Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

AKHLAK DALAM MENUNTUT ILMU

Dosen pengampu: Ghulam Murtadlo, M.Pd.I


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak II

Disusun Oleh :
KELOMPOK: 1
1. Abdul Rohim 1701010092
2. Anang Abrori Akhan 1601010010

Kelas D Semester IV

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum.wr.wb
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat dan inayahnya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Akhlak dalam menuntut ilmu..
Makalah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada Ghulam Murtadlo, M.Pd.I selaku
dosen mata kuliah Akhlak II dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Wassalamu’alaikum.wr.wb

Metro, 25 Februari 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 1
C. Tujuan Masalah ..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3


A. Niat Dalam Menuntut Ilmu ................................................................... 3
B. Kewajiban Menuntut Ilmu .................................................................... 6
C. Adab Menuntut Ilmu ............................................................................. 8
D. Mengagungkan Ilmu Dan Ulama ......................................................... 13

BAB III PENUTUP ............................................................................................ 25


A. Kesimpulan ........................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Ilmu pengetahuan adalah sebaik-baik sesuatu yang disukai, sepenting-
penting sesuatu yang dicari dan merupakan sesuatu yang paling bermanfaat,
dari pada selainnya. Kemuliaan akan didapat bagi pemiliknya dan keutamaan
akan diperoleh oleh orang yang memburunya.
Dalam kehidupan dunia, ilmu pengetahuan mempunyai perang yang
sangat penting. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan memberikan
kemudahan bagi kehidupan baik dalam kehidupan individu maupun kehidupan
bermasyarakat. Dalam kehidupan beragama, ilmu pengetahuan adalah sesutau
yang wajib dimiliki, karena tidak akan mungkin seseorang mampu melakukan
ibadah yang merupakan tujuan diciptakannya manusia oleh Allah, tanpa
didasari ilmu. Minimal, ilmu pengetahuan yang akan memberikan kemampuan
kepada dirinya, untuk berusaha agar ibadah yang dilakukan tetap berada dalam
aturan-aturan yang telah ditentukan.
Uraian di atas hanyalah uraian singkin betapa pentingnya ilmu
pengetahuan bagi manusia, baik untuk kehidupan dirinya pribadi, maupun
dalam hubungan dirinya dengan benda-benda di sekitarnya. Baik bagi
kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. Ada banyak hadits, firman Allah,
dan pendapat para ulama tentang pentingnya ilmu pengetahuan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah niat dalam menuntut ilmu?
2. Bagaimanakah kewajiban menuntut ilmu?
3. Bagaimanakah adab dalam belajar?
4. Bagaimanakah mengagungkan ilmu dan ulama?

1
C. Tujuan Penulisan
1. mengetahui niat dalam menuntut ilmu
2. mengetahui kewajiban menuntut ilmu
3. mengetahui adab dalam menuntut ilmu
4. mengetahui mengagungkan ilmu dan ulama

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Niat Menuntut Ilmu


Menurut Ensiklopedia Islam niat secara bahasa artinya ‘al-qashdu‘
(keinginan atau tujuan), sedangkan makna secara istilah, yang dijelaskan oleh
ulama Malikiah, adalah ‘keinginan seseorang dalam hatinya untuk melakukan
sesuatu’.
Al-Zarnuji mengatakan niat adalah azas dari segala perbuatan. Maka
dari itu adalah wajib bagi pelajar untuk berniat dalam belajar. Beliau
mengatakan: "Setiap pelajar harus menata niatnya ketika akan belajar. Karena
niat adalah pokok dari segala amal ibadah." Al-Zarnuji dalam kitab Ta’limul
Muta’alim berpendapat bahwa belajar adalah suatu pekerjaan, merupakan
sebuah ibadah dan kewajiban, maka ia harus mempunya niat belajar dan niat
belajar yang harus dimiliki oleh pelajar harus sesuai dengan tuntunan alqur’an
dan sunnah.
Dalam kitab Ta’limul Muta’alimal Zarnuji menjelaskan pedoman niat
belajar yang baik yang harus dimiliki oleh semua pelajar guna mendapatkan
ilmu yang bermanfaat, beliau memaparkan sebagai berikut :
1. Mencari Ridha Allah ‘Azza wa Jalla
Penuntut ilmu wajib niat sewaktu belajar. Sebab, niat itu merupakan
pokok dalam segala perbuatan, berdasarkan sabda Nabi saw :
“Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu terserah niatnya” Hadits shahih.
Hendaklah seseorang selalu menghiasi dirinya dengan akhlak mulia,
yaitu memulai segala sesuatu dengan niat yang baik sebab dengan niat itu
dapat menghantarkan pada pencapaian keberhasilan. Niat yang sungguh-
sungguh dalam mencari ilmu adalah keridhaan Allah akan mendapatkan
pahala. al-Zarnuji menekankan agar belajar adalah proses untuk mendapat
ilmu, hendaknya diniati untuk beribadah. Artinya, belajar sebagai
perwujudan rasa syukur manusia sebagai seorang hamba kepada Allah SWT
yang telah mengaruniakan akal.

3
2. Memperoleh kebahagiaan akhirat
Dari beliau pula diriwayatkan sebuah hadits : ”Banyak amal perbuatan
yang berbentuk amal dunia, lalu menjadi amal akhirat yang karena buruk
niatnya maka menjadi amal dunia.” Pelajar harus mendasarkan niat
belajarnya dengan Husnunniyat (niat yang baik). Al Zarnuji mendefinisikan
amal akhirat adalah semua amal sekalipun itu amal duniawi tetapi
dilandaskan pada niat akhirat maka amal yang akan dilaksanakan oleh
seseorang itu termasuk amal akhirat. Nashirudin dalam menterjemahkan niat
”Al-Daral Akhirat” sebagi sebuah landasan untuk mendapatkan surga.
Beliau mengatakan bahwa niat belajar juga harus memiliki niat untuk
mengharapkan kebahagiaan akherat yang berupa surga.
Dan dalam menuntut ilmu hendaklah diniatkan juga untuk mensyukuri
atas kenikmatan akal dan kesehatan badan. Hendaklah tidak niat mencari
popularitas, tidak untuk mencari harta dunia, juga tidak berniat mencari
kehormatan dimata penguasa dan semacamnya. Barang siapa telah
menemukan lezatnya ilmu dan pengamalannya, maka kecil sekali
kesukaannya terhadap apa yang ada di tangan sesama manusiaTetapi jikalau
dalam meraih keagungan itu demi amar ma’ruf nahi munkar,
memperjuangkan kebenaran dan meluhurkan agama bukan untuk keperluan
hawa nafsu sendiri.
3. Berusaha memerangi kebodohan pada diri sendiri dan kaum yang bodoh
Manusia adalah mahluk dan semua mahluk adalah bodoh, maka dikatakan
oleh al Zarnuji bahwa belajar itu bukan untuk mencari kepintaran dan
kepandaian tetapi menghilangkan kebodohan dan ketidaktahuan yang ada
dalam diri seseorang. Juga seorang wajib memberikan pencerahan ilmu dari
apa yang telah ia miliki baik berupa ilmu itu sendiri maupun dari buah ilmu
itu sendiri yang ebrupa amal. Seperti halnya seorang guru, dosen, pengajar,
tutor memberikan pencerahan berupa ilmu dan nasehat nasehat kepada
orang lain , dokter memberikan pengobatan kepada pasiennya, montir
dengan jasanya, sopir memberikan manfaat ilmunya berupa mengemudi
membantu orang lain dan berbagi contoh lainnya.

