Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan salah satu elemen primer dalam kehidupan manusia di
masa modern. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha memanusiakan manusia.
Paulo Freire, seperti yang dikutip Yunus (1), melihat pendidikan sebagai salah satu
upaya untuk mengembalikan fungsi manusia menjadi manusia agar terhindar dari
berbagai bentuk penindasan, kebodohan, sampai ketertinggalan. Pendidikan,
sebagai suatu usaha yang disengaja dan sistematis, tidak semata-mata terbatas
sekat ruang sekolah formal namun juga nonformal dan dimulai sejak usia dini.
Semakin tingginya kesadaran orang tua dan pemerhati pendidikan mendorong
terbentuknya suatu wadah pendidikan anak usia dini (PAUD) yang bergerak hingga
ke masyarakat akar rumput.
Untuk suatu upaya pendidikan berjalan dengan baik diperlukan beberapa
elemen, tidak terkecuali dalam pendidikan anak usia dini (PAUD) dimana salah satu
elemen yang penting keberadaannya adalah pendidik. Pendidik, menurut Zahara
Idris dan Lisma Jamal, adalah orang dewasa yang bertanggungjawab memberikan
bimbingan kepada peserta didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar
mencapai tingkat kedewasaan (mampu berdiri sendiri) memenuhi tugasnya sebagai
makhluk Tuhan, makhluk individu yang mandiri, dan makhluk sosial. Peran mereka
terutama nampak dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran di sekolah, yaitu
mentransformasikan kebudayaan secara terorganisasi demi perkembangan peserta
didik (siswa). Khususnya dalam pendidikan anak usia dini, pendidik sangat
memegang peran sentral sebagai role model peserta didiknya. Mengutip Diaz,
pendidik sebagai model harus dapat menunjukkan :
- Guru sebagai ahli di bidangnya
- Guru sebagai contoh pembentukan moral
- Guru sebagai orang yang memiliki kepedulian dan melakukan tindakan
- Guru sebagai figur pemimpin yang memiliki otoritas
- Guru sebagai fasilitator yang selalu siap membantu siswanya

1
- Guru sebagai delegator

Sebagai seorang pendidik, guru, termasuk guru PAUD, semestinya memahami


hakikat pendidik. T. Raka Joni (dalam Idris dan Jamal) menyebutkan beberapa poin
terkait hakikat pendidik :
1) Pendidik sebagai agen pembaharuan, artinya ide-ide pembaharuan itu
dapat disebarluaskan oleh pendidik dan lebih jauh lagi pendidik adalah
sumber dari ide-ide pembaharuan
2) Pendidik adalah pemimpin dan pendukung nilai-nilai masyarakat,
maksudnya pendidik itu harus lebih dahulu menjadi orang yang
menghayati dan mengamalkan nilai-nilai masyarakat. Lebih jauh lagi,
pendidik diharapkan dapat melanjutkan nilai-nilai tersebut kepada subjek
didiknya, dan masyarakat pada umumnya.
3) Pendidik sebagai fasilitator memungkinkan terciptanya kondisi yang baik
bagi peserta didik untuk belajar. Misalnya dalam proses belajar-mengajar
peserta didiklah yang aktif belajar, peranan pendidik menyediakan
sumber, bahan, dan media yang diperlukan dalam kegiatan tersebut.
4) Pendidik bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar peserta didik.
5) Pendidik dituntut untuk menjadi contoh dalam pengelolaan proses belajar-
mengajar khususnya bagi calon guru yang menjadi peserta didik.
6) Pendidik bertanggung jawab secara profesional untuk terus-menerus
meningkatkan kemampuannya. Ini berarti bahwa pendidik adalah pribadi
yang selalu harus belajar.
7) Pendidik menjunjung tinggi kode etik profesional. Bahwa guru sebagai
jabatan profesional tentunya mempunyai kode etik yang harus dipedomani
dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik.
Terkait dengan poin-poin di atas maka dapat kita bayangkan betapa guru atau
pendidik menjadi tokoh yang memiliki peran penting terutama dalam pendidikan
anak usia dini dimana peran orang dewasa sebagai role model masih sangat
dibutuhkan. Pendidikan anak usia dini perlu penanganan yang khas dibandingkan
dengan pendidikan lainnya karena anak usia dini memiliki karakteristik

2
perkembangan dan cara belajar yang berbeda dengan anak-anak yang usianya
lebih tua, sehingga memerlukan bimbingan yang khas pula. Untuk itu, seorang
pendidik PAUD penting untuk memiliki pengetahuan dan kapasitas etika maupun
karakter yang positif sehingga dalam melaksanakan tugas, para pendidik dapat
memberikan contoh positif bagi anak didiknya. Hal ini tentunya akan menghasilkan
peserta didik yang potensinya berkembang secara optimal serta beretika dan
berkarakter positif yang siap bersosialisasi dengan anggota masyarakat lain dalam
interaksinya sehari-hari serta.

B. TUJUAN
Materi dan modul ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan bagi pendidik
PAUD terkait konsep etika dan karakter sehingga nantinya pendidik PAUD dapat
mengaplikasikan dalam proses pengajaran yang dilakukan.

C. RUANG LINGKUP DAN WAKTU


Ruang lingkup materi mencakup etika dan karakter yang dimiliki oleh pendidik
PAUD yang diberikan dalam waktu 4 JP.

D. PETUNJUK BELAJAR
Peserta didik membaca modul, melakukan diskusi dan tanya-jawab, serta
mengerjakan tugas-tugas yang telah disiapkan

3
BAB II
RENCANA PENYAJIAN MATERI

A. KOMPETENSI
Kompetensi yang diharapkan dari materi ini adalah peserta didik dapat
memahami etika dan karakter pendidik PAUD.

B. INDIKATOR
1) Peserta dapat menjelaskan konsep etika dan etika pendidik PAUD
2) Peserta dapat menjelaskan pentingnya etika pendidik dalam proses
pembelajaran di PAUD
3) Peserta dapat menjelaskan konsep karakter dan karakter pendidik PAUD
4) Peserta dapat mengaplikasikan etika dan karakter dalam pembelajaran di
PAUD.

