Disusun Oleh :
KELOMPOK: 1
1. Abdul Rohim 1701010092
2. Anang Abrori Akhan 1601010010
Kelas D Semester IV
Assalamu’alaikum.wr.wb
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat dan inayahnya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Akhlak dalam menuntut ilmu..
Makalah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada Ghulam Murtadlo, M.Pd.I selaku
dosen mata kuliah Akhlak II dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Wassalamu’alaikum.wr.wb
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 1
C. Tujuan Masalah ..................................................................................... 2
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah niat dalam menuntut ilmu?
2. Bagaimanakah kewajiban menuntut ilmu?
3. Bagaimanakah adab dalam belajar?
4. Bagaimanakah mengagungkan ilmu dan ulama?
1
C. Tujuan Penulisan
1. mengetahui niat dalam menuntut ilmu
2. mengetahui kewajiban menuntut ilmu
3. mengetahui adab dalam menuntut ilmu
4. mengetahui mengagungkan ilmu dan ulama
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Memperoleh kebahagiaan akhirat
Dari beliau pula diriwayatkan sebuah hadits : ”Banyak amal perbuatan
yang berbentuk amal dunia, lalu menjadi amal akhirat yang karena buruk
niatnya maka menjadi amal dunia.” Pelajar harus mendasarkan niat
belajarnya dengan Husnunniyat (niat yang baik). Al Zarnuji mendefinisikan
amal akhirat adalah semua amal sekalipun itu amal duniawi tetapi
dilandaskan pada niat akhirat maka amal yang akan dilaksanakan oleh
seseorang itu termasuk amal akhirat. Nashirudin dalam menterjemahkan niat
”Al-Daral Akhirat” sebagi sebuah landasan untuk mendapatkan surga.
Beliau mengatakan bahwa niat belajar juga harus memiliki niat untuk
mengharapkan kebahagiaan akherat yang berupa surga.
Dan dalam menuntut ilmu hendaklah diniatkan juga untuk mensyukuri
atas kenikmatan akal dan kesehatan badan. Hendaklah tidak niat mencari
popularitas, tidak untuk mencari harta dunia, juga tidak berniat mencari
kehormatan dimata penguasa dan semacamnya. Barang siapa telah
menemukan lezatnya ilmu dan pengamalannya, maka kecil sekali
kesukaannya terhadap apa yang ada di tangan sesama manusiaTetapi jikalau
dalam meraih keagungan itu demi amar ma’ruf nahi munkar,
memperjuangkan kebenaran dan meluhurkan agama bukan untuk keperluan
hawa nafsu sendiri.
3. Berusaha memerangi kebodohan pada diri sendiri dan kaum yang bodoh
Manusia adalah mahluk dan semua mahluk adalah bodoh, maka dikatakan
oleh al Zarnuji bahwa belajar itu bukan untuk mencari kepintaran dan
kepandaian tetapi menghilangkan kebodohan dan ketidaktahuan yang ada
dalam diri seseorang. Juga seorang wajib memberikan pencerahan ilmu dari
apa yang telah ia miliki baik berupa ilmu itu sendiri maupun dari buah ilmu
itu sendiri yang ebrupa amal. Seperti halnya seorang guru, dosen, pengajar,
tutor memberikan pencerahan berupa ilmu dan nasehat nasehat kepada
orang lain , dokter memberikan pengobatan kepada pasiennya, montir
dengan jasanya, sopir memberikan manfaat ilmunya berupa mengemudi
membantu orang lain dan berbagi contoh lainnya.
4
4. Mengembangkan dan melestarikan Islam
Niat belajar hendaknya didasarkan pada kemauan untuk senantiasa
melestarikan islam di bumi, konsep al Zarnuji membuktikan bahwa niat
dalam belajar yang di sampaikan beliau memiliki orientasi yang luas, baik
untuk pribadi, masyarakat, dan agama. Sebagaimana kutipan Syekh
Burhanudin yang artinya: “Sungguh merupakan kehancuran yang besar
seorang alim yang tak peduli, dan lebih parah dari itu seorang bodoh yang
beribadah tanpa aturan, keduanya merupakan fitnah yang besar di alam
semesta bagi orang-orang yang menjadikan keduanya sebagai pedoman”.
