Anda di halaman 1dari 8

2.

1 Definisi Kebijakan Moneter

Secara umum kebijakan moneter adalah proses yang dilakukan oleh otoritas
moneter (bank sentral) suatu Negara dalam mengontrol atau mengendalikan jumlah uang
beredar (JUB). Melalui pendekatan kuantitas dan / atau pendekatan tingkat suku bunga
yang bertujuan untuk mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, sudah termasuk
didalamnya stabilitas harga dan tingkat pengangguran yang rendah.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca
pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi
yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran
internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu,
maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh
kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian
ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi
yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk
mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur
keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat
terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi
barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas
pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar
valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila
mengalami kesulitan likuiditas.

2.2 Tujuan Kebijakan Moneter


BI sebagai bank sentral di Indonesia dalam operasi kebijakan moneternya bisa
menggunakan pendekatan kuantitas atau pendekatan suku bunga/harga. Pilihan mengenai
pendekatan apa yang akan digunakan sangat tergantung pada efektivitas di antara kedua
pendekatan tersebut dan sifat dari tujuan akhir kebijakan moneter, apakah bertujuan jamak
(ganda) atau tunggal (single).
a. Tujuan Jamak (ganda)
Kebijakan moneter yang bertujuan jamak atau ganda adalah kebijakan moneter yang
tujuan akhirnya lebih dari satu untuk membantu mecapai sasaran makro ekonomi yaitu:
1. Memperluas Kesempatan Kerja
2. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi
3. Stabilitas Harga
4. Stabilitas Tingkat Suku Bunga
5. Stabilitas Pasar Uang
6. Stabilitas Pasar Valuta Asing

b. Tujuan Tunggal (single)


Kebijakan moneter yang bertujuan tunggal (Single) yaitu menjaga ke stabilan harga
(Inflasi).

2.3 Jenis-Jenis Kebijakan Moneter


1. Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary Expansive Policy)
Kebijakan moneter ekspansif adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah
jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan
meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat). Kebijakan ini diterapkan pada
saat perekonomian mengalami resesi atau depresi.
Kebijakan moneter ekspansif ini disebut juga sebagai kebijakan moneter longgar (easy
monetary policy). Penerapan kebijakan ini seperti :
a. Politik diskonto (penurunan tingkat suku bunga)
b. Politik pasar terbuka (pembelian surat-surat berharga, misalnya saham dan obligasi).
c. Politik cash ratio (penurunan cadangan kas)
d. Politik kredit selektif (pemberian kredit longgar)

2. Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary Kontractive Policy)


Kebijakan moneter kontraktif adalah kebijakan yang dilakukan dalam rangka
mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian
mengalami inflasi. Kebijakan moneter kontraktif disebut juga dengan kebijakan uang ketat
(tight money policy). Kebijakan ini dapat diterapkan berupa :
a. Politik diskonto (peningkatan suku bunga)
b. Politik pasar terbuka (penjualan surat berharga)
c. Politik cash ratio (peningkatan cadangan kas)
d. Politik kredit selektif (pengetatan pemberian kredit)
2.4 Perdebatan Tentang: Rules Vs Discretion

Perdebatan tersebut bermula dari perbedaan cara pandang diantara aliran Klasik
mengenai penetuan inflasi (melalui teori Kuantitas Uang yaitu: MV=PT) dan aliran
Keynesians mengenai penetuan output melalui model IS=LM. Kedua aliran ini berbeda
dalam hal harga atau inflasi.
Aliran Klasik: Menganggap bahwa perkembangan harga sangat fleksibel dan inflasi
terjadi hanya karena bertambahnya JUB: untuk alasan itu, maka kebijakan moneter harus
dilaksanakan secara ketat mengikuti aturan (rule) yang secara konsisten diikuti.
Aliran Keynesians: menganggap bahwa perkebangan harga sangat kaku dan inflasi
terjadi bukan karena bertambahnya jumlah uang yang melebihi jumlah barang, tapi lebih
disebabkan karena adanya ketidak seimbangan antara permintaan dan penawaran. Untuk
alasan itu, kebijakan moneter diarahkan untuk menjamin keseeimbangan antara sisi
permintaan dan penawaran, oleh karena itu kebijakan moneter harus dilakukan secara
bijaksana (discreation) sesuai dengan perkembangan yang ada.

