Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN
System saraf perifer dibagi menjadi system saraf otonom dan somatik.
System saraf otonom mengendalikan kontraksi otot jantung dan otot polos, serta
sekresi kelenjar. System saraf somatic mempersarafi otot skelet selama pergerakan
voluntar dan menghantarkan informasi sensorik, seperti nyeri. System saraf otonom
dibagi menjadi system simpatis dan parasimpatis, yang umumnya berlawanan satu
sama lain.
Neurotransmisi otonom melibatkan dua neuron, neuron prasinaptik dan
pascasinaptik. Neuron prasinaptik menyebar dari otak ke ganglion otonom mereka
menghantarkan sinyal SSP ke neuron pascasinaptik dengan melibatkan asetilkolin
ke celah sinaptik, yang merupakan ruang diantara neuron tersebut. Neuron-neuron
pascasinaptik selanjutnya menghantarkan impuls ke organ akhir dengan
melepaskan norepinefrin (neuron simpatis) atau asetilkolin (neuron parasimpatis).
Katekolamin norepinefrin dan epinefrin menghantarkan sebagian besar
impuls system simpatis. Pada saat dilepaskan dari neuron prasinaptik, norepinefrin
berdifusi melintas celah sinaptik dan berikatan dengan reseptor adrenergik
pascasinaptik (α1, α2, β1, atau β2). Selama stres, kelenjar adrenal melepaskan
epinefrin (adrenalin) kedalam darah. Seperti norepinefrin, epinefrin yang
bersirkulasi adalah agonis pada reseptor adrenergik (simpatis). Pengecualian
neurotransmisi katekolamin dalam system simpatis adalah kelenjar keringat.
Asetilkolin, yang sering dianggap penghantar parasimpatis, menyampaikan sinyal
simpatis ke kelenjar keringat.

TRANSMISI NEUROHUMORAL

Yang disebut dengan transmitor neurohumoral atau yang biasa disingkat


dengan transmitor ialah impuls saraf dari SSP yang hanya dapat diteruskan ke
ganglion dan sel efektor memalaluii penglepasan zat kimia. Tidak banyak obat yang
pada dosis terapi dapat mempengaruhi konduksi akson, tetapi banak sekali xazat
yang dapat mengubah transmisi neurohumoral. Konduksi saraf hanya dapat
dipengaruhi oleh anantetik local dosis terapi yang diinfiltrasikan dalam kadar yang
relatif tinggi di sekitar batang saraf, an oleh beberapa zat lain seperti tetrodoktosin.

Suatu transmisi neurohumoral tidak selalu menyebabkan depolarisasi tetapi


juga dapat menyebabkan hiperpolarisasai. Hiperpolarisasi pada embran saraf pasca
ganglion disebut potensial inhibisi pascasidaps dan menyebabkan hambatan organ
pasca sinaps Hi perpolarisasi terjadi akibat peningkatan permeabilitas ion K+.

Ada empat tahap trasmisi neurohumoral, yaitu sintesis, penyimpanan,


penglepasan, ikatan dengan reseptor, dan eliminiasi transamitor yang merupakan
dasar untuk pengertian kerja obat otonom. Obat yang bekerja pada saraf otonom
mempengaruhi salah satu tahap transmisi neurohumoral tersebut, yaitu pada
transmisi adrenergik atau kolinergik tanpa membedakan apakah saraf tersebut
termasuk system simpatis, parasimpatis, atau somatic. Hal tersebut menjelaskan
mengapa pembicaraan obat yang bekerja pada saraf otonom bertolak dari transmisi
kolinergik ke transmisi adrenergik dan bukan simpatis-parasimpatis. Demikian juga
dari segi farmakologi tidak perluada pembicaraan mengenai obat yang bekerja pada
sarafsomatik secara terpisah karena saraf somatic ialah suatu saraf kolinergik.

