Anda di halaman 1dari 10

SIMULASI MANAJEMEN LALULINTAS

UNTUK MENGURANGI KEMACETAN DI PERUMAHAN


JEMUR ANDAYANI

Rudy Setiawan
Staf Pengajar
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Jurusan Teknik Sipil
Universitas Kristen Petra
Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya 60236
(P):031-2983390 (F):031-8417658
rudy@peter.petra.ac.id

Abstract

The use of cars by students, as a primary mode for commuting to and from school, has profound effects on
school parking requirements and traffic congestion at the peak hour, especially if the school is located inside
the residential area, such as Jemur Andayani, This paper aims to recognize the effect of the implementation
of various potentials local area traffic management in reducing traffic congestion in Jemur Andayani
residential area. The Trafik Plan to analyze eight potentials of local area traffic management. Schemes
presents two alternative solutions to alleviate traffic congestion, consisting of opening which are open the
access of the new bridge to reduce trip distance (alternative 4) and implementing several traffic lights to
control traffic movement at the major intersections (alternative 8).

Keywords: local area traffic management, trafikplan.

PENDAHULUAN
Tersedianya fasilitas umum berupa sekolah pada pada suatu kompleks perumahan
merupakan salah satu fasilitas yang sangat bermanfaat, terutama bagi warga yang tinggal
di kompleks perumahan tersebut, karena dapat menghemat biaya dan waktu perjalanan.
Namun dalam kenyataannya fasilitas tersebut tidak hanya dimanfaatkan oleh warga, tetapi
juga oleh para orang tua di luar kawasan perumahan yang tertarik untuk menyekolahkan
anak mereka pada sekolah tersebut, terutama jika dalam pandangan masyarakat, sekolah
tersebut dianggap berkualitas atau favorit. Kondisi serupa juga terjadi pada kawasan
perumahan Jemur Andayani.
Dalam kawasan perumahan Jemur Andayani terdapat beberapa institusi pendidikan
mulai dari tingkat Kelompok Bermain (KB) hingga Sekolah Menengah Umum (SMU).
Dua di antara institusi tersebut adalah Petra dan St. Carolus, yang mempunyai fasilitas
pendidikan mulai dari tingkat Kelompok Bermain (KB) hingga Sekolah Menengah Umum
(SMU). Berdasarkan pengamatan pada saat jam puncak pagi hari, kedua institusi ini
merupakan penarik perjalanan terbesar, terutama untuk moda transportasi mobil pribadi
(Widyastuti, 2007).
Tujuan studi ini adalah membandingkan berbagai solusi alternatif penerapan
manajemen lalulintas untuk mengurangi kemacetan di perumahan Jemur Andayani.

Jurnal Transportasi Vol. 8 No. 2 Desember 2008: 141-150 141


LANDASAN TEORI
Manajemen lalulintas adalah suatu proses pengaturan pasokan (supply) dan
kebutuhan (demand) sistem jalan raya yang ada untuk memenuhi suatu tujuan tertentu
tanpa penambahan prasarana baru, yang dilakukan melalui pengurangan dan pengaturan
pergerakan lalulintas (Massachusetts Highway Department). Manajemen lalulintas
biasanya diterapkan untuk memecahkan masalah lalulintas jangka pendek atau yang
bersifat sementara.
Manajemen lalulintas terbagi menjadi dua bagian, yaitu optimasi supply dan
pengendalian demand. Yang termasuk dalam kelompok optimasi supply, antara lain,
adalah pembatasan parkir di badan jalan, jalan satu arah, reversible lane, larangan belok
kanan pada persimpangan, dan pemasangan lampu lalulintas (Putranto, 2007).
Persimpangan jalan adalah daerah/tempat dengan dua atau lebih jalan raya bertemu
atau berpotongan, termasuk fasilitas jalan dan sisi jalan untuk pergerakan lalulintas pada
daerah tersebut. Fungsi operasional utama persimpangan adalah menyediakan ruang untuk
perpindahan atau perubahan arah perjalanan.
Persimpangan merupakan bagian penting jalan raya. Oleh karena itu, efisiensi,
keamanan, kecepatan, biaya operasional, dan kapasitas suatu persimpangan tergantung
pada desain persimpangan itu sendiri.
Pada persimpangan umumnya terdapat empat macam pola dasar pergerakan lalulintas
kendaraan yang berpotensi menimbulkan konflik (Underwood, 1991), yaitu: merging
(bergabung dengan jalan utama), diverging (berpisah arah dari jalan utama), weaving
(terjadi perpindahan jalur/jalinan), dan crossing (terjadi perpotongan dengan kendaraan
dari jalan lain) sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Berbagai macam pola pergerakan
tersebut akan saling berpotongan, sehingga menimbulkan titik-titik konflik pada suatu
persimpangan. Sebagai contoh, persimpangan dengan empat lengan pendekat mempunyai
32 titik konflik, yaitu 16 titik crossing, 8 titik merging, dan 8 titik diverging.

