Berikut ini terdapat beberapa hal yang dapat membantu puskesmas dalam proses
berbenah:
Dengan menjaga komitmen ini, setiap permasalahan yang dihadapi oleh Puskesmas,
kembalikanlah ke komitmen awal dimana telah menyatakan siap bersama-sama
mewujudkan pelayanan yang berkualitas.
Kita berkomitmen artinya menyatakan tanggung jawab untuk bekerja dengan semangat
dan integritas. Bukan hanya komitmen internal yang diperlukan, tetapi juga komitmen
eksternal seperti lintas sektor dan masyarakat itu sendiri, untuk menyatakan
keterlibatannya dan bersama-sama Puskesmas mewujudkan masyarakat kecamatan yang
sehat. Bukankah itu yang kita inginkan di Puskesmas?
Tulisan sebelumnya disebutkan salah satu tanda puskesmas yang sakit yaitu kurangnya
komunikasi dan koordinasi interpersonal.
Komunikasi dan koordinasi kita kategorikan menjadi dua, yaitu komunikasi dan
koordinasi secara internal dan eksternal.
Pegawai Puskesmas harus duduk bersama menentukan dan mengidentifikasi peran lintas
program dan peran lintas sektor untuk menunjang pelaksanaan kegiatan. Selain itu, juga
harus ditentukan dan disepakati alur kewenangan dan alur komunikasi, kerjasama antara
pengelola.
Misalnya, kegiatan Kelas Ibu Hamil, co-program nya adalah Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) namun perlu diidentifikasi peran dari pogram lainnya dalam kegiatan tersebut,
seperti Promkes bisa mengisi kelas ibu hamil dengan penyuluhan interaktif atau dari segi
advokasinya, gizi bisa mengisi materi mengenai Gizi saat Ibu hamil dan seterusnya.
Peran ini harus diidentifikasi, begitu pun peran dari lintas sektor perlu diidentifikasi
melalui rapat lokmin lintas sektoral pertama. Hal ini bertujuan agar program yang ada di
Puskesmas diketahui dan didukung oleh lintas program dan lintas sektor dengan ikut
andil berpartisipasi baik secara regulasi maupun teknis di lapangan.
Penanggung jawab program, Kepala Tata Usaha dan Kepala Puskesmas harus rutin
memberikan arahan dan pembinaan secara periodik yang terjadwal baik melalui rapat
lintas sektor, apel pagi, pendampingan di lapangan, menelaah dokumen kegiatan dan
capaian kinerja.
Hal ini bertujuan agar kegiatan yang ada dipantau dan pelaksana kegiatan dan pelayanan
mendapatkan motivasi setelah mendapat arahan dan pembinaan dari pimpinan.
Penanggung jawab program dan pimpinan mengarahkan dan membina dengan
pendekatan personal agar pegawai merasa telah diapresiasi kerja keras mereka.
Point ini sangat vital di Puskesmas namun masih ada juga yang kurang memperhatikan
menajemen sarpras dan alat-alat. Ada yang biarkan alat-alat berkarat, kurang terurus, alat
sterilisasi kurang, alat-alat ukur tidak dikalibrasi dan lain sebagainya. Apa yang harus
dilakukan dalam manajemen sarpras ini?
Pengelola barang atau bendahara barang yang telah ditunjuk harus memahami uraian
tugasnya. Bendahara barang pertama-tama membuat daftar inventaris sarana prasarana
dan alat-alat medis maupun non medis. Kemudian membuat rencana dan jadwal
pemeliharaannya. Persoalan pemeliharaan bukan saja urusan bendahara barang, namun
tanggung jawab setiap pegawai baik di Puskesmas maupun Pustu.
Hal yang tidak kalah penting yaitu sterilisasi alat, sterilisasi harus dijadwalkan dan
dimonitoring serta dibuatkan tindaklanjut jika ditemukan proses sterilisasi yang tidak
sesuai prosedur.
Tak hanya dikelola dengan baik, dalam proses pengelolaan keuangan harus transparan
dan akuntabilitas. Bendahara harus paham dengan uraian tugas dan juknis panduan
pengunaan anggaran.
Perlu keterkaitan perencanaan dengan pengelolaan keuangan (ini akan dibahas saat
perencanaan puskesmas). Bendahara harus jelas bukti pembukuan keuangannya bahkan
jika perlu diadakan audit eksternal maupun audit internal rutin untuk melihat sejauh mana
penyerapan dan peruntukan dana, apakah sudah menunjang dengan baik kegiatan yang
sesuai visi misi dan tujuan atau belum.
Selain itu, banyak pegawai Puskesmas yang mengharapkan agar transparansi keuangan
terbuka dalam sebuah forum. Hal ini agar diketahui sejauh mana penyerapan dan
peruntukkannya dan juga sisi mana yang masih lemah dalam penyerapannya. Ini
bertujuan untuk mencari solusi bersama dalam penyerapannya.
