Anda di halaman 1dari 13

Short Case

KONJUNGTIVITIS VIRAL OCULI DEXTRA

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh:

Faadhillah Muhammad Yusuf, S.Ked

Pembimbing:

dr. Prima Maya Sari, Sp.M

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
2

HALAMAN PENGESAHAN

Short Case

Topik

KONJUNGTIVITIS OCULI DEXTRA

Oleh:

Faadhillah Muhammad Yusuf, S.Ked. 04084821921013

Bedside Teaching ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya periode 26 Juni - 28 Juli 2019

Palembang, 07 Juli 2019

dr. Prima Maya Sari, Sp.M


3

STATUS PASIEN

1. Identifikasi Pasienp

Nama : An. AP

Tanggal lahir : 03 Juni 2012

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

Pendidikan : SD

Alamat : Jl. Juaro VI No. 381, Palembang

Tanggal Pemeriksaan : 05 Juli 2019

2. Anamnesis

Autoanamnesis pada tanggal 05 Juli 2019.

2.1 Keluhan Utama

Mata kanan merah sejak 1 hari lalu

2.2 Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak ± 1 hari yang lalu, pasien mengeluh mata kanan menjadi
merah. Pandangan mata tampak kabur tidak ada. Pasien juga mengeluh
gatal pada mata kanan, sehingga pasien mengucek-ngucek mata dengan
tangan untuk mengurangi rasa gatal. nyeri ada, mata berair ada, rasa
mengganjal pada mata tidak ada, keluar kotoran mata ada sedikit,
4

berwarna putih, terutama saat bangun tidur, dan pandangan kabur (-).
Keluhan pada mata tidak dipengaruhi oleh cuaca, debu, maupun faktor
pencetus lainnya. Keluhan lain seperti demam, batuk, pilek, sakit
tenggorokan, nyeri kepala ada. Orang tua pasien mengaku telah
mengobati mata anaknya dengan obat tetes mata Rohto tetapi keluhan
tidak berkurang. Pasien berobat ke poliklinik Mata RSKM Palembang.

2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-)

 Riwayat memakai kacamata (-)

 Riwayat alergi (-)

 Riwayat trauma pada mata (-)

 Riwayat penggunaan obat (-)

 Riwayat darah tinggi (-)

 Riwayat kencing manis (-)

2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal (-).
 Riwayat alergi (-)
 Riwayat darah tinggi (-)
 Riwayat kencing manis (-)

2.5 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
5

Nadi : 105 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup


Frekuensi nafas : 22 kali/menit
Suhu : 37,60 C

Status Oftalmologis
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Visus 6/6 6/6
Tekanan
P = N+0 P = N+0
intraocular

KBM Ortoforia
GBM

Palpebra Tenang Tenang


Konjungtiva Injeksi konjungtiva Tenang
Kornea Jernih Jernih
BMD Sedang Sedang
Iris Gambaran baik Gambaran baik
Pupil Bulat, Central, Refleks Bulat, Central, Refleks
Cahaya (+), diameter 3 mm cahaya (+), diameter 3 mm

Lensa Jernih Jernih


Segmen Posterior
Refleks RFOD (+) RFOS (+)
Fundus

Papil Bulat, batas tegas, warna Bulat, batas tegas, warna


merah (N), c/d 0,3 a:v 2:3 merah (N), c/d 0,3 a:v 2:3
Makula Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)
Retina Kontur pembuluh darah baik Kontur pembuluh darah baik
6

2.6 Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Slit Lamp

 Funduskopi

 Pemeriksaan sitologi giemsa

2.7 Diagnosis banding

 Konjungtivitis viral OD

 Konjungtivitis alergik OD

 Konjungtivitis bakteri OD

2.8 Diagnosis Kerja

Konjungtivitis viral OD

2.9 Tatalaksana

 KIE

1. Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhan mata merah dan gatal


disebabkan oleh infeksi dan dapat sembuh sendiri atau self
limiting disease tergantung pada sistem imun pasien sehingga
pasien harus banyak beristirahat dan makan makanan bergizi.
2. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini dapat menular
sehingga harus menjaga kebersihan dengan mencuci tangan, tidak
mengucek mata dengan tangan atau kain, dan membuang sekret
mata dengan tisu satu kali pakai.
3. Menjelaskan kepada pasien mengenai kegunaan dan cara
pemakaian obat yang diberikan.
7

4. Menjelaskan kepada pasien untuk kontrol ulang apabila terjadi


perburukan seperti penglihatan yang kabur atau keluhan tidak
membaik setelah 2 minggu.
 Farmakologis
Paracetamol Syrup 4 x 1 cth
Cendo lyteers ED 4 x 1 gtt OD
Vernacel ED 4 x 1 gtt OD
2.10 Prognosis
Okuli dekstra
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
LAMPIRAN