5. Mensyukuri nikmat akal dan badan yang sehat
Orang yang pandai tetapi kependaiannya hanya untuk dirinya sendiri tanpa
memikirkan orang lain itu tidak berarti, begitu juga orang bodoh beribadah
ibadahnya bisa batal atau ia akan mudah terjerumus ke aliran sesat. Oleh
karena itu berniat untuk menysukuri nikmat akal dan badan berarti harus
memiliki komitmen untuk memberikan manfaat atas ilmunya kepada
sesama yang membutuhkan sehingga dapat merubah mayarakat disekeliling
alim tersebut untuk menjadi masyarakat yang lebih baik dalam segi ibadah,
sosial maupun muamalah.
6. Tidak memiliki niat untuk mendapat kesohoran dari manusia
Seperti penjabaran diatas, bahwa Niat itu seharusnya dituinjukkan untuk
mendapat Ridho Allah SWT. Al Zarnuji dalam Kitab Ta’lim Muta’allim
menyebutkan, beliau tidak memperkenankan niat dalam mencari ilmu
untuk mendapatkan harta banyak, penghormatan dari orang, dan sanjungan
dari para petinggi atau pejabat, dan hal hal yang bersifat duniawi murni.
Niat yang utama untuk pelajar adalah agar belajar digunakan sebagai sarana
mencari Ridha Allah, bukan untuk mendapatkan hal hal materi dan duniawi
saja yang selama ini menjadi orientasi keberhasilan para pelajar zaman
sekarang yang bisa menjadikannya seseorang yang gila kehormatan atau
jabatan.
5
B. Kewajiban Menuntut Ilmu
Dasar hukum menuntut ilmu yaitu berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits
nabi Muhammad saw. Banyak sekali hadits dan ayat Al-Qur’an yang
menerangkan tentang menuntut ilmu. Di dalam Islam, menuntut ilmu
merupakan perintah sekaligus kewajiban. Manusia diperintahkan untuk
menuntut ilmu, karena dengan ilmu pengetahuan kita bisa mencapai apa yang
dicita-citakan baik di dunia maupun di akhirat. Apalagi sebagai seorang
muslim itu wajib hukumnya seperti dalam sebuah hadits disebutkan bahwa :
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Menuntut ilmu merupakan
kewajiban bagi setiap muslim.” (Hadits sahih, diriwayatkan dari beberapa
sahabat diantaranya: Anas bin Malik, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ali bin Abi
Thalib, dan Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu Anhum. Lihat: Sahih al-jami:
3913)
Maka jelas kiranya bahwa menuntut ilmu pengetahuan memang
diwajibkan. Dengan ilmu kita bisa meraih dunia, dengan ilmu kita dapat
meraih akhirat dan dengan ilmu pula kita bisa meraih kedua-duanya. Firman
Allah pada surat Al-Alaq ayat 1-5 , berbunyi :
6
Manusia diwajibkan untuk menuntut ilmu karena hal ini sebenarnya
telah dijawab oleh Al-Qur’an sendiri. Dimana menurut Al-Qur’an, Allah
menciptakanmanusia dalam keadaan vakum dari ilmu, lalu Allah memberinya
perangkat ilmu agar mampu menggali ilmu dan mempelajarinya. Karena
memang ilmu itu harus digali, dipelajari, dan diamalkan sebagaimana firman-
Nya:
ۡسمۡ َۡع َ ٱّلل ۡأ َ ۡخ َر َجكم ۡم ۢن ۡبطون ۡأ َّم َٰ َهتك ۡم ََۡل ۡت َعۡ لَمونَ ۡش َۡيۡا
َّ ۡو َج َع َل ۡلَكم ۡٱل َّۡ َو
ۡ ۡ٧٨ۡ َص َۡرۡ َۡو ۡٱۡل َ ۡفۡدَۡة َۡلَ َعلَّك ۡمۡت َ ۡشكرون
َ َٰ َۡو ۡٱۡل َ ۡب
Artinya : "Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun. Dan Dia memberi kalian pendengaran,
penglihatan dan hati agar kalian bersyukur”.(Q.S. An Nahl: 78)
7
maupun untuk orang lain.Mengajarkan ilmu kepada orang lain merupakan
sadaqoh, sesuai dengan sabda Nabi,
Selagi ada kesempatan untuk mencari ilmu dan sebelum Allah
mencabut atau mengangkat ilmu dari manusia, maka carilah ilmu sebanyak-
banyaknya untuk kita manfaatkan serta kita amalkan di jalanNya. Sebab ilmu
yang bermanfaat merupakan salah satu amal jariyah yang tak akan terputus.
