Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada
penulis sehingga mampu menyelesaikan makalah tentang Kepailitan ini dengan tepat waktu.
Tak lupa pula salawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah menuntun kita ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan ini.
Tersusunnya makalah ini berkat usaha dan Saya ucapkan terima kasih kepada dosen mata
kuliah Pengantar Hukum Bisnis yang telah memberikan tugas ini kepada saya . Saya
menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, oleh karena itu Saya
mengharapkan saran dan kritiknya demi kesempurnaan makalah yang saya buat. Selanjutnya,
semoga makalah yang Saya buat bermanfaat kepada pembaca umumnya dan kepada penulis
khususnya.
Maghfiratul Ikram
1
Daftar Isi
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah hukum tentang kepailitan, diketahui bahwa hukum tentang kepailitan itu
sendiri udah ada sejak zaman Romawi. Kata bangkrut, yang dalam bahasa Inggris disebut
bankrupt berasal dari undang-undang di Italia yang disebut dengan banca rupta. Pada abad
pertengahan di Eropa, terjadi praktik kebangkrutan yang dilakukan dengan menghancurkan
bangku-bangku dari para bankir atau pedagang yang melarikan diri secara diam-diam dengan
membawa harta pada kreditornya. Adapun di Venetia (Itali) pada waktu itu, di mana para
pemberi pinjaman (bankir) saat itu yang banco (bangku) mereka yang tidak mampu lagi
membayar utang atau gagal dalam usahanya, bangku tersebut benar-benar telah patah atau
hancur.
Sekarang ini hampir tidak ada negara yang tidak mengenal kepailitan dalam
hukumnya. Di Indonesia, secara formal, hukum kepailitan sudah ada bahkan sudah ada
undang-undang khusus sejak tahun 1905 dengan diberlakunya S.1905-217 juncto S. 1906-
348. Malahan, dalam pergaulan sehari-hari, kata-kata “bangkrut” sudah lama dikenal.
S. 1906-217 dan S. 1906-348 tersebut kemudian diubah dengan Perpu Nomor 1
Tahun 1998, yang kemudian diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat sehingga menjadi
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998. Perpu Nomor 1 Tahun 1998 tersebut adalah tentang
Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan, yang kemudian disempurnakan dengan
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Kepailitan
2. Dasar Hukum
4. Asas-Asas Kepailitan
6. Proses Kepailitan
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepailitan
Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk melakukan
pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak
mampu membayar pada lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan dari
usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan
putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor
pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. Pengurusan dan
pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas
dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualasan harta kekayaan tersebut untuk
membayar seluruh utang debitor pailit tersebut secara proporsional dan sesuai dengan
struktur kreditor.
Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim
pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004.
B. Dasar Hukum
4
3. Menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang
kreditur atau debitur sendiri, misalnya debitur berusaha untuk memberi keuntungan
kepada seseorang atau beberapa orang kreditur tertentu sehingga kreditur lainnya
dirugikan atau adanya perbuatan curang dari debitur untuk melarikan semua harta
kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para
kreditur.
D. Asas-Asas Kepailitan
1. Asas Keseimbangan
UU Kepailitan dan PKPU mengatur beberapa ketentuan yang merupakan
perwujudan dari asas keseimbangan, yakni di satu sisi, terdapat ketentuan yang
dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh
debitur yang tidak jujur. Di sisi lain, terdapat ketentuan yang dapat mencegah
terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditur yang tidak
bertikad baik.
3. Asas Keadilan
Asas Keadilan dalam kepailitan mengandung pengertian bahwa ketentuan
mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang
berkepentingan. Asas keadilan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kewenang-
wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-
masing terhadap debitur dengan tidak mempedulikan kreditur lainnya.
4. Asas Integrasi
Asas integrasi dalam UU Kepailitan dan PKPU mempunyai pengertian bahwa
sistem hukum formal dan hukum materialnya merupakan satu kesatuan yang utuh
dari sistem hukum acara perdata nasional.
Menurut Pasal 55 UU No.37 Tahun 2004, para kreditor dapat dibagi dalam beberapa
golongan:
5
demikian, untuk melaksanakannya menurut ketentuan undang-undang para kreditor
tidak bisa langsung begitu saja melaksanakannya.
2. Golongan dengan hak privilege, yaitu orang-orang yang mempunyai tagihan yang
diberikan kedudukan istimewa, sebagai contoh, penjual barang yang belum
menerima bayarannya, mereka ini menerima pelunasan terlebih dulu dari
pendapatan penjualan barang yang bersangkutan setelah itu barulah kreditor lainnya
(kreditor konkuren).