2.5 Perdebatan: Moneterist Vs Keynesians


Perdebtan diantara aliran Moneterist dan aliran Keynesians sejatinya menyangkut
perdebatan tentang keberadaan variabel-variabel yang mendorong permintaan dan
penawaran agregat dalam perekonomian. Kelompok monetarist berpendapat bahwa
permintaan agregat semata-mata dipengaruhi oleh perkembangan JUB dan pengaruhnya
adalah stabil. Sedangkan aliran Keynesians berpendapat bahwa permasalahan dalam
suatu perekonomian adalah sangan kompleks, sehingga bukan hanya uang yang berperan
penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga variabel-variabel lain.
Keynesians berpandangan bahwa dalam dunia nyata terjadi kekakuan dan mekanisme
pasar bebas tidak bekerja sempurna, misalnya karena adanya kontrak kerja antara majikan
dan karyawan. Dalam kondisi seperti ini, jika terjadi perubahan (shock) dalam jangka
pendek shock akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya
memengaruhi perkembangan harga (inflasi) didalam jangka menengah panjang.
Aliran monetarist juga berpendapat bahwa uang hanya berpengaruh pada tingkat
inflasi dan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena itu, kebijakan
moneter harus diarahkan hanya untuk pengendalian inflasi dan tidak diarahkan untuk
memengaruhi kegiatan ekonomi riil.
Sebaliknya aliran Keynesians berpendapat bahwa uang berpengaruh, baik terhadap
ekonomi riil maupun terhadap inflasi. Implikasinya adalah kebijakan moneter dapat
dipergunakan secara aktif memengaruhi naik turunnya kegiatan ekonomi riil.
2.6 Kerangka Kerja Kebijakan Moneter
Secara umum, kerangka kerja kebijakan moneter terdiri dari 4(empat) komponen
utama yaitu:
o Instrumen-instrument kebijakan moneter
o Sasaran oprasional
o Sasaran antara
o Sasaran akhir kebijakan moneter

Kerangka yang umum dipergunakan dalam membahas kebijakan moneter meliputi


target, indikator, dan instrumen kebijakan moneter. Target akhir (ultimate target)adalah
variabel-variabel yang ingin dicapai oleh otoritas moneter (bank sentral).
Indikator (intermediate target) adalah variabel-variabel yang ingin dikontrol oleh bank sentral
agar sasaran akhir dapat dicapai. Sedangkan instrumen adalah seperangkat variabel yang
dimiliki dan sepenuhnya dapat digunakan oleh bank sentral untuk mengontrol indikator
sedemikian rupa sehingga target yang ditetapkan dapat dicapai. Hubungan ketiganya
digambarkan sebagai berikut.