Visi Misi Tujuan dan Tata Nilai serta Kebijakan Mutu Puskesmas bukan hanya sekedar
disusun lalu dipajang dalam bingkai dan menjadi pelengkap dinding puskesmas. Tetapi
menjadi arah Puskesmas, setiap kegiatan dan pelayanan Puskesmas haruslah
mencerminkan visi misi tujuan dan tata nilai serta kebijakan mutu ini.
Oleh sebab itu, perlu disosialisasikan oleh Puskesmas secara rutin baik internal dan
eksternal mengenai visi misi tujuan dan tata nilai Puskesmas, misalnya saat apel pagi,
bisa sesekali membacakan visi misi tata nilai dan kebijakan mutu ini secara bergiliran.
Selain disosialisasikan, yang lebih penting lagi ialah perlu evaluasi sejauh mana kegiatan
dan pelayanan yang dilakukan telah mewujudkan visi misi tujuan dan tata nilai serta
kebijakan mutu yang sudah disusun sebelumnya.
Pertama, menata profil seluruh kepegawaian dan disimpan dengan baik agar sewaktu-
waktu dibutuhkan mudah untuk mendapatkan kembali.
Kedua, analisis kebutuhan tenaga dan rencana pemenuhan kebutuhan minimal bersurat
kepada Dinas Kesehatan mengenai rencana pemenuhan kebutuhan tersebut.
Ketiga, perkuat struktur organisasi dan uraian tugas setiap pegawai di Puskesmas, ini
bisa mengacu pada Permenkes Nomor 75 Tahun 2014. Pastikan setiap jenis tenaga harus
menerima dan mengetahui SK uraian tugas pokok dan uraian tugas integrasi. Secara
berkala perlu ada monitoring sejauh mana uraian tugas ini telah dilaksanakan oleh
pegawai puskesmas.
Keempat, puskesmas juga harus menelaah kompetensi tenaga yang ada dan
dibandingkan dengan standar kompetensi yang diembannya. Jika tidak memenuhi syarat,
maka harus membuat rencana pengembangan kompetensi seperti lanjut sekolah dan
mengikuti pelatihan. Tak berhenti disitu, setelah mengikuti pelatihan atau pendidikan pun
harus dipantau kinerja pegawai tersebut pasca pendidikan dan pelatihan.
Kelima, karyawan baru harus mendapat orentasi sesuai jadwal yang ditetapkan.
Apakah di puskesmas anda telah tertata dengan baik data dan informasinya? Data dan
informasi sangat penting, Puskesmas perlu berbenah terkait ini.
Semua pelaporan dan data harus satu pintu melewai sistem informasi puskesmas. Jika
pemegang program/unit melapor ke dinas kesehatan, harus melewati pengantar dari
sistem informasi puskesmas.
Hal ini untuk menertibkan data-data yang ada di Puskesmas terlebih lagi untuk
kepentingan analisis dan perencanaan tentu sangat ditunjang dengan data yang valid.
Oleh sebab itu, petugas SIP Puskesmas harus peka dengan pelaporan yang ada disetiap
program dan unit pelayanan. Bukan hanya sekedar pelaporan, tetapi bagaimana data
tersebut menjadi informasi yang bermanfaat yang dijadikan acuan untuk kebijakan kepala
Puskesmas.
Hal lain yang perlu diperkuat yaitu pengendalian dokumen dan arsip. Kepala Tata Usaha
dan tim pengendali dokumen dan arsip harus ekstra menata dokumen yang ada.
Setiap SK, pedoman, panduan, KAK, SOP surat masuk dan surat keluar serta dokumen-
dokumen kegiatan harus tertata dengan baik. Jika sewaktu-waktu dibutuhkan dapat
dengan mudah diambil.
Selain itu, Puskesmas sering mengeluh karena lemah dalam hal dokumentasi kegiatan.
Ingatlah prinsip DAUN setiap melakukan pertemuan atau kegiatan
yaitu D=Dokumentasi, A=Absensi, U=Undangan, N=Notulen.
Hal yang wajib dilakukan oleh Puskesmas adalah tertib administrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan. Pelayanan harus se-efektif dan se-efisien mungkin
dilaksanakan tentu dengan menjaga mutu pelayanan.
Oleh sebab itu, pedoman penyusunan dokumen dan tata naskah ini harus disosialisasikan
ke semua pegawai yang ada di Puskesmas. Awalnya akan terasa berat dengan semua itu,
namun dengan saling mendukung pasti akan terlaksana dengan baik.