4
4. Mengembangkan dan melestarikan Islam
Niat belajar hendaknya didasarkan pada kemauan untuk senantiasa
melestarikan islam di bumi, konsep al Zarnuji membuktikan bahwa niat
dalam belajar yang di sampaikan beliau memiliki orientasi yang luas, baik
untuk pribadi, masyarakat, dan agama. Sebagaimana kutipan Syekh
Burhanudin yang artinya: “Sungguh merupakan kehancuran yang besar
seorang alim yang tak peduli, dan lebih parah dari itu seorang bodoh yang
beribadah tanpa aturan, keduanya merupakan fitnah yang besar di alam
semesta bagi orang-orang yang menjadikan keduanya sebagai pedoman”.
5. Mensyukuri nikmat akal dan badan yang sehat
Orang yang pandai tetapi kependaiannya hanya untuk dirinya sendiri tanpa
memikirkan orang lain itu tidak berarti, begitu juga orang bodoh beribadah
ibadahnya bisa batal atau ia akan mudah terjerumus ke aliran sesat. Oleh
karena itu berniat untuk menysukuri nikmat akal dan badan berarti harus
memiliki komitmen untuk memberikan manfaat atas ilmunya kepada
sesama yang membutuhkan sehingga dapat merubah mayarakat disekeliling
alim tersebut untuk menjadi masyarakat yang lebih baik dalam segi ibadah,
sosial maupun muamalah.
6. Tidak memiliki niat untuk mendapat kesohoran dari manusia
Seperti penjabaran diatas, bahwa Niat itu seharusnya dituinjukkan untuk
mendapat Ridho Allah SWT. Al Zarnuji dalam Kitab Ta’lim Muta’allim
menyebutkan, beliau tidak memperkenankan niat dalam mencari ilmu
untuk mendapatkan harta banyak, penghormatan dari orang, dan sanjungan
dari para petinggi atau pejabat, dan hal hal yang bersifat duniawi murni.
Niat yang utama untuk pelajar adalah agar belajar digunakan sebagai sarana
mencari Ridha Allah, bukan untuk mendapatkan hal hal materi dan duniawi
saja yang selama ini menjadi orientasi keberhasilan para pelajar zaman
sekarang yang bisa menjadikannya seseorang yang gila kehormatan atau
jabatan.

5
B. Kewajiban Menuntut Ilmu
Dasar hukum menuntut ilmu yaitu berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits
nabi Muhammad saw. Banyak sekali hadits dan ayat Al-Qur’an yang
menerangkan tentang menuntut ilmu. Di dalam Islam, menuntut ilmu
merupakan perintah sekaligus kewajiban. Manusia diperintahkan untuk
menuntut ilmu, karena dengan ilmu pengetahuan kita bisa mencapai apa yang
dicita-citakan baik di dunia maupun di akhirat. Apalagi sebagai seorang
muslim itu wajib hukumnya seperti dalam sebuah hadits disebutkan bahwa :
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Menuntut ilmu merupakan
kewajiban bagi setiap muslim.” (Hadits sahih, diriwayatkan dari beberapa
sahabat diantaranya: Anas bin Malik, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ali bin Abi
Thalib, dan Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu Anhum. Lihat: Sahih al-jami:
3913)
Maka jelas kiranya bahwa menuntut ilmu pengetahuan memang
diwajibkan. Dengan ilmu kita bisa meraih dunia, dengan ilmu kita dapat
meraih akhirat dan dengan ilmu pula kita bisa meraih kedua-duanya. Firman
Allah pada surat Al-Alaq ayat 1-5 , berbunyi :

ۡ‫ ۡۡ ۡٱق َرۡۡأ ۡ َو َرب َُّك‬٢ۡ ‫ق‬


ٍ َ‫سنَۡ ۡم ۡن ۡ َعل‬ َ َٰ ‫ ۡۡ َخلَقَ ۡ ۡٱۡلن‬١ۡ َ‫ٱسمۡ ۡ َرب َك ۡٱلَّذي ۡ َخلَق‬ ۡ ۡ‫ۡٱق َرۡۡأ ۡب‬
ۡ ۡ٥ۡ‫سنَۡۡ َماۡلَ ۡمۡ َيعۡ لَ ۡم‬ َ َٰ ‫ۡ َعلَّ َۡمۡ ۡٱۡلن‬٤ۡۡ‫ۡۡٱلَّذيۡ َعلَّ َمۡبۡ ۡٱلقَلَم‬٣ۡۡ‫ۡٱۡل َ ۡك َرم‬
ۡ
Artinya : “ Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan ,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajarkan (manusia)
dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.” ( Al-Alaq : 1-5)
Ini ayat pertama yang turun kepada Rasulullah. Ayat ini berisi perintah
untuk membaca,menulis, dan juga belajar. Allah telah memberikan manusia
sifat fitrah dalam dirinya untuk bisa belajar dan menggapai bermacam ilmu
pengetahuan dan keterampilan hingga dapat menambah kemampuannya untuk
mengemban amanah kehidupan di muka bumi ini.
Rasulullah sering berbicara tentang keutamaan ilmu dan bahkan
mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu. Perintah untuk menuntut ilmu ini
merupakan salah satu pusat perhatian Islam bagi para pemeluknya.

6
Manusia diwajibkan untuk menuntut ilmu karena hal ini sebenarnya
telah dijawab oleh Al-Qur’an sendiri. Dimana menurut Al-Qur’an, Allah
menciptakanmanusia dalam keadaan vakum dari ilmu, lalu Allah memberinya
perangkat ilmu agar mampu menggali ilmu dan mempelajarinya. Karena
memang ilmu itu harus digali, dipelajari, dan diamalkan sebagaimana firman-
Nya:

ۡ‫سمۡ َۡع‬ َ ‫ٱّلل ۡأ َ ۡخ َر َجكم ۡم ۢن ۡبطون ۡأ َّم َٰ َهتك ۡم ََۡل ۡت َعۡ لَمونَ ۡش َۡيۡا‬
َّ ‫ۡو َج َع َل ۡلَكم ۡٱل‬ َّۡ ‫َو‬
ۡ ۡ٧٨ۡ َ‫ص َۡرۡ َۡو ۡٱۡل َ ۡفۡدَۡة َۡلَ َعلَّك ۡمۡت َ ۡشكرون‬
َ َٰ ‫َۡو ۡٱۡل َ ۡب‬
Artinya : "Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun. Dan Dia memberi kalian pendengaran,
penglihatan dan hati agar kalian bersyukur”.(Q.S. An Nahl: 78)

Pendengaran, penglihatan dan hati atau akal adalah merupakan


perangkat atau alat untuk menuntut ilmu. Perangkat ilmu yang Allah berikan
kepada manusia merupakan sebuah potensi yang tiada ternilai harganya,
dengan penglihatan, pendengaran dan hati (akal) manusia mampu menggali
ilmu. Karena kemampuannya menalar dan mempunyai bahasa untuk
mengkomunikasikan hasil pemikiran yang abstrak..
Pengetahuan itu diperoleh manusia bukan hanya dengan penalaran,
melainkan juga dengan kegiatan berfikir lainnya, dengan perasaan dan intuisi.
Lain halnya dengan hewan yang tidak memiliki potensi tersebut karena hewan
tidak mampu berbuat seperti apa yang dapat dicapai oleh manusia. Maka
sangat beralasan jika Allah memerintahkan manusia untuk menggali lautan
ilmu-Nya.
Seberapapun tingginya ilmu dan pengetahuan manusia, hanyalah
merupakan sebagian kecil saja dari ilmu Allah. Namun kesempatan untuk
memperoleh sebagian-sebagian dari ilmu Allah yang lain tetaplah ada selama
manusia mempunyai kemauan, kemampuan dan usaha.
Dalam mencari ilmu pengetahuan, hendaklah yang dapat memberikan
manfaat bagi kebaikan di dunia dan di akhirat baik untuk diri kita sendiri