F. Proses Kepailitan
I. Syarat-Syarat Kepailitan
Hal mengenai syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit telah
diatur dalam Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU yang berbunyi “Debitor
yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitpun
utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
Pengadilan, bai katas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau
lebih kreditornya.”
Ketentuan tersebut mempunyai arti bahwa untuk mengajukan permohonan pailit
terhadap debitur harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1. Debitur yang ingin dipailitkan mempunyai sedikitnya dua utang, artinya
mempunyai dua atau lebih kreditur. Oleh karena itu, syarat ini disebut syarat
concursus credituorium.
2. Debitur tidak melunasi sedikitnya satu utang kepada salah satu krediturnya.
3. Utang yang tidak dibayar lunas itu haruslah utang yang telah jatuh tempo dan
dapat ditagih (due/expired and payable). Yang dimaksud dengan utang yang
telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar utang
yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu
penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda
oleh instansi yang berwenang maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau
majelis arbitrase.
Pihak-pihak yang berhak untuk mengajukan permohonan pailit adalah sebagai
berikut:
1. Kreditur atau beberapa kreditur
Kreditur dalam pengertian diatas meliputi kreditur konkuren, kreditur separatis,
maupun kreditur preferen. Khusus mengenai kreditur separatis dan kreditur
preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa
kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta
debitur dan haknya untuk didahulukan.
2. Debitur sendiri
Seorang debitur dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap
dirinya (voluntary petition) apabila memenuhi syarat, yaitu mempunyai dua atau
6
lebih kreditur dan debitur sedikitnya tidak membayar satu utang yang telah jatuh
waktu dan dapat ditagih.
4. Bank Indonesia
Pengajuan permohonan penyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan
kewenangan BI dan semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan
kondisi perbankan secara keseluruhan sehingga tidak perlu
dipertanggungjawabkan.
6. Menteri Keuangan
Dalam hal debitur adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana
pension, atau BUMN yang bergerak dalam bidang kepentingan publik,
permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri keuangan.
Putusan atau permohonan pernyataan pailit dan lain-lain yang berkaitan dengan
itu ditetapkan oleh Pengadilan Niaga yang wilayah hukumnya meliputi daerah tempat
kedudukan hukum debitur. Berkenaan dengan ketentuan tersebut maka permohonan
pernyataan pailit diajukan kepada ketua Pengadilan Niaga yang berwenang.
7
Panitera Pengadilan Niaga mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada
tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon diberikan tanda
terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yag berwenang dengan tanggal yang
sama dengan tanggal pendaftaran. Dalam jangka waktu paling lambat 3 hari setelah
tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, pengadilan mempelajari
permohonan dan menetapkan hari siding. Sidang pemerikasaan atas permohonan
pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 hari setelah
tanggal permohonan didaftarkan. Atas permohonan debitur dan berdasarkan alasan
yang cukup, pengadilan dapat menunda penyelenggarakan siding sampai dengan paling
lambat 25 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
8
pemberesan dalam ketentuan ini adalah penguangan aktiva untuk membayar atau
melunasi utang.
Apabila putusan pernyataan pailit dibatalkan sebagai akibat adanya kasasi atau
peninjauan kembali, segala perbuatan yang telah dilakukan oleh kurator sebelum atau
pada tanggal kurator menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan tersebut
tetap sah dan mengikat debitur.
Putusan pernyataan pailit mengakibatkan harta kekayaan debitur sejak putusan itu
dikeluarkan oleh hakim dimasukkan ke dalam harta pailit. Dengan kata lain, akibat
putusan pailit dan sejak putusan itu, harta kekayaan debitur berubah statusnya menjadi
harta pailit. Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan pernyataan
pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.
1. Debitor kehilangan segala haknya untuk menguasai dan mengurus atas kekayaan
harta bendanya (asetnya), baik menjual, menggadai dan lain sebagainya, serta
segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitannya sejak tanggal putusan
pernyataan pailit diucapkan.
