Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Tn. AP
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 21 tahun
Alamat : Hative Kecil
Agama : Islam
Pekerjaaan : Wiraswasta
Tempat Pemeriksaan : Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) , RSUD dr.
M. Haulussy Ambon
Waktu Pemeriksaan : 10 Februari 2019

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Mata Kiri kemerahan
2. Anamnesis Terpimpin (Autoanamnesis)
Pasien datang ke IGD RSUD DR. M. Haulussy Ambon dengan keluhan
utama merasakan mata merah satu hari yang lalu pada saat bangun tidur.
Pasien sering mengalami hal ini, namun mata merah kali ini diikuti dengan
adanya rasa yang menganjal seperti butiran pasir pada mata bagian kiri
pasien. Pasien juga mengeluh adanya bercak putih pada bagian mata yang
sudah ada sejak 1 bulan yang lalu, namun tidak ada penurunan penglihatan,
serta tidak ada riwayat trauma atau gesekan pada mata pasien.
3. Riwayat Penyakit Terdahulu:
Tidak ada
4. Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada
5. Riwayat Pengobatan:
Pasien sama sekali belum diobati sampai pada tanggal 10 februari 2019.

1
2

6. Riwayat Pemakaian Kacamata:


Tidak ada
7. Riwayat Sosial:
Tidak ada

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmhg
Nadi : 75x/menit
Pernpasan : 16x/mnt
Suhu : 36,7° C
Berat badan :-

2. Status Oftalmologi:
Visus VOD : lebih dari 2/60, dalam posisi duduk
VOS : lebih dari 2/60, dalam posisi duduk
Segmen Anterior ODS dengan pen light

Segmen
OD Anterior OS
Bola Mata
Edema (-), eritema (-), Edema (-),eritema (-),
ektropion (-), entropion (-), ektropion (-), entropion (-),
Palpebra
sekret (-), hematom (-), sekret (-), hematom (-)
laserasi (-) laserasi (-)
Kemosis (-), subconjunctival Kemosis(-), Subconjunctival
bleeding (-), hiperemis (-), bleeding (-), hiperemis (+),
anemis(-), injeksi konjungtiva Konjungtiva anemis(-),
(-) injeksi konjungtiva (+)
3

Bercak putih pada epiel Bercak putih pada epitel


kornea (-) , infiltrat (-), arcus kornea (+), Infiltrat (-), arcus
Kornea
senilis (-), edema (-), ulkus (-) sinilis (-), edema (-), ulkus
(-),
Dalam Bilik Mata Dalam
Depan
Radier, sinekia (-) Iris Radier, sinekia(-)
Bulat, 4 mm Pupil Bulat, 4 mm
Jernih Lensa Jernih

Gambaran Skematik

Tekanan Intraokular: Tidak dilakukan pemeriksaan

Pergerakan bola mata:

OD OS
4

Funduskopi: Tidak dilakukan

D. Pemeriksaan Penunjang: pemeriksaan tidak dilakukan saat ini

Foto sebelum di lakukan pengobatan pasien :

E. Diagnosis Kerja: OS Konjungtivitis e.c Viral

F. Diagnosis Banding

1) Konjungtivitis e.c bakteri

2) Dry Eye

3) Konjungtivitis e.c alergi


5

G. Perencanaan

- Diagnosa:

Pemeriksaan Apusan secret konjungtiva/ scrapping Konjungtiva

Gejala klinis konjugtivitis dapat meyerupai mata lain sehingga penting untuk

membedakan kongjungtivitis dengan penyakit lain yang berpotensi menganggu

penglihatan. Dalam hal ini diperlukan anamnesis dan pemeriksaan mata yang

diteliti untuk menentukan tatalaksana ganguan mata termasuk kongjugtivitis.

Gambar.1.1 Alur Pemeriksaan Kongjungtivitis

Infeksi virus biasanya menyerang satu mata lalu ke mata yang lain beberapa hari

kemudian disertai pembesaran kelenjar limfe dan edema palpebra. Ketajaman

penglihatan secara intermiten dapat terganggu karena sekret mata. Jenis sekret mata

dan gejala okular dapat memberi petunjuk penyebab kongjungtivitis. Sekret mata
6

berair merupakan ciri kongjungtivits viral dan sekret mata kental berwarna kuning

kehijauan biasanya disebabkan oleh bakteri. Kongjungtivitis viral jarang disertai

fotofobia, sedangkan rasa gatal pada mata biasanya berhubungan dengan

kongjungtivitis alergi.

Pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis kongjungtivtis viral

memiliki sensitivitas 89% dan spesifisitas 94% untuk adenovirus. Tes tersebut

dapat mendeteksi virus penyebab kongjungtivitis dan mencegah pemberian

antibiotik yang tidak diperlukan. Pemeriksaan laboratorium sangat jarang dilakukan

karena deteksi antigen belum tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan primer.

Sementara itu, kultur dari sekret kongjungtiva memerlukan waktu tiga hari sehingga

menunda terapi. Pendekatan alogaritma di atas mengunakan riwayat perjalanan

penyakit dan pmeriksaan sederhana dengan penlight dapat untuk mengarahkan

diagnosis dan memilih terapi. Konjungtivitis dan penyakit mata lain dapat

menyebabkan mata merah, sehingga diferensial diagnosis dan karakteristik tiap

penyakit penting untuk diketahui.

Pada kasus kongjungtivitis bacterial, organisme dapat diketahui dengan

pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan kongjungtiva yang dipulas dengan

pulasan gram atau pewarnaan giemsa; pemriksaan ini terlihat banyaknya neutrofil

polimorfonuklear. Pada kasus kongjungtivitis virus sendiri untuk mendiagnosa

dengan pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya penignkatan titer antibody.

Apusan sekret pada konjungtiva mengandung sel mononuklear dan tidak adanya

bakteri yang tumbuh pada biakan. Sedangkan pada kasus kongjungtivitis alergi
7

pada pemeriksaan laboratoriuim ditemukan adanya sel eosonofil yang banyak yang

menandakan adanya reaksi alergi.

Dengan pemeriksaan visus juga OS tidak ada penurunan penglihatan pada pasien.

Sehingga pada pasien ini di diagnosa sebagai Konjugtivitis e.c Viral.

- Terapi:

Konjungtivitis virus biasanya akan sembuh dengan sendirinya, namun pemberian

kompres dingin, Carboxymethyl cellulose sodium (Chenfresh) yang diberikan 4dd

gtt 1, atau antihistamin topikal bermanfaat untuk meredakan gejala. Terapi antiviral

tidak diperlukan kecuali untuk konjungtivitis herpetik yaitu asiklovir oral

400mg/hari untuk virus herpes simpleks dan 800mg/hari untuk herpes zoster selama

7-10 hari. Pemberian antibiotik topikal tidak dianjurkan karena tidak mencegah

infeksi sekunder dan dapat memperburuk gejala klinis akibat reaksi alergi dan

reaksi toksik serta tertundanya kemungkinan diagnosis penyakit mata lain. Cara

pemakaian obat tetes mata perlu diperhatikan untuk mencegah risiko penyebaran

infeksi ke mata yang sehat. Selain itu, pemakaian antibiotik yang tidak perlu

berdampak terhadap peningkatan resistensi antibiotik juga perlu dipertimbangkan.

Walaupun akan sembuh sendiri, penatalaksanaan konjungtivitis virus dapat dibantu

dengan pemberian air mata buatan (tetes mata) dan kompres dingin. Antibiotik

dapat dipertimbangkan jika konjungtivitis tidak sembuh setelah 10 hari dan diduga

terdapat superinfeksi bakteri. Penggunaan deksametason 0,1% topikal membantu


8

mengurangi peradangan konjungtiva. Serta memberikan edukasi kepada pasien

agar memperbaiki hyegine dari pasien dengan cara mencuci tangan.

