alkali yang
netral dan lemah, namun bila terkena asam Metode penelitian
hidroklorida (HCl) yang terdapat pada cairan Penelitian ini dilakukan melalui 3 tahap,
lambung (pH 1,5 – 2,0), 44 amino proteolitik yaitu 1) ekstraksi enzim pepsin dari lambung
dikeluarkan secara autokatalitik menjadi ikan tuna dan 2) purifikasi enzim pepsin yang
pepsin. Peran utama pepsin pada proteolisis meliputi tahap presipitasi dengan ammonium
adalah membelah asam amino aromatik sulfat dan dialisis 3) karakterisasi enzim hasil
(fenilanin dan tirosin) dari N-terminal protein dialisis.
(Raufman 2004).
Pepsin banyak diaplikasikan pada Ekstraksi enzim pepsin dari lambung
industri makanan salah satunya sebagai ikan tuna
bahan tambahan untuk membuat kecap Jeroan ikan terutama lambung ikan tuna
ikan, hidrolisat protein (Ohsima dan Giri diperoleh dari perairan Gorontalo, Sulawesi.
2014). Pepsin berperan sebagai biokatalisator Bagian lambung dipisahkan dan dibersihkan
yang dapat meningkatkan kecepatan dari kotoran dibawah air mengalir. Preparasi
reaksi kimia spesifik, yang apabila tanpa isi perut ikan meliputi pemisahan isi perut
enzim berlangsung lambat (Suptijah 1998). atau mukosa (lapisan lendir dari perut yang
Jongjareonrak et al. (2005) menggunakan mengandung kelenjar dan lambung yang
pepsin sebagai substitusi rennet dalam merupakan sumber pepsinogen) dari organ
pembuatan keju. Produksi enzim pepsin lain pada jeroan ikan. Isi perut ikan disimpan
saat ini merupakan salah satu tantangan pada suhu -20oC sampai digunakan, hal
bagi industri karena tingkat biaya produksi tersebut dilakukan untuk meminimalisir
yang mahal, selain itu diperlukan kajian autolisis protease. Ekstraksi enzim
untuk mengetahui sumber enzim pepsin menggunakan metode Bougatef et al. (2008).
selain dari babi dan sapi karena berkaitan Sampel dihomogenisasi dengan rasio 1:2 (w/v)
dengan kehalalan enzim pepsin. Kajian yang menggunakan buffer 10 Mm Tris-HCl pH
dapat mendukung hal tersebut salah satunya 7,5 kemudian disentrifugasi selama 10 menit
dilakukan penelitian mengenai pemurnian pada suhu 4oC dengan kecepatan 10.000 g.
Supernatan yang diperoleh merupakan ekstrak 500 µL asam trikloroasetat (TCA) 8,0%.
kasar enzim pepsin. Perhitungan unit aktivitas Campuran disentrifugasi (10.000 g) selama 15
enzim dihitung dari hasil perkalian jumlah menit pada suhu 4oC, setelah itu absorbansi
kenaikan enzim tiap 1,0 pada absorbansi supernatan diukur pada panjang gelombang
dengan panjang gelombang 280 nm per menit 280 nm. Aktifitas satu unit pepsin terhadap
pada kondisi pengujian. hemoglobin didefinisikan sebagai jumlah
Perhitungan unit aktivitas menggunakan enzim yang mengkatalisis peningkatan 1,0
rumus sebagai berikut: dalam absorbansi pada 280 nm per menit di
bawah kondisi pengujian.