Rasulullah selalu antusias dalam menyebut ilmu dan orang-orang yang
mempelajarinya dengan gigih. Rosulullah selalu menyerukan kepada semua
kaum muslimin untuk mempelajari berbagai macam ilmudan mengajarkannya
kepada manusia sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa
rosulullah bersabda yang artinya “Belajarlah akan suatu ilmu dan lalu
ajarkanlah (ilmu tersebut) kepada manusia. Pelajarilah ilmu faroidh (ilmu
waris) dan lalu ajarkan kepada manusia. Pelajarilah al-qur’an dan lalu
ajarkanlah kepadda manusia”.
8
“Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung dengan niatnya dan setiap
orang akan memperolah pahala sesuai dengan apa yang dia niatkan.”
Oleh karena itu seseorang yang punya cita-cita yang tinggi dalam
mencari dan memperoleh ilmu hendaknya punya perhatian yang besar
terhadap keihklasan niat. Karena niat yang ikhlas merupakan sebab akan
barakahnya ilmu dan amal. Sebagaimana perkataan sebagian salaf :
Maka setiap orang yang telah diberi taufiq oleh Allah untuk bisa
berjalan diatas jalan ilmu hendaknya waspada terhadap niat yang rusak dan
selalu berusaha untuk menjadikan niatnya dalam menuntut ilmu hanya
mengharapkan keridhaan dan wajah Allah ta’ala.
9
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh dijalan Kami nisacaya Kami
akan tunjukkan kepadanya jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah bersama
orang-orang yang berbuat baik.” [Al Ankabut : 69]
114:ۡربۡزدْنيۡع ْل ًماۡۡ[طه
َ ] َوق ْل
“Dan katakanlah (wahai Nabi Muhammad), ya Rabb tambahkanlah ilmu
kepadaku.” [Thaaha : 11]
4. Mengamalkan ilmu
Seorang penuntut ilmu harus punya perhatian serius terhadap perkara
mengamalkan ilmu. Karena tujuan dari menuntut ilmu adalah untuk
diamalkan. Ali radhiyallahu ‘anhu berkata :
10
ۡفإنۡأجابهۡوإَلۡارتحل،ۡيهتفۡبالعلمۡالعمل
“Ilmu akan mengajak pemiliknya untuk beramal, jika dia penuhi ajakan
tersebut ilmunya akan tetap ada, namun jika tidak maka ilmunya akan
hilang.”