TRANSMISI KOLINERGIK

Terdapat dua jenis enzim yang berhubungan erat dengan Ach yaitu
kolinasetilase dan kolinesterase. q Kolinasetilase Zat ini mengkatalis sintesis ACh,
pada tahap pemindahan gugus asetil dari asetilkoenzim-A ke molekul kolin. Reaksi
merupakan langakh terakhir dalam sintesis ACh , yang terjadi dalam sitoplasma
ujung saraf, yang kemudian ditransportsi ke dalam gelembung sinaps tempat ACh
disimpan dalam kadar tinggi. q Kolinesterase Asetilkolin sebagain transmitor harus
diinaktifkan dalam waktu yang cepat. Kecepatan inaktivasi tergantung dari
macamnya sinaps dan macanm neuron. Kolinesterase yang tersebar luas di berbagai
jaringan dan cairan tubuh, menghidrolisis Ach menjadi kolin dan asam asetat.
TRANSMISI ADRENERGIK
1. Katekolamin : Sintesis, Penyimpanan, Pelepasan, dan Terminasi Kerjanya
Proses sintesis ini terjadi di ujung saraf adrenergic. Enzim-enzim yang
berperan disintesis dalam badan sel neuron adrenergic dan
ditransportsepanjang aksonke ujung saraf. Tiramin dan beberapa
aminsimpatomimetik lainnya menyebabkan pelepasan NE dengan dasar
yang berbeda dengn impuls saraf dan memperlihatkan fenomen tafilaksis.
Tafilaksis berarti organ mengalami toleransi dalam waktucepat sehingga
efek obat sangat menurun pada pemberian berulang. Perangsangan saraf
masih menyebabkan transmisi adrenergic setelah saraf tidak lagi dapat
dirangsang dengan obat-obatan ini. Cara pelepasan NE dari ujung saraf
adrenergic setelah suatu NAP sama dengan pelepasan Ach dari ujung saraf
kolinergik, yakni dengan proses eksositosis. Depolarisasi ujung saraf akan
membuka kanal Ca++. Ca++ yang masuk akanberikatan dengan membrane
sitoplasma bagian dalam yang bermuatan negative dan menyebabkan
terjadinya fusi antara membrane vesikel dengan membrane aksoplasma,
dengan akibat dikeluarkannya seluruh isi vesikel.
2. Metabolisme Epinefrin dan Neronefrin
Peranan metabolism pada NE dan Epi agak berlainan dengan peranan
metabolism pada ACh.Hidrolisis Ach berlangsung sangat cepat, sehingga
dapat menghentikan respons. Pada katekolamin terdapat 2 macam enzim
yang berperan dalam metabolismenya,yakni katekol-O-metiltransferase
(COMT) dan monoaminoksidase (MAO). MAO berada dalam ujung saraf
adrenergic sedangkan COMT berada dalam sitoplasma jaringan
ekstraneuronal (termasuk sel efektor). COMT menyebabkan metilasi dan
MAO menyebabkan deaminasi kateklamin MAO maupun COMT tersebar
luas di seluruh tubuh, termasuk dalamotak, dengan kadar paling tinggi di
hati dan ginjal.
3. Reseptor Adrenergik : Klasifikasi, Distribusi, dan Mekanisme Kerjanya
Konsep reseptor α dan β pada sel efektor yang distimulasi oleh agonis
adrenergic dan hanya dihambat oleh antagonisnya, memudahkan pengertian
tentang mekanisme kerja obat adrenergic. Pda umumnya, efek yang
ditimbulkan melalui reseptor α pada otot polos adalah perangsangan, seperti
pada otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, Sebaliknya, efek melalui
reseptor β pad otot polos adalah penghambat, seperti pada otot polos usus,
bronkus, dan pembuluh darah otot rangka. Salah satu kecualiannya adalah
otot polos usus yang mempunyai kedua reseptor α dan β, dan aktivasi
keduanya menimbulkan efek penghambatan.

RESPON BERBAGAI ORGAN EFEKTOR TERHADAP PERANGSANGAN


SARAF OTONOM
1. Perangsangan saraf adrenergic
Pada perangsangan adrenergic dilepaskan NE dari ujung saraf
adrenergic dan Epi dari medulla adrenal. Respon suatu organ otonom
terhadap perangsangan saraf adrenergic bergantung pada jenis reseptor
adrenergic yang dimiliki organ tersebut serta senis organ itu sendiri.
Misalnya otot polos pembuluh darah kulit hanya mempunyai reseptor α dan
tidak mempunyai reseptor β, maka perangsangan saraf adrenergic akan
menyebabkan vasokontriksi dan tidak vasodilatasi.
Pada arteriol koroner, paru, dan otot rangka,vasodilatasi dominan akibat
autoregulasi metabolic. Epinefrin dalan kadar fisiologis menyebabkan
vasodilatasi (dominasi respon reseptor β) pada otot rangka dan hati, tetapi
vasokontriksi (dominasi respon reseptor α) pada visera abdominal lainnya.
Pembuluh darah ginjal dan mesenteric juga mempunyai reseptor
dopaminergik (DA) yang menyebabkan vasodilatasi.