Gambar 1 Pola Pergerakan Dasar Pada Persimpangan

Gambar 2 Titik Konflik Pada Persimpangan Empat Lengan Pendekat


dan Bundaran Lalulintas

142 Jurnal Transportasi Vol. 8 No. 2 Desember 2008: 141-150


Ada beberapa cara untuk mengurangi konflik pergerakan lalulintas pada suatu
persimpangan (Banks, 2002 dan Tamin, 2000). Solusi Time-sharing, melibatkan
pengaturan penggunaaan badan jalan untuk masing-masing arah pergerakan lalulintas pada
setiap periode tertentu. Contohnya adalah pengaturan siklus pergerakan lalulintas pada
persimpangan dengan sinyal/signalized intersection (IHCM, 1997). Solusi Space-sharing,
menggunakan prinsip mengubah konflik pergerakan, dari crossing menjadi jalinan atau
weaving (kombinasi diverging dan merging). Contohnya adalah bundaran lalulintas
(roundabout), seperti terlihat pada Gambar 2. Prinsip roundabout ini juga bisa diterapkan
pada jaringan jalan yaitu dengan menerapkan larangan belok kanan pada persimpangan.
Dengan adanya larangan belok kanan di suatu persimpangan, maka konflik di
persimpangan dapat dikurangi. Untuk itu, sistem jaringan jalan harus mampu menampung
kebutuhan pengendara yang hendak belok kanan, yakni dengan melewatkan kendaraan
melalui jalan alternatif, yang pada akhirnya menuju pada arah yang dikehendaki (Gambar
4). Prinsip tersebut dikenal dengan istilah rerouting (O’Flaherty, 1997).

Gambar 3 Contoh Siklus Pergerakan Lalulintas Pada Persimpangan Bersinyal

Gambar 4 Prinsip Rerouting Pada Jaringan Jalan

Solusi Grade Separation, meniadakan konflik pergerakan bersilangan, yaitu dengan


menempatkan arus lalulintas pada elevasi yang berbeda pada titik konflik. Contohnya
adalah persimpangan tidak sebidang (Gambar 5).

Gambar 5 Persimpangan Tak Sebidang

Simulasi manajemen lalulintas untuk mengurangi kemacetan di perumahan Jemur Andayani (Rudy Setiawan) 143
Solusi peningkatan kapasitas ruas jalan mencakup perubahan fisik ruas jalan
sehingga kapasitas ruas jalan dapat ditingkatkan, contohnya adalah pelebaran atau
penambahan lajur.

METODOLOGI
Gambar 6 memperlihatkan batasan lokasi penelitian berikut berbagai arah
kedatangan kendaraan yang menuju perumahan Jemur Andayani pada waktu pagi hari.
Pada penelitian ini dilakukan dua macam analisis sederhana (Meyer, 2001), yaitu analisis
kebutuhan pergerakan (demand analysis) dan analisis ketersediaan prasarana (supply
analysis).

Gambar 6 Lokasi Penelitian

Untuk dapat melakukan analisis kebutuhan pergerakan perlu dilakukan survei asal-
tujuan pergerakan (origin-destination survey) untuk mengetahui kebutuhan pergerakan
(base demand) dan karakteristik pergerakan (base characteristics) pada saat ini dengan
lokasi pos pengamatan sebagaimana terlihat pada Gambar 7. Hasil survei berupa Matriks
Asal-Tujuan (MAT) disampaikan terlihat pada Tabel 1.