6. Mendakwahkan ilmu
Jika seorang penuntut ilmu mendapatkan taufiq untuk bisa mengambil
manfaat dari ilmunya, hendaknya dia juga bersemangat untuk
menyampaikan ilmu dan mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Dalam
rangka mengamalkan firman Allah ta’ala :
11
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian,kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh
dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati
supaya menetapi kesabaran.” [Al Ashr :1-3]
Didalam ayat yang mulia ini, Allah ta’ala bersumpah bahwa manusia
semunya mengalami kerugian, tidak ada seorangpun yang selamat dari
kerugian kecuali orang yang beriman, berilmu, mengamalkan ilmunya,
mendakwahkannya kepada orang lain serta bersabar atas gangguan yang
menimpanya.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa kedudukan ilmu dan
beramal dengannya itu bertingkat-tingkat. Sebagaimana dinukil oleh Adz
Dzahabi rahimahullah di Siyaru A’laamin Nubalaa dari Muhammad bin An
Nadhr, dia berkata :
ۡثمۡبثه،ۡۡثمۡالعملۡبه،ۡثمۡحفظه،ۡأولۡالعلمۡاَلستماعۡواۡلنصات
“Ilmu yang pertama kali adalah mendengar dan diam, kemudian
menghafal, mengamalkan lalu menyebarkannya.”
12
Maka setiap kali ada orang yang mengambil manfaat dari ilmunya
maka akan dicatat pahala baginya. Tidak diragukan bahwa ini menunjukkan
akan keutamaan mengajarkan ilmu dan memberi manfaat kepada manusia.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Kita meminta kepada Allah, Rabb arsy yang agung, kita meminta
dengan menyebut nama-namanya yang indah dan sifat-sifatnya yang tinggi
agar menganugerahkan kita semua ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.
Menunjuki kita kepada jalan-Nya yang lurus, memperbaiki semua keadaan
kita dan tidak membiarkan kita bersandar pada diri kita sendiri meskipun
hanya sesaat.
ۡالعلمَۡلۡيكرمهۡالعلم
َۡ ۡۡمنَۡلۡيكرم
“Barangsiapa tidak memuliakan ilmu maka ilmu tidak akan menjadikannya
mulia…”
13
a. bersih dari syubuhat (kerancuan pemikiran) dan,
b. bersih dari syahwat (nafsu).
2. Mengikhlaskan niat
Niat yang benar dalam menuntut ilmu kembali pada 4 hal utama:
a. Raf’ul jahli an nafsihi (menghilangkan kebodohan dari diri sendiri)
b. Raf’ul jahli anil khalq (menghilangkan kebodohan dari orang lain)
c. Ihya’ul Ilmi (menghidupkan ilmu dan menjaganya)
d. Al ‘amalu bil ilmi (mengamalkan ilmu)
Seseorang akan mendapatkan ilmu sesuai dengan keikhlasan yang dia
miliki. Menjaga lurusnya niat dalam menuntul ilmu memang bukan hal yang
mudah. Sufyan Atsauriy berkata, “Tidaklah aku mengobati sesuatu yang
lebih sulit dari niatku, karena sungguh ia berbolak-balik.”
3. Mengumpulkan himmah (kemauan yang kuat)
Ilmu tidak akan didapatkan dengan bersantai-santai. Harus ada perjuangan
dan pengorbanan untuk mencapainya. Setidaknya ada tiga hal penting yang
harus diperhatikan:
a. Bersemangat dalam hal-hal yang bermanfaat
b. Memohon pertolongan dari Allah
c. Tidak merasa lemah dan putus asa dalam menuntut ilmu.
Tiga hal diatas tercakup dalam sabda Rasulullah, “Bersemangatlah
dengan apa-apa yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan Allah dan
jangan merasa lemah” [HR Muslim]
4. Menaruh perhatian besar pada Al Qur’an dan Sunnah
Seluruh ilmu yang bermanfaat kembalinya kepada Al Qur’an dan Sunnah.
Keduanya adalah sumber ilmu yang sebenarnya, sedang ilmu yang lainnya
adalah pelengkap atau wasilah saja. Jangan sampai kita sibuk dengan ilmu
yang lainnya tetapi lalai dari mengkaji Al Qur’an dan Sunnah.
5. Menempuh jalan untuk sampai pada ilmu
Segala sesuatu memiliki jalan untuk meraihnya, tak terkecuali juga ilmu.