C. MATERI/SUBMATERI
Materi yang akan dibahas dalam modul ini adalah :
1) Etika
a. Definisi etika
b. Manfaat Etika Bagi Pendidik PAUD
c. Kode Etik dan Etika Pendidik PAUD

2) Karakter
a. Definisi karakter
b. Faktor-Faktor Yang Membentuk Karakter
c. Karakter dan Citra Diri Pendidik

4
D. METODE PEMBELAJARAN
Metode pembelajaran yang akan dilakukan dalam penyajian materi ini adalah :
1) Ceramah
2) Tanya jawab
3) Diskusi kelompok
4) Aktivitas lain (menonton film, analisis kasus dari media massa)

E. PENILAIAN
Penilaian akan dilakukan melalui evaluasi pre-test dan Post test yang berbentuk
soal pilihan berganda (multiple choice)

F. ALOKASI WAKTU
4 jam pelajaran

G. SUMBER BELAJAR
Modul, pustaka acuan, film, contoh kasus

H. MEDIA PEMBELAJARAN
Media pembelajaran yang digunakan dalam penyajian materi ini adalah :
1) Modul
2) Slide dan OHP
3) Film
4) Kliping artikel media massa (surat kabar)

5
BAB III
MATERI

A. URAIAN MATERI
1. ETIKA
a. Pengertian
Etika berasal dari bahasa Yunani, “ethos”, yang berarti “timbul dari
kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau
kualitas yang menjadi studi mengenai standard dan penilaian moral. Etika
berhubungan erat dengan konsep individu atau kelompok sebagai alat penilai
kebenaran atau evaluasi terhadap sesuatu yang telah dilakukan. Etika biasanya
sering diasumsikan bersinonim atau memiliki kesamaan dengan moral. Moral
atau moralitas biasanya dikaitkan dengan sistem nilai tentang bagaimana kita
harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung dalam
ajaran berbentuk petuah-petuah, nasehat, peraturan, perintah, dan semacamnya
yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu
tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik agar ia benar-benar
menjadi manusia yang baik.

Berbeda dengan moralitas, etika perlu dipahami sebagai sebuah cabang


filsafat yang bicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku
manusia dalam hidupnya. Nilai adalah sesuatu yang berguna bagi seseorang
atau kelompok dan karena itu orang atau kelompok tersebut selalu berusaha
untuk mencapainya karena pencapaiannya sangat memberi makna kepada diri
serta seluruh hidupnya. Norma adalah aturan atau kaidah dari perilaku dan
tindakan manusia.

6
b. Manfaat Etika Bagi Pendidik
Menurut Suseno, ada empat alasan mengapa manusia perlu beretika:
Pertama, kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik. Perlu kesatuan
tatanan normatif. Kedua, kita hidup dalam masa transformasi masyarakat yang
sangat cepat. Dalam transformasi ekonomi, sosial, intelektual, dan budaya itu
nilai budaya tradisional tertantang. Perubahan-perubahan budaya terjadi begitu
cepat akibat modernisasi. Dalam situasi seperti ini, etika membantu kita agar
jangan kehilangan orientasi, dapat membedakan antara yang hakiki dan apa
yang boleh berubah dan dengan demikian tetap sanggup untuk mengambil sikap
yang dapat dipertanggungjawabkan.

Ketiga, dengan etika kita dapat menghadapi ideologi-ideologi baru dengan


kritis dan objektif untuk membentuk penilaian sendiri, agar kita tidak mudah
terpancing. Etika juga membantu agar kita jangan naif atau ekstrem, tidak cepat
bereaksi, terhadap suatu pandangan baru, menolak nilai-nilai hanya karena baru
dan belum biasa. Keempat, etika juga perlu oleh agama untuk memantabkan
pemeluknya dalam keyakinan dan keimanan.

Dengan memperhatikan manfaat etika, diharapkan peran pendidik di


manapun, dalam situasi apapun keberadaannya tetaplah sebagai pembimbing,
pembina perilaku, dan sekaligus model berperilaku manusia beretika. Karena ini
bagian dari tanggung jawab sebagai pendidik.

Pendidik yang sukses adalah guru yang tidak hanya kaya secara materi
namun juga kaya dalam nilai-nilai moral dan spiritualnya. Pendidik yang cerdas
mampu memberdayakan segala kualitas positif dalam dirinya berhak untuk
mengukirkan nasibnya sesuai dengan yang diimpikan.

7
Sebutir telur elang dieramkan dalam sarang ayam hutan. Telur menetas, dan
elang kecil tumbuh dan menganggap dirinya adalah anak ayam hutan. Anak
elang berperilaku sebagaimana anak ayam hutan. Ia mengais-ngais tanah untuk
mencari makan. Ia berkotek dan berkokok, ia tidak pernah terbang lebih dari
beberapa meter, karena seperti itulah tabiat ayam hutan.

Suatu hari ia melihat burung elang sedang terbang dengan anggun dan
agung di langit bebas. Ia bertanya kepada induk ayam hutan: ’Burung apakah
yang cantik itu?’ Induk Ayam hutan menjawab: “Itu adalah seekor elang, ia
burung yang terkenal, tetapi kamu tidak bisa terbang seperti dia karena kamu
hanyalah seekor ayam hutan”.

Anak elang percaya saja dengan cerita itu karena dianggapnya benar. Ia
jalani hidupnya, dan mati sebagai seekor ayam hutan, dan kehilangan
warisannya sebagai seekor elang, karena tidak mempunyai visi sendiri. Alangkah
sia-sia. Ia dilahirkan untuk menang tetapi ia dikondisikan untuk kalah.
(Qomari Anwar, diunduh dari hadipranaabadi.weebly.com)

Bayangkan…
andai induk ayam hutan adalah guru,
dan sang elang kecil adalah siswa

c. Kode Etik dan Etika Pendidik PAUD


Kode etik merupakan bagian dari perilaku dan pengetahuan yang sangat
penting untuk diketahui, dipahami, dan diterapkan oleh pendidik. Kode etik suatu
profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi
di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.
Sehingga dengan kata lain, kode etik profesi memberi panduan pada individu-

8
individu dengan profesi terkait, dalam hal ini pendidik, mengenai apa yang boleh
mereka laksanakan atau larangan yang sebaiknya mereka hindari. Seorang guru
akan mengetahui tentang aturan-aturan yang boleh dan tidak boleh dilakukan
dalam melaksanakan profesinya sebagai seorang guru.

Tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan
anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Keberadaan kode etik
profesi pendidik bertujuan untuk :
1) menjunjung tinggi martabat profesi
2) menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
3) meningkatkan pengabdian para anggota profesi
4) meningkatkan mutu profesi
5) meningkatkan mutu organisasi profesi

Kode etik disusun biasanya menyesuaikan konteks lokal dimana setiap


region biasanya memodifikasi kode etik profesi mereka sesuai dengan nilai dan
norma yang berlaku di region tersebut walaupun tetap ada prinsip-prinsip umum
yang teguh dipegang dan berlaku universal di berbagai wilayah. Pada umumnya,
kode etik pendidik bersumber dari:

1) nilai-nilai agama dan Pancasila


2) nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional
3) nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi
perkembangan jasmaniah, emosional, sosial, dan spiritual.

Kode etik guru/pendidik Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-


nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematis
dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi kode etik guru Indonesia adalah
sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI
dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di

9
luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Ada beberapa
butir mengenai kode etik guru Indonesia, antara lain :
1) berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia
yang seutuhnya berjiwa Pancasila.
2) memiliki dan melaksanakan kejuruan profesional.
3) berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
melakukan bimbingan dan pembinaan.
4) menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar-mengajar.
5) memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama
terhadap pendidikan.
6) secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan
mutu dan martabat prosesinya.

Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan dalam kongres PGRI ke XIII tahun
1973, dan kemudian disempurnakan dalam Kongres PGRI ke XVI tahun 1989.
Berikut penjabarannya (Djumiran, http://pjjpgsd.dikti.go.id)
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
a. Guru menghormati hak individu, agama dan kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa dari anak didiknya masing – masing.
b. Guru menghormati dan membimbing kepribadian anak didiknya.
c. Guru menyadari bahwa intelegensi, moral dan jasmani adalah tujuan
utama pendidikan.
d. Guru melatih anak didik memecahkan masalah-masalah dan membina
daya kreasinya agar dapat menunjang masyarakat yang sedang
membangun
e. Guru membantu sekolah dalam usaha menanamkan pengetahuan,
keterampilan kepada anak didik.

10
Ilustrasi Kasus :
Tasya mengolok-olok temannya, Sita, yang mengenakan jilbab ke
sekolah. Tasya mengatakan Sita seperti nenek-nenek karena
mengenakan jilbab. Kebetulan saat itu Pak Wawan, salah seorang guru,
melihat kejadian tersebut. Pak Wawan pun menghampiri Sita dan Tasya
lalu menjelaskan kepada Tasya mengenai jilbab secara sederhana serta
meminta Tasya untuk minta maaf pada Sita.

2. Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai


kebutuhan anak didik masing masing
a. Guru menghargai dan memperhatikan perbedaan dan kebutuhan anak
didiknya masing masing.
b. Guru hendaknya fleksibel di dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan anak didik masing masing.
c. Guru memberi pelajaran didalam dan diluar sekolah berdasarkan
kurikulum dan berlaku secara baik tanpa membedakan jenis dan posisi
sosial orang tua murid.

Ilustrasi kasus :
Di kelas Ibu Rosa, ada seorang murid bernama Afika yang sangat
menyukai musik namun membenci berhitung. Untuk mengakali Afika agar
senang berhitung akhirnya Ibu Rosa memperkenalkan angka dan
mengajari berhitung kepada Afika melalui nyanyian dan permainan alat
musik sehingga akhirnya Afika mulai menguasai materi berhitung.
Bagaimana pendapat Anda terhadap sikap Ibu Rosa? Apakah Anda
pernah memiliki pengalaman serupa?

11
3. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang
anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala penyalahgunaan.
a. Komunikasi guru dan anak didik didalam dan diluar sekolah dilandaskan
pada rasa kasih sayang.
b. Untuk berhasilnya pendidikan, guru harus mengetahui kepribadian anak
dan latar belakang keluarganya.
c. Komunikasi hanya diadakan semat-mata untuk kepentingan pendidikan
anak didik.

Ilustrasi kasus :
Nanda akhir-akhir ini tidak bersemangat untuk mengikuti kegiatan belajar dan
bermain dengan teman-temannya. Bahkan dalam satu minggu ini Nanda
sudah tiga kali tidak masuk sekolah. Ibu Mirna, sebagai guru di PAUD tempat
Nanda bersekolah, alih-alih melakukan pendekatan dan menanyakan masalah
kepada Nanda, Ibu Mirna malah mengatakan Nanda sebagai siswa pemalas
dan sombong.

12
Komunikasi dan relasi yang baik antara guru PAUD dan murid dapat
membantu kelancaran proses pendidikan yang berlangsung

13
2. KARAKTER

a. Pengertian Karakter

Etika membantu individu untuk dapat bertindak sesuai dengan nilai dan
norma yang berlaku dalam masyarakat. Pengetahuan atas etika yang
diaplikasikan secara berkelanjutan, terus-menerus melalui proses pembiasaan
dapat menumbuhkan suatu kualitas tersendiri yang dapat membedakan antara
individu dengan individu lainnya.

Karakter adalah evaluasi kualitas tahan lama individu tertentu. Konsep


karakter dapat menyiratkan berbagai atribut termasuk keberadaan atau
kurangnya kebajikan seperti perilaku integritas, keberanian, ketabahan,
kejujuran, dan kesetiaan. Karakter terutama mengacu pada kumpulan kualitas
yang membedakan satu orang dari yang lain. Menurut Pusat Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), karakter didefinisikan
sebagai bawaan hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,
temperamen, watak. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku,
bersifat, bertabiat, dan berwatak. Karakter mengacu kepada serangkaian sikap
(attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).
Individu yang tidak jujur, kejam, rakus, dan berperilaku negatif akan digolongkan
sebagai individu yang memiliki karakter buruk atau negatif. Sebaliknya, individu
yang berperilaku sesuai kaidah moral digolongkan sebagai individu dengan
karakter positif. Individu yang berkarakter baik atau positif adalah seseorang
yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya
sendiri, sesama manusia, dan lingkungannya dengan mengoptimalkan potensi
dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi, dan motivasinya (perasaannya).
Karakter positif berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya
yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, kreatif dan inovatif,
mandiri, bertanggung jawab, jujur, pemaaf, menepati janji, dan kualitas positif
lainnya.