7
maupun untuk orang lain.Mengajarkan ilmu kepada orang lain merupakan
sadaqoh, sesuai dengan sabda Nabi,
Selagi ada kesempatan untuk mencari ilmu dan sebelum Allah
mencabut atau mengangkat ilmu dari manusia, maka carilah ilmu sebanyak-
banyaknya untuk kita manfaatkan serta kita amalkan di jalanNya. Sebab ilmu
yang bermanfaat merupakan salah satu amal jariyah yang tak akan terputus.
Rasulullah selalu antusias dalam menyebut ilmu dan orang-orang yang
mempelajarinya dengan gigih. Rosulullah selalu menyerukan kepada semua
kaum muslimin untuk mempelajari berbagai macam ilmudan mengajarkannya
kepada manusia sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa
rosulullah bersabda yang artinya “Belajarlah akan suatu ilmu dan lalu
ajarkanlah (ilmu tersebut) kepada manusia. Pelajarilah ilmu faroidh (ilmu
waris) dan lalu ajarkan kepada manusia. Pelajarilah al-qur’an dan lalu
ajarkanlah kepadda manusia”.

C. Adab Menuntut Ilmu


Setelah seorang penuntut ilmu mengetahui dan memahami akan
keutamaan menuntut ilmu, maka hendaknya dia memiliki perhatian yang besar
terhadap permasalahan adab-adab penuntut ilmu, diantaranya adalah :
1. Ikhlas
Seorang penuntut ilmu dalam mencari ilmu hedaknya punya perhatian
besar terhadap keikhlasan niat dan tujuanya dalam mencari ilmu, yaitu
hanya untuk Allah ta’ala. Karena menuntut ilmu adalah ibadah, dan yang
namanya ibadah tidak akan diterima kecuali jika ditujukan hanya untuk
Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman :
َّ ‫] َو َماۡأمرواۡإ ََّلۡليَ ْعبد‬
5:‫واَّۡللاَۡم ْخلصينَ ۡلَهۡالدينَۡۡۡ[البينة‬
“Dan mereka tidaklah diperintahkan melainkan hanya untuk beribadah
kepada Allah dengan mengikhlaskan amalan mereka.” [Al Baiyinah : 5]

Didalam shahihain disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda :

‫ئۡ َماۡن ََوى‬


ٍ ‫ۡامر‬ َ ‫إنَّ َماۡاۡل َ ْع َمالۡبالنيَّات‬
ْ ‫ۡوإنَّ َماۡلكل‬،

8
“Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung dengan niatnya dan setiap
orang akan memperolah pahala sesuai dengan apa yang dia niatkan.”

Nabi shallallahu ‘alaihiwa sallam juga bersabda dalam suatu hadits


yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :

ۡ‫ۡوأ َ ْع َمالك ْم‬ َ ‫ۡوأ َ ْم َوالك ْم‬


َ ‫ۡولَك ْنۡ َي ْنظرۡإلَىۡقلوبك ْم‬، َ ‫إ َّنۡهللاَ ََۡلۡ َي ْنظرۡإلَىۡص َورك ْم‬
“Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk wajah dan harta kalian, namun
yang Dia lihat adalah hati dan amalan kalian.”

Oleh karena itu seseorang yang punya cita-cita yang tinggi dalam
mencari dan memperoleh ilmu hendaknya punya perhatian yang besar
terhadap keihklasan niat. Karena niat yang ikhlas merupakan sebab akan
barakahnya ilmu dan amal. Sebagaimana perkataan sebagian salaf :

‫ۡوربَّ ۡعم ٍلۡكثيرۡتصغرهۡالنية‬،ۡ‫ربَّ ۡعم ٍلۡصغيرۡتكثرهۡالنية‬


“Betapa banyak amalan kecil menjadi besar karena niatnya dan
betapa banyak amalan besar menjadi kecil karena niatnya pula.”

Maka setiap orang yang telah diberi taufiq oleh Allah untuk bisa
berjalan diatas jalan ilmu hendaknya waspada terhadap niat yang rusak dan
selalu berusaha untuk menjadikan niatnya dalam menuntut ilmu hanya
mengharapkan keridhaan dan wajah Allah ta’ala.

2. Bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu


Sesungguhnya seorang hamba butuh kepada kesungguhan dan
semangat untuk memperoleh ilmu. Dia paksa jiwanya untuk jauh dari sifat
lemah dan malas. Oleh karena itu Nabi kita yang mulia,
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung kepada Allah dari
sifat lemah dan malas. Karena malas akan menyebabkan terhalanginya
seseorang dari mendapatkan kebaikan yang banyak. Dan sebaliknya dengan
kesungguhan akan diperoleh banyak keutamaan. Oleh karena itu seorang
penuntut ilmu handaknya mengerahkan segala upaya untuk memaksa
jiwanya dalam meraih ilmu. Sebagaimana firman Allah ta’ala :

69:‫َّۡللاَۡلَ َم َعۡ ْالم ْحسنينَۡۡ[العنكبوت‬ َ ‫ ] َوالَّذينَ ۡ َجاهَدواۡفينَاۡ َلنَ ْهديَنَّه ْمۡسبلَن‬.


َّ ‫َاۡوإ َّن‬

9
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh dijalan Kami nisacaya Kami
akan tunjukkan kepadanya jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah bersama
orang-orang yang berbuat baik.” [Al Ankabut : 69]

3. Meminta pertolongan kepada Allah ta’ala.


Ini adalah diantara perkara penting yang harus diperhatiakan oleh
seorang penuntut ilmu, bahkan perkara ini adalah dasar yang harus ada pada
seorang penuntut ilmu , yaitu beristi’anah atau meminta pertolongan kepada
Allah ta’ala untuk bisa meraih ilmu. Telah berlalu sebelumnya firman
Allah ta’ala :

114:‫ۡربۡزدْنيۡع ْل ًماۡۡ[طه‬
َ ‫] َوق ْل‬
“Dan katakanlah (wahai Nabi Muhammad), ya Rabb tambahkanlah ilmu
kepadaku.” [Thaaha : 11]

Telah kita ketahui juga bahwa Nabi kita, Muhammad shallallahu


‘alaihi wa sallam setiap hari setelah selesai shalat subuh berdo’a kepada
Allah :

ۡ‫ع َم ًًلۡمت َ َقب ًًَّل‬


َ ‫ًاۡو‬
َ ‫طيب‬ َ ً‫اللَّه َّمۡإنيۡأَسْأَل َكۡع ْل ًماۡنَافع‬
َ ۡ‫اۡور ْزقًا‬
“Ya Allah sesungguhnya saya minta kepada Engkau ilmu yang bermanfaat,
rizqi yang baik dan amalan yang diterima.”