144 Jurnal Transportasi Vol. 8 No. 2 Desember 2008: 141-150


ke Jemursari

Telkom

Kantor Pos 7.2 7.1 8.2


Sinar
ke Rungkut
Pom Bensin5.2 5.1
2.2 8.1
2.1
1.1
4.2 4.1
ke A. Yani 3.2 3.1 15.1 Roti Fran's
1.2 6.1 6.2

Petra 9.2
17.1
14.1
9.1

Gereja GYB St. Carolus


16.2 16.1 10.1
ke Kutisari

11.1

13.1
ke A. Yani
13.2
12.1 12.2
Perumahan
Dinas
Perhubungan

Gambar 7 Lokasi Pos Pengamatan Survei Asal-Tujuan

Tabel 1 Matriks Asal-Tujuan Perumahan Jemur Andayani Pada Saat Jam Sibuk Pagi Hari
(smp/jam)
Destination
Origin O
RJA RJS JSS KDS RRI KUT SWK SCP
RJA 0 50 35 66 47 55 0 69 322
RJS 0 0 37 51 38 88 0 112 326
JSS 13 0 0 31 16 30 0 49 139
KDS 43 82 21 0 0 70 0 167 383
RRI 120 84 11 0 0 51 0 191 457
KUT 46 55 24 59 22 0 0 114 320
SWK 0 0 0 0 0 0 0 86 86
SCP 104 170 36 0 46 0 0 324 680
D 326 441 164 207 169 294 0 1,112 2,713
Keterangan: SCP = St. Carolus dan PETRA

Sedangkan Analisis ketersediaan prasarana dilakukan dengan bantuan software


TrafikPlan (Taylor, 1992 dan Taylor, 1997) untuk pemodelan dan analisis kinerja jaringan
jalan terhadap beberapa solusi alternatif berupa manajemen lalulintas. Gambar 8
memperlihatkan idealisasi jaringan jalan yang menjadi acuan jaringan jalan pada kondisi
eksisting (Do-Nothing) yang selanjutnya dimodifikasi berdasarkan beberapa kemungkinan
penerapan manajemen lalulintas.
Selain melakukan pengaturan arah lalulintas berupa larangan belok kanan maupun
belok kiri. Penerapan manajemen lalulintas juga difokuskan pada mengatur tiga
persimpangan utama (A hingga C) yang berpotensi menimbulkan kemacetan dan mencoba
membuka akses pada persimpangan D yang pada saat ini telah tersedia jembatan baru,
namun belum difungsikan.

Simulasi manajemen lalulintas untuk mengurangi kemacetan di perumahan Jemur Andayani (Rudy Setiawan) 145
RJS

JSS
KDS
D
RJA A C
B RRI

PET R
A
S T. C
AR O
LU S

KUT
SWK

Gambar 8 Idealisasi Jaringan Jalan

Berbagai Alternatif Manajemen Lalulintas adalah sebagai berikut:


1. Alternatif Pertama; secara prinsip sama dengan kondisi eksisting, dan perbedaannya
hanya terletak pada persimpangan C, kalau pada kondisi DN dilarang belok kanan
masuk ke kawasan perumahan sehingga kendaraan harus memutar balik (u-turn) di
jalan utama sehingga pada alternatif ini diperbolehkan langsung belok kanan.
2. Alternatif Dua; secara prinsip sama dengan alternatif 1, perbedaannya adalah tidak
adanya larangan untuk belok kanan maupun belok kiri pada semua persimpangan jalan
yang ada dalam kawasan perumahan (semua ruas jalan berpeluang dilewati lalulintas).
3. Alternatif Tiga; secara prinsip sama dengan alternatif pertama, perbedaannya hanya
terletak pada dibukanya akses persimpangan D berupa jembatan baru namun dengan
larangan belok kanan pada saat masuk maupun keluar dari kawasan perumahan.
4. Alternatif Empat; secara prinsip sama dengan alternatif tiga, perbedaannya hanya
terletak pada dibukanya akses persimpangan D berupa jembatan baru namun tanpa
larangan belok kanan pada saat masuk maupun keluar dari kawasan perumahan.
5. Alternatif Lima; secara prinsip sama dengan alternatif empat, perbedaannya hanya
terletak pada pemasangan lampu lalulintas baru pada persimpangan persimpangan B
dan penerapan larangan belok kanan pada saat keluar dari kawasan perumahan.
6. Alternatif Enam; secara prinsip sama dengan alternatif lima, perbedaannya hanya
terletak pada pemasangan lampu lalulintas baru pada persimpangan persimpangan B
dan tanpa larangan belok kanan pada saat keluar dari kawasan perumahan.
7. Alternatif Tujuh; secara prinsip sama dengan alternatif dua, perbedaannya hanya
terletak pada pemasangan lampu lalulintas baru pada persimpangan persimpangan C.
8. Alternatif Delapan; secara prinsip sama dengan alternatif enam, perbedaannya hanya
terletak pada pemasangan lampu lalulintas baru pada persimpangan persimpangan C.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Gambar 9 sampai dengan Gambar 14 memperlihatkan perbandingan berbagi
indikator kinerja jaringan jalan antara kondisi eksisting (DN) dengan berbagai alternatif
penerapan manajemen lalulintas (A1 hingga A8). Pada Gambar 9 terlihat bahwa semua
alternatif cenderung mempunyai besaran delay sama dengan kondisi eksisting (DN),
kecuali untuk alternatif tiga, yang disebabkan larangan belok kanan (masuk ke perumahan
Jemur Andayani) pada persimpangan D (jembatan baru), dan untuk alternatif enam sampai