14
Karakter bukanlah sesuatu yang sepenuhnya bersifat genetik atau turunan
sehingga untuk membentuk karakter harus melalui proses pembelajaran dan
pembiasaan atau pelatihan secara terus menenerus. Terkait dengan karakter
maka yang dilatih dan dibentuk adalah kebiasaan dalam berpikir, merasa, dan
senantiasa berbuat baik dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja untuk
membentuk karakter jujur pada individu maka sejak dini seseorang harus
dibiasakan untuk berkata dan bertingkahlaku jujur dengan membiasakan diri
tidak mencontek pekerjaan orang lain atau mengakui kesalahan yang dilakukan.

b. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter


Menjadi pendidik PAUD yang berkarakter merupakan hal yang penting.
Karakter menunjukkan siapa kita sebenarnya dan menentukan bagaimana
seseorang membuat keputusan. Karakter juga menentukan sikap, perkataan,
dan tindakan seseorang dimana hal-hal tersebut dapat membantu untuk
mencapai kesuksesan. Pembentukan karakter individu pada umumnya melalui
berbagai proses dimana banyak faktor yang berperan selama proses
pembentukan karakter berlangsung. Karakter terbentuk dari hasil internalisasi
berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan
untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas
sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya,
dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain
menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa.

V. Campbell dan R. Obligasi (1982) menyatakan ada beberapa faktor yang


berpengaruh dalam pembentukan karakter seseorang :
1) Faktor keturunan
2) Pengalaman masa kanak-kanak
3) Pemodelan oleh orang dewasa atau orang yang lebih tua
4) Pengaruh lingkungan sebaya

15
5) Lingkungan fisik dan sosial
6) Subtansi materi di sekolah atau lembaga pendidikan lain
7) Media massa

Untuk mengembangkan karakter yang baik perlu ada suatu penentuan dan
pendefinisian kualitas karakter yang akan ditanamkan sehingga dapat dimengerti
oleh semua orang antara lain dengan memberikan ilustrasi-ilustrasi atau aktivitas.

Dalam proses pembentukan karakter yang baik perlu adanya kontrol internal
dan kontrol sosial yang menuntut individu untuk memiliki karakter positif tertentu.
Misalnya saja sebagai pendidik (guru) dalam suatu komunitas pendidikan, seperti
PAUD, dibutuhkan karakter seperti jujur, perhatian, sabar, dan karakter positif lain
sebab pendidik dalam komunitas pendidikan berperan sebagai teladan dan model
bagi anak didiknya.

Selain pendefinisian yang jelas mengenai kualitas karakter yang diinginkan


serta adanya kontrol internal dan kontrol sosial, dalam pembentukan karakter,
khususnya karakter yang baik atau positif, diperlukan reinforcement atau
penguatan dari luar (eksternal) melalui bentuk-bentuk penghargaan terhadap
karakter baik yang ditunjukkan. Penghargaan yang ditunjukkan dapat berupa
pujian atau hadiah (reward) tertentu. Seorang pimpinan dalam PAUD, misalnya,
dapat memuji pendidik-pendidik PAUD yang mengajar di tempatnya atas karakter
baik yang ditunjukkan seperti, “wah,saya perhatikan Ibu Yuni selalu tepat waktu
datang ke sekolah. Bagus sekali itu. Pertahankan terus ya, Bu”. Pujian-pujian
yang diberikan, terutama di depan publik, atau reward dalam bentuk lain
walaupun sifatnya sederhana namun apabila diberikan terus-menerus akan
membentuk pemahaman dan keyakinan pada individu mengenai karakter baik
sehingga karakter tersebut akan terus dilakukan.

Karakter merupakan salah satu poin penting yang menentukan keberhasilan


seseorang. Temuan dari Universitas Harvard, 85% dari sebab-sebab

16
kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain, adalah karena
sikap-sikap seseorang. Hanya 15% disebabkan oleh keahlian atau kompetensi
teknis yang dimilikinya. Oleh sebab itu, terkait upaya membangun karakter
positif, khususnya karakter dalam diri pendidik, disusunlah 16 pilar pembangun
karakter :
1) Kasih sayang
2) Penghargaan
3) Pemberian ruang untuk pengembangan diri
4) Kepercayaan
5) Kerja sama
6) Saling berbagi
7) Saling memotivasi
8) Saling mendengarkan
9) Saling berinteraksi secara positif
10) Saling menanamkan nilai-nilai moral
11) Saling mengingatkan dengan ketulusan hati
12) Saling menularkan antusiasme
13) Saling menggali potensi diri
14) Saling mengajari dengan kerendahan hati
15) Saling menginspirasi
16) Saling menghormati perbedaan

c. Karakter dan Citra Diri Pendidik


Pendidikan menjadi sarana untuk mentransfer nilai dan norma di dalam
masyarakat. Setiap masyarakat mempunyai norma dan nilai, melalui pendidikan
diusahakan agar individu menjadi pendukung norma kaidah dan nilai yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat dan menjadi milik pribadi yang tercermin
dalam kehidupannya sehari-hari. Pendidikan juga merupakan proses
pembentukan pribadi secara utuh, dimana proses pendidikan berlangsung
secara sistematis dan sistemik. Sistematis berarti berlangsung bertahap dan
berkesinambungan sedangkan sistemik berarti berlangsung pada semua situasi

17
lingkungan dan sistem baik keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara yang
melembaga.

Karakteristik pendidik adalah sebagai 1) seseorang yang dituntut untuk


komitmen terhadap profesinya, orang yang selalu berusaha memperbaiki dan
memperbarui cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zaman 2) seseorang yang
memiliki ilmu, yang mampu menangkap hakikat sesuatu, orang yang mampu
menjelaskan hakikat dalam pengetahuan yang diajarkannya 3) seseorang yang
kreatif, yang mampu menyiapkan peserta didiknya agar mampu berkreasi,
sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan
malapetaka bagi dirinya, masyarakat, dan alam sekitar, 4) seseorang yang
berusaha menularkan penghayatan akhlak atau kepribadian kepada peserta
didiknya, 5) seseorang yang berusaha mencerdaskan peserta didiknya,
melatihkan berbagai keterampilan mereka sesuai bakat, minat, dan kemampuan
6) seseorang yang beradab.

