1
A. Pendahuluan
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya (Kemenkes RI, 2017). Upaya mewujudkan paradigma sehat
ini dilakukan melalui pendekatan keluarga dan gerakan masyarakat hidup sehat. Diharapkan
melalui kegiatan ini dapat tercapai kondisi kesehatan seperti yang dicita-citakan yaitu kondisi
sehat baik secara fisik, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang produktif
secara sosial dan ekonomi.
Saat ini ilmu kesehatan masyarakat sangat dibutuhkan ditengah berbagai persoalan yang
terjadi di dunia kesehatan. Sasaran kajian kesehatan masyarakat berada pada tataran komunitas
sehingga akan memberikan dampak luas namun efisien. Akan tetapi permasalahan yang
dihadapi kesehatan masyarakat merupakan hal yang sangat kompleks, sehingga memerlukan
pendekatan melalui berbagai bidang keilmuan. Komunitas tentunya telah memiliki budaya,
kebiasaan dan stigma yang telah mengakar kuat di dalam masyarakat tersebut.
Salah satu permasalahan yang menjadi kajian kesehatan masyarakat adalah perilaku
masyarakat terkait kesehatan, melihat bagaimana responya terhadap stimulus yang ada. Terkait
dengan kesehatan, lebih lanjut diuraikan bahwa perilaku kesehatan merupakan seluruh aktivitas
atau tindakan manusia baik yang tampak maupun tidak yang berkaitan dengan preventif dan
promotif kesehatan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku hidup sehat, seperti
faktor makanan dan minuman, faktor kebersihan pribadi, kesehatan lingkungan, perilaku
terhadap sakit dan penyakit, dan keseimbangan aktivitas fisik.
Ilmu kesehatan masyarakat hadir dengan salah satu tujuannya adalah merubah perilaku
merugikan kesehatan menjadi perilaku yang berdampak baik terhadap kesehatan. Untuk
melaksanakan tujuan tersebut, terlebih dahulu perlu diketahui tentang proses terbentuknya
perilaku manusia yang tentu melalui proses panjang. Untuk itu perlu adanya kajian mengenai
teori-teori yang menjelaskan proses terbentuknya perilaku. Dengan harapan dengan mengetahui
tahapan pembentukan perilaku tersebut dapat dilakukan modifikasi dengan intervensi yang
mengarahkan pada perilaku sehat.
B. Tujuan
Tujuan adalah untuk mendeskripsikan teori terbentuknya perilaku terkait kesehatan yang
terjadi pada seseorang.
2
C. HASIL
Tabel 1. Hasil Wawancara Perilaku terkait Kesehatan pada Partisipan
Jenis Pendidikan Tempat
No Usia Perilaku Sehat Teori
Kelamin Terakhir Tinggal
Konsumsi sayur cukup baik
- Perilaku ditunjang oleh lingkungan dan pengetahuan, serta akses untuk sayuran mudah
1 Perempuan 24 S1 Kos TPB
- Lingkungan tempat tinggal sebelumnya, responden memiliki berat badan yang tidak ideal akibat
pola konsumsi
CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun)
2 Perempuan 26 S2 Kos - Karena responden pentingnya cuci tangan pake sabun, dan responden memilki kuku yang panjang HBM
sehingga perlu untuk mencuci tangan pakai sabun
Sarapan
3 Perempuan 23 S1 Kos HBM
- Kebiasaan yang terbentuk dari keluarga kecil serta memiliki riwayat maag
Tinggal Sarapan
bersama - Punya pengetahuan tentang sarapan, dan tau akan pentingnya sarapan dari kecil, serta lingkungan
4 Perempuan 23 S1 SLT
orang yang mendukung untuk melakukan sarapan
tua
Jenis Pendidikan Tempat
No Usia Perilaku Tidak Sehat Teori
Kelamin Terakhir Tinggal
Pola Makan tidak Seimbang, yaitu jarang makan sayur
- Alasannya, kegiatan cukup padat, keterbatasan akses dan waktu untuk konsumsi sayuran dan lebih
1 Perempuan 20 SMA Kos SLT
mudah menjangkau fast food
- Mempunyai niat namun keterbatasan untuk melakukan menjadi hambatan
Tidak Sarapan
2 Laki-laki 24 S1 Kos SLT
- Karena tinggal di kos, sehingga tidak sempat memasak di pagi hari apalagi jika kuliah pagi
Tidak Sarapan
3 Laki-laki 24 S1 Kos - Tidak terbiasa, lingkungan yang sekarang tidak rajin sarapan serta tidak punya kebiasaan sarapan SLT
sejak kecil
Tidak sarapan
- Tinggal di kos, sehingga tidak sempat untuk menyiapkan atau mencari sarapan serta lingkungan
4 Laki-laki 24 S1 Kos SLT
tempat tinggal (teman kos) sebagian besar tidak sarapan juga
- Merasa bahwa sarapan itu tidak penting, karena yang penting makan siang agar tidak lapar.