[1 x (absorbansi sampel-absorbansi blanko) x
faktor pengenceran ]/waktu inkubasi Konsentrasi protein
Konsentrasi protein ditentukan
menggunakan metode Bradford (1976)
Presipitasi enzim pepsin lambung dengan bovine serum albumin (BSA) sebagai
ikan tuna menggunakan ammonium standar. Pereaksi Bradford dibuat dengan
sulfat melarutkan 10 mg coomasie brilliant blue
Pemurnian setelah tahap ekstrak kasar dalam 5 mL etanol 95%, lalu ditambahkan
dengan cara presipitasi. Presipitasi dilakukan dengan 10 mL asam fosfat 85% (b/v). Akuades
untuk mengendapkan protein-protein yang sebanyak 250 mL ditambahkan hingga larutan
menjadi target pemurnian. Bahan yang tercampur sempurna kemudian disaring
digunakan pada tahap ini adalah garam dengan kertas saring Whatman nomor 1
ammonium sulfat (NH4)2SO4 dan MgSO4. sesaat sebelum digunakan.
Ekstrak kasar ditambahkan garam sedikit Penentuan konsentrasi protein dilakukan
demi sedikit secara bertingkat menjadi 7 dengan mencampurkan 0,1 mL sampel dan
fraksi yaitu 0-20%, 20-30%, 30-40%, 40-50%, 5 mL pereaksi Bradford ke dalam tabung
50-60%, 60-70% dan 70-80%. reaksi kemudian diinkubasi selama 5 menit
dan diukur dengan spektrofotometer pada
Dialisis enzim pepsin lambung ikan panjang gelombang 595 nm. Larutan standar
tuna didapatkan dengan cara melarutkan BSA
Dialisis dilakukan dengan tujuan (Aplichem) yang dijadikan larutan stok
untuk pemekatan, pembuangan garam dengan konsentrasi 2 mg/mL, kemudian dari
serta pemurnian bahan-bahan misalnya larutan stok standar dibuat rentang standar
protein, hormon dan enzim. Sampel yang pada konsentrasi 0,1 – 1,0 mg/mL. Pengukuran
sudah dimasukkan dalam kantung dialisis absorbansi larutan standar dilakukan sama
selanjutnya dicelupkan dalam buffer Tris-HCl seperti larutan sampel.
pH 7,5 dengan pengenceran 1000 kali dan
distirer selama 6; 12 dan 24 jam. Karakterisasi enzim pepsin hasil
dialisis
Prosedur Analisis Penentuan pH optimum
Aktifitas enzim pepsin Penentuan pH optimum dilakukan
Aktifitas enzim pepsin ditentukan dengan pH substrat dan pH buffer yang
menggunakan hemoglobin sebagai substrat sama dengan variasi pH 2; 2,5; 3; 3,5; 4 dan
berdasarkan Bougatef et al. (2008) dengan 5 berdasarkan metode Nalinanon et al.
modifikasi. Sampel enzim 50 µL diencerkan (2010). Substrat yang digunakan adalah
dengan tepat dicampur dengan 100 µL larutan hemoglobin 2%. Larutan enzim sebanyak 0.1
terdiri dari 2% asam-denaturasi bovine mL ditambahkan ke dalam tabung reaksi yang
hemoglobin kemudian ditambahkan 350 µL berisi 0.7 mL buffer glisin-HCl pH 2 dan 0.2
buffer yang mengandung 100 mM glisin- mL larutan hemoglobin 2% (b/v) pH 2 pada
HCl dengan pH 2. Campuran diinkubasi suhu 37oC selama 15 menit. Reaksi dihentikan
pada suhu 37oC selama 15 menit, reaksi dengan penambahan 1 mL TCA 8% (w/v).
segera dihentikan dengan penambahan Campuran kemudian dipisahkan dengan
paling penting dari limbah jeroan ikan adalah Presipitat Ammonium Sulfat Enzim
pepsin yang merupakan aspartat protease dan Pepsin Lambung Ikan Tuna
trypsin yaitu serin protease, chymotrypsin Presipitasi yang digunakan dalam
dan elastase (Cancre et al. 1999; Gildberg penelitian ini adalah metode salting out.