Maka seorang penuntut ilmu hendaknya selalau beristi’anah kepada


Allah, meminta pertolongan dan taufiq kepadaNya. Allah ta’ala berfirman :
ۡ‫َّللاَۡيزَ كيۡ َم ْن‬ َ ‫ۡو َرحْ َمتهۡ َماۡزَ َكىۡم ْنك ْمۡم ْنۡأ َ َحدٍۡأَبَد‬
َّ ۡ‫ًاۡولَك َّن‬ َ ‫علَيْك ْم‬ َّ ‫َولَ ْو ََلۡفَضْل‬
َ ۡ‫َّۡللا‬
21:‫]يَشَاءۡۡۡ[النور‬
“Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu
sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-
perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah
membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya.” [An Nur : 21]

4. Mengamalkan ilmu
Seorang penuntut ilmu harus punya perhatian serius terhadap perkara
mengamalkan ilmu. Karena tujuan dari menuntut ilmu adalah untuk
diamalkan. Ali radhiyallahu ‘anhu berkata :

10
‫ۡفإنۡأجابهۡوإَلۡارتحل‬،ۡ‫يهتفۡبالعلمۡالعمل‬
“Ilmu akan mengajak pemiliknya untuk beramal, jika dia penuhi ajakan
tersebut ilmunya akan tetap ada, namun jika tidak maka ilmunya akan
hilang.”

Oleh sebab itu seorang penuntut ilmu harus benar-benar berusaha


mengamalkan ilmunya. Adapun jika yang dialakukan hanya mengumpulkan
ilmu namun berpaling dari beramal, maka ilmunya akan menjadi
mencelakannya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

َ ۡ‫َو ْالق ْرآنۡح َّجةٌۡلَ َكۡأ َ ْو‬


ۡ‫علَي َْك‬
“Al Qur’an bisa menjadi penolong bagimu atau justru bisa
mencelakakanmu.”

Menjadi penolongmu jika Engkau mengamalkannya, dan mencelakakanmu


jika Engkau tidak mengamalkannya.

5. Berhias dengan akhlaq mulia


Seorang penuntut ilmu hendaknya menghiasi dirinya dengan akhlaq
mulia seperti, lemah lembut, tenang, santun dan sabar. Karena sifat-sifat
tersebut termasuk akhlaq mulia. Para ulama’ telah menulis banyak kitab
tentang adab seorang penuntut ilmu. Diantara kitab ringkas yang telah
mereka tulis adalah kitab “Hilyah Thalabil Ilmi” buah karya Syaikh Bakr
Abu Zaid rahimahullah. Kitab ini adalah kitab yang sangat bermanfaat dan
berfaedah yang menjelaskan tentang adab-adab penuntut ilmu.

6. Mendakwahkan ilmu
Jika seorang penuntut ilmu mendapatkan taufiq untuk bisa mengambil
manfaat dari ilmunya, hendaknya dia juga bersemangat untuk
menyampaikan ilmu dan mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Dalam
rangka mengamalkan firman Allah ta’ala :

َ ‫)ۡإ ََّلۡالَّذينَ ۡآ َمن‬2(ۡ‫سانَ ۡلَفيۡخس ٍْر‬


ۡ‫واۡو َعملوا‬ ْ َ‫َو ْالع‬
َ ‫)ۡإ َّنۡ ْاۡل ْن‬1(ۡ‫صر‬
‫)ۡ[سورةۡالعصر‬3(ۡ‫صبْر‬
َّ ‫ص ْواۡبال‬ َ ‫ص ْواۡب ْال َحق‬
َ ‫ۡوت َ َوا‬ َ ‫ۡوتَ َوا‬
َ ‫صال َحات‬
َّ ‫]ال‬

11
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian,kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh
dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati
supaya menetapi kesabaran.” [Al Ashr :1-3]

Didalam ayat yang mulia ini, Allah ta’ala bersumpah bahwa manusia
semunya mengalami kerugian, tidak ada seorangpun yang selamat dari
kerugian kecuali orang yang beriman, berilmu, mengamalkan ilmunya,
mendakwahkannya kepada orang lain serta bersabar atas gangguan yang
menimpanya.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa kedudukan ilmu dan
beramal dengannya itu bertingkat-tingkat. Sebagaimana dinukil oleh Adz
Dzahabi rahimahullah di Siyaru A’laamin Nubalaa dari Muhammad bin An
Nadhr, dia berkata :

‫ۡثمۡبثه‬،ۡ‫ۡثمۡالعملۡبه‬،‫ۡثمۡحفظه‬،ۡ‫أولۡالعلمۡاَلستماعۡواۡلنصات‬
“Ilmu yang pertama kali adalah mendengar dan diam, kemudian
menghafal, mengamalkan lalu menyebarkannya.”

Orang yang menyebarkan ilmu akan memperoleh pahala yang besar,


karena setiap kali ada orang yang mengambil faedah dari ilmu yang dia
sebarkan dan dakwahkan akan dicatat baginya pahala sebagaimana pahala
orang yang mengamalkan dakwahnya tersebut. Sebagaimana sabda
Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam :

ۡ‫ۡاۡل َ ْجرۡمثْلۡأجورۡ َم ْنۡتَب َعه ََۡلۡ َي ْنقصۡذَل َكۡم ْن‬


ْ َ‫عاۡإلَىۡهدًىۡ َكانَ ۡلَهۡمن‬ َ َ‫َم ْنۡد‬
‫ش ْيئًا‬
َ ۡ‫أجوره ْم‬
“Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk maka baginya pahala
sebagaimana pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala
mereka sedikitpun juga.”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

ۡ‫علَىۡ َخي ٍْرۡفَلَهۡمثْلۡأ َ ْجرۡفَاعله‬


َ ۡ‫َم ْنۡدَ َّل‬
“Barangsiapa yang menunjukkan kebaikan maka baginya ada pahala
sebagaimana orang yang melakukannya.”

12
Maka setiap kali ada orang yang mengambil manfaat dari ilmunya
maka akan dicatat pahala baginya. Tidak diragukan bahwa ini menunjukkan
akan keutamaan mengajarkan ilmu dan memberi manfaat kepada manusia.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ۡ‫ًلۡواحدًاۡ َخي ٌْرۡلَ َكۡم ْنۡح ْمرۡالنَّ َعم‬


َ ‫ۡرج‬ َّ ‫ي‬
َ ‫َّۡللاۡب َك‬ َ ‫ۡل َ ْنۡ َي ْهد‬
“Allah memberikan petunjuk kepada satu orang disebabkan karena kamu,
maka hal itu lebih baik dari pada onta merah (harta yang paling mahal).”

Kita meminta kepada Allah, Rabb arsy yang agung, kita meminta
dengan menyebut nama-namanya yang indah dan sifat-sifatnya yang tinggi
agar menganugerahkan kita semua ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.
Menunjuki kita kepada jalan-Nya yang lurus, memperbaiki semua keadaan
kita dan tidak membiarkan kita bersandar pada diri kita sendiri meskipun
hanya sesaat.