2. Utang-utang baru tidak lagi dijamin oleh kekayaannya.
3. Untuk melindungi kepentingan kreditor, selama putusan atas permohonan
pernyataan pailit belum diucapkan, kreditor dapat mengajukan permohonan kepada
pengadilan untuk:
a. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitor.
b. Menunjuk kurator sementara untuk mengawasi pengelolaan usaha debitor,
menerima pembayaran kepada kreditor, pengalihan atau pengagunan kekayaan
debitor. (Pasal 10)
4. Harus diumumkan di dua surat kabar. (Pasal 5 Ayat 4)
1. Hakim Pengawas
Hakim pengawas seperti yang diatur dalam Pasal 65, adalah hakim yang
diangkat oleh pengadilan untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta
pailit.
a. Kalau masalah kepailitannya besar (kakap) dapat diangkat panitia kreditor.
b. Memimpin rapat verifikasi, rapat untuk mengesahkan piutang-piutang.
2. Kurator
a. Tugas Kurator
Menurut Pasal 69 UU No.37 Tahun 2004, kurator memiliki tugas:
1. Melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit
2. Segala perbuatan kurator tidak harus mendapat per-setujuan dari debitor
(meskipun dipersyaratkan)
9
3. Dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga (dalam rangka
meningkatkan nilai harta pailit)
4. Kurator itu bisa Balai Harta Peninggalan (BHP) atau kurator lainnya.
(Pasal 70 Ayat 1)
b. Menjadi Kurator
Menurut Pasal 70 Ayat 2 yang dapat menjadi kurator adalah:
a. Orang perseorangan yang memiliki keahlian khusus untuk itu
(mengurus atau membereskan harta pailit dan berdomisili di wilayah
RI)
b. Terdaftar di Departemen Hukum dan Perundang-undangan
3. Panitia Kreditor
10
Setelah pencocokan utang selesai dilakukan, hakim pengawas wajib
menawarkan kepada kreditor untuk membentuk panitia kreditor tetap.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam Undang-Undang Kepailitan hasil revisi ini dapat kita lihat bahwa pada
prinsipnya Undang-Undang Kepailitan berupaya untuk mengakomodasikan
kepentingan dari seluruh pihak yang terkait dengan dinyatakannya kepailitan atas
seorang debitur. Tidak hanya kepentingan dari kreditur (konkuren), melainkan juga
kepentingan dari kreditur preferens, kreditur istimewa dengan hak privilege, kreditur
dengan hak retensi, maupun kelangsugan usaha debitur (pailit) yang bersangkutan,
sehingga pada akhirnya dapat dicapai suatu penyelesaian yang sebaik-baiknya bagi
semua pihak.
Putusan pernyataan pailit secara tidak langsung meng”kebiri” hak perdata dari
debitur yang dinyatakan pailit, sebagaimana layaknya seseorang yang ditaruh di
bawah pengampunan. Seluruh hak perdata dari debitur pailit tersebut selanjutnya
dilaksanakan oleh kurator, yang demi hukum mengambil alih segala hak dan
kewajiban debitur pailit terhadap pihak ketiga, termasuk pengurusan harta kekayaan
debitur pailit, dengan segala akibat hukumnya. Kurator diberikan hak dan kewajiban
untuk mecocokkan segala utang-piutang debitur pailit, termasuk untuk membela
kepentingan debitur pailit di muka pengadilan, mengawasi, mencegah
dilaksanakannya dan/atau meminta pembatalan penjualan dan pengalihan harta benda
debitur pailit kepada pihak ketiga, baik yang dilakukan berdasarkan perintah hakim
maupun yang dilakukan secara sukarela. Selanjutnya untuk melindungi kepentingan
kreditur (konkuren) atas pelunasan kewajiban debitur pailit melalui harta pailit yang
masih tersedia, dapat kita lihat bahwa Undang-Undang Kepailitan memberikan hak
kepada kreditur tertentu untuk menentang pencocokan utang-piutang tertentu yang
dianggap tidak benar dengan menjadi pihak dalam sengketa. Pengaturan yang
diberikan tersebut diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik dan konsisten tidak
hanya dihadapan pengadilan, melainkan juga oleh mereka yang terlibat secara
langsung sebagai pengurus harta pailit (kurator), agar kepailitan tidak menjadi
“escape” bagi debitur nakal dari utang-piutang.
12
Daftar Pustaka
Silondae, Arus Akbar dan Wirawan B. Ilyas. 2011. Pokok-Pokok Hukum Bisnis.
Jakarta: Salemba Empat.
Saliman, Rasyid Abdul. 2005. Hukum Bisnis untuk Perusahaan. Jakarta: Kencana.
Simatupang, Richard Burton. 2007. Aspek Hukum dalam Bisnis. Jakarta: Rineka
Cipta.
Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. 2002. Seri Hukum Bisnis Kepailitan. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
13