Monitoring:

- Keluhan pasien

- Visus

- Status oftalmologi

Edukasi:

- Penjelasan mengenai kondisi mata pasien

- Komplikasi yang mungkin terjadi

- Terapi yang diberikan

- Prognosis

- Kontrol dokter mata

- Perbaiki Hyegine pasien

II.8 Prognosis

- Quo ad vitam : Bonam

- Quo ad visam ODS : Bonam

- Quo ad sanasionam ODS : Dubia ad Bonam


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi dan Histologi Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis dan transparan yang

melapisi bagian anterior bola mata dan bagian dalam palpebra. Konjungtiva dibagi

tiga bagian yaitu konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbar dan forniks. 2

Konjungtiva palpebra melapisi bagian dalam palpebra, dibagi lagi menjadi

tiga bagian yaitu marginal, tarsal dan orbital. Bagian marginal terletak di tepi

palpebra hingga 2mm ke dalam palpebra, bagian tarsal melekat di tarsal plate,

sedangkan bagian orbital terletak di antara konjungtiva tarsal dan forniks. Di

konjungtiva palpebra terdapat kelenjar henle dan sel goblet yang memproduksi

musin. 1

Konjungtiva bulbar melapisi bagian anterior bola mata dan dipisahkan

dengan sklera anterior oleh jaringan episklera. Konjungtiva yang berbatasan dengan

kornea disebut limbal conjunctiva. Di konjungtiva bulbar terdapat kelenjar manz

dan sel goblet. 1


10

Konjungtiva forniks merupakan penghubung konjungtiva palpebra dengan

konjungtiva bulbar. Daerah tersebut memiliki kelenjar lakrimal aksesoris yaitu

kelenjar krause dan wolfring yang menghasilkan komponen akuos air mata.

Gambar 2.1 Anatomi Konjungtiva

II.2 Definisi Konjungtivitis

Konjungtivitis adalah proses inflamasi akibat infeksi atau non-infeksi pada

konjungtiva yang ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler, dan eksudasi.1

Konjungtivitis yang disebabkan oleh mikro-organisme (terutama virus dan kuman


11

atau campuran keduanya) ditularkan melalui kontak dan udara. Konjungtivitis lebih

dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva, selaput bening

yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam

kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna

sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak.

Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tetapi ada juga yang

memerlukan pengobatan. Konjungtivitis biasanya tidak ganas dan bisa sembuh

sendiri. Dapat juga menjadi kronik dan hal ini mengindikasikan perubahan

degenerative atau kerusakan akibat serangan akut yang berulang. Pasien sering

datang dengan keluhan mata merah. Pada konjungtivitis didapatkan hyperemia dan

injeksi konjungtiva, sedangkan pada iritasi konjungtiva hanya infeksi konjungtiva

dan biasanya terjadi karena mata lelah, kurang tidur, asap, debu dan lain-lain.

II.3 Etiologi Konjungtivitis

Penyebab dari konjungtivitis bermacam-macam yaitu bisa disebabkan

karena bakteri, virus, infeksi klamidia, konjungtivitis alergi. Konjungtivitis bakteri

biasanya disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, dan

Haemophillus. Sedangkan, konjungtivitis virus paling sering disebabkan oleh

adenovirus dan penyebab yang lain yaitu organisme Coxsackie dan Pikornavirus

namun sangat jarang. Penyebab konjungtivis lainnya yaitu infeksi klamidia, yang

disebabkan oleh organisme Chlamydia trachomatis. Konjungtivitis yang

disebabkan oleh alergi diperantai oleh IgE terhadap allergen yang umumnya

disebabkan oleh bahan kimia. 5,6

II.4 Klasifikasi Konjungtivitis6


12

Berdasarkan penyebabnya konjungtivitis dibagi menjadi empat yaitu

konjungtivitis yang diakibatkan karena bakteri, virus, allergen dan jamur.

1) Konjungtivitis bakteri

Konjungtivitis bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh

Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, dan Haemophillus. Gejala

konjungtivitis yaitu mukosa purulen, edema kelopak, kemosis konjungtiva,

kadang-kadang disertai keratitis dan blefaritis. Konjungtivitis bakteri ini

mudah menular dari satu mata ke mata sebelahnya dan dengan mudah

menular ke orang lain melalui benda yang dapat menyebarkan kuman.

Konjungtivitis bakteri dapat diobati dengan antibiotik tunggal seperti

neospirin, basitrasin, gentamisin, kloramfenikol, tobramisin, eritromisin,

dan sulfa selama 2-3 hari.

a. Konjungtivitis blenore

Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis pada bayi yang baru

lahir. Disebabkan oleh bakteri gonococ, clamidia, dan staphylococcus.

b. Konjungtivitis gonore

Radang konjungtiva akut yang disertai dengan secret purulent. Pada

neonates infeksi ini terjadi pada saat berada dijalan lahir. Pada orang

dewasa didapatkan dari penularan penyakit kelamin pada kontak dengan

penderita urethritis atau gonore.

c. Konjungtivitis difteri

Radang konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri difteri memberikan

gambaran khusus berupa terbentuknya membrane pada konjungtiva.