Gambar 1. Okuli Dekstra Sinistra


8

Gambar 2. Okuli Dekstra Sinistra

Gambar 3. Okuli Dextra Gambar 4. Okuli Sinistra


(injeksi conjunctiva)

ANALISIS KASUS

An. AP, 7 tahun, datang dengan keluhan mata kanan menjadi merah sejak 1
hari yang lalu. Pandangan mata tampak kabur tidak ada. Keluhan disertai gatal
pada mata kanan, sehingga pasien mengucek-ngucek mata dengan tangan untuk
mengurangi rasa gatal. nyeri ada, mata berair ada, rasa mengganjal pada mata
tidak ada, keluar kotoran mata ada sedikit, berwarna putih, terutama saat bangun
tidur. Keluhan pada mata tidak dipengaruhi oleh cuaca, debu, maupun faktor
pencetus lainnya. Keluhan lain seperti demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan,
nyeri kepala ada. Orang tua pasien mengaku telah mengobati mata anaknya
dengan obat tetes mata Rohto tetapi keluhan tidak berkurang. Pasien berobat ke
poliklinik Mata RSKM Palembang.

Dari pemeriksaan fisik, didapatkan injeksi konjungtiva pada okuli dextra


(OD). Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamesis dan pemeriksaan fisik. Pasien
didiagnosis banding dengan konjungtivitis viral OD, konjungtvitis alergik OD,
dan konjungtivitis bakteri OD. Berdasarkan hasil anamesis dan pemeriksaan fisik,
diagnosis kerja kasus ini adalah konjungtivitis viral OD.

Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva atau radang


selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut
maupun kronis. Penyebab konjungtivitis antara lain bakteri, klamidia, alergi, viral
9

toksik, berkaitan dengan penyakit sistemik. Gambaran klinis yang terlihat pada
konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva),
lakrimasi, eksudat dengan secret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat
kelopak membengkak, kemosis, hipertropi papil, folikel, membrane,
pseudomembran, granuasi, flikten, mata merasa seperti adanya benda asing, dan
adenopati preaurikular.

Konjungtivitis virus akut biasanya disebabkan oleh adenovirus tipe 3,4,


dan 7. Berjalan akut dengan gejala penyakit hyperemia konjungtiva, sekret serous
yang sedikit, produksi air mata banyak, gatal, dan kadang disertai sakit
tenggorokan dan demam. Pengobatannya hanya suportif karena dapat sembuh
sendiri, tetapi dapat dibantu dengan pemberian air mata buatan (tetes mata) dan
kompres dingin. Antibiotik dapat di pertimbangkan jika konjungtivits tidak
sembuh setelah 10 hari dan diduga terdapat superinfeksi bakteri. Prognosis
konjungtivitis virus adalah baik, namun perlu diperhatikan kebersihan diri dan
lingkungan untuk mencegah penularan.
10

1. Bagaimana mekanisme konjungtivitis?


Patofisiologi konjungtivitis diawali dengan kontak kuman
terhadap konjungtiva. Konjungtivitis menular melalui
kontak langsung konjungtiva dengan sekret mata
penderita atau dari droplet batuk dan bersin, serta
penggunaan benda-benda yang menjadi media penularan
kuman seperti misalnya handuk, peralatan kosmetik, dan
sarung bantal. Konjungtivitis juga dapat menular melalui
air kolam renang yang terkontaminasi.

Infeksi Virus
Penyebab konjungtivitis tersering adalah infeksi virus,
khususnya Adenovirus. Patofisiologi konjungtivitis akibat
infeksi Adenovirus didahului oleh interaksi reseptor sel
primer seperti CAR, CD46, dan asam sialik dengan
protein fiber-knob. Interaksi tersebut memperantarai
penempelan virus dengan sel host pada lapisan
konjungtiva.
Internalisasi Adenovirus ke dalam endosom
sel host diperantarai oleh interaksi vitronectin-binding
integrin dengan homopentameric penton-base pada virus.
Replikasi virus akan terjadi secara lokal. Reaksi imun tipe
1 akan merespon infeksi Adenovirus pada konjungtiva
meliputi respon imunitas innate yang dimediasi oleh
11

sel natural killer,monosit dan interferon tipe 1, serta


respon imunitas adaptif yang dimediasi oleh sel T CD8,
IgA, dan T-helper 1. Pada lapisan air mata juga ditemukan
adanya protein defensin yang memiliki sifat antiviral.
Defensin menghambat proses uncoating dan internalisasi
virus ke dalam endosom.
Proses inflamasi pada konjungtiva tersebut menyebabkan
dilatasi pembuluh darah yang menimbulkan gejala
hiperemia dan edema konjungtiva, yang biasanya disertai
dengan pengeluaran sekret mata. Proses replikasi virus
akan memberikan tanda hipertrofi folikular. Adenovirus
juga dapat menyebabkan vaskulitis yang menimbulkan
tanda hemoragik petekie akibat peningkatan
permeabilitas dan ruptur kapiler konjungtiva. Eksudasi
serum, fibrin, dan leukosit dari kapiler yang mengalami
dilatasi serta jaringan epitel yang mengalami nekrosis
kemudian dapat membentuk pseudomembran pada
konjungtiva tarsal. [3,4]
Konjungtivitis viral memiliki masa inkubasi 5-12 hari dan
mampu menular hingga 10-14 hari atau selama hiperemia
masih ada. Penyebaran virus secara sistemik dari
konjungtiva jarang terjadi namun dapat ditemukan pada
kasus konjungtivitis viral yang disebabkan oleh infeksi
Enterovirus 70. [5]