D. Mengagungkan Ilmu Dan Ulama


Ilmu adalah harta yang paling berharga, ia adalah warisan para Nabi.
Dengan ilmu tercapai kebahagian dunia dan akhirat. Bagian seorang hamba
dalam ilmu selaras dengan pengagungan dan penghormataannya terhadap ilmu.
Barangsiapa hatinya dipenuhi dengan pengagungan terhadap ilmu maka akan
semakin mudah mendapatkan ilmu. Sebaliknya, semakin kurang
pengagungannya terhadap ilmu maka akan sulit mendapatkan ilmu. Benarlah
perkataan hikmah berikut,

ۡ‫العلمَۡلۡيكرمهۡالعلم‬
َۡ ۡۡ‫منَۡلۡيكرم‬
“Barangsiapa tidak memuliakan ilmu maka ilmu tidak akan menjadikannya
mulia…”

Berikut ini beberapa hal utama untuk meningkatkan pengagungan ilmu


dalam diri kita:
1. Membersihkan bejana ilmu
Hati yang bersih dan suci akan lebih mudah untuk didiami ilmu. Kesucian
hati kembali pada dua hal penting yaitu:

13
a. bersih dari syubuhat (kerancuan pemikiran) dan,
b. bersih dari syahwat (nafsu).
2. Mengikhlaskan niat
Niat yang benar dalam menuntut ilmu kembali pada 4 hal utama:
a. Raf’ul jahli an nafsihi (menghilangkan kebodohan dari diri sendiri)
b. Raf’ul jahli anil khalq (menghilangkan kebodohan dari orang lain)
c. Ihya’ul Ilmi (menghidupkan ilmu dan menjaganya)
d. Al ‘amalu bil ilmi (mengamalkan ilmu)
Seseorang akan mendapatkan ilmu sesuai dengan keikhlasan yang dia
miliki. Menjaga lurusnya niat dalam menuntul ilmu memang bukan hal yang
mudah. Sufyan Atsauriy berkata, “Tidaklah aku mengobati sesuatu yang
lebih sulit dari niatku, karena sungguh ia berbolak-balik.”
3. Mengumpulkan himmah (kemauan yang kuat)
Ilmu tidak akan didapatkan dengan bersantai-santai. Harus ada perjuangan
dan pengorbanan untuk mencapainya. Setidaknya ada tiga hal penting yang
harus diperhatikan:
a. Bersemangat dalam hal-hal yang bermanfaat
b. Memohon pertolongan dari Allah
c. Tidak merasa lemah dan putus asa dalam menuntut ilmu.
Tiga hal diatas tercakup dalam sabda Rasulullah, “Bersemangatlah
dengan apa-apa yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan Allah dan
jangan merasa lemah” [HR Muslim]
4. Menaruh perhatian besar pada Al Qur’an dan Sunnah
Seluruh ilmu yang bermanfaat kembalinya kepada Al Qur’an dan Sunnah.
Keduanya adalah sumber ilmu yang sebenarnya, sedang ilmu yang lainnya
adalah pelengkap atau wasilah saja. Jangan sampai kita sibuk dengan ilmu
yang lainnya tetapi lalai dari mengkaji Al Qur’an dan Sunnah.
5. Menempuh jalan untuk sampai pada ilmu
Segala sesuatu memiliki jalan untuk meraihnya, tak terkecuali juga ilmu.
Hendaknya memulai dengan menguasai dan menghafal mutun (kitab-kitab
dasar) dan belajar langsung dari seorang yang berilmu (‘alim rabbaniy). Jika

14
belajar tanpa bimbingan seorang alim hanya akan menyia-nyiakan waktu
dan bahkan bisa menjerumuskan pada pemahaman yang salah.
6. Memulai dari yang terpenting lalu yang penting
Hendaknya seorang penuntul ilmu memulai dari yang paling penting seperti
hal-hal yang berkaitan dengan ibadah sehari-hari. Setelah itu hendaknya
memulai dengan menguasai hal-hal yang dasar dari setiap cabang ilmu.
Setelah memiliki bekal yang cukup dari setiap cabang ilmu lalu mulai
mendalami bidang yang diminati atau dibutuhkan. Tidak selayaknya pemula
penuntut ilmu sibuk dengan permasalahan-permasalahan pelik apalagi yang
aneh. Imam Malik mengatakan “Jeleknya ilmu adalah hal yang aneh/tidak
jelas, sedang baiknya ilmu adalah yang jelas yang telah
diriwayatkan/disebarkan oleh manusia”
7. Mengoptimalkan masa kecil dan masa muda untuk belajar
Masa muda adalah masa keemasan untuk menuntut ilmu karena badan dan
pikiran masih kuat dan belum disibukkan dengan banyak hal. Selain itu,
menuntut ilmu diwaktu muda/kecil juga akan lebih membekas. Hasan Al
Basri pernah mengatakan, “Ilmu di masa kecil seperti memahat dalam
batu”.
8. Perlahan dalam menuntut ilmu dan tidak tergesa-gesa
Tidak diragukan lagi bahwa segala sesuatu butuh proses. Perlu kesabaran
untuk menempuh tahapan-tahapan dalam belajar. Mulai dari hal yang dasar
lalu meningkat ke hal yang sulit. Jangan tergesa-gesa menelaah hal-hal yang
sulit. Berkata syaikh Abdul Karim Rifa’I “Makanan orang dewasa adalah
racun bagi anak kecil”. Benar perkataan beliau, jika ada bayi lalu diberi
makanan orang besar seperti daging dan lainnya bisa saja langsung
meninggal bayi tersebut meskipun makanan tersebut bergizi dan lezat.
Begitu juga dengan ilmu.
9. Sabar
Ilmu butuh kesabaran baik dalam mencarinya, mengamalkan dan
mendakwahkan ilmu tersebut. Berkata Al Ashma’iyu, “Barangsiapa tidak

15
pernah merasakan hinanya belajar barang sesaat maka ia akan berada dalam
hinanya kebodohan selama-lamanya.”
10. Menjaga adab
Seorang penuntut ilmu hendaknya menjaga adab dalam menuntut ilmu.
Imam Malik pernah mengatakan pada seorang pemuda Quraisy, “Wahai
saudaraku, belajarlah adab sebelum engkau belajar ilmu.”`
11. Menjaga muru’ah (kehormatan)
Seorang penuntut ilmu hendaknya menjaga muruah. Jangan sampai seorang
yang berilmu memiliki perilaku yang rendah.
12. Mencari teman yang shalih dalam menuntut ilmu
Pengaruh seorang sahabat sangat penting bagi seseorang. Rasulullah
bersabda, “Seseorang itu tergantung agama teman dekatnya, hendaknya
salah seorang diantara kalian melihat dengan siapa berteman dekat” [HR
Abu Dawud dan Tirmidziy]
13. Menghafal, murajaah dan bertanya pada alim
Tiga aktifitas utama yang hendaknya dilakukan seorang penuntut ilmu:
a. Menghafal saat sendirian
b. Muraja’ah dan berdiskusi dengan teman
c. Bertanya pada guru atau seorang alim
14. Menghormati orang yang berilmu
Salah bentuk menghormati ilmu adalah dengan menghormati ahlinya.
Rasulullah bersabda, “Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak
menghormati orang yang tua, tidak menyayangi orang yang kecil dan tidak
mengetahui kedudukan/haq orang yang berilmu”

15. Mengembalikan permasalahan pada ahlinya


Salah satu jalan keselamatan adalah mengembalikan segala urusan pada
ahlinya. Sebaliknya, salah satu sebab terjadinya fitnah adalah jika urusan
diserahkan pada yang bukan ahlinya.
16. Menghormati majelis Ilmu

16
Majelis ilmu adalah majelis yang mulia karena didalamnya dibacakan
kalamullah dan sabda rasul. Tidak berlebihan jika dikatakan “Majelis ulama
adalah majelis para Anbiya’.” Karena mulianya majelis ilmu maka para
salaf dahulu sangat menghormati majelis ilmu, mereka selalu menjaga
ketenangan dalam majelis ilmu.
17. Melakukan pembelaan terhadap ilmu
Salah satu usaha untuk menjaga agama adalah dengan melakukan
pembelaan terhadap ilmu. Jika orang-orang yang menyimpang tidak
dibantah maka akan membahayakan kaum muslimin.
18. Menjaga etika bertanya
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam bertanya:
a. Memikirkan kenapa bertanya. Sesungguhnya jeleknya maksud akan
menghilangkan keberhakan ilmu.
b. Bertanya pada hal-hal yang bermanfaat. Suatu saat Imam Ahmad
rahimahullah pernah ditanya tentang Ya’juj dan Ma’juj, apakah mereka
muslim. Maka Imam Ahmad menjawab, “Apakah kamu telah menguasai
ilmu (semuanya) hingga bertanya tentang hal ini??”
c. Melihat kondisi syaikh yang mau ditanyai, jangan sampai bertanya saat ia
sibuk dengan hal yang lain.
d. Mengemas pertanyaan dengan baik dan sopan.
19. Memenuhi hati dengan kecintaan pada ilmu
Seorang yang menuntut ilmu dengan benar maka seharusnya hatinya
dipenuhi kecintaan padanya. Hatinya tidak disibukkan dengan yang lainnya
sehingga melalaikan dari ilmu.