146 Jurnal Transportasi Vol. 8 No. 2 Desember 2008: 141-150


dengan alternatif delapan yang menerapkan pemasangan lampu lalulintas pada
persimpangan B dan C. Alternatif lima tidak menerapkan larangan belok kanan (masuk ke
perumahan Jemur Andayani) pada persimpangan D.
0.40

Rata-rata Delay Pada Ruas Jalan (detik) 0.35

0.30

0.25

0.20

0.15

0.10
2007 2012 2017
Kondisi Manajemen Lalulintas

DN A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8

Gambar 9 Perbandingan Delay Rata-Rata pada Ruas Jalan untuk Tahun 2007
Hingga Tahun 2017

Untuk kecepatan rata-rata, akibat penerapan manajemen lalulinta, semua alternatif


menghasilkan kecepatan rata-rata yang lebih rendah dibandingkan dengan kondisi
eksisting. Tetapi hal tersebut masih cukup memadai, mengingat daerah penelitian adalah
daerah perumahan yang justru lebih mementingkan pembatasan kecepatan lalulintas demi
pertimbangan keselamatan (Gambar 10).
45.0
Rata-rata Kecepatan Pada Ruas Jalan (km/jam)

42.5

40.0

37.5

35.0

32.5

30.0
2007 2012 2017
Kondisi Manajemen Lalulintas

DN A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8

Gambar 10 Perbandingan Kecepatan Rata-Rata Pada Ruas Jalan


untuk Tahun 2007 Hingga Tahun 2017
Derajat kejenuhan (DS) yang dihasilkan oleh berbagai alternatif relatif lebih baik
dibandingkan dengan kondisi eksisting (DN). Hal ini disebabkan oleh lebih meratanya
beban lalulintas di setiap ruas jalan (Gambar 11).

Simulasi manajemen lalulintas untuk mengurangi kemacetan di perumahan Jemur Andayani (Rudy Setiawan) 147
0.70

Rata-rata Derajat Kejenuhan Pada Ruas Jalan


0.65

0.60

0.55

0.50

0.45

0.40

0.35

0.30
2007 2012 2017
Kondisi Manajemen Lalulintas

DN A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8

Gambar 11 Perbandingan Derajat Kejenuhan Rata-Rata Pada Ruas Jalan


untuk Tahun 2007 Hingga Tahun 2017

Penggunaan BBM untuk berbagai alternatif umumnya lebih rendah dibandingkan


dengan kondisi eksisting, terutama untuk alternatif tiga hingga alternatif enam, dan
alternatif delapan yang sudah membuka akses pada persimpangan D (jembatan baru).
Alternatif jarak tempuh perjalanan menjadi lebih pendek (Gambar 12).

5.0
Rata-rata Penggunaan BBM Pada Ruas Jalan

4.5

4.0

3.5
(liter/jam)

3.0

2.5

2.0

1.5

1.0
2007 2012 2017
Kondisi Manajemen Lalulintas

DN A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8

Gambar 12 Perbandingan Penggunaan BBM Rata-Rata Pada Ruas Jalan


untuk Tahun 2007 Hingga Tahun 2017
Emisi gas Carbon Monoksida (CO) hampir sama dengan kondisi eksisting, kecuali
untuk alternatif tiga hingga alternatif enam, dan alternatif delapan. Hal ini semakin
mempertegas bahwa penyediaan akses berupa jembatan baru pada persimpangan D turut
memberikan andil untuk mengurangi polusi udara (Gambar 13).