2.6.1 Inflation Targeting Framework (ITF)


Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi
kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang
ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter
dilakukan secara forward looking, artinya perubahan stance kebijakan moneter dilakukan
melaui evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi
yang telah dicanangkan. Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh
transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada publik.
Secara operasional, stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku
bunga kebijakan (BI Rate) yang diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang
dan suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini
pada akhirnya akan memengaruhi output dan inflasi.
Dengan telah dilepaskannya sistem nilai tukar dengan band intervensi nilai tukar
(crawling band) di tahun 1997, Bank Indonesia memerlukan jangkar nominal (nominal
anchor) baru dalam rangka menjalankan kebijakan moneter. Jangkar nominal adalah
variabel nominal (seperti indeks harga, nilai tukar, atau uang beredar) yang ditargetkan
secara eksplisit oleh bank sentral sebagai dasar/patokan bagi pembentukan harga
lainnya. Misalnya kalau nilai tukar dijadikan target, maka inflasi luar negeri akan menjadi
inflasi domestik.
Mengapa kebijakan moneter memerlukan jangkar nominal? Karena tanpa adanya
jangkar nominal, tidak ada kejelasan kemana kebijakan moneter akan diarahkan sehingga
masyarakat tidak memiliki pedoman dalam membuat ekspektasi inflasi. Ibarat kapal yang
mengapung di lautan tanpa kejelasan kearah mana kapal dilabuhkan. Sebaliknya, dengan
adanya jangkar nominal masyarakat akan membuat ekspektasi inflasi yang diperlukan
dalam kalkulasi usahanya sesuai dengan jangkar nominal tersebut. Dengan mengumumkan
sasaran inflasi dan Bank Indonesia secara konsisten dapat mencapainya akan
meningkatkan kredibilitas kebijaan moneter yang pada gilirannya ekspektasi inflasi
masyarakat sesuai dengan sasaran yang ditetapkan BI.
Ada sejumlah alasan mengapa menggunakan jangkar nominal dengan ITF.
o ITF lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Dengan sasaran inflasi secara eksplisit
masyarakat akan memahami arah inflasi. Sebaliknya dengan sasaran base money,
apalagi jika hubungannya dengan inflasi tidak jelas, masyarakat lebih sulit
mengetahui arah inflasi kedepan.
o ITF yang memfokuskan pada inflasi sebagai prioritas kebijakan moneter sesuai
dengan mandat yang diberikan kepada Bank Indonesia.
o ITF bersifat forward looking sesuai dengan dampak kebijakan pada inflasi yang
memerlukan time lag.
o ITF meningkatkan trasparansi dan akuntabilitas kebijakan moneter mendorong
kredibilitas kebijakan moneter. Aspek transparansi dan akuntabilitas serta kejelasan
akan tujuan ini merupakan aspek-aspek good governance dari sebuah bank yang
telah diberikan independensi.
o ITF tidak memerlukan asumsi kestabilan hubungan antara uang beredar, output dan
inflasi. Sebaliknya, ITF merupakan pendekatan yang lebih komprehensif dengan
mempertimbangkan sejumlah variabel informasi tentang kondisi perekonomian.
2.7 Instrumen Kebijakan Moneter
Instrumen kebijakan moneter merupakan alat-alat atau media pengendalian operasi
moneter yang dimiliki dan dapat digunakan oleh bank sentral untuk memengaruhi sasaran
operasioanal dan sasaran akhir yang telah ditetapkan oleh bank sentral atau pemerintah.
Agar tujuan kebijakan moneter dapat tercapai, bank sentra menggunakan instrumen-
instrumen kebijakan moneter seperti berikut

1. Kebijakan Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) :


Operasi pasar terbuka adalah salah satu kebijakan yang diambil bank sentral untuk
mengurangi atau menambah jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan dengan cara
menjual sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau membeli surat berharga di pasar modal.

2. Kebijakan Diskonto (Discount Policy)


Diskonto adalah pemerintah mengurangi atau menambah jumlah uang beredar
dengan cara mengubah diskonto bank umum. Jika bank sentral memperhitungkan jumlah
uang beredar telah melebihi kebutuhan (gejala inflasi), bank sentral mengeluarkan
keputusan untuk menaikkan suku bunga. Dengan menaikkan suku bunga akan merangsang
keinginan orang untuk menabung.

3. Giro Wajib Minimum (Gwm)


Giro Wajib Minimum (GWM) atau cadangan wajib minimum adalah ketentuan bank
sentral (Bank Indonesia) yang mewajibkan bank-bank umum untuk memelihara sejumlah
alat-alat liquid (reserves) sebesar prosentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK) yang
dapat dikumpulkan pada suatu waktu tertentu.

4. Kebijakan Dorongan Moral (Moral Suasion)


Bank sentral dapat juga memengaruhi jumlah uang beredar dengan berbagai
pengumuman, pidato, dan edaran yang ditujukan pada bank umum dan pelaku moneter
lainnya. Isi pengumuman, pidato dan edaran dapat berupa ajakan atau larangan untuk
menahan pinjaman tabungan ataupun melepaskan pinjaman.