13

d. Konjungtivitis angular

Peradangan konjungtiva yang terutama didapatkan di daerah kantus

interpalpebra disertai eksoriasi kulit disekitar daerah peradangan,

konjungtivitis ini disebabkan oleh basil Moraxella axenfeld.

e. Konjungtivitis mukopurulen

Konjungtivitis ini disebabkan oleh staphylococcus, pneumococcus,

haemophylus aegepty. Gejala yang muncul yaitu terdapat hyperemia

konjungtiva dengan secret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak

mata lengket, pasien merasa seperti kelilipan, adanya gambaran pelangi

(halo).

f. Blefarokonjungtivitis

Radang kelopak dan konjungtiva yang disebabkan oleh staphylococcus

dengan keluhan utama gatal pada mata disertai terbentuknya krusta pada

tepi kelopak.

2) Konjungtivitis Virus

Konjungtivitis virus merupakan penyakit umum yang disebabkan oleh

berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat

menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan

dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri.

Konjungtivitis virus biasanya diakibatkan karena demam

faringokonjungtiva. Biasanya memberikan gejala demam, faringitis, secret

berair dan sedikit, folikel pada konjungtiva yang mengenai satu atau kedua

mata. Konjungtivitis ini biasanya disebabkan adenovirus tipe 3,4 dan 7 dan
14

penyebab yang lain yaitu organisme Coxsackie dan Pikornavirus namun

sangat jarang. Konjungtivitis ini mudah menular terutama anak-anak yang

disebarkan melalui kolam renang. Masa inkubasi konjungtivitis virus 5-12

hari, yang menularkan selama 12 hari, dan bersifat epidemic. Pengobatan

konjungtivitis virus hanya bersifat suportif karena dapat sembuh sendiri.

Diberikan kompres, astringen, lubrikasi, dan pada kasus yang berat dapat

diberikan antibotik dengan steroid topical.

a. Keratokonjungtivitis epidemika

Radang akut yang disebabkan oleh adenovirus tipe 3,7,8 dan 19. Gejala

klinis berupa demam dengan mata seperti kelilipan dan berair berat.

b. Demam faringokonjungtiva

Konjungtivitis ini disebabkan infeksi virus yang ditandai dengan gejala

demam, faringitis, secret berair dan sedikit, yang mengenai satu atau

kedua mata. Biasanya disebabkan adenovirus tipe 2,4, dan 7 terutama

mengenai remaja, melalui secret atau kolam renang.

c. Keratokonjungtivitis herpetic

Biasanya ditemukan pada anak dibawah usia 2 tahun yang disertai

ginggivostomatitis, yang disebabkan oleh virus herpes simpleks.

d. Keratokonjungtivitis New Castle

Bentuk konjungtivitis ini ditemukan pada peternak ungags, yang

disebabkan oleh virus new castle. Gejala awal timbul perasaan adanya

benda asing, silau, dan berair pada mata, kelopak mata bengkak.
15

3) Konjungtivitis alergi

Konjungtivitis alergi merupakan bentuk alergi pada mata yang paling sering

dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai

oleh sistem imun. Gejala utama penyakit alergi ini adalah radang ( merah,

sakit, bengkak, dan panas), gatal, silau berulang dan menahun. Tanda

karakteristik lainnya yaitu terdapat papil besar pada konjungtiva, datang

bermusim, yang dapat mengganggu penglihatan. Walaupun penyakit alergi

konjungtiva sering sembuh sendiri akan tetapi dapat memberikan keluhan

yang memerlukan pengobatan. Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima

subkategori, yaitu konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya

dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal,

keratokoknjungtivitis atopic dan konjungtivitis papilar raksasa. Pengobatan

konjungtivitis alergi yaitu dengan menghindarkan penyebab pencetus

penyakit dan memberikan astringen, sodium kromolin, steroid topical dosis

rendah kemudian ditambahkan kompres dingin untuk menghilangkan

edemanya. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin dan steroid

sistemik

a. Konjungtivitis vernal

Termasuk tipe hipersensitifitas musiman. Gejala berupa gatal, kadang

panas, lakrimasi, menjadi buruk pada cuaca panas dan berkurang pada

cuaca dingin.

b. Konjungtivitis flikten
16

Bakteri pathogen yang paling umum pada konjungtivitis infeksi

meriputi Pneumococcus, Staphylococcus, Moraxella catarrhalis, dan

Haemophylus influenza.