1992; Shahidi dan Kamil 2001). Garam netral yang digunakan adalah
ammonium sulfat (NH4)2SO4. Penambahan
Ekstrak Kasar Enzim Pepsin Lambung garam dilakukan secara bertingkat dengan
Ikan Tuna konsentrasi penambahan 20-80%. Aktifitas
Hasil ekstraksi kasar yang didapat dari spesifik enzim presipitat ammonium sulfat
hasil sentrifugasi larutan homogen lambung dapat dilihat pada Figure 1.
ikan dan buffer Tris-HCl pH 7,5 dengan rasio Aktivitas spesifik enzim pada presipitat
1:2 berupa supernatan dengan nilai rendemen yang paling tinggi diperoleh pada fraksi 30-
64,5% berwarna kecoklatan. Teknik sentrifus 40% (Figure 1). Zhao et al. (2011) menyatakan
digunakan untuk mengendapkan bagian padat bahwa fraksi yang rendah seperti 20-30%
dinding lambung sehingga dapat memisahkan dapat mengendapkan protein yang tidak
supernatan yang merupakan ekstrak kasar diinginkan dengan cara pengendapan.
enzim dengan endapan. Sentrifugasi dilakukan Klomklao et al. (2007) menggunakan
pada suhu rendah untuk mencegah terjadinya fraksi 30-70% untuk memurnikan pepsinogen
kerusakan enzim. Penggunaan buffer dapat pada ikan pectoral rattail sedangkan Wu et al.
memengaruhi aktivitas enzim yang diperoleh. (2009) dan Bougatef et al. (2008) menggunakan
Jurado et al. (2012) menyatakan bahwa fraksi 20-60% untuk mendapatkan tingkat
pepsinogen pada ekstrak kasar memiliki kemurnian yang tinggi pada belut Eropa dan
aktivitas enzim yang tinggi dibanding ekstrak hiu gergaji. Penambahan garam menyebabkan
kasar yang terkoagulasi maupun ekstrak terjadinya peningkatan kekuatan ion dalam
kasar terliofilisasi. Konsentrasi protein pada larutan serta penarikan terhadap molekul
ekstraksi kasar enzim didapat yaitu 0,506 mg/ air dan mengakibatkan penurunan efek
mL, sedangkan aktifitas enzim adalah yaitu penolakan dari muatan yang serupa diantara
0,127 U/mL. Zhao et al (2011) menyatakan molekul protein yang identik (Chaplin dan
bahwa pH larutan memengaruhi proses Bucke 1990). Hal ini juga menurunkan gaya
ekstraksi pepsinogen. Kisaran pH 7 sampai larut yang berada di sekeliling permukaan
7,5 adalah kondisi yang baik untuk menjaga molekul protein.
kestablian enzim dimana pelarut pada proses Kadar protein yang tinggi tidak berarti
homogenisasi akan memberi gangguan memiliki kandungan enzim pepsin yang
terhadap sel mukosa sehingga protein terlepas tinggi. Peningkatan kadar protein selama
dan larut dalam buffer secara merata. presipitasi berlangsung tidak mengakibatkan
4
Specific activity (U/mg)
0
0-20 20-30 30-40 40-50 50-60 60-70 70-80
peningkatan aktifitas enzim spesifik. Protein selofan, dengan berkurangnya jumlah protein
yang mengendap tersebut tidak hanya sehingga mempengaruhi nilai aktivitas
mengandung enzim pepsin tetapi enzim spesifik enzim.
protease lainnya atau bahkan protein non
enzim yang terukur ketika analisis konsentrasi Karakteristik Enzim Pepsin Lambung
protein. Ikan Tuna
Derajat keasaman (pH) optimum
Dialisat Enzim Pepsin Lambung Ikan Derajat keasaman (pH) yang optimum
Tuna dan stabil akan menghasilkan enzim yang
Endapan yang diperoleh dari hasil stabil dan memiliki efek yang signifikan
presipitasi dengan garam ammonium sulfat terhadap aktivitas enzim pepsin yang
(NH4)2SO4 kemudian dilakukan dialisis dihasilkan. El Beltagy et al. (2004) menyatakan
menggunakan membran selofan berukuran bahwa pada penelitian terhadap pepsin I
12 kDa. Tujuan penggunaan dialisis adalah dan II yang di ekstrak dari lambung ikan
untuk pemekatan, pembuangan garam bolty memiliki nilai pH optimum yaitu 2,5.