BACA JUGA: Raih Akreditasi Utama, Puskesmas Ini Jadi Objek Kaji Banding
Misalnya budaya malu; malu datang terlambat, malu pulang cepat, malu kerja tanpa sop,
dan lain sebagainya. Begitu juga dengan perilaku klinis harus ditetapkan misalnya
penggunaan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan lain sebagainya.
Harus ada petugas yang ditunjuk untuk memantau indikator perilaku ini secara berkala.
Hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas SDM dan tentunya kualitas pelayanan di
Puskesmas. Jika ditemukan masih ada pegawai yang tidak mematuhi indikator perilaku
ini maka perlu dilakukan pembinaan.
Penyelenggaraan kegiatan dan pelayanan akan diperhadapkan dengan risiko yang akan
menghambat atau menimbulkan kerugian sehingga harus di-manaje dengan baik.
Puskesmas harus menentukan dimana area prioritas fungsi dan proses pelayanan atau
kegiatan mana yang perlu dibenahi. Ini ditentukan dengan 3 H dan 1 P yaitu High Risk,
High Volume, High Cost, dan kecenderungan terjadi masalah (Problem Prone).
Proses selanjutnya yaitu identifikasi risiko bisa melalui audit, keluhan atau insidens yang
terjadi. Kemudian dilakukan analisis risiko bisa menggunakan metode severity
assessment dengan memilih kejadian yang akan di-investigasi, atau root cause
analysis untuk menganalisis akar penyebab kejadian yang telah terjadi, atau
FMEA/ Failure Mode and Effect Analysis yang bersifat hipotesis.
Prinsipnya adalah petugas yang berkewajiban mengaudit harus peka mencari penyebab
masalah apa yang terjadi, mengapa bisa terjadi, apa yang bisa dilakukan untuk
mengurangi kejadian tersebut dan seterusnya hingga diperoleh akar penyebabnya.
Kemudian dibuat rencana tindak lanjut untuk mengatasi kejadian yang berisiko atau
meminimalkan potensi risiko terjadi dikemudian hari.
Ini yang jarang dilirik oleh Puskesmas dalam penguatan sistemnya. Padahal jejaring dan
jaringan ini bertujuan untuk mendukung meningkatkan aksesibilitas pelayanan. Jejaring
yang dimaksud yaitu klinis, rumah sakit, apotek, laboratorium, dokter praktek mandiri,
dan faskes lainya.
Sedangkan jaringan yaitu pustu, pusling, bidan desa. Apa yang harus dilakukan oleh PJ
jejaring dan jaringan ini?
Pertama, harus melakukan mengidentifikasi jejaring dan jaringan yang ada di wilayah
kerjanya.
Kedua, menyusun pembinaan kepada jejaring dan jaringan tersebut tentu harus
melibatkan lintas program. Misalnya pembinaan dan pemantauan di Apotik, bisa
melibatkan apoteker puskesmas untuk melakukan pembinaan atau pemantauan. Contoh
lain, bisa bekerja sama dengan petugas imunisasi dan KIA KB saat melakukan supervisi
supportif di bidan desa.
Perencanaan
Tahapan ini harus diperkuat di Puskesmas, karena masih ada juga puskesmas yang hanya
mengkopi paste rencana tahun yang lalu. Hal yang perlu digaris bawahi adalah
perencanaan Puskesmas harus menampung aspirasi dari masyarakat, lintas sektor dan
lintas program tentunya melalui lokakarya atau forum-forum masyarakat. Oleh karena itu
harus ada kesadaran duduk bersama memikirkan permasalahan yang terjadi dan
melahirkan program-program inovatif bersama untuk mengatasi masalah tersebut.
Program dan pelayanan yang telah rencanakan dan dijadwalkan pada RPK bulanan
kemudian dilaksanakan baik itu intervensi berbasis keluarga, pelayanan di dalam gedung
maupun program-program intervensi luar gedung yang bersentuhan langsung dengan
sasaran tentu dengan memperhatikan hak dan kewajiban pengguna serta sasaran
kegiatan.
Proses pada P2 ini yaitu pengarahan dan penggerakkan petugas bisa melalui lokakarya
mini bulanan termaksud penggerakkan lintas sektor agar penyelenggaraan kegiatan dan
pelayanan bisa berjalan efektif dan tepat sasaran.
Perlu menjadi catatan yaitu kualitas lokakarya mini bulanan dan lintas sektor ini perlu
harus diperhatikan. Pemerintah sudah mengeluarkan Permenkes nomor 44 tahun 2016
mengenai Manajemen Puskesmas dan juga Pedoman Manajemen Puskesmas dengan
Pendekatan Keluarga, ini sebagai referensi Puskesmas utama dalam penguatan
penggerakan dan pelaksanaan kegiatan dan pelayanan Puskesmas.
Untuk pengawasan dapat berupa pengawasan internal yang dilakukan oleh Kepala
Puskesmas, setiap penanggung jawab, tim mutu dan tim audit internal.