Seorang pendidik anak usia dini, menurut Megawangi (2005), perlu memiliki
karakteristik-karakteristik sebagai berikut :

1. Menanamkan Kebaikan Tanpa Pamrih


Seorang pendidik walaupun telah berusaha menjadi pendidik yang ideal,
tetapi belum menjamin akan berhasil dalam membantu perkembangan anak,
karena banyak faktor lain yang mempengaruhinya, misalnya pendidikan di
rumah, pengaruh kawan, dan sebagainya. Namun dengan memberikan
layanan pendidikan dan bimbingan yang penuh perhatian, kasih sayang,
siswa akan menjadi lebih baik. Lebih-lebih pada pendidikan anak usia dini,
hasil pendidikan tidak akan segera nampak hasilnya. Ada sebuah teori yang
disebut sleeper effect, yang menyatakan bahwa efek pendidikan, hasilnya
baru terlihat beberapa tahun kemudian. Oleh karena itu satu karakter
penting untuk dimiliki pendidik adalah “mendidik (menanam kebaikan) tanpa
pamrih”

18
Ada sebuah kisah tentang Johny Appleseed, mudah-mudahan cerita ini
dapat memberikan inspirasi pada semua pendidik untuk menebarkan benih
kebajikan walapun tidak tahu bagaimana hasilnya nanti :

Alkisah ada seorang bernama Johny yang senang berkelana. Ia selalu


mengantongi segenggam biji apel dikantongnya. Kemanapun ia pergi, ia
selalu menebar biji apel, sehingga ia terkenal dengan Johny Appleseed. Ia
tidak berpikir apakah benih yang ditebarkan akan tumbuh dan ia juga tidak
berniat menikmati buahnya, atau berteduh di bawahnya. Apa yang dilakukan
Johny the Appleseed ternyata menumbuhkan beribu-ribu pohon apel yang
mana Johny tidak bisa melihat hasilnya.

Ada sebuah teori yang dapat memberikan inspirasi mengenai dampak


berkelanjutan dari menanam sebuah kebajikan, walau sekecil apapun, yaitu
Chaos Theory (Teori Chaos) dari James Gleick, yang mengenalkan konsep
efek kupu-kupu (Butterfly effect) yang berbunyi : seekor kupu-kupu yang
mengepakkan udara dengan sayapnya hari ini di Beijing, dapat
menyebabkan tornado di New York tahun depan. Konsep ini mengajarkan
kepada kita bahwa sekecil apapun tindakan sekarang, akan mempunyai
dampak besar di kemudian hari. Konsep ini memberikan peringatan kepada
kita untuk berhati-hati dalam berpikir, berkata dan bertindak, karena kita
tidak dapat memprediksi bagaimana dampak hebatnya di masa depan.

Dalam Chaos Theory diterangkan mengapa sebuah kepakan sayap kupu-


kupu bisa membentuk pola (pattern) yang khas. Pernahkan kita bayangkan

19
mengapa Austria melahirkan orang-orang jenius dan kreatif, seperti para
komposer dunia John Strauss, Mozart, Schubert dan Mahler. Psikolog
Sigmud Freud, Ekonom Loudwig atau negara Singapura bebas korupsi, atau
warga Korea di Seoul yang turun ke jalan berpesta pora merayakan
kemenangan tim sepak bolanya masuk ke final, tetapi tidak membuat satu
pohonpun patah, tidak ada satu pot bungapun rusak, dan tidak ada satu pun
botol minuman yang tergeletak di jalan.

Terbentuknya sebuah pola dalam Chaos Theory diterangkan oleh adanya


sebuah konsep : Strange attractor yaitu magnet yang dapat menarik apa
saja yang mempunyai kualitas yang sama. Hal ini dapat diilustrasikan,
misalnya :

Adanya kerumunan burung dari berbagai jenis yang sedang makan biji-
bijian yang tersebar di atas tanah. Tiba-tiba ada sebuah kejutan yang
menyebabkan semua burung beterbangan. Sudah dapat dipastikan bahwa
burung akan terbang bersama burung-burung lainnya yang sejenis dan tidak
pernah masuk dalam kelompok burung lain.

Adanya daya tarik yang aneh (strange attractor) dalam sebuah sistem
sosial akan menjadi daya tarik bagi mereka yang memang pada prinsipnya
mempunyai kualitas yang sama dengan daya tarik itu. Semakin banyak
orang tertarik dan berkumpul dalam kerumunan sistem itu, maka akan
membentuk sebuah pola dengan ciri khas perilakunya. Sebuah organisasi
yang korup, akan menarik orang-orang yang tidak jujur karena tertarik oleh
daya magnet perilaku korup. Begitu pula organisasi yang baik bisa menjadi
magnet yang dapat menarik orang-orang baik untuk berkumpul bersama
melakukan kebajikan. Namun mungkin saja dalam suatu kerumunan baik
akan terdapat beberapa orang yang tidak baik, begitu pula sebaliknya,
karena disebut teori chaos atau teori kekacauan.

Biasanya orang-orang yang baik dalam kerumunan jahat suatu saat akan
terlempar dari sistem sosial yang ada sekarang karena mereka tidak tahan

20
hidup di tengah–tengah kerumunan orang yang pola tingkahlakunya
bertentangan dengan hati nuraninya. Begitu pula orang-orang tidak baik
berada dalam kerumunan orang baik suatu saat akan terlempar keluar.

Orang-orang yang baik terlempar dari kerumunan buruk adalah mereka


yang mempunyai lentera hati nurani yang terang benderang sehingga dapat
menjadi strange attractor baru yang dapat menarik orang yang
berkepribadian sama. Selanjutnya dapat mengubah sistem sosial yang ada
menjadi pola baru yang positif. Begitu pula, para pendidik yang mempunyai
nurani yang kuat, akan tidak tahan berada dalam sebuah birokrasi
pendidikan yang buruk, sehingga akan terlempar dari sistem tersebut, dan
berani untuk memulai suatu yang berbeda dan mau mengadakan
“perubahan” siapa tahu para pendidik yang menyadari fungsinya sebagai
“pendidik, membangun citra positif anak” akan berkumpul bersama bahu
membahu membentuk karakter anak didiknya.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa, pendidik anak usia dini dalam


melaksanakan tugasnya senantiasa mengedepankan kode etik “menanam
kebaikan tanpa pamrih mencintai anak”, dengan asah, asih, dan asuh,
mendidik dan mengasuh dengan kasih sayang semata karena amanah
Tuhan Yang Maha Kuasa.