dan memurnikan protein seperti enzim Umumnya jika ikan memiliki lebih dari satu
atau hormon. Prinsip dialisis ialah aplikasi jenis pepsin maka nilai pH optimumnya akan
preparasi enzim ke dalam kantong dialisis sama. Pepsin adalah jenis protease asam yang
yang terbuat dari membran semi-permeabel stabilitasnya dikaitkan dengan denaturasi
yang memungkinkan molekul berukuran kecil protein pada pH dengan nilai diatas 6,0
untuk bermigrasi (Grogan 2009). Aktivitas (Squires et al. 1986). Klomklao et al. (2007)
spesifik hasil dialisis disajikan pada Figure 2. meneliti tentang pengaruh pH pada pectoral
Figure 2 menunjukkan nilai aktivitas rattail dan ditemukan bahwa pepsin A dan
spesifik enzim pepsin pada tahap presipitasi pepsin B memiliki stabilitas pada kisaran pH
yang diberi perlakuan dialisis selama 2 sampai 6, aktivitasnya akan menurun drastis
retang perlakuan 6 jam, 12 jam dan 24 jam. ketika pH melebihi 6. Nalinanon (2010)
Peningkatan aktivitas terjadi dari dialisis menyatakan bahwa pepsin pada ikan tuna
6 jam yaitu 3,540 U/mg hingga perlakuan albakor memiliki stabilitas pada kondisi pH 2
dialisis 12 jam yaitu 5,138 U/mg kemudian sampai 5. Pengaruh pH terhadap aktivitas unit
aktivitas kembali menurun pada dialisis 24 enzim dapat dilihat pada Figure 3.
jam menjadi 4,586 U/mg. Penurunan nilai Figure 3 memperlihatkan bahwa pH
aktifitas spesifik tersebut disebabkan karena enzim pepsin memiliki stabilitas pada kisaran
protein yang telah dipisahkan berdasarkan pH 2 sampai 3,5 dan menurun drastis mulai
ukuran sudah berkurang dalam kantung dari pH 4 dan seterusnya hingga 5. Profil
5
Spesific activity (U/mg)
0
0 6 12 18 24
Dialysis duration (hour)
0
2 2.5 3 3.5 4 5
pH
3.5
3
Unit activity (U/ml)
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Temperature (oC)
Wu et al. (2009) melakukan studi pada pepsin Inhibitor yang banyak digunakan dalam
dari ikan sidat laut dengan suhu optimum analisa inhibitor enzim yaitu PMSF, E-64,
berkisar antara 30oC hingga 50oC. Suhu EDTA dan juga pepstatin (Arunchalam
optimum pada arctic capelin yaitu 38oC dan dan Haard 1984; Zhao et al. 2007;
43oC (Gildberg dan Raa 1983). Cao et al. 2011). Enzim pepsin merupakan
enzim yang tergolong aspartik protease.
Pengaruh ion logam dan inhibitor Uniacke-Lowe dan Fox (2017) menyatakan
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh ion gugus yang mengandung aspartik protease
logam melalui dua cara yaitu sebagai aktivator sangat rentan terhadap pepstatin sebagai
atau sebagai inhibitor, hal tersebut tidak dapat inhibitor. Souza et al. (2017) menyatakan
dibedakan reaksinya secara kimiawi, namun bahwa ion logam seperti FeCl2+ dan ZnSO4
dapat dibedakan setelah adanya interaksi yang memiliki aktivitas relatif yang tinggi terhadap
terjadi ketika enzim dibubuhkan ion logam. aspartik protease dari Aspergillus foetidus
Sebagai aktivator, ion dapat berikatan dengan sama dengan pepsin dari tuna sirip kuning.