148 Jurnal Transportasi Vol. 8 No. 2 Desember 2008: 141-150


0.5

Rata-rata Emisi Carbon Monoxide Pada Ruas


0.4

Jalan (kg/jam)
0.3

0.2

0.1

0.0
2007 2012 2017
Kondisi Manajemen Lalulintas

DN A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8

Gambar 13 Perbandingan Emisi Carbon Monoxide Rata-Rata Pada Ruas Jalan


untuk Tahun 2007 Hingga Tahun 2017

Ditinjau dari aspek polusi suara atau kebisingan yang ditimbulkan akibat lalulintas
kendaraan, secara umum tidak terlihat perbedaan yang signifikan. Baik kondisi DN
maupun berbagai alternatif memberikan nilai antara 60 hingga 65 dBA. Hasil analisis
mengindikasikan bahwa Alternatif enam menghasilkan tingkat kebisingan yang terrendah
hingga tahun 2017 (Gambar 14). Namun sebenarnya tingkat kebisingan tersebut telah
melampaui batas ideal kebisingan di kawasan perumahan, yaitu antara 50 hingga 55 dBA,
sesuai dengan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep.48/MENLH/XI/1996,
tanggal 25 November 1996.

65.0
Rata-rata Kebisingan Pada Ruas Jalan (dBA)

64.5

64.0

63.5

63.0

62.5

62.0

61.5

61.0

60.5

60.0
2007 2012 2017
Kondisi Manajemen Lalulintas

DN A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8

Gambar 14 Perbandingan Tingkat Kebisingan Rata-Rata Pada Ruas Jalan


untuk Tahun 2007 Hingga Tahun 2017

Simulasi manajemen lalulintas untuk mengurangi kemacetan di perumahan Jemur Andayani (Rudy Setiawan) 149
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa secara umum alternatif
delapan merupakan alternatif yang paling optimum kinerjanya dibandingkan dengan
kondisi eksisting (DN). Namun jika ditinjau dari aspek kemudahan untuk dapat diterapkan
alternatif empat merupakan alternatif yang paling optimum. Meskipun kinerja alternatif 4
tidak sebaik alternatif delapan, alternatif 4 relatif tidak membutuhkan biaya yang besar
akibat pemasangan lampu lalulintas tambahan.
Dari studi ini dapat diberikan saran untuk dilakukan analisis yang lebih mendalam
untuk membandingkan manfaat yang diperoleh terkait dengan penerapan manajemen
lalulintas dengan besarnya biaya yang harus disediakan untuk menerapkan berbagai
alternatif tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Banks, J. H. 2002. Introduction to Transportation Engineering, 2nd ed., McGraw-Hill.
New York, NY.
Directorate General Bina Marga. 1997. Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM).
Massachusetts Highway Department, Chapter 16: Traffic Calming and Traffic
Management. www.mhd.state.ma.us/downloads/designGuide/CH_16.pdf
Meyer, M. D and Miller, E. J. 2001. Urban Transportation Planning, 2nd ed., McGraw-
Hill. New York, NY.
O’Flaherty, C. A. 1997. Transportation Planning and Traffic Engineering. London:
Hodder Headline Group.
Putranto, L. S. 2007. Rekayasa Lalu Lintas. Indeks. Jakarta
Tamin, O. Z. 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, 2nd ed. Bandung: Penerbit
ITB.
Taylor, M. A. P. 1992. TrafikPlan User Manual, 1st ed., School of Civil Engineering
University of South Australia. Australia.
Taylor, M. A. P. 1997. The Effects Of Lower Urban Speed Limits On Mobility,
Accessibility, Energy And The Environment: Trade-Offs WithIncreased Safety?,
Transport Systems Centre, School of Geoinformatics Planning and Building,
University of South Australia. Australia.
Underwood, R. T. 1991. The Geometric Design of Roads, Macmillan company of Australia
pty ltd. Australia.
Widyastuti, H. 2007. Analisa Bangkitan Perjalanan Kawasan Pendidikan Studi Kasus
Sekolah Petra dan St. Carolus di Jalan Jemurandayani Surabaya. Simposium X
FSTPT, Universitas Tarumanagara. Jakarta.

150 Jurnal Transportasi Vol. 8 No. 2 Desember 2008: 141-150

Anda mungkin juga menyukai