3
D. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, terdapat 3 teori perilaku dalam proses
pembentukan perilaku sehat maupun perilaku tidak sehat pada partisipan, yaitu:
a. Health Belief Model
Health belief model (HBM) merupakan salah satu model perubahan perilaku kesehatan yang
berfokus pada perhitungan risiko dan manfaat individu. HBM menunjukkan bahwa kemungkinan
seseorang mengambil tindakan mengenai masalah kesehatan didasarkan pada keyakinan akan
kerentanan, manfaat dan kosekuensi dari tindakan serta keyakinan bahwa tindakan mampu
mengurangi kerentanan (Glanz, Rimer, & Viswanath, 2008).
Terdapat beberapa komponen dalam pembentukan teori model HBM, yaitu (Glanz et al., 2008):
1. Perceived Susceptibility yaitu, kerentanan yang dirasakan mengacu pada keyakinan tentang
kemungkinan untuk mendapatkan penyakit atau kondisi tertentu.
2. Perceived Severity yaitu, perasaan tentang keseriusan mengidap suatu penyakit dan konsekuensi
sosial yang mungkin terjadi.
3. Perceived Benefits yaitu, persepsi bahwa perubahan perilaku akan dipengaruhi oleh keyakinan
seseorang mengenai manfaat yang akan dirasakan.
4. Perceived Barriers yaitu, aspek-aspek potensial negatif dari tindakan kesehatan tertentu yang
dapat menghambat untuk melakukan perilaku.
5. Cues to Action, yaitu suatu perilaku dipengaruhi oleh hal-hal yang menjadi isyarat bagi
seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku.
6. Self-Efficacy, yaitu keyakinan seseorang bahwa dia mempunyai kemampuan untuk melakukan
suatu perilaku tertentu.
7. Variabel demografi, sosiopsikologis, dan struktural yang beragam dapat mempengaruhi
persepsi. Dengan demikian, secara tidak langsung mempengaruhi perilaku kesehatan.
Berdasarkan hasil wawancara salah satu perilaku yang menggunakan teori pembentukan
perilaku model HBM adalah Cuci Tangan Pakai Sabun. Pola pikir yang merupakan dasar
kepercayaan informan 2 adalah keyakinan bahwa ia rentan terhadap suatu penyakit bila perilaku
tersebut tidak dilakukan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Attamimy &
Qomaruddin (2017) mengenai aplikasi HBM pada perilaku pencegahan Demam Berdarah Dengue
(DBD) mengatakan bahwa faktor pendukung dalam penilaian persepsi keparahan yaitu anggapan
bahwa DBD bisa menyebabkan kematian, sangat merugikan karena mengakibatkan
ketidakproduktifan bekerja sampai 1 minggu.