4) Konjungtivitis Jamur

Konjungtivitis jamur biasanya disebabkan oleh Candida albicans dan

merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya

bercak putih yang dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan

keadaan sistem imun yang terganggu. Selain candida sp, penyakit ini juga

bisa disebabkan oleh Sporothtrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan

Coccidioides immitis walaupun jarang.

II.5 Patofisiologi

Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan

kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan membuka

sempurna. Karena mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi menyebabkan

konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah disebabkan karena adanya peradangan

ditandai dengan konjungtiva dan sklera yang merah, edema, rasa nyeri dan adanya

sekret mukopurulen. Konjungtiva, karena posisinya terpapar pada banyak

organisme dan faktor lingkungan lain yang mengganggu. Ada beberapa mekanisme

melindungi permukaan mata dari substansi luar, seperti air mata. Pada film air mata,

unsur berairnya mengencerkan infeksi bakteri, mucus menangkap debris dan

mekanisme memompa dari palpebra secara tetap akan mengalirkan air mata ke

ductus air mata. Air mata mengandung substansi anti mikroba termasuk lisozim.
17

Adanya agen perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti

edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertropi epitel atau granuloma.

Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertropi

lapis limfoid stroma atau pembentukan folikel. Sel-sel radang bermigrasi melalui

epitel ke permukaan. Sel-sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan pus dari sel

goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian

palpebra pada saat bangun tidur.

Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh-

pembuluh mata konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling

nyata pada formiks dan mengurang kearah limbus. Pada hiperemi konjungtiva ini

biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertropi papilla yang sering disertai

sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas atau gatal. Sensasi ini merangsang

sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hiperemi

dan menambah jumlah air mata.

II.6 Manifestasi Klinis Konjungtivitis

1) Rasa adanya benda asing

Rasa ini disertai dengan rasa pedih dan panas karena pembengkakan dan

hipertrofi papil.

2) Rasa sakit yang temporer

3) Gatal, biasanya menunjukan adanya konjungtivitis alergi.

4) Fotofobia
18

Tabel 1. Gambaran gejala beberapa jenis konjungtivitis

II.7 Diagnosa & Diagnosis Banding

Konjungtivitis Keratitis Uveitis ant. Glaukoma Kongestif akut


Depends letak Menurun
Visus Normal Menurun mendadak
infiltrat perlahan,
Hiperemis Konjungtiva perikornea siliar Mix injeksi
Epifora,
- + + -
fotofobia
Secret Banyak - - -
Palpebra Normal Normal Normal Edema
Bercak Gumpalan sel
Kornea Jernih Edema, keruh, halo (+)
infiltrat radang
Sel radang
COA Cukup Cukup Dangkal
(+)
Sel radang
H. Aquous Normal Normal Kental
(+), flare (+),
19

tyndal efek
(+)
Kadang
Kripta menghilang karena
Iris Normal Normal edema
edema
(bombans)
Pupil Normal Normal Miosis Mid midriasis (d=5mm)
Sel radang
Lensa Normal Normal Keruh
menempel

Tanda penting konjungtivitis adalah hyperemia, mata berair, eksudasi,

pseudoptosis, hipertrofi papiler, kemosis (edema stroma konjungtiva), folikel

(hipertrofi lapis limfoid stroma), pseudomembranosa dan membrane, granuloma,

dan adenopati preaurikuler.