2. Membangun Citra Diri Positif Anak


Banyak perilaku guru yang dapat membunuh karakter anak, yaitu dengan
membuat anak merasa rendah diri. Seorang guru yang tidak pernah
memberi pujian atau kata-kata positif, kecuali cemoohan dan kata-kata
negatif akan memuat muridnya menjadi tidak percaya diri. Rasa tidak
percaya diri yang telah terbentuk sejak anak usia dini akan terbawa sampai
dewasa.

Peran guru dalam membangun citra diri yang positif pada anak sangat
besar, sehingga sebuah sekolah dasar di Medford Massachusetts yang

21
bernama Dame School, membuat kebijakan untuk membangun citra diri
positif kepada murid-muridnya.

Kisah Dame School, menyatakan bahwa seluruh murid sekolah dasar dari
kelas 1 sampai kelas 3, tidak boleh diberikan nilai angka atau huruf di
rapornya, tetapi hanya berupa uraian consisten dan not consisten, berbeda
dengan di Indonesia rapor anak diisi dengan angka, bahkan diberi peringkat
atau ranking. Menurut mereka, kalau seorang anak usia di bawah 9 tahun
diberikan nilai (baik dan buruk), maka akan “memvonis” anak; pintar, sedang
dan bodoh. Padahal anak-anak pada usia itu masih terus berkembang
kemampuannya. Baru nanti ketika anak sudah kelas empat SD, ilai mulai
diberikan, tetapi ranking tetap tidak diberikan.

Hasil Kerja harian murid-murid cukup diberikan “nilai” dengan gambar


stiker (bintang, bunga atau mobil ) atau dengan tulisan gurunya yang
berbunyi : good dan good effort. Ternyata dengan cara ini, anak-anak
bersemangat untuk mengerjakan tugasnya dengan baik, karena setelah
selesai guru akan menempelkan stiker di lembaran bukunya. Dalam
memeriksa hasil kerja, guru tidak mencoretr hasil kerja anak yang salah,
tetapi dengan membetulkannya dengan cara menuliskan jawaban yang
benar di samping hasil kerja anak yang salah.

Murid-murid didorong untuk aktif berdiskusi, dan guru selalu memberi


komentar positif kepada setiap pendapat yang dilontarkan kepada anak.
Dengan carta ini murid-murid menjadi bersemangat un tuk tetap masuk
sekolah. Bahkan anak bertekad untuk tetap masuk sekolah walaupun suhu
badannya panas tinggi.

Di Dame school, waktu libur panjang adalah waktu yang membosankan,


tetapi waktu sekolah adalah waktu yang menyenangkan. Anak-anak begitu
mencintasi sekolahnya, karena gurunya telah berhasil menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan yang membuat anak-anak antusias untuk

22
belajar. Kalau anak senang hatinya, maka bagian limbik otaknya akan
terbuka, sehingga anak dengan mudah menyerap pelajaran yang diberikan.

Keadaan belajar di Dame School terasa berbeda dengan keadaan belajar


di Indonesia. Guru di Indonesia cenderung jarang memberikan pujian
kepada anak, tetapi lebih banyak mengkritik dan memarahi anak. Hal ini
menjadi salah satu faktor yang sering menjadi penyebab seorang anak tidak
percaya diri adalah ketika di kelas ia tidak dapat menjawab pertanyaan atau
ketika maju ke depan papan tulis untuk menyelesaikan soal yang diberikan
guru. Banyak guru yang bersikap negatif ketika mendapatkan muridnya tidak
dapat menjawab pertanyaan, misalnya dengan perkataan : “itu salah, kamu
pasti tidak belajar ya?“ atau “lihat anak-anak, betul tidak jawaban Rika?”.
Seharusnya reaksi guru adalah “jawabannya belum lengkap, mungkin ada
jawaban yang lain?” atau “jalannya sudah hampir benar, tetapi coba kamu
ulangi lagi, mungkin ada jawaban yang kamu lupakan” atau “Ana, nanti
kamu duduk sama Shella dan kamu berdua dapat memecahkan soal itu ?”

Sering guru mempermalukan anak di depan kelas, memarahi atau bahkan


menghukumnya. Kita semua pasti pernah melihat atau mempunyai
pengalaman tentang sikap guru yang seperti itu. Sekali anak dipermalukan,
ia kan takut, gemetaran ketika harus menjawa pertanyaan guru, sehingga ia
menjadi tidak percaya diri untuk mengungkapkan pendapatnya di depan
kelas. Sejak anak kecil juga sudah divonis dengan diberikan ranking atau
dengan istilah “mendapat ranking sepuluh besar” atau “tidak masuk ranking.”

Sikap guru yang demikian, memang bukan hanya kesalahan guru saja,
tetapi adalah kesalahan sebuah sistem pendidikan yang orientasinya hanya
semata-mata mengejar keberhasilan akademik, yaitu sistem mengejar target
kurikulum dengan segenap tes harian, ulangan umum, ujian akhir. Padahal
untuk anak usia dini, yang terpenting ditanamkan adalah sikap agar anak-
anak cinta belajar. Bukan semata-mata harus bisa karena kalau “harus” bisa,
suasana belajar menjadi penuh beban, sehingga otak limbik anak tertutup,
akhirnya anak tidak dapat mencapai potensi optimalnya.

23
Di dalam ilustrasi ini, dikandung bahwa seorang guru perlu menampilkan
etika membangun citra positif anak melalui perilaku-perilaku : santun, tulus,
mencintai anak, memberikan pujian dan menciptakan kesenangan anak
dengan melabel atau memberi cap negatif anak.

