Anda di halaman 1dari 12

BAB II

A. Definisi Retardasi Mental


Menurut Nunung Apriyanto (2012: 28), tunagrahita merupakan kata lain dari
Retardasi Mental (mental retardation). Tuna berarti merugi. Grahita berarti pikiran.
Retardasi Mental (Mental Retardation atau Mentally Retarded) berarti terbelakang
mental. Retardasi mental adalah salah satu contoh yang dapat ditemui berbagai
tempat, dengan karakteristik penderitanya yang memiliki tingkat kecerdasan dibawah
ratarata (IQ kira-kira 70 atau lebih rendah) dan mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi, mengurus diri sendiri, kemampuan untuk mengambil keputusan
sendiri, rekreasi, pekerjaan, kesehatan dan keamanan (Prabowo. E, 2010).
Keterbelakangan mental (mental retardation, MR) adalah suatu keadaan yang
ditandai dengan fungsi kecerdasan yang berada di bawah rata-rata yang disertai
dengan kurangnya kemampuan menyesuaikan diri (perilaku maladaptif), yang mulai
tampak pada awal kelahiran. Pada mereka yang mengalami mental retardation
memiliki keterbelakangan dalam kecerdasan, mengalami kesulitan belajar dan
adaptasi sosial (Pieter, dkk, 2011)
Mark Durand (2007 dalam Pieter, Janiwarti dan Saragih, 2011) mengatakan
bahwa mental retardation adalah bentuk keterbelakangan fungsi intelektual yang
secara signifikan berada di bawah rata-rata yang disertai oleh defisit fungsi adaptasi,
seperti kegagalan dalam mengurus diri sendiri dan timbulnya perilaku menentang
(okupasional). Retardasi Mental (RM) merupakan suatu gangguan dimana fungsi
intelektual dibawah normal (IQ dibawah 70) dimana seseorang mengalami gangguan
perilaku adaptif sosial sehingga membuat penderita memerlukan pengawasan,
perawatan, dan kontrol dari orang lain (Kartono, 2009).
American Association on Mental Retardation (AAMR) menyebutkan Mental
retardation is a disability characterized by significant limitations, both in intellectual
functioning and in adaptive behavior as expressed in conceptual, social, and practical
adaptive skills. Hal tersebut dapat diartikan bahwa retardasi mental adalah
ketidakmampuan yang ditandai dengan keterbatasan pada hal-hal penting, yaitu
keterbatasan dalam fungsi intelektual dan penyesuaian konsepsi tingkah laku yang
hubungannya dengan konsepsi, sosial, dan penyesuaian kemampuan praktis.

1
Menurut kami pengertian retardasi mental merupakan keadaan
abnormal yang terlihat pada awal kelahiran dengan memiliki tingkat
kecerdasan dibawah rata-rata (IQ <70) sehingga sulit bagi dirinya untuk
berkomunikasi, mengurus dirinya sendiri, kesulitan saat belajar, kurangnya
rasa ingin tahu terhadap sesuatu, berjalan atau merangkak lebih lambat
dibanding anak seusianya. Maka dari itu penderita memerlukan pengawasan,
perawatan, dan kontrol dari orang lain ataupun layanan khusus.
B. Etiologi
Penyebab kelainan mental ini adalah faktor keturunan (genetik) atau tak
jelas sebabnya (simpleks). Keduanya disebut retardasi mental primer.
Sedangkan faktor sekunder disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh
terhadap otak bayi dalam kandungan atau anak-anak.
Retardasi mental menurut penyebabnya, yaitu :
1) Akibat infeksi atau intoksikasi.
Dalam Kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena kerusakan
jaringan otak akibat infeksi intrakranial, karena serum, obat atau zat toksik
lainnya.
2) Akibat rudapaksa atau disebabkan fisik lain.
Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar x, bahan
kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan
dengan retardasi mental. Rudapaksa sesudah lahir tidak begitu sering
mengakibatkan retardasi mental.
3) Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi.
Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan
metabolisme (misalnya gangguan metabolime lemak, karbohidrat dan
protein), pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kelompok ini. Ternyata
gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung lama sebelum umur 4
tahun sangat memepngaruhi perkembangan otak dan dapat mengakibatkan
retardasi mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi

2
sebelum umur 6 tahun, sesudah ini biarpun anak itu diberikan makanan
bergizi, intelegensi yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan.
4) Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal).
Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat neoplasma (tidak
termasuk pertumbuhan sekunder karena rudapaksa atau peradangan) dan
beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, tetapi yang belum diketahui betul
etiologinya (diduga herediter). Reaksi sel-sel otak ini dapat bersifat
degeneratif, infiltratif, radang, proliferatif, sklerotik atau reparatif.
5) Akibat penyakit atau pengaruh pranatal yang tidak jelas.
Keadaan ini diketahui sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak diketahui
etiologinya, termasuk anomali kranial primer dan defek kogenital yang
tidak diketahui sebabnya.
6) Akibat kelainan kromosom.
Kelainan kromosom mungkin terdapat dalam jumlah atau dalam
bentuknya. Hal ini mencakup jumlah terbesar dari penyebab genetic dan
paling sering adalah trisomi yang melibatkan kromosom tambahan,
misalnya 47 dibandingkan keadaan normal sebesar 46. Kelainan
kromosom seks, seperti sindroma Klinefeker (XXY), sindroma Turner dan
berbagai mosaik, dapat juga berkaitan dengan retardasi mental.
7) Akibat prematuritas.
Kelompok ini termasuk retardasi mental yang berhubungan dengan
keadaan bayi pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram atau
dengan masa hamil kurang dari 38 minggu serta tidak terdapat sebab-sebab
lain seperti dalam sub kategori sebelum ini.
8) Akibat gangguan jiwa yang berat.
Untuk membuat diagnosa ini harus jelas telah terjadi gangguan jiwa yang
berat itu dan tidak terdapat tanda-tanda patologi otak.
9) Akibat deprivasi psikososial.
Retardasi mental dapat disebabkan oleh faktor – faktor biomedik maupun
sosiobudaya.

3
C. Manifestasi Klinis
Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa
kelainan fisik yang merupakan stigmata kongenital, yang kadang-kadang
gambaran stigmata mengarah kesuatu sindrom penyakit tertentu. Dibawah ini
beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi mental, yaitu :
1. Kelainan pada mata 4. Kelainan rambut
2. Kejang 5. Perawakan pendek
3. Kelainan kulit 6. Distonia
D. Klasifikasi
a) Retardasi mental ringan (IQ 50-70)
Retardasi mental ringan dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dididik
(educable). Anak mengalami gangguan berbahasa tetapi masih mampu menguasainya
untuk keperluan bicara sehari-hari dan untuk wawancara klinik. Umumnya mereka
juga mampu mengurus diri sendiri secara independen, meskipun tingkat
perkembangannya sedikit lebih lambat dari ukuran normal.
Kesulitan biasanya dijumpai dalam hal membaca, menulis, dan berhitung, sehingga b
iasanya retardasi mental ringan ditemukan saat anak berada di sekolah dasar.
b) Retardasi mental sedang (IQ 35-50)
Retardasi mental sedang dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dilatih
(trainable). Pada kelompok ini anak mengalami keterlambatan
perkembangan pemahaman dan penggunaan bahasa, serta pencapaian akhirnya
terbatas. Pencapaian kemampuan mengurus diri sendiri dan keterampilan motor juga
mengalami keterlambatan, dan beberapa diantaranya membutuhkan pengawasan
sepanjang hidupnya. Retardasi mental sedang biasanya ditemukan di usia prasekolah.
c) Retardasi mental berat (IQ 20-35)
Gambaran klinis dari retardasi mental berat hampir sama dengan retardasi mental
sedang, perbedaan utamanya yaitu biasanya pada retardasi mental berat terdapat
kerusakan motor yang bermakna atau defisit neurologis. Penderita retardasi
mental berat mencapai perkembangan dalam kemampuan berkomunikasi selama mas
a kanak-kanak dan biasanya mampu belajar berhitung serta mengenali huruf.

4
d) Retardasi mental sangat berat (IQ <20)
Sebagian besar penderita retardasi mental berat memiliki penyebab yang jelas
untuk kondisinya. Umumnya anak sangat terbatas dalam hal mobilitas, dan
hanya mampu pada bentuk komunikasi nonverbal yang sangat elementer.
E. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan kromosom
2) Pemeriksaan urin, serum atau titer virus
3) Test diagnostik spt : EEG, CT Scan untuk identifikasi abnormalitas
perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang
mengakibatkan perubahan.
F. Patofisiologi
Retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-hari.
Retardasi mental ini termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang
muncul pada masa kanak-kanak ( sebelum usia 18 tahun ) yang ditandai dengan
fungsi kecerdasan di bawah normal ( IQ 70 sampai 75 atau kurang ) dan disertai
keterbatasan-keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaftif :
berbicara dan berbahasa , kemampuan/ketrampilan merawat diri,
kerumahtanggaan, ketrampilan sosial, penggunaan sarana-sarana komunitas,
pengarahan diri , kesehatan dan keamanan , akademik fungsional, bersantai dan
bekerja. Penyebab retardasi mental bisa digolongkan kedalam prenatal,
perinatal dan pasca natal. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini pada
masa kanak-kanak.