20. Menjaga waktu


Waktu adalah harta yang sangat berharga bagi seorang penuntut ilmu. Para
salafus shalih dan ulama’ yang mengikuti mereka benar-benar menjaga
waktu mereka. Bahkan sebagian mereka minta untuk dibacakan ilmu saat
dia sedang makan atau bahkan saat buah hajat. Muhammad bin Abdulbaqiy

17
Al Bazar rahimahullah mengatakan “Saya tidak menyia-nyiakan sesaat pun
dalam usia saya untuk hal yang sia-sia maupun permainan.” Tidak
mengherankan jika para ulama dahulu dapat melakukan hal luar biasa
lainnya. Diantara mereka ada yang sampai dapat menulis 1000 jilid!! Ada
juga yang sampai memiliki 7000 syaikh

Allah dengan hikmah dan keadilan-Nya yang sempurna memuliakan


sebagian hamba-Nya. Di antara sebab Allah l memuliakan hamba-Nya adalah
ilmu, amal, kesabaran, keikhlasan, dan keimanan. Oleh karena itulah, Allah
memuliakan para ulama, yaitu orang-orang yang berilmu tentang Al-Qur’an
dan As-Sunnah dengan pemahaman sahabat, serta mengamalkannya. Di antara
dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menunjukkan keutamaan mereka
disebabkan ilmu, amal, kesabaran, keikhlasan, dan keimanan mereka, adalah
sebagai berikut.
Allah berfirman:

ۡ‫سح‬ َ ‫سحوۡاْۡيَ ۡف‬َ ‫سحواْۡفيۡ ۡٱل َم َٰ َجلسۡۡفَۡ ۡٱف‬ َّ َ‫َٰ َٰٓيَأَيُّ َها ۡٱلَّذينَۡ ۡ َءا َمن َٰٓواْۡإذَاۡقي َلۡلَك ۡم ۡتَف‬
َۡۡ‫ۡوٱلَّذين‬
َۡ ‫ٱّلل ۡٱلَّذينَۡ ۡ َءا َمنواْ ۡمنك ۡم‬
َّۡ ۡ ‫ۡوإذَاۡقي َل ۡٱنشزوۡاْ ۡفَۡٱنشزوۡاْ ۡيَ ۡرفَع‬ َ ‫ٱّلل ۡلَك ۡۖۡم‬
َّۡ
ۡ ۡ١١ۡ‫ير‬ٞ ‫ٱّللۡب َماۡت َعۡ َملونَ ۡخَب‬َّۡ ‫ۡو‬ َۡ ‫أوتواْۡ ۡٱلع ۡل َۡمۡدَ َر َٰ َج ٖۚت‬
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Mujadilah: 11)

ۡۖ
ۡ ۡ٢٤ۡ َ‫ۡو َكانواْۡبۡا َٰيَتنَاۡيوقنون‬ َ ۡ‫َو َجعَ ۡلنَاۡم ۡنه ۡمۡأَئ َّمةۡيَهۡ دونَ ۡبأ َ ۡمرنَاۡلَ َّما‬
َ ْ‫صبَروا‬

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi


petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka
meyakini ayat-ayat Kami.” (As-Sajdah: 24)

Rasulullah n bersabda tentang keutamaan mereka:

ۡ‫ ۡإنَّ َما‬،‫َل ۡد ْر َه ًما‬


ۡ َ ‫َارا ۡ َو‬ َّۡ ‫ن ۡ ْالعلَ َما َۡء ۡ َو َرثَةۡ ۡ ْاۡل َ ْنبيَاءۡ ۡإ‬
ً ‫ن ۡ ْاۡل َ ْنب َيا َۡء ۡلَ ْۡم ۡي َورثوا ۡدين‬ َّۡ ‫إ‬
ْۡ ‫ۡفَ َم‬،‫َو َّرثواۡ ْالع ْل َم‬
ۡ‫نۡأ َ َخ ۡذَۡبهۡۡأ َ َخ ۡذَۡب َحظٍۡۡ َواف ٍر‬

18
“Para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan
dirham (harta). Mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barang siapa yang
mengambilnya sungguh dia telah mengambil bagian yang banyak
(menguntungkan).” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Abu Dawud. Asy-Syaikh
Al-Albani mengatakan sanadnya hasan dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib
1/139)

Ibnu Mas’ud z mengatakan bahwa Rasulullah n bersabda:

ۡ،‫ط ۡ َعلَى ۡ َهلَ َكتهۡ ۡفي ۡ ْال َحق‬ ٌۡ ‫َل ۡفي ۡاثْنَتَيْن؛ ۡ َرج‬
ۡ ً ‫ل ۡآتَاهۡ ۡهللاۡ ۡ َم‬
َۡ ‫اَل ۡفَسل‬ ۡ َّ ‫س ۡدَ ۡإ‬ َۡ
َ ‫َل ۡ َح‬
‫لۡآتَاهۡۡهللاۡۡ ْالح ْك َم ۡةَۡفَه َۡوۡيَ ْقضيۡب َهاۡ َوي َعلم َها‬ ٌۡ ‫َو َرج‬
“Tidak boleh ada hasad (berkeinginan mendapatkan) kecuali terhadap dua
golongan: orang yang Allah l limpahkan harta kepadanya lalu dia belanjakan di
jalan yang benar, serta orang yang Allah l karuniakan hikmah (ilmu) lalu dia
tunaikan (amalkan) dan ajarkan.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dalam hadits yang lain, Rasulullah n bersabda:

ْۡ ‫َم‬
ۡ‫نۡيردۡۡهللاۡۡبهۡۡ َخي ًْراۡيفَق ْههۡۡفيۡالدين‬
“Barang siapa yang Allah l kehendaki kebaikan untuknya, Dia jadikan orang
tersebut paham akan agama.” (HR. Al-Bukhari no. 69 dari Mu’awiyah z)

Para ulama adalah orang-orang berilmu dan dimuliakan oleh Allah l,


sehingga kita wajib menghormati dan memuliakan mereka sebagai bukti
kebenaran keimanan serta kecintaan kita kepada Allah l dan Rasul-Nya n.
Allah berfirman:

ۡ ۡ٣٢ۡۡ‫ٱّللۡفَإنَّ َهاۡمنۡت َ ۡق َوىۡ ۡٱلقلوب‬


َّۡ ۡ‫ش َٰ ََٰٓۡعئ َر‬ َٰ
َ ‫ۡذَل ۖۡ َك‬
َ ۡ‫ۡو َمنۡي َعظ ۡم‬
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar
Allah, sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (Al-Hajj: 32)