Hendaknya memulai dengan menguasai dan menghafal mutun (kitab-kitab
dasar) dan belajar langsung dari seorang yang berilmu (‘alim rabbaniy). Jika
14
belajar tanpa bimbingan seorang alim hanya akan menyia-nyiakan waktu
dan bahkan bisa menjerumuskan pada pemahaman yang salah.
6. Memulai dari yang terpenting lalu yang penting
Hendaknya seorang penuntul ilmu memulai dari yang paling penting seperti
hal-hal yang berkaitan dengan ibadah sehari-hari. Setelah itu hendaknya
memulai dengan menguasai hal-hal yang dasar dari setiap cabang ilmu.
Setelah memiliki bekal yang cukup dari setiap cabang ilmu lalu mulai
mendalami bidang yang diminati atau dibutuhkan. Tidak selayaknya pemula
penuntut ilmu sibuk dengan permasalahan-permasalahan pelik apalagi yang
aneh. Imam Malik mengatakan “Jeleknya ilmu adalah hal yang aneh/tidak
jelas, sedang baiknya ilmu adalah yang jelas yang telah
diriwayatkan/disebarkan oleh manusia”
7. Mengoptimalkan masa kecil dan masa muda untuk belajar
Masa muda adalah masa keemasan untuk menuntut ilmu karena badan dan
pikiran masih kuat dan belum disibukkan dengan banyak hal. Selain itu,
menuntut ilmu diwaktu muda/kecil juga akan lebih membekas. Hasan Al
Basri pernah mengatakan, “Ilmu di masa kecil seperti memahat dalam
batu”.
8. Perlahan dalam menuntut ilmu dan tidak tergesa-gesa
Tidak diragukan lagi bahwa segala sesuatu butuh proses. Perlu kesabaran
untuk menempuh tahapan-tahapan dalam belajar. Mulai dari hal yang dasar
lalu meningkat ke hal yang sulit. Jangan tergesa-gesa menelaah hal-hal yang
sulit. Berkata syaikh Abdul Karim Rifa’I “Makanan orang dewasa adalah
racun bagi anak kecil”. Benar perkataan beliau, jika ada bayi lalu diberi
makanan orang besar seperti daging dan lainnya bisa saja langsung
meninggal bayi tersebut meskipun makanan tersebut bergizi dan lezat.
Begitu juga dengan ilmu.
9. Sabar
Ilmu butuh kesabaran baik dalam mencarinya, mengamalkan dan
mendakwahkan ilmu tersebut. Berkata Al Ashma’iyu, “Barangsiapa tidak
15
pernah merasakan hinanya belajar barang sesaat maka ia akan berada dalam
hinanya kebodohan selama-lamanya.”
10. Menjaga adab
Seorang penuntut ilmu hendaknya menjaga adab dalam menuntut ilmu.
Imam Malik pernah mengatakan pada seorang pemuda Quraisy, “Wahai
saudaraku, belajarlah adab sebelum engkau belajar ilmu.”`
11. Menjaga muru’ah (kehormatan)
Seorang penuntut ilmu hendaknya menjaga muruah. Jangan sampai seorang
yang berilmu memiliki perilaku yang rendah.
12. Mencari teman yang shalih dalam menuntut ilmu
Pengaruh seorang sahabat sangat penting bagi seseorang. Rasulullah
bersabda, “Seseorang itu tergantung agama teman dekatnya, hendaknya
salah seorang diantara kalian melihat dengan siapa berteman dekat” [HR
Abu Dawud dan Tirmidziy]
13. Menghafal, murajaah dan bertanya pada alim
Tiga aktifitas utama yang hendaknya dilakukan seorang penuntut ilmu:
a. Menghafal saat sendirian
b. Muraja’ah dan berdiskusi dengan teman
c. Bertanya pada guru atau seorang alim
14. Menghormati orang yang berilmu
Salah bentuk menghormati ilmu adalah dengan menghormati ahlinya.