3. Guru sebagai Model/Tokoh Idola Anak

Seorang filosof Yunani, Aesop, menulis didalam dongengnya sebuah


kisah yang menarik, yakni seekor kepiting. Ceritanya sebagai berikut :

Suatu hari seekor kepiting bertanya kepada anaknya “mengapa kamu


berjalan menyamping seperti itu anakku? Seharusnya kamu berjalan lurus
kedepan “ Anak kepiting menjawab “ tunjukkkan bagaiman dulu carannya
bu…, nanti aku akanmenirunya. Kepiting tua berusaha mencontohkan
bagaimana berjalan lurus, tetapi tidak berhasil.

Kisah diatas menggambarkan betapa seringnya kita sebagai pendidik


mengkritik dan menyalahi perilaku anak kita. Padahal perilaku adalah hasil
dari proses sosialisasi dan pendidikan yang diberikan dari lingkungannya,
terutama dari orang tua atau pendidik. Seseorang telah menceritakan
tentang pengalamannya dengan seorang guru, yang bernama Muhayaidden,
bahwa ia telah meminta nasehat bagaimana mendidik anaknya agar menjadi
anak yang baik dan beraklak mulia. Sang guru tidak memberikan jawaban
yang panjang dan berteori, tetapi hanya dengan “perbaiki saja diri kamu
dulu, nanti dengan sendirinya anak kamu akan menjadi baik “.Thomas
Lickona mengatakan bahwa “values are caught“, nilai-nilai yang ditangkap

24
anak adalah melalui contoh dari guru dan orang tuanya. Nilai-nilai adalah
yang diterangkan langsung oleh gurunya.

Menjadi pendidik PAUD tidak cukup hanya berbekal kurikulum atau Acuan
Pembelajaran Menu Generik, tetapi juga menyangkut bagaimana guru
sebagai pendidik menjadi idola bagi muridnya. Bagaiman ciri-ciri guru yang
menjadi idola murid-muridnya, antara lain sebagai berikut:

(a) anak bersemangat kesekolah, anak-anak tidak sabar bersekolah


dan hari-hari libur menjadi hari yang membosankan (b) anak akan
mengatakan sayang atau suka kepada gurunya kalau ditanyakan apakah
mereka menyayangi gurunya, (c) anak selalu merindukan gurunya dan (d)
anak akan mengerjakan tugas yang diberikan, karena tidak ingin
mengecewakan gurunya.

Pengalaman seorang guru bernama Bill Rose, seperti diungkapkan diatas


adalah salah satu bukti bagaimana seorang guru yang berusaha
menumbuhkan rasa percaya diri murid-muridnya dengan penuh perhatian
dan kasih sayang (etika kepribadian) sehingga membuat murid-muridnya
mau bekerja keras untuk menyenangi gurunya.

Inti dari pesan dalam sub bab ini adalah bagaimana ampuhnya sosok
panutan orangtua atau guru dalam mempengaruhi perilaku anak. Apabila
kita ingin menjadikan diri sebagai tokoh panutan, maka diri kita sendiri harus
diperbaiki dulu.

4. Mendidik dengan Mencelupkan Diri


Seorang pendidik yang berhasil adalah yang dapat mencelupkan dirinya
secara menyeluruh, pikiran, dan perasaan, dapat membangun personal
dengan murid-muridnya, mempunyai kemampuan komunikasi secara efektif,
mampu mengelola emosi dengan baik, mampu menghidupkan suasana yang
menarik dan menyenangkan agar anak senang berjalan/bermain.

25
Mencelupkan diri secara total memang memerlukan sikap dan dedikasi
dan kecintaan terhadap profesi yang sedang dijalani. Seorang guru yang
dapat mencelupkan dirinya pada profesinya sebagai guru adalah seorang
yang dapat berkontemplasi (merenungkan) perasaan, pikiran dan perilakunya
secara rutin agar dapat melihat kekurangan-kekurangan yang ada pada
dirinya. Seorang guru bukan berarti harus sempurna, tetapi diharapkan untuk
memperbaiki dan mengontrol terus tindakannya agar tetap dijadikan model
konkrit bagi murid-muridnya.

Seringkali orang tidak mau menerima atau mengakui bahwa dirinya masih
banyak kekurangan. Merasa dirinya sudah benar, tidak mungkin salah dan
tidak ingin dikritik dan disalahkan. Menurut Carl G. Jung, setiap manusia
mempunyai sisi gelap, kalau kita tidak menerima keberadaan sisi gelap
tersebut, maka sifat-sifat gelap akan menjadi kekuatan yang suatu saat akan
keluar dan terlihat oleh orang lain, walaupun diri kita tidak menyadarinya.
Inilah yang menyebabkan banyak manusia yang tidak konsisten antara kata
dan tindakannya.

Guru yang demikian tidak dapat menjadi model bagi murid-muridnya,


bahkan malah bisa menjadi berbahaya, karena kalau murid-muridnya menilai
guru seringkali berkata moral, tetapi tidak dalam tindakan. Akibat negatif lain
dari penolakan sisi gelap adalah ingin memarahi orang lain yang dianggap
bersalah. Murid-murid biasanya akan menjadi tumpahan kemarahan guru,
yang sebenarnya adalah kemarahan kepada sifat yang ada dalam diri guru
sendiri, guru yang sering menyalahkan murid-murid, tidak akan menjadi
pendidik yang efektif.

Oleh karena itu, seorang guru sebagai pendidik anak usia dini hendaknya
terus merenung untuk melihat kekurangan dan mengevaluasi diri dan
berusaha untuk terus menerus memperbaiki segala kekurangan demi
membentuk citra diri guru yang positif.

26
Citra diri guru dapat dimaksudkan sebagai gambaran tentang diri pribadi
guru yang diberikan appresiasi oleh masyarakat. Penilaian yang diberikan
oleh masyarakat terhadap guru bisa positif atau negatif tergantung kepada
kepribadian maupun karakter yang muncul sebagai wujud profesi guru secara
utuh. Citra Diri Positif (positive self-image) dapat membangun dan
mempermudah karir seseorang, karena dia memandang positif kepada
kemampuan diri, melihat kelebihan diri, bukan kekurangannya. Dengan
berpikir positif pada diri, membuat dirinya berharga.