2. Perangsangan saraf kolinergik


Organ efektor memiliki reseptor muskarinik. Pada berbagai otot
polos dan kelenjar, subtype reseptornya belum dipastikan. Akan tetapi
kebanyakan jaringan mengandung berbagai subtype reseptor muskarinik,
ditambah lagi dengan adanya ganlia parasimpatis dalam jaringan.
Pada pembuluh darah tidak ada persarafan parasimpatis kecuali pada organ
kelamin pria dan pada otak. Di samping itu ada persarafan kolinergik
simpatis pada organ kelamin pria dan pada otot rangka. Akan tetapi, semua
inervasi kolinergik pada pembuluh darah hanya menghasilkan vasodilatasi
setempat yang tidak mempengaruhi respons fisiologis secara umum
(misalnya tekanan darah).

CARA KERJA OBAT OTONOM


Terdapat beberapa kemungkinan pengaruh obat pada transmisi system
kolinergik maupun adrenergik, yaitu :
1. q Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor
Kolinergik
Hemikolinium menghaambat ambilan kolin ke dalam ujung saraf
dan dengan demikian mengurangi sintesis Ach. Toksin botulinus n
menghabat pelepasan Ach di semua saraf kolinergik sehingga dapat
menyebabkan kematian akibat paralysis pernapasan perifer. Toksin
tersebut memblok secara ireversibel pelepasan Ach dari gelembung
saraf di ujung akson dan merupakan salah satu toksin paling potenn yang
dikenal orang. Toksin tetanus mempunyai mekanisme keraja yang
serupa.
Adrenergik
Metiltirosin memblok sintesis NE. Sebaliknya metildopa,
penghambat dopa dekarboksilase, seperti dopa sendiri didekarboksilasi
dan dihidroksilasi menjadi a-metil NE. Guanetidin dan bretilium juga
mengganggu pelepasan dan penyimpanan NE.
2. q Menyebabkan pelepasan transmitor
Kolinergik
Racun laba-laba Black window menyebabkan pelepasan
Ach(eksositosis) yang berlebihan, disusul dengan blokade pelepasan ini.
Adrenergik
Banyak obat dapat meningkakan pelepasan NE. Tergantung dari
kecepatan dan lamanya pelepasan, efek yang terlihat dapat berlawanan.
Tiramin, efedrin , amfetamin, dan obat sejenisnya menyebabkan
pelepasan NE yang relatif cepat dan singkat sehingga mengahasilkan
efek simpatomimetik. Sebaliknya reser pin, dengan memblok transport
aktif NE ke dalam vesikel menyebabkan pelepasan NE secara lambat
dari dalam vesikel ke aksoplasma sehingga NE dipecah oleh MAO.
Akibatnya terjadi blokadd adreergik akibat pengosongan depot NE di
ujung saraf.
3. q Ikatan dengan reseptor
Obat yang enduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek yang
mirip dengan efek transmitor disebut agonis. Obat yang hanya
menduduki reseptor tanpa enimbulkan efek langsung, tetapui efek akibat
hilangnya efek transmitor(karena tergeser transmitor dari reseptor)
disebut antagonis atau bloker. Contoh obat kolinergik : hemikolinium,
toksin botolinus, atropine, pirenzepin, trimetafan, dll.
Contoh obat adrenergic : guanetidin, tiramin, amfetamin, imipiramin,
klonidin, salbutamol, doxazosin, dll.
4. q Hambatan destruktif transmitor
Kolinergik
Antikolinesterase merupakan kelompok besar yang menghanbat
destruksi Ach karena menghambat AChE, dengn akibat perangsangan
berlebihan di reseptor muskarinik oleh Ach dan terjadinya perangsangan
disusul blockade di reseptor nikotinik.

Adrenergik

Ambilan kembali NE setelah pelepasannya di ujung saraf


merupakan mekanisme utama penghentian transmisi adrenergic.
Hambatan proses ini oleh kokain dan impiramin mendasari peningkatan
respon terhadap perangsangan simpatis oleh obat tersebut.
PENGGOLONGAN OBAT OTONOM

Menurut efek utamanya, maka obat otonom dapat dibagi ke dalam 5 golongan,
yaitu:

1. Parasimpatomimetik atau Kolinergik


Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas
susunan saraf parasimpatis.
2. Simpatomimetik atau Adrenergik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas
susunan saraf simpatis.
3. Parasimpatolitik atau Penghambat kolinergik
Efek obat golongan ini menghambat timbulnya efek akibat aktivitas saraf
parasimpatis.
4. Simpatolitik atau Pengahanbat adrenergic
Efek obat golongan ini menghambat timbulnya efek akibat aktivitas saraf
simpatis.
5. Obat Ganglion
Efek obat golongan ini merangsang atau menghambat penerusan impuls
ganglion.

Anda mungkin juga menyukai