Pemeriksaan awal termasuk pengukuran ketajaman visus, pemeriksaan

eksternal dan slit-lamp biomikroskopi. Pemeriksaan eksternal harus mencakup

elemen berikut ini:

- Limfadenopati regional

- Kulit : tanda rosacea, eksema, seborrhea

- Kelainan kelopak mata dan adneksa : pembengkakan, perubahan warna,

malposisi, kelemahan, ulserasi, nodul, ekimosis, keganasan

- Konjungtiva : bentuk injeksi, perdarahan subkonjungtiba, kemosis,

perubahan sikatrikal, simblepharon, massa, secret.

Slit-lamp biomikroskopi harus mencakup pemeriksaan yang hati-hati terhadap:

- Margo palpebral : inflamasi, ulserasi, sekeret, nodul atau vesikel,

keratinisasi

- Bulu mata: kerontokan bulu mata, kerak kulit, ketombe, telur kutu dank utu

- Punctum lakrimal dan kanalikuli: penonjolan, secret


20

- Konjungtiva tarsal dan forniks

- Konjungtiva bulbar/limbus: folikel, edema, nodul, kemosis, papilla,

ulserasi, perdarahan, benda asing, keratinisasi

- Kornea: defek epithelial, keratopati pungtata dan keratitis dendritic,

filament, ulserasi, infiltrasi, vaskularisasi, keratik presipitat

- COA: reaksi inflamasi, sinekia, defek transiluminasi

- Corak pewarnaan: konjungtiva dan kornea

II.8 Pemeriksaan Penunjang6,7,8

1) Kultur

Kultur konjungtiva diindikasikan pada semua kasus yang dicurigai

merupakan konjungtivitis infeksi neonatal. Kultur bakteri juga dapat membatu

untuk konjungtivitispurulen berat / berulang pada semua group usia dan pada

kasus dimana konjungtivitis tidak merespon terhadap pengobatan.

2) Kultur virus

Bukan merupakan pemeriksaan rutin untuk menetapkan diagnose.tes

imunodiagnostik yang cepat dan dilakukan dlam ruangan menggunakan antigen

sudah tersedia untuk konjungtivitis adenovirus. Tes ini mempunyai sensitifitas

88% dan spesifikasinya 91% -94%. Tes imunodiagnostik mungkin tersedia

untuk virus lain, tapi tidak diakui untuk specimen dari okuler. PCR dapat

digunakan untuk mendeteksi DNA virus .

3) Tes diagnostic klamidial

Kasus yang dicurigai konjung tivitis klamidial pada dewasa dapat dipastikan

dengan pemeriksaan dengan pemeriksaan laboratorium. Tes diagnostic yang


21

berdasarkan immunological telah tersedia, meliputi tes antibody

imunofloresensi langsung dan enzyme – linked imunosorbent assay.

4) Tes darah

Konjungtivitis non-infeksius biasanya dapat didiagnosa berdasarkan

riwayat pasien. Paparan bahan kimiawi langsung terhadap mata dapat

mengindikasikan kojungtivitis toksik atau kimiawi. Pada kasus yang dicurugai

luka percikan bahan kimia, ph okuler harus dites dan irigasi mata terus menerus

dilakukan hingga ph mencapai7 . konjungtivitis juga dapat disebabkan

penggunaan lensa kontak.

5) Sitology / smear

Smear untuk sitology dan pewarnaan khusus giemsa,gram

direkomendasikan pada kasus yang dicurigai konjungtivitis infeksi pada

neonates , konjungtivitis kronik atau berulang, dan pada kasus dicurigai

konjungtivitis gonoccocal pada semua grup usia.

6) Biopsi

Biopsy konjungtiva dapat membantu kasus konjungtivitis yang tidak

berespon pada terapi. Oleh karena mata tersebut mungkin mengandung

kegansan, biopsy langsung dapat menyelamatkan penglihatan dan juga

menyelamatkan hidup. Biopsy konjungtival dan tes diagnostic pewarnaan

imunofloresens dapat membantu menegakan diagnosis dari penyakit seperti

OMMP dan paraneoplastic sindrom. Biopsi dari konjungtiva bulbar harus

dilakukan dan sampel harus diambil dari area yang tidak terkena yang

berdekatan dengan limbus dari mata dengan peradangan aktif saat dicurigai
22

sebagai OMMP. Pada kasus dicurigai karsinoma glandula sebasea, biopsy

palpebral seluruh ketebalan diindikasikan. Saat merencanakan biopsy,

konsultasi preoperative dengan ahli patologi dianjurkan untuk meyakinkan

penanganan dan pewarnaan spesimen yang tepat.