Pengawasan internal termaksud monitoring ketepatan jadwal, waktu, tempat dan sasaran
yang dilakukan oleh pimpinan Puskesmas dan penanggung jawab kepada pelaksana
program atau pelayanan. Pengawasan lainnya yaitu secara eksternal dari lintas sektor,
dinas kesehatan, masyarakat.
BACA JUGA: Salah Kaprah Puskesmas di Jember Siapkan Akreditasi
Pengawasan dan pengendalian kegiatan dan pelayanan dapat melalui lokmin, pertemuan
diluar lokmin maupun pemantauan secara langsung di lapangan.
Tujuannya yaitu meninjau sejauh mana proses kegiatan yang sudah berjalan, apa saja
kendala dan hambatan yang dihadapi pelaksana program dengan mengumpulkan capaian
kinerja, kemudian dianalisis dan dibuat rencana tindak lanjut untuk memperbaiki kinerja.
Selain itu, pengawasan dan pengendalian juga melalui lokakarya mini lintas sektor,
prosesnya yaitu meninjau sejauh mana kerja sama lintas sektor dan tentu memperkuat
komitmen bersama dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan.
Pada proses pengawasan dan pengendalian ini juga perlu melakukan evaluasi
akses diantaranya akses informasi (apakah masyarakat mudah mendapatkan informasi
kesehatan, informasi alur dan tahapan kegiatan dan lainnya) dan akses menjangkau lokasi
kegiatan (apakah sasaran atau masyarakat mudah menjangkau lokasi kegiatan puskesmas
atau tidak).
Penilaian kinerja mengevaluasi sejauh mana upaya untuk mencapai indikator kinerja
manajerial, UKM dan indikator mutu klinis UKP yang sudah disusun diawal tahun.
Penilaian kinerja ini dilakukan pertengahan tahun dan diakhir tahun melalui lokmin atau
penilaian oleh dinas kesehatan setempat.
Tim ini melakukan tugasnya dengan berkolaborasi pada setiap pegawai dalam
pelaksanaan pengelolaan komunikasi informasi dan penanganan pengaduan public.
Tim ini juga berupaya mendekatkan akses masyarakat terhadap informasi pelayanan atau
kegiatan yang dilakukan oleh Puskesmas dengan memanfaatkan sumber daya yang ada
(brosur, leaflet dll, temaksud media cetak elektronis atau sosial media).
14. Penanggung Jawab Mutu dan Tim Menjadi Ujung Tombak Mutu Pelayanan
Tim ini menjadi kunci atau garda terdepan dalam menjaga kualitas pelayanan di
Puskesmas. Hal yang dilakukan oleh tim ini secara garis besar yaitu;
Ketiga, menyusun dan mengosialisasikan manual mutu atau pedoman mutu yang
digunakan puskesmas sebagai pedoman untuk memberikan pelayanan yang berkualitas.
Kelima, secara berkala mengumpulkan data indikator mutu/kinerja dari setiap program
dan unit kemudian dibuatkan rencana peningkatan dan perbaikan mutu secara
berkesinambungan.
15. Membangun Mindset Biasakan yang Benar, Bukan Benarkan yang Bisa
Saat ini Puskesmas tengah menghadapi akreditasi. Banyak tantangan yang dihadapi oleh
Puskesmas. Bahkan ada juga yang mengeluh karena terlalu banyak SK, pedoman,
panduan, kerangka acuan dan SOP yang harus dibuat.
Sebaliknya, ini akan melindungi petugas dalam melaksanakan kegiatan dan pelayanan
baik di dalam gedung maupun di luar gedung. Mindset biasakan yang benar bukan
benarkan yang biasa harus digaungkan di Puskesmas.
Bekerja harus sesuai dengan prosedur yang ada, ini selain menjaga kualitas pelayanan
juga untuk safety bagi petugas. Yuk, berbenah secara sistem dan biasakan melakukan
sesuai prosedur yang ada.
Sama halnya dengan sarana prasarana dan peralatan. Puskesmas juga harus mewujudkan
lingkungan yang sehat (lingkungan fisik, instalasi listrik, air, ventilasi, dan limbah
berbahaya, limbah medis, sistem lain yang dipersyaratkan diperiksa secara rutin,
dipelihara dan diperbaiki.
Terdapat istilah dalam pemeliharaan sarpras dan lingkungan yang sehat yaitu 5 R;
Ringkat/ Pemilahan, Rapih/ Penataan, Resik/ Pembersihan, Rawat/ Pemeliharaan,
Rajin/ Pembiasaan.
Ketiga, pemeliharaan, pemantauan, perbaikan lingkungan fisik, instalasi listrik, air dll,
serta penanganan bahan berbahaya. Masyarakat sehat? dimulai dari Puskemas sehat.