5
6
G. Penatalaksanaan Medis
Terapi terbaik adalah pencegahan primer, sekunder dan tersier.
1. Pencegahan primer adalah tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan atau menurunkan kondisi yang menyebabkan
gangguan. Tindakan tersebut termasuk pendidikan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum, usaha
terus menerus dari profesional bidang kesehatan untuk menjaga dan
memperbaharui kebijakan kesehatan masyarakat, aturan untuk
memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal,
dan eredekasi gangguan yang diketahui disertai kerusakan sistem
saraf pusat. Konseling keluarga dan genetik dapat membantu.
2. Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mempersingkat
perjalanan penyakit.
3. Sedangkan pencegahan tersier bertujuan untuk menekan kecacatan
yang terjadi. Dalam pelaksanaanya kedua jenis pencegahan ini
dilakuakn bersamaan, yang meliputi pendidikan untuk anak seperti
terapi perilaku, kognitif dan psikodinamika, pendidikan keluarga;
dan intervensi farmakologi. Pendidikan untuk anak harus merupakan
program yang lengkap dan mencakup latihan keterampilan adaptif,
sosial, dan kejuruan. Satu hal yang penting dalam mendidik keluarga
tentang cara meningkatkan kopetensi dan harga diri sambil
mempertahankan harapan yang realistik.
4. Untuk mengatasi perilaku agresif dan melukai diri sendiri dapat
digunakan naltrekson. Untuk gerakan motorik stereotopik dapat
dipakai antipsikotik seperti haloperidol dan klorpromazin. Perilaku
kemarahan eksplosif dapat diatasi dengan penghambat beta seperti
propranolol dan buspiron. Adapun untuk gangguan deficit atensi
atau hiperktivitas dapat digunakan metil penidat.

7
H. Komplikasi
Menurut Betz, Cecily R (2010) komplikasi retardasi mental yaitu:
1) Serebral palsi
2) Gangguan kejang
3) Gangguan kejiwaan
4) Gangguan konsentrasi / hiperaktif
5) Deficit komunikasi
6) Konstipasi (karena penurunan mortilitas usus akibat obat-obatan, kurang
mengkonsumsi makanan berserat dan cairan).
I. Cara Pencegahan
1) Imunisasi bagi anak dan ibu sebelum kehamilan
2) Konseling perkawinan
3) Pemeriksaan kehamilan rutin
4) Nutrisi yang baik
5) Persalinan oleh tenaga kesehatan
6) Memperbaiki sanitasi dan gizi keluarga
7) Pendidikan kesehatan mengenai pola hidup sehat
8) Program mengentaskan kemiskinan, dll
J. Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian
1) Data demografi
1.1 Identitas Klien
1.2 Identitas Orang tua
b) Riwayat Kesehatan
2) Tanda dan gejala :
2.1 Mengenali sindrom seperti adanya mikrosepali
2.2 Adanya kegagalan perkembangan yang merupakan indikator
RM seperti anak RM berat biasanya mengalami kegagalan
perkembangan pada tahun pertama kehidupannya, terutama
psikomotor; RM sedang memperlihatkan penundaan pada

8
kemampuan bahasa dan bicara, dengan kemampuan motorik
normal-lambat, biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun; RM ringan
biasanya terjadi pada usia sekolah dengan memperlihatkan
kegagalan anak untuk mencapai kinerja yang diharapkan.
2.3 Gangguan neurologis yang progresif
2.4 Tingkatan/klasifikasi RM
c) Pemeriksaan fisik :
a. Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (bentuk kepala tidak
simetris)
b. Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/ tidak ada, halus, mudah
putus dan cepat berubah
c. Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
d. Hidung : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil,
cuping melengkung keatas, dll
e. Mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit
lebar atau melengkung tinggi
f. Geligi : odontogenesis yang tidak normal
g. Telinga : keduanya letak rendah; dll
h. Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
i. Leher : pendek; tidak mempunyai kemampuan gerak sempurna
j. Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing,
ibu jari gemuk dan lebar, klinodaktil, dll
k. Dada & Abdomen : terdapat beberapa putting, buncit, dll
l. Genitalia : mikropenis, testis tidak turun, dll
m. Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/ panjang
kecil meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk.
d) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan kromosom
b. Pemeriksaanurin, serum atau titer virus