II.9 Penatalaksanaan

II.9.1 Non farmakologi

Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari

bagaimana cara menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain.

Memberikan intrukasi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan

kemudian menyuruh menyentuh mata yang sehat, mencuci tangan setelah setiap

kali memegang mata yang sakit , dan menggunakan kain lap ,handuk, dan sapu

tangan baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit. Asuhan khusus

harus dilakukan oleh personal asuhan kesehatan guna menghindari penyebaran

konjungtivitis antar pasien.

II.9.2 Farmakologi

1) Konjungtivitis Bakteri

Penatalaksanaan Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada

temuan agen mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba

topikal spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai

disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi topical

dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus


23

konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret

konjungtiva.

2) Konjungtivitis Virus

Penatalaksanaan Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun

atau pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak

diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau sistemik harus diberikan untuk

mencegah terkenanya kornea . Pasien konjungtivitis juga diberikan instruksi

hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi.

3) Konjungtivitis Alergi

Penatalaksanaan konjungtivitis alergi dapat diterapi dengan tetesan

vasokonstriktor-antihistamin topikal dan kompres dingin untuk mengatasi

gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek untuk meredakan gejala lainnya.

II.10 Pencegahan

Konjungtivitis dapat dicegah yaitu dengan tidak menyentuh mata yang sehat

sesudah mengenai mata yang sakit, tidak menggunakan handuk dan lap secara

bersama-sama dengan orang lain, perlu menjaga kebersihan kelopak mata.

Selain itu pencegahan konjungtivitis diantaranya sebelum dan sesudah

membersihkan atau mengoleskan obat, pasien konjungtivitis harus mencuci

tangannya agar menulari orang lain, menggunakan lensa kontak sesuai dengan

petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya, mengganti sarung bantal dan handuk

yang kotor dengan yang bersih setiap hari, menghindari penggunaan bantal, handuk

dan sapu tangan bersama, menghindari mengucek-ngucek mata, dan pada pasien
24

yang menderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissu atau sejenisnya

setelah membersihkan kotoran mata.

II.11 Komplikasi

1) Konjungtivitis bakteri

Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bakteri, kecuali

pada pasien yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di

konjungtiva paling sering terjadi dan dapat merusak kelenjar lakrimal

aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini dapat

mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea secara

drastis dan juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet.

Luka parut juga dapat mengubah bentuk palpebra superior dan

menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat menggesek

kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada kornea

2) Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti

blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya

pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau parut datar, dan

keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit.

3) Konjungtivitis alergi
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea

dan infeksi sekunder.


25

II.12 Prognosis Konjungtivitis

Mata dapat terkena berbagai kondisi. Beberapa diantaranya bersifat primer

sedangkan yang lain bersifat sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain,

kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal dan dapat dikontrol

sehingga penglihatan dapat dipertahankan. Bila segera diatasi, konjungtivitis ini

tidak akan membahayakan. Namun jika tidak ditangani atau diobati bisa

menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan dan menimbulkan komplikasi.


26

BAB III

DISKUSI

Berdasarkan hasil anamnesis yang dilakukan pada Tn.AP yang berusia 21

tahun didapatkan keluhan utama pada pasien berupa mata kiri merah yang dialami

sejak 1hari yang lalu secara tiba-tiba pada saat bangun tidur. Pasien merasa mata

gatal, ,tidak ada nyeri serta merasa pada mata terdapat sesuatu yang menganjal

berpasir, pasien mengaku mengucek-ngucek matanya. Pasien dapat melihat dengan

baik, silau (-) pada saar melihat cahaya terang atau sinar matahari, nyeri pada mata

dan sakit kepala tidak ada, kotoran mata (-) saat bangun di pagi hari. , mata berair

(+), dan keluhan yang dirasakan ini telah mengganggu aktivitasnya. Tidak ada

riwayat keluarga. Keluhan yang dialami pasien sudah beberapa kali dirasakan dan

belum mendapat pengobatan.