Infeksi Bakteri
Penyebab konjungtivitis bakterial biasanya akibat infeksi
oleh flora normal yang berkolonisasi di sekitar mata
seperti Staphylococcus aureus dan Streptococcus
pneumoniae. Infeksi dapat terjadi bila lapisan epitel
konjungtiva rusak (misalnya terjadi abrasi), ada
peningkatan jumlah bakteri, dan penurunan daya tahan
tubuh host.
Selain faktor penyebab tersebut, infeksi juga dapat terjadi
akibat kontaminasi eksternal seperti pada konjungtivitis
viral. Patogenesis konjungtivitis bakteri diawali dengan
proses perlekatan bakteri (adhesion). Proses perlekatan
12

bakteri diperantarai oleh protein adhesins yang


diekspresikan oleh bagian pili bakteri pada kebanyakan
jenis bakteri. Bakteri yang melekat pada epitel
konjungtiva memproduksi faktor-faktor seperti protease,
elastase, hemolisin, dan cytoxin yang akan memicu sel-sel
radang seperti neutrofil, eosinofil, limfosit, dan sel plasma
untuk bermigrasi dari pembuluh darah di bagian stroma
menuju epitel konjungtiva. Faktor-faktor tersebut juga
dapat menginduksi destruksi sel-sel epitel konjungtiva. Sel
epitel konjungtiva yang mengalami nekrosis akan terlepas
dan menempel di sekret sel goblet membentuk eksudat.
Pada konjungtivitis bakteri sel radang yang mendominasi
adalah sel leukosit polimorfonuklear. [1,6]

Konjungtiva mengandung epitel skuamosa yang tidak berkeratin dan


substansia propria yang tipis, kaya pembuluh darah. Konjungtiva juga
memiliki kelenjar lakrimal aksesori dan sel goblet.3
Konjungtivitis alergika disebabkan oleh respon imun tipe 1 terhadap alergen.
Alergen terikat dengan sel mast dan reaksi silang terhadap IgE terjadi,
menyebabkan degranulasi dari sel mast dan permulaan dari reaksi bertingkat
dari peradangan. Hal ini menyebabkan pelepasan histamin dari sel mast, juga
mediator lain termasuk triptase, kimase, heparin, kondroitin sulfat,
prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. histamin dan bradikinin dengan
segera menstimulasi nosiseptor, menyebabkan rasa gatal, peningkatan
permeabilitas vaskuler, vasodilatasi, kemerahan, dan injeksi konjungtiva. 3
Konjuntivitis infeksi timbul sebagai akibat penurunan daya imun penjamu
dan kontaminasi eksternal. Patogen yang infeksius dapat menginvasi dari
tempat yang berdekatan atau dari jalur aliran darah dan bereplikasi di dalam
sel mukosa konjungtiva. Kedua infeksi bakterial dan viral memulai reaksi
bertingkat dari peradangan leukosit atau limfositik meyebabkan penarikan sel
darah merah atau putih ke area tersebut. Sel darah putih ini mencapai
permukaan konjungtiva dan berakumulasi di sana dengan berpindah secara
mudahnya melewati kapiler yang berdilatasi dan tinggi permeabilitas. 3
Pertahanan tubuh primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang
menutupi konjungtiva. Rusaknya lapisan ini memudahkan untuk terjadinya
13

infeksi. Pertahanan sekunder adalah sistem imunologi (tear-film


immunoglobulin dan lisozyme) yang merangsang lakrimasi.

Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan


faktor lingkungan lain yang menganggu. Beberapa mekanisme melindungi
permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, unsur berairnya
mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris dan kerja
memompa dari palpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus
air mata dan air mata mengandung substansi antimikroba termasuk
lisozim. Adanya agens perusak, menyebabkan cedera pada epitel
konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi,
hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada
stroma konjungtiva ( kemosis ) dan hipertrofi lapis limfoid stroma
( pembentukan folikel ). Sel –sel radang bermigrasi dari stroma
konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel – sel ini kemudian
bergabung dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat
konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun
tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh
– pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak
paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus. Pada hiperemia
konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papila
yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau
gatal. Sensasi ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga
timbul dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah jumlah air
mata. Jika klien mengeluh sakit pada iris atau badan silier berarti kornea
terkena.

Anda mungkin juga menyukai