Bencana alam tidak dapat diprediksi oleh siapapun peri-hal
kedatangannya. Indonesia sebagai negara yang me-miliki permukaan wilayah
(relief) beragam sangat berpotensi digun-cang gempa. Kali ini, gempa yang berkekuatan 7,4 SR menimpa beberapa kota di provinsi sulawesi tengah pada 28 september 2018. Kedahsyatan kekuatan gempa membuat air laut pasang yang mengakibatkan banyak rumah ludes serta melibas habis benda-benda milik masyarakat setempat. Sejauh ini pencarian tim penanggulangan bencana terdapat 2000 ribu lebih jiwa meninggal dunia di kota palu, donggala, sigi dan parigi mautong. Gempa Palu merupakan pukulan telak bagi negara ini setelah sekelumit persoalan yang menimpa masyarakat di beberapa wilayah lain. Bencana yang menimpa kota palu adalah bencana yang juga dialamatkan kepada kita untuk mengukur sejauh mana nilai kemanusiaan yang kita miliki. Kita hendaknya tidak ingin siapapun yang menjadi saudara kita kesusahan karena bencana. Sebagaimana nilai nasionalis yang tumbuh pada pribadi luhur masyarkat Indonesia. Bagi warga yang terkena ben-cana tidak ada pilihan lain kecuali hanya menunggu bantuan sembari menunggu hasil evakuasi. Dimana masih sangat diharapkan petugas evakuasi menemukan keluarga korban di balik reruntuhan bangunan. Nilai-nilai Pancasila Nilai-nilai dalam pancasila bisa menjadi tolak ukur serta bahan refleksi bagi kita. Dalam sila pertama mengajarkan kita berhubungan baik dengan Tuhan selaku pemilik seluruh alam. Bencana datang dari Tuhan. Sampai detik ini kedatangan gempa tidak dapat di-cegah dengan cara apapun. Sebab Tuhan yang mengatur bencana yang di turu-kan ke bumi, sudah sepantasnya kita ber-buat baik kepada Tuhan terlebih dahulu. Apapun ajaran agama-nya barang tentu disuruh berbuat baik dan menjalin hubungan baik kepada Tuhan-nya. Dalam sila pertama diajarkan bagai-mana kita memprioritaskan hubungan kepada pemilik alam terlebih dahulu. Artinya di sini, ibadah kepada Tuhan perlu digencarkan. Selama ini barangkali urusan dunia terlalu mengaburkan pandangan kita. Ada baiknya kita mengkaji diri sendiri sejauh mana kita menjalin ibadah kepada Tuhan kita masing-masing. Terlepas dari ibadah tersebut, doa sangat diperlukan untuk menjauhkan diri bala bencana di negeri ini. Selanjutnya dalam sila ke dua, barulah kita dituntut untuk berbuat baik kepada lingkungan sekitar. Kata adil dan beradab merupakan cerminan mendasar atas sikap dan kepribadian yang kita tunjukkan. Kata Adil berarti memposisikan diri di setiap kondisi yang menerpa. Hal ini sebagai refleksi mendalam bagi seluruh manusia. Dimana kita sering salah menempatkan kata keadilan di kehidupan sehari-hari. Kata adil yang sering kita amini adalah bentuk aplikasi kepada manusia. Sementara adil bersifat menyeluruh. Kepada makhluk hidup dituntut untuk adil begitu juga kepada lingkungan di sekitar kita. Mungkin, kealpaan yang membuat kita terlalu sibuk mencari makna keadilan dari manusia lain. Sementara perlakuan kita terhadap lingkungan semena-mena. Menguras kekayaan alam, tanah batuan yang mengakibatkan berkurangnya kekuatan struktur alam negeri ini. Dalam sila Persatuan Indonesia, peran dari masyarakat Indonesia lebih mendominasi. Ada pepatah yang mengatakan bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Artinya kita yang tidak terkena bencana alam barangkali menjadi wajib membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan bantuan pasca gempa dahsyat melanda. Sehingga persatuan yang dimaksud dapat dicapai secara hakiki. Konteks membantu mereka yang terkena musibah merangkul semua pihak, baik yang berkepentingan maupun tidak. Seluruh rakyat Indonesia dipastikan sangat berniat mengurangi beban para korban. Untuk itu, kesadaran dalam diri perlu digali sedalam-dalamnya agar tergerak hati kita untuk membantu. Bantuan yang dimaksud juga bukan semata-mata hanya berbentuk fisik berupa uang atau barang yang dibutuhkan, tenaga, fikiran doa sangat diperlukan untuk membangun mental para korban sekaligus fasilitas yang runtuh akibat gempa. Sementara itu di sila ke empat menunjukkan komitmen dalam aksi masyarakat yang hendak membantu para korban. Mufakat dan musyawarah dilakukan untuk mencari solusi dari semua permasalahan yang ada. Ketika gempa, memungkinkan banyak hal yang tidak di inginkan terjadi. Bagaimana sila ke empat merefleksikan peran peran berkepentingan seperti pemerintah menyeleaikan permasalahan. Misalnya pada anggota korban yang meninggal dunia, atau para korban yang rumahnya dengan tanah dapat didahulukan pemberian bantuannya. Sebab musyawarah itu sangatlah penting. Kita tidak bisa mengambil kesimpulan secara sepihak, dibutuhkan tindakan dari semu pihak dalam memberikan masukan kepada para korban gempa. Hal ini langsung mengerucut kepada pemerintah selaku pemangku kepentingan terbesar di negara ini. Pemerintah harus mengerahkan semua anggaran dana dan pihak terkait untuk membangun sisa wilayah yang terkena gempa. Pelajaran penting sudah lebih dahulu kita dapatkan ketika Aceh diguncang Tsunami besar. Dari hasil pemungutan bantuan kemanusiaan dan kerja keras pemerintah kini Aceh berdiri menjadi kota penghasil anggaran terbesar dari pariwisata hingga hasil alamnya. Tugas pemerintah tak mungkin terealisasi dengan baik jika rakyat yang lain diam termangu. Perlu dorongan moral dan moril dari semua pihak untuk membangun kembali wilayah yang terkena gempa. Ketika pendistribusian bantuan kepada korban diperlukan keadilan yang merata kepada seluruh korban. Seperti halnya sila kelima keadilan masyarakat menjadi harga mati. Apalagi pada situasi tragis seperti ini, penegakan keadilan harus diutamakan. Semua pihak yang bertugas di sana hendaknya mendata seluruh kor-ban gempa. Pastikan tidak ada satu korban pun yang terlewati untuk mendapatkan bantuan. Sekali lagi, tidak ada yang menginginkan bencana menimpa siapapun manusianya. Untuk itu, kepedulian kepada korban menjadi pilihan paling bijak sebagai manusia sosial dengan mengaktifkan nilai-nilai pancasila yang terdapat dalam diri kita. Semua itu adalah harapan yang sama-sama kita amini buat semua korban gempa Palu dan sekitarnya.