Rasulullah n bersada:
ۡۡ‫ن ۡيَكونَۡ ۡهللاۡ ۡ َو َرسولهۡ ۡأ َ َحبَّۡۡإلَيْه‬ ْۡ َ ‫ن ۡفيهۡۡ َو َج ۡدَۡ َح ًَل َو ۡة َۡ ْاۡلي َمان؛ۡأ‬ َّۡ ‫نۡك‬ ْۡ ‫ثۡ َم‬ ٌۡ ‫ث َ ًَل‬
ۡ‫ن ۡيَعو ۡدَ ۡفي‬ ْۡ َ ‫ن ۡيَ ْك َرۡهَ ۡأ‬
ْۡ َ ‫ ۡ َوأ‬،‫َل ّۡلل‬
ۡ َّ ‫َل ۡيحبُّهۡ ۡإ‬ ۡ َ ۡ ‫ن ۡيحبَّۡ ۡ ْال َم ْر َۡء‬
ْۡ َ ‫ ۡ َوأ‬،‫م َّما ۡس َواه َما‬
ۡ‫فۡفيۡالنَّار‬ َۡ َ‫نۡي ْقذ‬ ْۡ َ ‫ْالك ْفرۡۡ َب ْع ۡدَۡإ ْۡذۡأ َ ْنقَذَهۡۡهللاۡۡم ْنهۡۡ َك َماۡ َي ْك َرهۡۡأ‬
“Ada tiga hal, yang apabila dimiliki seseorang tentu dia merasakan manisnya
iman: (1) Allah l dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada yang selain

19
keduanya, (2) dia tidaklah mencintai seseorang melainkan karena Allah l, (3)
dia benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah l menyelamatkannya
dari kekafiran itu sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam api.”
(Muttafaqun ‘alaih dari Anas bin Malik z)

Kita dapat merealisasikan sikap menghormati dan memuliakan para


ulama dengan beberapa hal berikut.
1. Bersyukur (berterima kasih) kepada mereka karena Allah
Karena keikhlasan dan kesabaran mereka dalam berdakwah, ilmu Al-Qur’an
dan As-Sunnah pun tersebar hingga sampai kepada kita. Kita bisa
mengetahui akidah yang benar, manhaj yang lurus, dan beribadah dengan
tata cara yang bersih dari bid’ah. Oleh karena itu, sudah semestinya kita
berterima kasih kepada mereka karena Allah l saja.
Allah berfirman:

َ َٰ ‫سنۡۡإ ََّلۡ ۡٱۡل ۡح‬


ۡ ۡ٦٠ۡۡ‫سن‬ َ َٰ ‫ۡه َۡلۡ َجزَ آَٰءۡ ۡٱۡل ۡح‬
“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (Ar-Rahman: 60)

Rasulullah n bersabda:

َ َّ‫َلۡ َي ْشكرۡۡالن‬
ۡ‫اس‬ ۡ َ ۡ‫ن‬ ۡ ۡۡ‫َلۡيَ ْشكر‬
ْۡ ‫هللاَۡ َم‬ َۡ
“Tidak akan bersyukur kepada Allah l, orang yang tidak berterima kasih
kepada orang lain.” (HR. Abu Dawud no. 4177, lihat Ash-Shahihah no. 416)

20
2. Menaati mereka dalam hal yang baik
Allah berfirman:
ۡ‫ل ۡ َوأ ْوليۡ ۡٱۡل َ ۡمرۡ ۡمنك ۡۖۡم ۡفَإن‬ َّۡ ۡ ْ‫َٰ َٰٓيَأَيُّ َها ۡٱلَّذينَۡ ۡ َءا َمن َٰٓواْۡأَطيعوا‬
َّ ۡ ْ‫ٱّللَ ۡ َوأَطيعوا‬
َۡ ‫ٱلرسو‬
ۡۡ‫ٱّلل ۡ َۡو ۡٱليَ ۡوم‬
َّۡ ۡ‫ٱلرسولۡ ۡإنۡكنت ۡم ۡت ۡؤمنونَ ۡب‬ َّۡ ۡ‫ت َ َٰنَزَ ۡعت ۡم ۡفيۡش َۡيء ۡفَردُّوه ۡإلَى‬
َّ ‫ٱّلل ۡ َۡو‬
ۡ ۡ٥٩ۡ‫يًل‬ ً ‫سنۡۡت َ ۡأو‬ َٰ
َ ‫ر‬ٞ ‫ۡٱۡلَٰٓخرٖۚۡۡذَل َكۡخ َۡي‬
َۡ ‫ۡوأ َ ۡح‬
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan
ulil amri di antara kalian.” (An-Nisa’: 59)

Asy-Syaikh Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul hafizhahullah


mengatakan, “Yang dimaksud ulil amri adalah umara (para penguasa) dan
ulama. Karena itu, ketaatan kepada ulama itu mengikuti ketaatan kepada
Allah l dan Rasul-Nya, sedangkan ketaatan kepada para penguasa mengikuti
ketaatan kepada para ulama. Pintu ketidaktaatan terhadap para penguasa dan
pemimpin tergantung kepada para ulama, sehingga apabila hak-hak para
ulama ditelantarkan niscaya hak-hak para penguasa akan hilang pula. Bila
hak-hak para ulama dan umara hilang, umat manusia tidak akan menaati
mereka, padahal hidup dan baiknya ulama adalah penentu kehidupan dan
kebaikan alam ini. Apabila hak-hak para ulama tidak dipedulikan, akan
hilang hak-hak para umara. Dan ketika hak-hak para ulama dan umara
hilang, hancurlah kehidupan alam semesta!” (Makanatul ‘Ilmi wal ‘Ulama,
hlm. 16—17)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin t mengatakan, “Bila
para ulama dihormati, syariat pun akan dimuliakan, karena mereka adalah
pembawa syariat tersebut. Namun, bila para ulama direndahkan, syariat juga
akan dihinakan, karena apabila kewibawaan para ulama telah direndahkan
dan dijatuhkan di mata umat, syariat yang mereka bawa akan dihinakan dan
tidak bernilai. Setiap orang akan meremehkan dan merendahkan mereka.
Akibatnya, syariat pun akan hilang.
Para penguasa pun demikian keadaannya: wajib dimuliakan, dihormati
dan ditaati, sesuai dengan ketentuan syariat-Nya. Apabila kewibawaan
penguasa direndahkan, dihinakan, dan dijatuhkan, hilanglah keamanan

21
(ketenteraman) masyarakat. Negara menjadi kacau, sementara penguasa
tidak memiliki kekuatan dan kemampuan untuk melaksanakan dan
menegakkan peraturan. Oleh karena itu, apabila kedua golongan ini, ulama
dan umara, direndahkan di mata umat, syariat akan rusak dan keamanan
akan hilang. Segala urusan menjadi kacau-balau.” (Syarh Riyadhish
Shalihin, 2/110)
3. Mengikuti bimbingan dan arahan mereka
Allah berfirman menceritakan dialog Nabi Ibrahim q dengan ayahnya:
َ ‫ۡو ََلۡي ۡغنيۡ َع‬
ۡ‫نكۡش َۡيۡا‬ َ ‫ۡو ََلۡي ۡبصر‬ َ ‫إ ۡۡذ ۡقَا َل ۡۡلَبيه ۡ َٰ َٰٓيَأَبَت ۡل َم ۡت َعۡ بدۡ َم‬
َ ‫اَۡل ۡيَ ۡس َمع‬
ۡ٤٢
“Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu
pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku
akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.” (Maryam: 42)