Hasil pemeriksaan pada kedua mata pasien ketajaman penglihatan visus

kasar oculi dextra 6/60 dan oculi sinistra 6/60. Hal ini menunjukkan tidak terdapat

gangguan penglihatan pada pasien ini. Dari pemeriksaan oftalmologi, pemeriksaan

visus didapatkan VOD: 6/60, VOS: 6/60. Pada oculi dextra, palpebral edema (-),

konjungtiva hiperemis (-), kornea normal, iris normal, pupil bulat sentral, lensa

jernih. Pada oculi sinistra, palpebral edema (-), konjungtiva hiperemis (+), kornea

ada jejas putih, iris normal, pupil bulat sentral, lensa jernih.

Berdasarkan keluhan serta tanda dan gejala yang didapatkan maka, dapat

didiagnosa pasien ini mengalami konjungtivitis e.c viral. Untuk mendukukung

diagnosa yang ditegakan perlu dilakukan pemeriksaan mikrobiologi agar dapat


27

mengetahui jenis bercak putih pada kornea pasien disebabkan oleh infeksi akibat

jejas atau tidak. Pengobatan yang dapat diberikan kepada pasien yaitu

dengan melihat berdasarkan penyebab konjungtivitis ini, penanganan yang

diberikan pada pasien ini adalah dengan pemberian Irigasi memakai pantocai dan

irigasi mengunakan RL serta pemeberian obat tetaes yaitu obat Cenfresh 4dd gtt 1

OS. Pasien juga disarankan untuk pemberian kompres dengan air hangat.

Selanjutnya pasien disarankan untuk control ke dokter mata jika keluhan tidak

berkurang dan dapat dievaluasi keberhasilan terapi serta komplikasi dan prognosis

selanjutnya.
28

BAB V

PENUTUP

Konjungtivitis adalah proses inflamasi akibat infeksi atau non-infeksi pada

konjungtiva yang ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler, dan eksudasi.

Penyebab dari konjungtivitis bermacam-macam yaitu bisa disebabkan karena

bakteri, virus, infeksi klamidia, konjungtivitis alergi. Konjungtivitis bakteri

biasanya disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, dan

Haemophillus. Sedangkan, konjungtivitis virus paling sering disebabkan oleh

adenovirus. Penyebab konjungtivis lainnya yaitu infeksi klamidia, yang disebabkan

oleh organisme Chlamydia trachomatis. Konjungtivitis yang disebabkan oleh alergi

diperantai oleh IgE terhadap allergen yang umumnya disebabkan oleh bahan kimia.

Gejala subjektik meliputi rasa gatal, kasar atau terasa seperti ada benda asing,

keluhan ini disebabkan edema palpebral, terbentuknya hipertrofi papilaris dan

folikel yang mengakibatkan perasaan seperti adanya benda asing di dalam mata.

Gejala objektif meliputi hyperemia konjungtiva, epifora (keluar air mata berlebihan

atau mata berair), pseudoptosis (kelopak mata atas seperti akan menutup).
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, D., Asbury, T. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Penerbit Buku

Kedokteran EGC; Jakarta, 2015

2. Kemenkes RI. (2010). 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2009. Profil

Kesehatan Indonesia Tahun 2009, diakses 2019, dari http://www.Depkes.go.id.

3. Azari AA, Barney NP. Conjunctivitis:a systemic review of diagnosis and

treatment. JAMA.2013;310(6):1721-9.

4. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. External disease and cornea. Italia:

American Academy of Ophtalmology; 2014.

5. Ramadhanisa A. Conjunctivitis viral Treatment in Kota Karang Village. J

Medula Unila. 2014: Vol.4(2).

6. Ilyas, S., Yulianti, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta : FKUI, 2014.

7. Kanski, J. J. Clinical Ophthalmology; a Systemic Approach. 6th. Elsevier; New

York, 2007.

8. Azari AA, Barney NP. Conjunctivitis:a systemic review of diagnosis and

treatment. JAMA.2013;310(6):1721-9.

9. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. External disease and cornea. Italia:

American Academy of Ophtalmology; 2014.

10. Nari J, Allen LH, Bursztyn LLCD. Accuracy of referral diagnosis to an

emergency eye clinic. Can J Ophthalmol. 2017; article in press.

Anda mungkin juga menyukai