Seseorang yang memiliki citra diri yang positif akan mendapatkan


berbagai manfaat, baik yang berdampak positif bagi dirinya sendiri maupun
untuk orang-orang di sekitarnya. Manfaat-manfaat yang terasakan oleh si
empunya citra diri positif dan lingkungannya tersebut adalah:

1) Guru akan membawa Perubahan Positif


Guru yang memiliki citra diri positif senantiasa mempunyai inisiatif untuk
menggulirkan perubahan positif bagi lingkungan tempat ia berkarya. Mereka
tidak akan menunggu agar kehidupan menjadi lebih baik, sebaliknya, mereka
akan melakukan perubahan untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik.
Perubahan positif tidak hanya terasakan oleh dirinya, namun juga oleh
lingkungannya.

2) Mengubah Krisis Menjadi Keberuntungan


Selain membawa perubahan positif, guru yang memiliki citra positif juga
mampu mengubah krisis menjadi kesempatan untuk meraih keberuntungan.
Citra diri yang positif mendorong guru untuk menjadi pemenang dalam segala
hal. Menurut orang-orang yang bercitra diri positif, kekalahan, kegagalan,
kesulitan dan hambatan sifatnya hanya sementara. Fokus perhatian mereka
tidak melulu tertuju kepada kondisi yang tidak menguntungkan tersebut,
melainkan fokus mereka diarahkan pada jalan keluar. Seringkali kita

27
memandang pada pintu yang tertutup terlalu lama, sehingga kita tidak melihat
bahwa ada pintu-pintu kesempatan lain yang terbuka untuk kita.

B. RANGKUMAN MATERI

Etika sebagai ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan bagaimana


patutnya manusia hidup dalam masyarakat, yang dapat memahami apa yang
baik dan yang buruk. Etika akan membantu kita untuk mencari orientasi.
Tujuannya agar kita tidak hidup dengan cara ikut-ikutan. Dengan memperhatikan
manfaat etika, seorang pendidik di manapun, dalam situasi apapun
keberadaannya tetaplah sebagai pembimbing, pembina perilaku, dan sekaligus
model berperilaku manusia beretika karena ini bagian dari tanggung jawab
sebagai pendidik.
Guru yang memiliki kemampuan membangun citra diri dan karakter positif
akan sukses dar mudah membangun karier. la selalu melihat kelebihan diri,
bukan kekurangan. Guru mampu membuat dirinya berharga di mata orang lain.
Contohnya antara lain citra kejujuran, kesabaran, ketegasan, kedisiplinan dan
wibawa merupakan citra positi yang disukai siapapun. Di dalam membangun
citra diri ini dibutuhkan kemauan dan keseriusan dan memang tidak mudah,
sering tidak akan terlihat langsung hasilnya karena citra diri merupakan produk
pembelajaran dari orangtua, pengasuh yang memberikan kontribusi terbesar
pada citra diri kita.

28
C. EVALUASI SOAL LATIHAN
Jawablah pertanyaan di bawah ini
1. Aturan atau kaidah dari perilaku dan tindakan manusia adalah pengertian dari

a. Etika
b. Moral
c. Nilai
d. Norma

2. Berikut merupakan hal mendasar mengapa manusia harus beretika, kecuali



a. Kita hidup dalam masyarakat yang majemuk
b. Hidup dalam masa transformasi masyarakat yang lambat
c. Kita hidup menghadapi ideologi-ideologi baru dengan kritis dan obyektif
untuk membentuk penilaian
d. Kita hidup beragama untuk memantapkan keyakinan

3. Menjunjung tinggi martabat profesi sebagai pendidik adalah tujuan dari …


a. Etika pendidik
b. Kode etik pendidik
c. Norma pendidik
d. Karakter pendidik

4. Menciptakan suasana sekolah sebaiknya yang menunjang berhasilnya


proses pembelajaran merupakan butir-butir …
a. Kode etik guru
b. Etika guru
c. Fungsi guru
d. Tugas guru

29
5. Salah satu sikap guru atau pendidik PAUD yang positif adalah …
a. Menggunakan kekerasan sebagai teknik disiplin
b. Mengabaikan perbedaan peserta didik
c. Memahami karakteristik tiap peserta didik
d. Kurang melibatkan siswa

30
BAB IV
PENUTUP

“Ingatlah! Percayalah akan kemampuan Anda mengajar dan kemampuan siswa Anda belajar,
maka akan terjadi hal-hal yang menakjubkan”
(Bobbi DePorter)

Guru atau pendidik PAUD memiliki peran sangat besar dalam menjalankan
peran mereka selama proses pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan bagi para
peserta didik. Ketiga hal ini membuat para pendidik PAUD harus bekerja ekstra
dibandingkan pendidik di tingkatan pendidikan lainnya. Mereka juga menjadi model atas
sikap positif bagi peserta didiknya. Oleh sebab itu merupakan kewajiban bagi para
pendidik PAUD untuk dapat memiliki etika dan karakter yang menunjang mereka untuk
menjalankan tugasnya serta berinteraksi baik dengan anak sebagai peserta didik, rekan
sejawat, orang tua, serta lingkungan masyarakat yang dapat mendukung proses
belajar. Semoga modul ini dapat memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi para
pendidik PAUD sehingga nantinya menjadi pendidik PAUD yang berkualitas demi
mencetak generasi penerus bangsa yang cemerlang, baik secara kognitif, afektif, dan
psikomotor.

31
LAMPIRAN

32
LAMPIRAN

A. KUNCI JAWABAN
1. D
2. B
3. B
4. A
5. C

B. BAHAN DAN ALAT YANG DIPERLUKAN

33
DAFTAR PUSTAKA
Diaz, Carlos F. et al. Touch The Future Teach!. USA : Pearson Education, 2006

Idris, H. Zahara & H. Lisma Jamal. Pengantar Pendidikan 1. Jakarta : Grasindo,


1992

Ronnie M., Dani. Seni Mengajar dengan Hati. Jakarta : Elex Media Komputindo,
2005

Tim Penyusun Naskah PLPG PGSD FIP UNJ. Modul Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru Sekolah Dasar. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta, 2011.

Yunus, Firdaus M. Pendidikan Berbasis Realitas Sosial. Yogyakarta : Logung


Pustaka, 2004.

34

Anda mungkin juga menyukai