9
c. Test diagnostic sepetti : EEG, CT Scan untuk identifikasi
abnormalitas perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak
atau trauma yang mengakibatkan perubahan.
e) Diagnosis Keperawatan
a. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d kelainan fungsi
Kognitif
b. Kerusakan komunikasi verbal b/d lambatnya keterampilan
ekspresi dan resepsi bahasa.
c. Risiko cedera b/d perilaku agresif/ koordinasi gerak tidak
terkontrol
d. Gangguan interaksi sosial b/d kesulitan bicara /kesulitan
adaptasi sosial
e. Gangguan proses keluarga b/d memiliki anak RM
f. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian/ berhias,
toileting b/d ketidakmampuan fisik dan mental/ kurangnya
kematangan perkembangan.
f) Rencana Intervensi :
1. Dx : Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d kelainan
fungsi Kognitif
Tujuan : pertumbuhan dan perkembangan berjalan sesuai tahapan
Intervensi :
a. Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak
b. Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk
memfasilitasi perkembangan anak yang optimal.
c. Berikan aktivitas stimulasi yang sesuai dengan usia
d. Pantau pola pertumbuhan (tinggi badan, berat badan,
lingkar kepala dan rujuk ke ahli gizi untuk mendapatkan
intervensi nutrisi.
2. Dx : kerusakan komunikasi verbal b/d lambatnya keterampilan
ekspresi dan resepsi bahasa.

10
Tujuan : komunikasi terpenuhi sesuai tahap perkembangan anak.
Intervensi :
a. Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi taktil
b. Berikan intruksi berulang dan sederhana
c. Beri waktu yang cukup untuk berkomunikasi.
d. Dorong komunikasi terus menerus dengan dunia luar
contoh Koran, televises, radio, kalender, jam.
3. Dx : Risiko cedera b/d perilaku agresif/ koordinasi gerak tidak
terkontrol.
Tujuan : menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk
menurunkan factor risiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
Intervensi :
a. Berikan posisi yang aman dan nyaman.
b. Manajemen perilaku anak yang sulit
c. Batasi aktifitas yang berlebihan.
d. Ambulasi dengan bantuan ; berikan kamar mandi khusus.
4. Dx : Gangguan interaksi sosial b/d kesulitan bicara /kesulitan
adaptasi social.
Tujuan : meminimalkan gangguan interaksi social
Intervensi :
a. Bantu anak dalam mengidentifikasi kekuatan pribadi
b. Beri pengetahuan terhadap orang terdekat anak mengenai
Retardasi Mental
c. Dorong anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas bersama
anak-anak dan keluarga lain
d. Dorong anak mempertahankan hubungan dengan teman-
teman
e. Berikan reinforcement positif atas hasil yang dicapai anak
5. Dx : Gangguan proses keluarga b/d memiliki anak RM

11
Tujuan : keluarga menunjukkan pemahaman tentang penyakit anak
dan terapinya.
Intervensi :
a. Kaji pemahaman keluarga tentang penyakit anak dan
rencana perawatan
b. Tekankan dan jelaskan penjelasan tim kesehatan lain
tentang kondisi anak, prosedur dan terapi yang dianjurkan
c. Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan
pemahaman keluarga tentang penyakit dan terapinya
d. Ulangi informasi sesering mungkin
6. Dx : Defisit perawatan diri b/d ketidakmampuan fisik dan mental/
kurangnya kematangan perkembangan.
Tujuan : melakukan perawatan diri sesuai tingkat usia dan
perkembangan anak.
Intervensi :
a. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan
bantuan sesuai kebutuhan.
b. Identifikasi kesulitan dalam perawatan diri, seperti
keterbatasan gerak fisik, penurunan kognitif.
c. Dorong anak melakukan perawatan sendiri
g) Evaluasi
1. Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya.
2. Dapat berkomunikasi dengan baik sesuai usia.
3. Perilaku dan pola hidup anak jauh dari risiko cidera.
4. Anak berpartisipasi dalam aktivitas bersama anak-anak dan
keluarga lain.
5. Keluarga menunjukkan pemahaman tentang penyakit anak dan
terapinya.
6. Anak melakukan perawatan diri sesuai tingkat usia dan
perkembangan.

12

Anda mungkin juga menyukai