Rasulullah bersabda, “Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak
menghormati orang yang tua, tidak menyayangi orang yang kecil dan tidak
mengetahui kedudukan/haq orang yang berilmu”
16
Majelis ilmu adalah majelis yang mulia karena didalamnya dibacakan
kalamullah dan sabda rasul. Tidak berlebihan jika dikatakan “Majelis ulama
adalah majelis para Anbiya’.” Karena mulianya majelis ilmu maka para
salaf dahulu sangat menghormati majelis ilmu, mereka selalu menjaga
ketenangan dalam majelis ilmu.
17. Melakukan pembelaan terhadap ilmu
Salah satu usaha untuk menjaga agama adalah dengan melakukan
pembelaan terhadap ilmu. Jika orang-orang yang menyimpang tidak
dibantah maka akan membahayakan kaum muslimin.
18. Menjaga etika bertanya
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam bertanya:
a. Memikirkan kenapa bertanya. Sesungguhnya jeleknya maksud akan
menghilangkan keberhakan ilmu.
b. Bertanya pada hal-hal yang bermanfaat. Suatu saat Imam Ahmad
rahimahullah pernah ditanya tentang Ya’juj dan Ma’juj, apakah mereka
muslim. Maka Imam Ahmad menjawab, “Apakah kamu telah menguasai
ilmu (semuanya) hingga bertanya tentang hal ini??”
c. Melihat kondisi syaikh yang mau ditanyai, jangan sampai bertanya saat ia
sibuk dengan hal yang lain.
d. Mengemas pertanyaan dengan baik dan sopan.
19. Memenuhi hati dengan kecintaan pada ilmu
Seorang yang menuntut ilmu dengan benar maka seharusnya hatinya
dipenuhi kecintaan padanya. Hatinya tidak disibukkan dengan yang lainnya
sehingga melalaikan dari ilmu.
17
Al Bazar rahimahullah mengatakan “Saya tidak menyia-nyiakan sesaat pun
dalam usia saya untuk hal yang sia-sia maupun permainan.” Tidak
mengherankan jika para ulama dahulu dapat melakukan hal luar biasa
lainnya. Diantara mereka ada yang sampai dapat menulis 1000 jilid!! Ada
juga yang sampai memiliki 7000 syaikh
ۡسح َ سحوۡاْۡيَ ۡفَ سحواْۡفيۡ ۡٱل َم َٰ َجلسۡۡفَۡ ۡٱف َّ ََٰ َٰٓيَأَيُّ َها ۡٱلَّذينَۡ ۡ َءا َمن َٰٓواْۡإذَاۡقي َلۡلَك ۡم ۡتَف
َۡۡۡوٱلَّذين
َۡ ٱّلل ۡٱلَّذينَۡ ۡ َءا َمنواْ ۡمنك ۡم
َّۡ ۡ ۡوإذَاۡقي َل ۡٱنشزوۡاْ ۡفَۡٱنشزوۡاْ ۡيَ ۡرفَع َ ٱّلل ۡلَك ۡۖۡم
َّۡ
ۡ ۡ١١ۡيرٞ ٱّللۡب َماۡت َعۡ َملونَ ۡخَبَّۡ ۡو َۡ أوتواْۡ ۡٱلع ۡل َۡمۡدَ َر َٰ َج ٖۚت
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Mujadilah: 11)
ۡۖ
ۡ ۡ٢٤ۡ َۡو َكانواْۡبۡا َٰيَتنَاۡيوقنون َ َۡو َجعَ ۡلنَاۡم ۡنه ۡمۡأَئ َّمةۡيَهۡ دونَ ۡبأ َ ۡمرنَاۡلَ َّما
َ ْصبَروا
18
“Para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan
dirham (harta). Mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barang siapa yang
mengambilnya sungguh dia telah mengambil bagian yang banyak
(menguntungkan).” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Abu Dawud. Asy-Syaikh
Al-Albani mengatakan sanadnya hasan dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib
1/139)
ۡ،ط ۡ َعلَى ۡ َهلَ َكتهۡ ۡفي ۡ ْال َحق ٌۡ َل ۡفي ۡاثْنَتَيْن؛ ۡ َرج
ۡ ً ل ۡآتَاهۡ ۡهللاۡ ۡ َم
َۡ اَل ۡفَسل ۡ َّ س ۡدَ ۡإ َۡ
َ َل ۡ َح
لۡآتَاهۡۡهللاۡۡ ْالح ْك َم ۡةَۡفَه َۡوۡيَ ْقضيۡب َهاۡ َوي َعلم َها ٌۡ َو َرج
“Tidak boleh ada hasad (berkeinginan mendapatkan) kecuali terhadap dua
golongan: orang yang Allah l limpahkan harta kepadanya lalu dia belanjakan di
jalan yang benar, serta orang yang Allah l karuniakan hikmah (ilmu) lalu dia
tunaikan (amalkan) dan ajarkan.” (Muttafaqun ‘alaih)
ْۡ َم
ۡنۡيردۡۡهللاۡۡبهۡۡ َخي ًْراۡيفَق ْههۡۡفيۡالدين
“Barang siapa yang Allah l kehendaki kebaikan untuknya, Dia jadikan orang
tersebut paham akan agama.” (HR. Al-Bukhari no. 69 dari Mu’awiyah z)
Rasulullah n bersada:
ۡۡن ۡيَكونَۡ ۡهللاۡ ۡ َو َرسولهۡ ۡأ َ َحبَّۡۡإلَيْه ْۡ َ ن ۡفيهۡۡ َو َج ۡدَۡ َح ًَل َو ۡة َۡ ْاۡلي َمان؛ۡأ َّۡ نۡك ْۡ ثۡ َم ٌۡ ث َ ًَل
ۡن ۡيَعو ۡدَ ۡفي ْۡ َ ن ۡيَ ْك َرۡهَ ۡأ
ْۡ َ ۡ َوأ،َل ّۡلل
ۡ َّ َل ۡيحبُّهۡ ۡإ ۡ َ ۡ ن ۡيحبَّۡ ۡ ْال َم ْر َۡء
ْۡ َ ۡ َوأ،م َّما ۡس َواه َما
ۡفۡفيۡالنَّار َۡ َنۡي ْقذ ْۡ َ ْالك ْفرۡۡ َب ْع ۡدَۡإ ْۡذۡأ َ ْنقَذَهۡۡهللاۡۡم ْنهۡۡ َك َماۡ َي ْك َرهۡۡأ
“Ada tiga hal, yang apabila dimiliki seseorang tentu dia merasakan manisnya
iman: (1) Allah l dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada yang selain
19
keduanya, (2) dia tidaklah mencintai seseorang melainkan karena Allah l, (3)
dia benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah l menyelamatkannya
dari kekafiran itu sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam api.”
(Muttafaqun ‘alaih dari Anas bin Malik z)
Rasulullah n bersabda:
َ ََّلۡ َي ْشكرۡۡالن
ۡاس ۡ َ ۡن ۡ َۡۡلۡيَ ْشكر
ْۡ هللاَۡ َم َۡ
“Tidak akan bersyukur kepada Allah l, orang yang tidak berterima kasih
kepada orang lain.” (HR. Abu Dawud no. 4177, lihat Ash-Shahihah no. 416)
20
2. Menaati mereka dalam hal yang baik
Allah berfirman:
ۡل ۡ َوأ ْوليۡ ۡٱۡل َ ۡمرۡ ۡمنك ۡۖۡم ۡفَإن َّۡ ۡ َْٰ َٰٓيَأَيُّ َها ۡٱلَّذينَۡ ۡ َءا َمن َٰٓواْۡأَطيعوا
َّ ۡ ْٱّللَ ۡ َوأَطيعوا
َۡ ٱلرسو
ۡۡٱّلل ۡ َۡو ۡٱليَ ۡوم
َّۡ ۡٱلرسولۡ ۡإنۡكنت ۡم ۡت ۡؤمنونَ ۡب َّۡ ۡت َ َٰنَزَ ۡعت ۡم ۡفيۡش َۡيء ۡفَردُّوه ۡإلَى