Ibnu Mas’ud z berkata:


Rasulullah n membuat sebuah garis yang lurus lalu bersabda, “Ini adalah
jalan Allah.” Kemudian beliau n membuat beberapa garis di sebelah kanan
dan kiri garis lurus itu lalu bersabda, “Ini adalah jalan-jalan yang bercabang
(darinya). Pada setiap jalan ini ada setan yang mengajak kepadanya.” Beliau
n lalu membaca firman Allah l, “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini
adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu
mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan
kamu dari jalan-Nya….” (Al-An’am: 153) [HR. Ahmad no. 3928]
Demikianlah kedudukan para ulama. Mayoritas umat manusia tidak
mengetahui cara menunaikan kewajiban, meninggalkan keharaman, dan
beribadah kepada Allah l melainkan dengan perantaraan para ulama.
Dengan meninggalnya para ulama, umat akan bingung, ilmu akan hilang,
dan kebodohan pun semakin merebak. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Alangkah dahsyatnya musibah ini.” (Akhlaqul ‘Ulama, hlm. 28—29)
4. Mengembalikan urusan umat kepada mereka
Allah l berfirman:

22
ۡ‫س ۡلنَاۡمنۡقَ ۡبل َكۡإ ََّلۡر َجاَلۡنُّوح َٰٓيۡإلَ ۡيه ۡۖۡمۡفَ ۡسۡل َٰٓواْۡأ َ ۡه َلۡٱلذ ۡكرۡۡإنۡكنت ۡم‬
َ ‫َو َمۡا َٰٓۡأ َ ۡر‬
ۡ ۡ٤٣ۡ َ‫ََلۡت َعۡ لَمون‬
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu
tidak mengetahui.” (An-Nahl: 43)

Allah juga berfirman:

ۡ‫ۡردُّوه ۡإلَى‬ َ ‫ر ۡمنَ ۡ ۡٱۡلَمۡ نۡ ۡأَو ۡ ۡٱلخ َۡوفۡ ۡأَذَاعواْ ۡب ۖۡهۡۦ ۡ َولَ ۡو‬ٞ ۡ‫َوإذَا ۡ َجا َٰٓ َءه ۡم ۡأَم‬
َ ‫ٱلرسولۡ ۡ َوإلَ َٰ َٰٓى ۡأ ْوليۡ ۡٱۡل َ ۡمرۡ ۡم ۡنه ۡم ۡلَ َعل َمه ۡٱلَّذينَۡ ۡيَ ۡست َ ۢنبطونَهۡۥ ۡم ۡنه ۡۗۡم‬
ۡ‫ۡولَ ۡو ََل‬ َّ
َ َٰ ‫ش ۡي‬
ۡ٨٣ۡ‫طنَۡۡإ ََّلۡقَليًل‬ َ ‫ٱّللۡ َعلَ ۡيك ۡم‬
َّ ‫ۡو َر ۡح َمتهۡۥَۡلَت َّ َبعۡۡتمۡٱل‬ ۡ َ‫ف‬
َّۡ ۡ‫ضل‬
“Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun
ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkannya
kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang
ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka
(Rasul dan ulil amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah
kepada kalian, tentulah kalian mengikuti setan kecuali sebagian kecil saja
(di antara kalian).” (An-Nisa: 83)

Asy-Syaikh As-Sa’di t berkata, “Ini adalah bimbingan adab dari Allah l


kepada hamba-hamba-Nya terkait sikap mereka yang tidak pantas ini.
Selayaknya apabila ada sebuah urusan penting dan menyangkut orang
banyak—terkait keamanan dan kebahagiaan orang-orang beriman, ataupun
kekhawatiran akan sebuah musibah yang menimpa mereka— hendaknya
mereka menelitinya dan tidak tergesa-gesa menyebarkannya. Bahkan,
semestinya mereka mengembalikannya kepada Rasulullah (semasa hidup
beliau ) dan kepada ulil amri, yaitu orang-orang yang ahli dalam menentukan
pendapat, berilmu, peduli, dan tenang. Mereka adalah orang-orang yang
memahami urusan dan kepentingan umat maupun hal-hal yang sebaliknya.
Apabila mereka memandang ada kebaikan, kemaslahatan, kebahagiaan,
dan sesuatu yang membangkitkan kewaspadaan orang-orang yang beriman
terhadap musuh-musuhnya, niscaya mereka akan menyebarkannya. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah t mengatakan, “Para ulama ahlul hadits lebih mengetahui
maksud Rasulullah n daripada pengetahuan para pengikut imam-imam

23
(mazhab) terhadap maksud imam-imam mereka.” (Minhajus Sunnah) Oleh
karena itu, pendapat mereka lebih mendekati kebenaran dan nasihat mereka
lebih berhak didengarkan.
Ilmu adalah harta yang paling berharga, ia adalah warisan para Nabi.
Dengan ilmu tercapai kebahagian dunia dan akhirat. Bagian seorang hamba
dalam ilmu selaras dengan pengagungan dan penghormataannya terhadap ilmu

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Al-Zarnuji dalam kitab Ta’limul Muta’alim berpendapat bahwa belajar


adalah suatu pekerjaan, merupakan sebuah ibadah dan kewajiban, maka ia
harus mempunya niat belajar dan niat belajar yang harus dimiliki oleh pelajar
harus sesuai dengan tuntunan alqur’an dan sunnah.
Dasar hukum menuntut ilmu yaitu berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits
nabi Muhammad saw. Banyak sekali hadits dan ayat Al-Qur’an yang
menerangkan tentang menuntut ilmu. Di dalam Islam, menuntut ilmu
merupakan perintah sekaligus kewajiban. Manusia diperintahkan untuk
menuntut ilmu, karena dengan ilmu pengetahuan kita bisa mencapai apa yang
dicita-citakan baik di dunia maupun di akhirat.
Setelah seorang penuntut ilmu mengetahui dan memahami akan
keutamaan menuntut ilmu, maka hendaknya dia memiliki perhatian yang besar
terhadap permasalahan adab-adab penuntut ilmu, diantaranya adalah : Ikhlas,
Bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, Meminta pertolongan kepada
Allah ta’ala, Mengamalkan ilmu, Berhias dengan akhlaq mulia,
Mendakwahkan ilmu
Allah dengan hikmah dan keadilan-Nya yang sempurna memuliakan
sebagian hamba-Nya. Di antara sebab Allah l memuliakan hamba-Nya adalah
ilmu, amal, kesabaran, keikhlasan, dan keimanan. Oleh karena itulah, Allah
memuliakan para ulama, yaitu orang-orang yang berilmu tentang Al-Qur’an
dan As-Sunnah dengan pemahaman sahabat, serta mengamalkannya.

25
DAFTAR PUSTAKA

https://ukhuwahislamiah.com/20-cara-mengagungkan-ilmu/ diakses pada tanggal


25 Februari 2019 pukul 20.18
http://asysyariah.com/menghormati-dan-memuliakan-ulama/ diakses pada tanggal
25 Februari 2019 pukul 21.08
https://khafidhotulamaliah.wordpress.com/2013/05/17/6/ diakses pada tanggal 25
Februari 2019 pukul 19.50
http://ndar3006.blogspot.com/2015/06/makalah-kewajiban-menuntut-ilmu.html
diakses pada tanggal 25 Februari 2019 pukul 20.48
http://vivirinardi.blogspot.com/2017/10/niat-dalam-belajar.html diakses pada
tanggal 25 Februari 2019 pukul 19.48

Anda mungkin juga menyukai