2.7.1 Sasaran Operasional


Sasaran operasional atau sasaran kerja merupakan sasaran yang ingin segera
dicapai oleh bank sentral dalam operasi moneternya. Variabel sasaran operasional
digunakan untuk mengarahkan sasaran antara dalam upaya mewujudkan sasaran akhir
(sasaran antara hanya digunakan pada pendekatan Kuantitas).
2.7.2. Sasaran Antara (Intermediate Target)
Hubungan antara sasaran operasional dan sasaran akhir kebijakan moneter bersifat
tidak langsung dan kompleks serta membutuhkan time lag yang panjang. Untuk alasan itu,
para ahli moneter dan praktisi Bank Sentral mendesain simple rule untuk membantu
pelaksanaan kebijakan moneter dengan cara menambahkan indikator yang disebut sebagai
sasaran antara. Sasaran tersebut merupakan indikator untuk menilai kinerja keberhasilan
kebijakan moneter, sasaran ini dipilih dari varibel-variabel yang memiliki keterkaitan stabil
dengan sasaran akhir, cakupannya luas, dapat dikendalikan oleh bank sentral, tersedia
relatif cepat, akurat dan tidak sering direvisi. Variabel sasaran antara meliputi:: agregat
moneter (M1dan M2), kredit perbankan dan nilai tukar (Bofinger, 2001:125).

2.7.3 Sasaran Akhir (Final Target)


Sasaran akhir kebijakan moneter yang ingin dicapai oleh Bank Sentral tergantung
pada tujuan yang dimandatkan oleh UU bank sentral suatu negara. Tujuan akhir kebijakan
moneter di Indonesia mengacu pada Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2004 yang secara
eksplisit mencantumkan bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah (stabilitas moneter).

2.8 Koordinasi Kebijakan Moneter dan Fiskal


Agar pencapaian akhir kebijakan moneter dapat efektif, maka kerjasama dan
koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi
mutlak diperlukan untuk alasan tersebut, di tingkat pengambilan kebijakan (BI dan
Pemerintah) secara rutin menggelar Rapat Koordinasi untuk membahas perkembangan
ekonomi terkini.
Mengingat bahwa laju inflasi di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
permintaan (demand pull) namun juga faktor penawaran (cost push), maka agar pencapaian
sasaran inflasi dapat dilakukan dengan efektif, kerjasaama dan koordinasi antara
pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi sangatlah diperlukan.
Sehubungan dengan hal tersebut, di tingkat pengambil kebijakan, Bank Indonesia dan
Pemerintah secara rutin menggelar Rapat Koordinasi untuk membahas perkembangan
ekonomi terkini. Di sisi lain, Bank Indonesia juga kerap diundang dalam Rapat Kabinet yang
dipimpin oleh Presiden RI untuk memberikan pandangan terhadap perkembangan
makroekonomi dan moneter terkait dengan pencapaian sasaran inflasi. Koordinasi kebijakan
fiskal dan moneter juga dilakukan dalam penyusunan bersama Asumsi Makro di Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dibahas bersama di DPR. Selain itu,
Pemerintah juga berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam melakukan pengelolaan
Utang Negara.
Ditataran teknis, koordinasi antara Pemerintah dan BI telah diwujudkan dengan
membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi
(TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri dari Bank Indonesia dan
departmen teknis terkait di Pemerintah seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko
Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen
Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan, dan Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi. Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008
pembentukan TPI diperluas hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara Pemerintah
dan BI diharapkan akan semakin efektif dengan dukungan forum TPI baik pusat maupun
daerah sehingga dapat terwujud inflasi yang rendah dan stabil, yang bermuara pada
pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkelanjutan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas
harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan
neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro.
2. Bank sentral di Indonesia dalam operasi kebijakan moneternya bisa menggunakan
pendekatan kuantitas atau pendekatan suku bunga/harga.
3. Bagi aliran klasoik bahwa kebijakan moneter harus dilaksanakan secara ketat
mengikuti aturan (rule) yang secara konsisten diikuti. Sedangkan bagi aliran
Keynesians kebijakan moneter seharusnya diarahkan untuk menjamin
keseeimbangan antara sisi permintaan dan penawaran, oleh karena itu kebijakan
moneter harus dilakukan secara bijaksana (discreation) sesuai dengan
perkembangan yang ada.
4. Kerangka kerja kebijakan moneter terdiri dari 4(empat) komponen utama yaitu:
o Instrumen-instrument kebijakan moneter
o Sasaran oprasional
o Sasaran antara
o Sasaran akhir kebijakan moneter
5. Kerjasaama dan koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan
makroekonomi yang terintegrasi sangatlah diperlukan

Anda mungkin juga menyukai