Faktor perceived severity responden yaitu konsekuensi seperti pengalaman keparahan diare
akan didapatkan jika tidak bisa mencuci tangan memakai sabun. Menurut McArthur, Riggs, Uribe,
& Spaulding (2018) keyakinan yang didasarkan atas konsekuensi di masa mendatang didasarkan
pada perasaan seseorang akan mendapatkan efek menguntungkan dan tidak mengangguan kegiatan
sehari-hari. Variabel sosiodemografi yang berpengaruh pada Informan 2 yaitu kebiasaan responden
4
untuk selalu melakukan cuci tangan pakai sabun. Menurut Susanti (2016) seseorang menggunakan
pengetahuan, pertimbangan, dan pengalamannya untuk memutuskan alternatif yang dianggap lebih
menguntungkan dan yang paling kecil kerugiannya dari masing-masing alternatif yang tersedia.
Tabel 2. Pembentukan perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) berdasarkan Model HBM
5
keyakinan terhadap ketersediaan sayur dan kemudahan akses terhadap sayur pun ketika mengalami
kesulitan akses ia akan berusaha tetap melakukan kebiasaan baiknya tersebut. Hal inilah yang
menguatkan niat Informan 1 untuk berperilaku sehat dengan mengonsumsi sayuran.
Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Hackman dan Knowlden (2014) yang melakukan
review sistematis terhadap 11 penelitian mengenai perubahan perilaku makan terkait obesitas pada
remaja dan orang dewasa. Dari 11 penelitian yang diteliti terdapat 9 penelitian yang menggunakan
desain TPB untuk merubah perilaku makan responden. Berdasarkan review tersebut disimpulkan
bahwa penelitian- penelitian sejenis dalam merubah perilaku harus dilakukan intervensi melalui
pendekatan – pedekatan berdasarkan teori untuk hasil yang lebih optimal.
6
dalam lingkungannya terbiasa untuk tidak sarapan pula, tidak ada pemodelan untuk melakukan
kebiasaan sarapan.
E. Kesimpulan
Terdapat beberapa teori pembentukan perilaku terkait kesehatan, yaitu:
1. Health belief model yang berdasar pada keyakinan akan keuntungan dan kerugian dalam
melakukan sebuah perilaku
2. Theory of Planned Behavior yang berdasar pada niat (intensi) seseorang dalam berperilaku
3. Social Learning Theory dengan asumsi bahwa lingkungan adalah media pembelajar dalam
berperilaku
F. Daftar Pustaka
Ajzen, Icek. 1991. The Theory of Panned Behaviour. Organizational Behaviour and Human
Decision Process 50, 179-211
Attamimy, H. B., & Qomaruddin, M. B. (2017). Aplikasi Health Belief Model Pada Perilaku
Pencegahan Demam Berdarah Dengue. Jurnal Promkes, 5(2), 245–255.
Bandura, Albert. 1971. General Learning Press Social Learning Theory.
Glanz, K., Rimer, K. B. K., & Viswanath, K. (2008). Health Behaviour and Bass., Health
Education. Amerika: Jossey.
Hackman, Christine L, Adam P Knowlden. 2014. Theory of reasoned action and theory of
planned behavior-based dietary intervention in adolescents and young adults: a systematic review.
Adolescent Helath, Medicine and Therapeutics 2014:5 101-114
Kementrian Kesehatan RI (2017) Profil Kesehatan Indonesia 2016.
McArthur, L. H., Riggs, A., Uribe, F., & Spaulding, T. J. (2018). Health Belief Model Offers
Opportunities for Designing Weight Management Interventions for College Students. Journal of
Nutrition Education and Behavior, 50(5), 485–493.
Ogidan, Rotimi, dan Dorothy Ofoha. 2018. “Assessing the effects of a parenting education
program on parental ability to use positive behavior control strategies.” South African Journal of
Psychology: 008124631879239. http://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0081246318792397.
Putri, Shildiane, Zahroh Shaluhiyah, dan Priyadi Nugraha Prabamurti. 2017. “Faktor-faktor
yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Remaja yang Tinggal di Lingkungan Resosialisasi
Argorejo Kota Semarang.” Jurnal Kesehatan Masyarakat 5: 1092–1101.
Susanti. (2016). Penerapan Health Belief Model Terhadap Keputusan Keluarga Untuk
Melakukan Kunjungan ke Puskesmas Dalam Penanganan Dini Dengue Haemorhagic Fever
(DHF). Jurnal NERS Lentera, 4(2), 124–141.