enzim sehingga mempengaruhi kecepatan Beberapa enzim dan inhibitor memerlukan
reaksi enzim, sedangkan sebagai inhibitor ion-ion tertentu untuk menjaga kestabilan
interaksi yang terjadi akan menyebabkan aktivitasnya. Ion-ion tersebut dapat bertindak
penurunan kecepatan reaksi (Suhartono sebagai inhibitor pada konsentrasi tertentu
1989). Ion logam dapat membantu pengikatan tetapi juga dapat menjadi aktivator pada
antara enzim dengan substrat, selain itu dapat konsentrasi yang berbeda. Ion Fe3+ dan Zn2+
berikatan dengan enzim secara langsung dalam hal ini kemungkinan berperan sebagai
sehingga konformasi aktif enzim menjadi aktivator yang dapat menaikkan nilai aktivitas
stabil, dan juga dapat berikatan dengan unit enzim. Ion logam dapat membentuk suatu
inhibitor enzim sehingga mempengaruhi kerja kompleks dengan substrat dan sisi aktif enzim
inhibitor menghambat enzim.. Pengujian sehingga menggabungkan keduanya dalam
pengaruh ion logam terhadap aktivitas membentuk aktif. Ion logam juga berfungsi
enzim menunjukkan adanya pengaruh yang sebagai senyawa penarik kuat elektron
menyebabkan naik dan menurunnya aktivitas pada tahap tertentu dalam siklus katalitik.
enzim Hasil pengujian pengaruh inhibitor Komponen kimia tersebut berfungsi sebagai
terhadap aktivitas enzim pepsin dapat dilihat kofaktor dan pada penelitian ini Fe3+ dan Zn2+
pada Figure 5. berperan sebagai kofaktor yang mempercepat
kinerja enzim (Lehninger 1982).
350%
297%
300%
250%
192%
Percentage (%)
200%
50%
0%
Souza PM, Werneck G, Aliakbarian B, menjadi gelatin serta analisis fisika kimia.
Siqueira F, Filho AXF, Perego P, [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Converti A, Magalhaes PO, Junior AP. Bogor.
2017. Production, purification and Wu T, Sun L, Du C, Cai Q, Zhang Q. 2009.
characterization of an aspartic protease Identification of pepsinogens and pepsins
from Aspergillus foetidus. Food Chemistry from the stomach of European eel
Toxicology. 109(2): 1-8. (Anguilla anguilla). Food Chemistry. 103:
Suptijah P. 1998. Ekstraksi protease dari 795-801.
limbah ikan tuna. Buletin Teknologi Hasil Yuliani, Marwati, Wardana H, Emmawati A,
Perikanan. 5(1): 28-32. Candra KP. 2018. Karakteristik kerupuk
Squires EJ, Haard NF, Feltham LA. 1986. ikan dengan subsitusi tepung tulang ikan
Gastric proteases of the Greenland cod gabus (Channa striata) sebagai fortifikan
Gadus ogac. I. Isolation and kinetic kalsium. Jurnal Pengolahan Hasil
properties. Biochemistry Cell Biology Perikanan Indonesia.21(2): 258-265.
64(3): 205-214. Zhao L, Budge SM, Ghaly AE, Brooks MS,
Uniacke-Lowe T, Fox PF. 2017. Chymosin, Dave D. 2011. Extraction, Purification
Pepsins and Other Aspartyl Proteases and Characterization of fish pepsin :
: Structure, Functions, Catalytic A critical review. Journal Food Process
Mechanism and Milk-Clotting Properties. Technology. 2:126.
Chapter 4. Cheese : Chemistry, Physics and Zhou Q, Fu XP, Zhang LJ, Su WJ, Cao MJ.
Microbiology. 2007. Purification and characterization
Wiratmaja H. 2006. Perbaikan nilai tambah of sea bream (Sparus latus Houttuyn)
limbah tulang ikan tuna (Thunnus sp.) pepsinogens and pepsins. Food Chemistry.
103: 795-801.