َّ ٱّلل ۡ َۡو
ۡ ۡ٥٩ۡيًل ً سنۡۡت َ ۡأو َٰ
َ رٞ ۡٱۡلَٰٓخرٖۚۡۡذَل َكۡخ َۡي
َۡ ۡوأ َ ۡح
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan
ulil amri di antara kalian.” (An-Nisa’: 59)
21
(ketenteraman) masyarakat. Negara menjadi kacau, sementara penguasa
tidak memiliki kekuatan dan kemampuan untuk melaksanakan dan
menegakkan peraturan. Oleh karena itu, apabila kedua golongan ini, ulama
dan umara, direndahkan di mata umat, syariat akan rusak dan keamanan
akan hilang. Segala urusan menjadi kacau-balau.” (Syarh Riyadhish
Shalihin, 2/110)
3. Mengikuti bimbingan dan arahan mereka
Allah berfirman menceritakan dialog Nabi Ibrahim q dengan ayahnya:
َ ۡو ََلۡي ۡغنيۡ َع
ۡنكۡش َۡيۡا َ ۡو ََلۡي ۡبصر َ إ ۡۡذ ۡقَا َل ۡۡلَبيه ۡ َٰ َٰٓيَأَبَت ۡل َم ۡت َعۡ بدۡ َم
َ اَۡل ۡيَ ۡس َمع
ۡ٤٢
“Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu
pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku
akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.” (Maryam: 42)
22
ۡس ۡلنَاۡمنۡقَ ۡبل َكۡإ ََّلۡر َجاَلۡنُّوح َٰٓيۡإلَ ۡيه ۡۖۡمۡفَ ۡسۡل َٰٓواْۡأ َ ۡه َلۡٱلذ ۡكرۡۡإنۡكنت ۡم
َ َو َمۡا َٰٓۡأ َ ۡر
ۡ ۡ٤٣ۡ َََلۡت َعۡ لَمون
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu
tidak mengetahui.” (An-Nahl: 43)
ۡۡردُّوه ۡإلَى َ ر ۡمنَ ۡ ۡٱۡلَمۡ نۡ ۡأَو ۡ ۡٱلخ َۡوفۡ ۡأَذَاعواْ ۡب ۖۡهۡۦ ۡ َولَ ۡوٞ َۡوإذَا ۡ َجا َٰٓ َءه ۡم ۡأَم
َ ٱلرسولۡ ۡ َوإلَ َٰ َٰٓى ۡأ ْوليۡ ۡٱۡل َ ۡمرۡ ۡم ۡنه ۡم ۡلَ َعل َمه ۡٱلَّذينَۡ ۡيَ ۡست َ ۢنبطونَهۡۥ ۡم ۡنه ۡۗۡم
ۡۡولَ ۡو ََل َّ
َ َٰ ش ۡي
ۡ٨٣ۡطنَۡۡإ ََّلۡقَليًل َ ٱّللۡ َعلَ ۡيك ۡم
َّ ۡو َر ۡح َمتهۡۥَۡلَت َّ َبعۡۡتمۡٱل ۡ َف
َّۡ ۡضل
“Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun
ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkannya
kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang
ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka
(Rasul dan ulil amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah
kepada kalian, tentulah kalian mengikuti setan kecuali sebagian kecil saja
(di antara kalian).” (An-Nisa: 83)
23
(mazhab) terhadap maksud imam-imam mereka.” (Minhajus Sunnah) Oleh
karena itu, pendapat mereka lebih mendekati kebenaran dan nasihat mereka
lebih berhak didengarkan.
Ilmu adalah harta yang paling berharga, ia adalah warisan para Nabi.
Dengan ilmu tercapai kebahagian dunia dan akhirat. Bagian seorang hamba
dalam ilmu selaras dengan pengagungan dan penghormataannya terhadap ilmu
24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
25
DAFTAR PUSTAKA